Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah.
Seruan Rasulullah SAW terhadap umatnya utamanya berbentuk seruan ibadah kepada Allah tanpa menyekutukan dengan selain Allah. Bentuk seruan demikian tidak hanya berupa seruan ibadah kepada Allah, tetapi juga seruan untuk membentuk suatu hubungan masyarakat berdasar mawaddah antara satu dengan yang lainnya. Bentuk ibadah kepada Allah harus diwarnai dengan manifestasi asma dan sifat Allah pada orang-orang yang beribadah kepada-Nya, tidak hanya berupa syariat yang ditentukan Allah. Hamba yang membina sifat dirinya sesuai dengan asma dan sifat yang mulia akan merepresentasikan kehambaan yang lebih hakiki. Kadangkala manusia merasa telah menjadi hamba Allah sedangkan ia tidak membina dirinya sebagaimana citra Ar-rahman, maka ia melakukan perbuatan berdasarkan hawa nafsu dan disangka sebagai ibadah kepada Allah.
Seruan para rasul Allah sangatlah mulia. Akan tetapi tidak semua orang dapat menerima seruan para rasul itu. Banyak manusia memperolok-olok seruan tersebut sejak jaman dahulu kala sebelum Rasulullah SAW di utus. Demikian pula orang-orang yang menyeru manusia untuk mengikuti Rasulullah SAW akan diperolok-olok oleh manusia. Mereka hendaknya tetap mengikuti langkah Rasulullah SAW dan tetap menyeru manusia untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW.
﴾۱۴﴿وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّن قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِؤُونَ
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa orang rasul sebelum kamu maka tetaplah atas orang-orang yang mencemoohkan rasul-rasul itu (ketentuan terhadap) apa-apa yang selalu mereka perolok-olokkan. (QS Al-Anbiyaa : 41)
Ayat di atas menyatakan realitas orang-orang yang memperolok-olokkan seruan rasul, penjelasan bagi mukminin untuk disikapi dengan sebaik-baiknya. Barangkali seorang penyeru akan merasa heran mengapa manusia memperolok-olok seruannya. Hal demikian sebenarnya telah berlaku sejak dahulu, tidak hanya terjadi atas dirinya. Bilamana ada suatu saran dan penilaian orang lain terhadap seruannya bahwa seruan itu tidak perlu dilakukan, atau pendapat bila seruan itu baik maka manusia akan mengikuti seruan itu dengan sendirinya tanpa perlu disampai-sampaikan, maka penilaian demikian itu tidak selaras dengan sejarah yang telah terjadi. Sejarah telah membuktikan bahwa kebanyakan manusia cenderung hanya mengikuti pikiran mereka sendiri tidak mengerti langkah mengikuti perintah Allah. Bahkan manakala seorang rasul diutus kepada mereka, banyak orang yang memperolok-olokkan seruan rasul yang diutus Allah tersebut. Hanya sedikit manusia yang benar-benar berusaha mendengarkan perintah Allah dengan benar, termasuk umat manusia jaman sekarang. Bila manusia telah paham terhadap kehendak Allah niscaya umat islam akan pandai. Hendaknya seorang penyeru tetap menyeru orang lain untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW tidak kehilangan semangat untuk menyeru manusia memahami dan mentaati kehendak Allah.
Pernyataan ini hendaknya disikapi secara setimbang. Setiap orang harus mau mendengarkan perkataan orang lain, karena boleh jadi terdapat kebenaran yang muncul dari orang lain, dan boleh jadi ada kekeliruan dalam pemahaman dirinya dalam perintah Allah. Hanya saja hendaknya seorang penyeru tidak lemah hati terhadap olok-olok yang mungkin mereka terima. Suatu kebenaran yang bernilai tinggi tetaplah harus dinilai sebagai hal berharga, baik bagi dirinya dan bagi orang lain. Bila seseorang atau suatu kaum menolak nilai berharga itu, kebenaran itu tidak menjadi sampah. Barangkali ada orang lain yang bisa menghargai dengan selayaknya. Manusia pada dasarnya hanya menyukai apa-apa yang dianggap baik bagi dirinya, sebagaimana kerbau menganggap lumpur layaknya surga. Manusia tidak menyukai berkubang lumpur seperti kerbau karena berbeda keadaannya. Demikian gambaran bahwa pada setiap manusia nilai suatu kebenaran bagi masing-masing berbeda-beda. Sebagian mempunyai nilai bahwa tuntunan kitabullah adalah yang terbaik, tetapi tidak semua paham sikap demikian kecuali hanya lisan saja. Apabila memungkinkan, setiap orang hendaknya diseru untuk semakin dekat kepada seruan Rasulullah SAW. Apabila tidak memungkinkan, cukuplah bagi mereka bahwa seseorang tidak bertanggung jawab atas orang lain, hanya bertanggung jawab sebatas menyeru saja.
Dengan Cara yang Baik
Termasuk dalam tanggung jawab dalam menyeru adalah melakukan seruan dengan sebaik-baiknya. Manakala menyeru, hendaknya seseorang menggunakan pakaian yang sesuai dengan apa yang diserukan. Pakaian-pakaian itu akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap seruannya untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW. Bentuk pakaian itu terdapat pada beberapa lapis pada dirinya, berupa pakaian ketaqwaan dalam dirinya, pernikahannya, dan pakaian materi duniawi yang tepat yang diperuntukkan bagi dirinya. Tanpa pakaian yang memadai, umat manusia akan sulit untuk memahami seruannya dengan tepat.
Ia harus memperhatikan ketakwaan sebagai pakaian paling intrinsik bagi dirinya. Pahamnya seorang penyeru terhadap kebenaran yang disampaikan tergantung pada ketakwaannya. Bila ia tidak bertakwa, ia tidak akan benar-benar memahami kebenaran yang diserukannya. Sebagian orang mengenal tujuan yang harus dicapai tetapi tidak mengetahui jalan-jalan untuk mewujudkannya. Sebagian orang dapat disimpangkan langkahnya oleh syaitan dan tidak menyadari bahwa langkahnya tidak menuju tujuan yang ditentukan. Banyak contoh lain yang merupakan kekeliruan dalam meangkah. Hal-hal demikian menjadi warna yang tumbuh dalam proses menyeru. Seruan yang benar dan tepat terlahir dari ketakwaan dalam diri seseorang, maka hendaknya ia memperhatikan ketakwaan dirinya.
Pakaian intrinsik berikutnya yang harus diperhatikan seseorang dalam menyeru adalah pernikahannya. Isteri adalah pakaian bagi suaminya, dan sebaliknya suami merupakan pakaian bagi isterinya. Manakala suatu pernikahan berantakan, sebenarnya pakaian mereka juga berantakan, dan hal itu akan mempengaruhi pandangan umat manusia. Pandangan masyarakat terhadap seseorang akan menjadi buruk kepada mereka apabila pakaian berupa pernikahan mereka berantakan. Untuk menjadi seorang penyeru terhadap sunnah Rasulullah SAW, seseorang harus memperhatikan hubungan pernikahan mereka.
Pakaian bentuk luar hendaknya juga diperhatikan sesuai dengan orang-orang yang diseru, karena umat manusia kebanyakan terlebih dahulu memperhatikan pakaian luar. Pakaian berbentuk materi duniawi hendaknya berasal dari harta benda sesuai kehendak Allah yang diperuntukkan bagi dirinya. Ia tidak berlebih dalam mengumpulkan harta duniawi, dan tidak bermalas-malas dalam mengerjakan amal. Berlebihnya pakaian duniawi pada dasarnya akan merusak diri dan merusak pula cara pandang umat terhadap dirinya. Cara pandang masyarakat itu merupakan reaksi terhadap pakaiannya berupa harta benda dan kedudukan seseorang. Sebaliknya pada keadaan tertentu, umat manusia tidak mampu memandang adanya kebenaran yang disampaikan oleh orang-orang yang dianggap lemah di antara mereka. Ketakwaan sebagai pakaian dalam diri penyeru boleh jadi tidak terlihat oleh orang yang diseru karena tertutup oleh pakaian luar yang tidak memadai. Hal sering diikuti dengan sikap masyarakat mengikuti orang-orang yang berpakaian secara palsu.
Ada kalanya seseorang tidak dapat memperoleh pakaian-pakaian yang seharusnya ia kenakan, maka dalam hal demikian ia tidak harus memaksakan diri untuk dapat menyeru orang lain. Syaitan kadangkala memperoleh jalan untuk mencabik pakaian seseorang hingga ia tampak buruk dalam pandangan masyarakat. Misalnya manakala suatu pernikahan terenggut oleh syaitan, ketakwaan suatu nafs yang seharusnya tumbuh dan subur melalui penyatuan nafs wahidah suami dan isteri mungkin akan terganggu, maka pakaian berbentuk ketakwaan nafs akan menjadi kerdil atau mati. Pakaian dalam bentuk hubungan pernikahan itu sendiri juga akan menjadi tercabik-cabik. Tidak jarang hal demikian menyebabkan pakaian berupa materi duniawi bagi pasangan itu juga tidak terkumpul atau menghilang. Syaitan mempunyai pengetahuan tentang jalan-jalan yang dapat merusak pakaian orang-orang yang ingin mengikuti langkah Rasulullah SAW. Dalam kasus demikian, seseorang tidak harus memaksakan diri untuk dapat tampil menarik di masyarakat. Penggunaan ilmu-ilmu yang bathil tidak diijinkan untuk digunakan sekalipun untuk menyeru manusia ke jalan Allah, dan justru ilmu-ilmu itu akan menjadi alat syaitan menjerat langkahnya mengikuti Rasulullah SAW dan memunculkan madlarat yang besar bagi umat manusia.
Setelah mengusahakan yang terbaik dari dirinya, seseorang hendaknya menyeru umat manusia untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW sesuai dengan kebaikan yang diketahuinya, dan sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Ia tidak dituntut untuk berhasil melaksanakan seruannya. Karena itu hendaknya ia tidak memaksakan diri dengan jalan-jalan selain yang ditentukan Allah. Manakala ia tidak berhasil karena pakaiannya yang buruk oleh tipu daya syaitan, tanggung jawab kegagalan itu pada syaitan dan orang-orang yang mengikutinya, serta umat manusia yang diseru itu sendiri. Ayat di atas menyatakan realitas keadaan orang-orang yang memperolok-olokkan seruan rasul untuk disikapi dengan sebaik-baiknya, tidak menyentuh masalah tanggung jawab penyeru.
Wajar bagi para penyeru bersedih hati dengan keadaan demikian, dan Allah menghibur dengan menunjukkan kepada mereka banyaknya seruan rasul-rasul yang diperolok-olok kaumnya. Hendaknya para penyeru tidak terlalu bersedih dengan perlakuan kaumnya. Akan tetapi hendaknya selalu disadari bahwa ada suatu ketentuan Allah yang menyertai sikap mengolok-olok seruan demikian. Ketentuan itu suatu saat akan terjatuh terhadap orang-orang yang terus mengolok-olok seruan terhadap kebenaran. Hendaknya para penyeru tetap berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya dalam menyeru umat mereka, baik mempersiapkan diri mereka sendiri untuk menyeru dengan sebaik-baiknya, ataupun secara aktif berhadapan dengan kaumnya untuk menjelaskan.
Membangkitkan Pengetahuan
Manakala umat sulit untuk diseru mengikuti langkah Rasulullah SAW dan tuntunan kitabullah, hendaknya ditanyakan kepada mereka tentang keselamatan diri mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka permasalahan dalam diri mereka yang mendatangkan bahaya berupa suatu ketentuan Allah. Membuka permasalahan demikian hendaknya dilakukan hingga timbul pertanyaan dalam diri mereka sendiri apakah mereka akan selamat dengan keadaan mereka yang demikian.
﴾۲۴﴿قُلْ مَن يَكْلَؤُكُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مِنَ الرَّحْمٰنِ بَلْ هُمْ عَن ذِكْرِ رَبِّهِم مُّعْرِضُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari (Allah) Yang Maha Pemurah?" Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka. (QS Al-Anbiyaa : 42)
Perkataan memelihara ( يَكْلَؤُ ) menunjukkan makna memelihara sebagaimana para penanam mencabut rumput-rumput dan tanaman-tanaman pengganggu lain agar tidak mengganggu tanaman yang dipelihara. Dalam konteks di atas, Ar-Rahman merupakan penanam dan manusia merupakan tanaman yang dipelihara. Terkait dengan ayat sebelumnya, para rasul yang diutus kepada manusia merupakan para pembersih tanaman pengganggu. Allah tidak mengutus rasul tanpa ilmu dari kitabullah yang dapat digunakan untuk membersihkan tanaman pengganggu. Rasulullah SAW dan Alquran pada dasarnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Selain bisa digunakan oleh para rasul, kitabullah Alquran dapat digunakan pula oleh kaum mukminin untuk membersihkan tanaman-tanaman pengganggu diri manusia.
Pada masa tanaman itu dipelihara, sebenarnya akan tumbuh pula banyak tanaman-tanaman pengganggu baik rumput-rumputan atau semak belukar. Syaitan akan menebarkan benih-benih tanaman pengganggu bagi pertumbuhan manusia. Hawa nafsu manusia sendiri juga mengandung benih-benih rumput yang akan mengganggu tanaman yang seharusnya dipelihara. Manakala tidak dipelihara, maka tanaman itu sendiri tidak dapat membersihkan tanaman-tanaman pengganggunya. Lebih rumit lagi bila Allah (Yang Maha Pemurah) ridla tidak membersihkan tumbuhnya tanaman pengganggu bagi seorang manusia, maka siapakah yang akan mampu memelihara tanaman yang seharusnya dipelihara? Sangat sulit bagi seseorang untuk memelihara dirinya sendiri dari tanaman pengganggu demikian.
Orang-orang yang memperolokkan seruan para rasul merupakan orang-orang yang tanaman pengganggunya tumbuh lebih subur daripada tanaman yang dipelihara. Secara intrinsik, apa yang terbentuk dalam diri mereka lebih menyerupai kebathilan, karenanya mereka tidak dapat mencerap kebenaran yang disampaikan oleh para rasul. Karena keadaan diri demikian, mereka merasa lebih membutuhkan cahaya yang bathil daripada cahaya kebenaran. Mereka memandang bahwa pengetahuan yang mereka miliki lebih baik daripada seruan para rasul, maka kemudian mereka memperolok-olok seruan para rasul. Apabila tanaman yang seharusnya dipelihara dalam diri manusia itu masih ada, mungkin mereka dapat mencerap cahaya kebenaran yang disampaikan akan tetapi akan dipengaruhi oleh keadaan para penyeru. Apabila para penyeru berpakaian pantas, mereka akan lebih mudah mencerap yang disampaikannya daripada bila penyeru itu berpakaian tidak sepantasnya.
Keadaan memperolok-olok demikian bisa terjadi pada kalangan orang-orang yang mementingkan duniawi maupun orang-orang yang telah berkecimpung dalam bidang agama. Orang-orang yang mementingkan kehidupan duniawi pada dasarnya merupakan orang-orang yang hidup dalam kegelapan malam, sedangkan orang yang berkecimpung dalam bidang agama telah menempuh kehidupan yang lebih terang. Tanaman-tanaman pengganggu dapat tumbuh pada semua kalangan baik yang duniawi maupun agamawan, sehingga mereka tidak dapat mencerap cahaya kebenaran yang disampaikan oleh para rasul.
Orang-orang yang memperolokkan pengajaran para rasul itu sebenarnya orang-orang yang tidak mengambil pelajaran tentang rabb mereka. Orang-orang beriman adalah orang yang berkeinginan untuk mengenal rabb mereka Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Orang-orang yang memperolok-olokkan seruan para rasul tidak bergerak menuju pengenalan yang lebih baik terhadap rabb mereka. Boleh jadi mereka bertuhan kepada tuhan yang mereka ciptakan sendiri, atau terhijab waham bahwa diri mereka adalah para hamba tuhan tetapi sebenarnya tidak berkeinginan untuk lebih mengenal rabbnya. Seruan para rasul itu akan menjadikan umat manusia yang mengikutinya menjadi lebih mengenal Allah, dan orang-orang yang memperolok-olokkan hanya terhijab oleh jati diri palsu diri mereka sendiri tanpa keinginan untuk lebih mengenal rabb mereka. Bila keinginan itu kuat, niscaya seseorang akan mampu mengenali kebenaran dalam seruan para rasul karena adanya suatu kebutuhan dalam nafs mereka terhadap kebenaran.