Pencarian

Kamis, 24 Oktober 2019

Rasa Mawaddah dan Agama


Manusia diperintahkan untuk menghadapkan wajahnya secara hanif kepada agama. Hal ini berarti kehidupan manusia harus ditujukan untuk menegakkan agama. Yang dimaksudkan sebagai agama adalah pelaksanaan fitrah diri setiap manusia. Allah telah menciptakan setiap manusia di atas fitrah tertentu yang tidak berubah sejak sebelum penciptaan. 

فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
QS Ar-Ruum : 30 - maka hadapkanlah wajahmu kepada agama secara hanif, yaitu fitrah Alah yang manusia diciptakan di atasnya. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang tegak akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 

Dengan pelaksanaan fitrah diri itulah agama menjadi tegak. Tanpa pelaksanaan fitrah diri, agama bagi seseorang belumlah tegak. Shalat merupakan tiang agama. Agama tidak akan tegak tanpa shalat, akan tetapi tidak setiap orang yang melakukan shalat telah menegakkan agama. Shalat seharusnya mengantar pelakunya untuk mengenal fitrah diri dan melaksanakannya. Tidak ada orang mengenal diri tanpa shalat. 

Fitrah yang ditetapkan Alah bagi setiap manusia terdapat dalam entitas inti masing-masing manusia berupa nafs wahidah. Setiap manusia diciptakan berdasarkan satu nafs wahidah yang membawa fitrah diri masing-masing. Dalam nafs wahidah itulah seseorang dapat membaca ketetapan fitrah dirinya sendiri. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa ayat tersebut memerintahkan agar setiap orang untuk mengenal diri. 

Pasangan nafs laki-laki dan perempuan pada dasarnya diciptakan dari satu nafs wahidah, maka keduanya seharusnya kembali menyatu dalam pernikahan. Pernikahan merupakan setengah dari agama diantaranya karena pernikahan akan membangkitkan nafs untuk mengenal fitrah diri masing-masing. Pernikahan akan mengusik nafs untuk menghadapkan wajah pada fitrah diri. Dalam fitrah diri terletak sifat-sifat hakiki seseorang yang berguna untuk pengenalan pada asma-asma Allah. Asma yang tertinggi itu adalah ar-rahman ar-rahiim yang dikenal melalui al-arhaam. 

Ikatan mawaddah dan rahmah harus dibangun di antara suami istri agar kehendak Allah mengalir dengan baik. Allah berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya sebagai Ar-rahman Ar-rahiim, karena itu setiap orang diberi wahana pernikahan sebagai jalan mengenal-Nya. 

Nafs wahidah tersembunyi dari pandangan jasad dan hawa nafsu, tetapi akan membimbing jasad dan hawa nafsu dirinya untuk berproses mensucikan diri. Dengan pensucian diri maka akal akan menguat, ditandai dengan kemampuan memahami kitabullah sesuai kehendak-Nya. Raga dan hawa nafsu manusia harus mendengarkan suara dalam hatinya yang mengajak pada kebenaran. Ada banyak suara dalam diri setiap orang. Yang membimbing mengenal nafs wahidah adalah yang mengajak kembali kepada Ar-rahman Ar-rahiim, bukan suara yang mengajarkan kepandaian. Hawa nafsu bisa memelintir keburukan dalam bungkus kebenaran, maka segala sesuatu harus dilihat dengan cahaya Ar-rahman Ar-rahiim. 

Ketika Allah menghendaki, seseorang akan diperkenalkan kepada nafs wahidah dirinya. Raganya dipertemukan dengan nafs wahidahnya. Maka seseorang mengenal fitrah dirinya, mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Tetapi mungkin nafs itu tidak menetap atau bahkan tidak dipertemukan raganya bila tidak ada pasangan jiwanya dalam bentuk perempuan yang menjalin kasih sayang. Jiwa istri yang mawaddah dan rahmah merupakan tempat menetap yang lain selain raganya bagi nafs wahidah seorang laki-laki. 

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ 

QS Ar-ruum : 21 - Di antara ayat-ayatnya adalah Dia menciptakan bagi kalian dari jiwa-jiwa kalian pasangan-pasangan agar kalian menetap pada salah satunya, dan Dia menjadikan di antara kalian mawaddah dan rahmah. Seseungguhnya dalam perkara itu terdapat ayat-ayat-Nya bagi kaum yang berpikir. 

Wanita merupakan perpanjangan wujud laki-laki yang berfungsi sebagai antarmuka (interface) terhadap dunia mereka berdua. Isteri adalah bagian diri laki-laki. Wujud semesta bagi seorang laki-laki akan hadir pada diri istrinya. Kebanyakan akal makhluk duniawi hadir dalam wujud perempuan layaknya bidadari. Isteri merupakan pemimpin para bidadari bagi laki-laki. Perilaku semesta seorang laki-laki yang shalih akan menyerupai perilaku istrinya. Contoh demikian itu dapat dilihat pada kisah nabi Nuh as dan Luth. 

Nafs wahidah seorang laki-laki akan menetap bila ada seorang istri yang shalihah yang bersatu padu mewujudkan kehendak Allah bagi alam semesta. Seorang laki-laki harus memperhatikan kehendak Allah dan seorang istri harus memperhatikan suaminya karena suami menjadi jalan bagi seorang istri untuk mencapai fitrah diri. Suami menjadi wakil Allah sedangkan istri memimpin semestanya kepada suaminya. Ini adalah fitrah Allah yang tidak akan berubah. Tuntutan kesetaraan gender hanyalah alat syaitan untuk mencampakkan manusia dalam jerat tabiat duniawi, dimana manusia dihitung secara parsial hanya sebagai daging yang hidup. 

Pernikahan dan Mawaddah 


Kompleksitas penciptaan seorang manusia bertujuan agar manusia menjadi makhluk yang paling mampu mengenal Allah. Jiwanya harus tumbuh sebagai makhluk yang peka terhadap cahaya Allah, sebagaimana pohon yang tumbuh sebagai makhluk yang peka terhadap cahaya matahari. Jiwa yang tumbuh itu diibaratkan sebagai pohon thayyibah. Metode yang paling efektif untuk menumbuhkan pohon thayyibah manusia adalah pernikahan. Pernikahan akan menumbuhkan manusia untuk memiliki sifat kasih sayang yang akan memperkenalkan manusia kepada kasih sayang Allah. 

Agama mengatur pertumbuhan jiwa manusia agar mengenal cinta yang universal melalui pernikahan. Pernikahan adalah sebuah akad kebersamaan dalam cinta dan penerimaan. Penyaluran hasrat seksual dalam pernikahan bukanlah semata pelampiasan hasrat jasadiah tetapi merupakan suatu bentuk pewujudan cinta, perhatian dan penerimaan masing-masing pihak terhadap pasangannya, yang akan menjadi salah satu medium menumbuhkan cinta yang mendalam antara suami dan istri, dan itu menjadi bekal untuk berbuat shalih terhadap lingkungan sosial, dan menjadi modal untuk mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Pengenalan terhadap Ar-rahman itu akan menjadikan seorang laki-laki memiliki cinta yang bersifat universal, baik cinta secara khusus kepada istri-istrinya maupun cinta secara umum kepada umatnya. 

Ada bentuk cinta dalam pernikahan yang harus senantiasa ditumbuhkan oleh pasangan berupa mawaddah dan rahmah. Rasa cinta dan harap terhadap pasangan (mawaddah) akan memperkenalkan pasangan itu tatacara cinta dan harap kepada Allah, menuntun pasangan untuk mendekat kepada Allah. Rasa sayang terhadap pasangan berupa rahmah akan mengantarkan seorang laki-laki mengenal rahmaniah Allah. Sangat banyak manfaat pernikahan baik bagi jasadiah maupun bagi jiwa, sebagai jalan yang ihsan dan cara hidup yang thayyibah. 

Mawaddah merupakan suatu bentuk induk cinta yang bersifat universal. Allah SWT yang maha Esa mencintai seluruh makhluk sesuai keadaan makhluk. Sebagian sangat dicintai karena baiknya keadaan makhluk dengan kedekatan kepada-Nya, dan sebagian dipanggil untuk segera bertaubat mendekat pada-Nya agar keadaannya menjadi baik. Apapun keadaan makhluk, Allah berkehendak untuk memberikan kebaikan kepadanya, tanpa suatu kepentingan apapun bagi diri-Nya. Setiap makhluk harus beribadah hanya kepada-Nya karena Dia maha mengetahui ada kejahatan yang terkandung pada penghambaan kepada selain diri-Nya. 

Pernikahan merupakan sarana bagi manusia untuk mengenal mawaddah. Bentuk pernikahan dan tata aturan di dalamnya akan membuat seseorang pada akhirnya mengenal cinta ilahi. Segenap aspek pernikahan akan mengarahkan manusia mengenal Allah. Seorang laki-laki harus berjalan menuju Allah untuk mendapatkan rasa rahmah, gambaran wujud cinta Allah kepada makhluk. Jiwanya adalah pohon thayyibah yang harus tumbuh mencari cahaya Allah. Dengan pernikahannya pohon dirinya itu mendapatkan lahan ladang berupa jiwa istrinya. 

Rasa cinta dan harap (mawaddah) akan tumbuh bila pasangan saling mengenal kebaikan pasangannya bagi dirinya. Tanpa mengetahui kebaikan pasangannya, tidak akan tumbuh sifat mawaddah di antara pasangan karena tidak ada harapan terhadap pasangannya. Mawadah merupakan sarana penyatuan aspek-aspek yang terserak di antara suami dan isteri. 

Ilustrasi tumbuhnya rasa mawadah dapat dilihat pada remaja yang mencintai lawan jenis. Ada sebuah prasangka baik muncul dalam pikiran seorang remaja terhadap seorang lawan jenis. Prasangka baik itu kemudian merajai pikiran dan perasaannya, sehingga timbul rasa cinta dan harapan untuk dapat hidup bersama. Apapun yang ada pada diri yang dicintainya dilihat baik. 

Seorang istri harus menumbuhkan rasa mawadah terhadap pasangannya, karena sifat itu merupakan tanda sebagai wanita ahli surga. Dirinya harus mencari kebaikan suaminya dan menjadikannya sebagai cinta dan harapannya, dengan kacamata kebenaran. Seringkali harapan itu berupa harapan palsu hawa nafsu yang berumur pendek, tetapi itu harus dipelihara dan terus diasah agar menemukan harapan sejati. Pernikahan akan membersihkan bentuk-bentuk harapan palsu dan mengarahkan pada harapan sejati dari dalam jiwanya. 

Rasulullah bersabda : ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang (alwaduud), banyak anak, dan banyak kembali kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia akan segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata :Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku (HR Baihaqi). 

Mawadah merupakan parameter kebersyukuran seorang wanita terhadap suaminya. Seorang wanita tidak akan memiliki rasa mawadah bila tidak bersyukur terhadap suaminya. Kehidupan rumah tangga tidak akan tenang tanpa mawadah. Suami akan mengalami kesulitan mengarahkan biduk rumah tangga bila istri tidak memiliki rasa mawadah. 

Dengan pernikahan akan terbentuk suatu tatanan yang baik hingga terjadi penyaluran rahmaniah Allah kepada alam semesta. Aspek jasmaniah dari kedua pihak dalam pernikahan pun akan memperoleh imbalan hingga ujung-ujung urat syarafnya yang membuat kesegaran jiwa dan raga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar