Pencarian

Kamis, 24 Oktober 2019

Ciri-Ciri Wanita Terbaik


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, 

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ 

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika diperhatikan suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada dirinya ( sang wanita) dan hartanya (sang wanita) dengan apa yang suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251) 

Terdapat beberapa ciri wanita yang terbaik, yaitu menyenangkan bila diperhatikan suaminya, berlaku taat bila suaminya memberikan perintah, dan tidak menyelisihi suaminya dalam diri wanita itu dan dalam hartanya. 

Menyenangkan Bila Diperhatikan 


Makna memperhatikan yang dimaksud dalam sabda Rasulullah Saw tersebut adalah semakna dengan ayat dibawah. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ 

QS Al-Ĥasyr:18 - Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah terdahulu untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Orang-orang beriman diperintahkan untuk memperhatikan apa yang telah berlalu untuk dijadikan sebagai bekal pengetahuan untuk masa depan. 

Seorang suami yang baik akan memperhatikan istrinya. Laki-laki yang baik memiliki sebuah tujuan bagi masa depan bagi rumah tangga mereka yaitu mencapai penghambaan yang sebenarnya kepada Allah. Untuk mencapai tujuan itu maka dirinya memperhatikan hal-hal yang ada di sekitarnya, dan yang paling berharga yang dimiliki adalah istrinya. Dengan memperhatikan istrinya, seorang laki-laki bertindak untuk mencapai tujuan bersama bagi masa depan rumah tangga. 

Memperhatikan isteri merupakan sebuah jalan untuk mencapai agama. Bahkan sebelum menikah seorang laki-laki harus memperhatikan calon istrinya. Dalam term jaman sekarang perintah untuk memperhatikan calon istri diistilahkan dengan kata melihat, yang dimaksudkan adalah nadzara ( memperhatikan). Sebelum menikah seorang laki-laki harus memperhatikan kesesuaian calon istrinya terhadap dirinya. Artinya bukan hanya perintah untuk melihat secara fisik, akan tetapi juga mengenal karakter dan kualifikasi calon istrinya. 

Sakinah 

Pernikahan merupakan penyatuan terhadap kehendak Allah. Seorang laki-laki harus mengenal Allah dan menyatukan diri pada kehendak-Nya. Seorang istri harus mengenal suaminya di jalan Allah dan menyatukan diri di jalan-Nya. Dengan demikian maka suami istri melakukan penyatuan terhadap kehendak Allah. 

Terdapat sebuah mekanisme dalam penyatuan terhadap kehendak Allah bagi sebuah rumah tangga, yang dikenal sebagai sakinah. Allah menurunkan sakinah ke dalam hati seorang laki-laki yang benar-benar beriman. Melalui sakinah itu, pendengaran, penglihatan dan tangan sang hamba mendapatkan tambahan cahaya keimanan sehingga indera tersebut mempersepsi dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah atas sang hamba. Dengan sakinah yang diturunkan, seorang hamba menjadi bayangan bagi asma Allah. Dengan hal yang sama, seorang laki-laki dapat memberikan sakinah terhadap istrinya bila istrinya bertakwa, sehingga istrinya menjadi bayangan bagi suaminya di jalan Allah. 

Dalam memilih calon istri, seorang laki-laki harus memperhatikan kesesuaian calon istrinya dengan dirinya agar bisa mendapatkan sakinah bersama istrinya. Ada wanita yang jiwanya diciptakan dari jiwa sang laki-laki, itulah yang akan memberikan sakinah sempurna. Namun menemukan hal itu bukan perkara yang mudah. Namun laki-laki harus berusaha memilih calon istri dengan sebaik-baiknya agar terwujud sakinah dalam rumah tangga. 

Sakinah tidak hanya terjadi pada pasangan yang diciptakan dari satu jiwa, tetapi dapat terjadi pada jiwa-jiwa yang saling berdekatan. 

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ 

QS Ar-Rūm :21 - Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan istri-istrimu untukmu dari jiwa-jiwamu, supaya kamu berdiam kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 

Setiap laki-laki diciptakan sebagai bagian dari jamaah yang urusannya saling beririsan, demikian pula istri-istrinya diciptakan dengan urusan yang saling beririsan. Istri setidaknya harus dipilih berdasarkan kriteria thayyibah, yaitu urusan penciptaan yang berdekatan. Ada beberapa perempuan thayibah yang bersesuaian bagi seorang laki-laki untuk dijadikan istri yang menjadi pasangannya di jalan Allah. Demikian pula terdapat beberapa laki-laki thayyib yang bersesuaian bagi seorang wanita untuk mengimami di jalan Allah. Keberpasangan ini adalah keberpasangan thayyibah. 

Memilih calon istri yang tepat adalah syarat pernikahan thayyibah. Kriteria thayyibah ini lebih leluasa dibandingkan dengan kriteria pasangan dari jiwa, namun tetap ada harapan tinggi untuk mewujudkan keluarga sakinah. Memilih calon istri tanpa mempertimbangkan aspek thayyibah akan mengakibatkan pernikahan sulit berjalan dengan baik untuk mencapai agama. 

Wanita yang Menyenangkan 

Wanita yang menyenangkan bila diperhatikan suaminya adalah wanita yang mengusahakan terbentuknya keluarga sakinah. Caranya adalah dengan bertakwa terhadap al-arham. Dirinya memperhatikan urusan yang lahir dari ketakwaan pada diri suaminya, dan menghadapkan wajahnya kepada suaminya tidak kepada laki-laki lain. Hal ini merupakan turunan dari ketakwaan seorang laki-laki dengan memperhatikan urusan Allah bagi dirinya. Hal ini akan sedikit sulit dilakukan bila tujuan penciptaan masing-masing suami istri berjauhan. Setiap pihak akan cenderung memberikan perhatian kepada tujuan penciptaan masing-masing ketika sedang bertakwa. 

Istri yang bertakwa akan mendapatkan sakinah melalui suaminya bila suaminya mendapatkan sakinah dari Allah. Bila suaminya tidak cukup bertakwa kepada Allah, atau tidak memiliki suami, Allah akan memberikan sakinah ke dalam hatinya. Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim menjadi contoh wanita bertakwa tetapi tidak memiliki suami ahli surga di bumi. Mereka memperhatikan urusan Allah dan urusan suaminya. Contoh hal ini dapat dilihat dari peristiwa pembicaraan Asiyah dengan Fir'aun tentang bayi Musa, dimana Asiyah menguasai persoalan suaminya tentang bayi itu sehingga berhasil mempertahankannya untuk diasuh. 

Menyenangkan bila diperhatikan karena ketakwaan tidak akan tergantikan oleh kecantikan jasadiah. Wanita akan menarik perhatian suaminya dan orang-orang yang lain bila berdandan cantik, tetapi tidak setiap wanita bisa mempercantik diri dan mempertahankan kecantikannya secara terus menerus di hadapan suaminya. Tetapi dengan ketakwaan, setiap wanita bisa mengusahakan dengan peluang keberhasilan yang sama. Demikian pula seorang laki-laki akan menilai secara relatif terhadap jasmani, tetapi akan memiliki standar absolute dalam menilai kecantikan karena ketakwaan wanita. Setiap laki-laki akan menilai ketakwaan wanita dengan cara yang sama. 

Tidak menyelisihi Suaminya pada Jiwa dan Hartanya 

Wujud seorang istri sebagai citra suaminya mencakup jiwa dan harta. Seorang wanita harus tumbuh bersama suaminya hingga menjadi bayangannya, baik jiwa maupun hartanya. 

Jiwa seorang istri idealnya dibentuk menjadi turunan dari jiwa suaminya. Bila suami adalah seorang raja, maka istrinya harus berusaha menjadi ratu dan ibu negara. Bila suaminya seorang ulama, maka istrinya menjadi pendukung suami dengan keahlian pada bidang keulamaan. Demikian pula dalam bidang lain, isteri hendaknya berusaha menjadi turunan dari suaminya. 

Hal ini merupakan sumber rasa cinta pada diri suaminya, dan sebaliknya. Seorang laki-laki pada dasarnya mencintai istrinya karena istri sebagai bagian dari dirinya sendiri, dan seorang istri mencintai suaminya sebagai pemimpin yang menjadi asal dari dirinya sendiri. Mereka akan saling mencintai bila masing-masing menemukan pasangannya sebagai pelengkap dirinya sendiri. Akan sulit untuk menumbuhkan cinta bila masing-masing tidak menemukan bagiannya dalam diri pasangannya. 

Dalam masalah kekayaan, kekayaan pasangan suami istri pada dasarnya bukanlah kekayaan perseorangan suaminya atau istrinya saja. Dalam hal harta, seorang suami yang beriman akan memperoleh khazanah kekayaan melalui hubungannya dengan istrinya dalam keterkaitan yang rumit, baik disadari atau tidak. Suami itu kadang bisa mengusahakan sendiri mewujudkan khazanah itu menjadi kekayaan, kadangkala harus dilakukan bersama istrinya, dan kadangkala hanya bisa dilakukan istrinya. 

Seorang laki-laki beriman akan menemukan khazanah kekayaan melalui istrinya. Hubungan yang baik dan erat perlu dibangun antara suami dan istri agar kekayaan bisa diusahakan di antara keduanya. Bila ditinggalkan oleh istrinya, orang itu akan kesulitan memperoleh ladang kekayaan hartanya, atau kesulitan untuk mengolah sumber kekayaannya. Nabi Nuh dan Luth as tidak mampu untuk memberikan kekayaan sedikitpun kepada istri mereka yang berkhianat. 

Dalam pengusahaan kekayaan ini, seorang istri hendaknya hanya berusaha mencari kekayaan bila ada kesepakatan dengan suaminya dalam bidang tertentu. Banyak bahaya bila seorang istri mengusahakan kekayaan di luar bidang yang disepakati bersama suaminya. Seorang istri mungkin akan menemukan harta yang banyak pada usaha yang tidak disepakati bersama suaminya, tetapi harta tersebut akan membuat madlarat bagi mereka, dan banyak bahaya yang mengintai wanita itu. 

Istri tidak menyelisihi suaminya dalam dirinya dan hartanya merupakan sebuah proses agar sakinah dapat terbentuk. Seorang suami yang memperoleh sakinah dari Allah seharusnya menurunkannya kepada istrinya. Dengan penurunan sakinah itu, tumbuh konsep diri yang benar dalam diri istrinya sehingga istrinya bisa beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Seorang suami tidak akan bisa memberikan sakinah kepada istrinya yang menyelisihinya. Dengan keadaan demikian, suaminya mengenal urusan Allah hanya bagi dirinya sendiri sedangkan istrinya tidak dapat menumbuhkan konsep diri yang benar untuk beribadah kepada Allah. 

Dalam hal suaminya shalih, seorang istri hanya akan memperoleh konsep diri yang benar dari suaminya saja. Tidak ada yang bisa memberikan konsep diri yang benar pada seorang istri selain suaminya. Suaminya merupakan jalan satu-satunya untuk beribadah kepada Allah dengan benar. Seorang perempuan tidak dapat menunaikan hak-hak Allah sebelum menunaikan hak-hak suaminya. 

Pertumbuhan Bersama 


Ketika menikah, seorang laki-laki dan istrinya tidak akan serta merta mendapatkan sakinah. Keduanya harus tumbuh bersama perlahan menjadi makhluk majemuk, seperti sebuah pohon dan dan ladang tempatnya ditanam. Pohon itu pada awalnya adalah sebuah biji yang kemudian tumbuh berinteraksi dengan ladangnya. Rezeki bagi keduanya berasal dari interaksi di antara mereka. Pohon mengambil unsur hara dan air dari dalam tanah, dan ladang mendapatkan sifat yang baik karena pertumbuhan pohon yang menangkap cahaya matahari, mengelola air dan mengolah makanannya dari ladang. 

Pertumbuhan bersama itu terjadi pada harta dan jiwa. Hubungan yang baik akan membuat pasangan itu mudah menemukan dan mengelola sumber kekayaan bagi mereka, dan hubungan yang buruk akan berimplikasi sebaliknya. Hal ini akan terjadi terutama bila kedua pihak merupakan orang yang bertaubat kepada Allah. Bila salah seorang atau keduanya tidak peduli urusan Allah, boleh jadi mereka dibiarkan dalam keinginan mereka bergelimang harta. 

Dalam hal pertumbuhan jiwa, pasangan itu harus tumbuh bersama. Khazanah pertumbuhan jiwa suaminya banyak terdapat dalam diri istrinya, sebagaimana air dan unsur hara terkandung dalam ladang. Karena itu seorang suami harus berusaha memperhatikan dengan seksama istrinya agar dirinya tumbuh hingga mengenal Allah. Demikian pula pengetahuan diri seorang istri pada bagian besarnya merupakan pengetahuan dirinya tentang suaminya. Istri adalah bagian dari suaminya. Ketika seorang laki-laki mengenal diri, maka seharusnya pengesahan dapat dilakukan terhadap suami dan istri sebagaimana penobatan raja dan permaisuri sebagai satu entitas. 

Seorang laki-laki yang bertakwa akan menemukan banyak khazanah jiwanya pada istrinya, dan istri yang bertakwa akan menemukan khazanah dirinya dalam bentuk pengetahuan tentang suaminya. Itu merupakan hal yang sangat memperkuat langkah bersama menuju Allah. Mereka ibarat melangkah bersama bagai dua kaki. Seorang suami dapat memandang pengetahuan istrinya sebagai cermin yang memantulkan gambar diri. Pengetahuan istrinya baginya adalah gambar diri yang lebih terbebas dari hawa nafsu, karena pengetahuan itu tidak muncul dari hawa nafsu pada diri suami. Dalam tahap tertentu, seorang laki-laki mungkin akan merasa sangat kebingungan tentang pengetahuan yang diperolehnya, apakah dari syaitan atau sebuah hal yang benar. Istri yang bertakwa akan berperan mengimbangi pengetahuan suami semacam itu, setidaknya untuk mulai memilah pengetahuan yang benar dan salah. 

Pertumbuhan bersama itu dapat rusak, baik sepihak atau keduanya. Seorang laki-laki atau istrinya dapat rusak bila tertarik oleh hawa nafsu dan hasrat jasadiah kepada hal lain secara tidak hak. Maka khazanah dan pengetahuan tidak lagi muncul pada pihak yang rusak. Seorang laki-laki yang rusak tidak lagi melihat khazanah dirinya yang terkandung pada istrinya. Seorang istri yang rusak tidak lagi memperoleh informasi dan pengetahuan tentang suaminya. Mungkin masing-masing memperoleh hal yang lebih gemerlap pada hal yang baru, tetapi sebenarnya tidak memiliki makna yang kuat. Bila pertumbuhan bersama rusak pada salah satu pihak, maka pihak lain akan tetap mendapatkan khazanahnya dari pasangannya. Akan tetapi dirinya harus menempuh perjalanan sendiri, tidak ada umpan balik yang memudahkan langkah. Dirinya berjalan dengan satu kaki menuju Allah. 

Wanita yang paling baik adalah yang tidak menyelisihi suaminya pada diri dan harta dengan yang dibenci suaminya. Hal ini menunjuk pada wanita yang tumbuh bersama dengan suaminya. Kadangkala ada hal lain terkait jiwa atau harta yang tumbuh sendiri pada wanita, tidak tumbuh bersama di antara mereka. Bila suaminya tidak merasa benci maka hal itu tidak menjadi masalah. Seorang suami yang ikhlas menuju Allah akan memiliki akal yang membuatnya bisa mengukur apakah pertumbuhan mereka baik atau tidak, berupa rasa suka atau tidak suka terhadap pertumbuhan di antara mereka. Semakin ikhlas tujuan seorang suami, semakin jelas penglihatannya tentang lurus atau tidaknya perkembangan mereka menuju Allah. 

Mentaati Bila diperintah Suami 


Dzat Allah tidak dapat dikenal kecuali diri-Nya sendiri. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Akan tetapi Dia berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk, maka Dia menciptakan segala sesuatu dengan Al-Haq yang dapat memberikan kepada makhluk gambaran tentang diri-Nya sebatas yang dapat dipahami makhluk. 

Allah menghadirkan citra diri-Nya pada semesta alam sebagai gambaran tentang diri-Nya. Citra itu bukan diri-Nya tetapi hanya gambaran tentang diri-Nya yang bisa dikenali makhluk. Gambaran tertinggi tentang diri-Nya adalah yang dikenal oleh Rasulullah SAW. Beliau SAW mengenal entitas yang berada di ufuk tertinggi. Maka beliau menjadi wasilah bagi semesta alam untuk mengenal Allah. Pengenalan tentang Allah yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Saw menunjukkan pengenalan yang salah. 

Landasan pengenalan kepada Allah adalah benar hanya jika berdasarkan sifat rahmaniah dan rahimiah. Setiap makhluk harus menumbuhkan sifat pengasih dan penyayang agar dapat mengenal Allah dengan benar. Semakin besar sifat kasih sayang semakin terbuka jalan pengenalan kepada Allah. Iblis dahulu sangat rajin beribadah kepada Allah tetapi ibadahnya hanya berdasarkan ilmunya saja, bukan berlandaskan kasih sayang. Dengan ilmu, iblis melalui tangan musyrikin membuat umat islam berpecah belah dan berbangga-bangga . Sedangkan sifat kasih sayang sangat subur dalam pernikahan. 

Dzat yang Maha Tinggi berkehendak memperkenalkan kehadiran diri-Nya di antara para malaikat muqarrabun, dan juga di bumi, dalam bentuk nafakh ruh-Nya. Maka para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada nafakh ruh-Nya bila telah hadir di antara mereka. Yang tidak bersujud kepada nafakh ruh-Nya termasuk dalam golongan kafir. 

Inilah yang terjadi pada Iblis. Kekafirannya terungkap dengan tidak bersujud kepada Adam. Apa yang dia kenal tentang Allah mengandung banyak kesalahan, karenanya dia kafir, dan kekafirannya terungkap dengan penolakannya untuk bersujud kepada Adam. Iblis dahulu adalah makhluk yang taat kepada Allah secara wujud jasadiah. Iblis sangat rajin beribadah dan mengerjakan tugas dari Rabb, akan tetapi sebenarnya dia tidak mengenal rabb-nya. Iblis melakukan tugasnya dengan memperturutkan keinginan sendiri tidak mewujudkan kehendak Allah di bumi. Hal semacam itu merupakan kekafiran. Para iblis pengikutnya memiliki karakter serupa dengan iblis besar itu. 

Nafakh ruh-Nya dihadirkan bagi manusia. Itu yang tidak dimengerti oleh para makhluk tinggi yang tinggal di surga. Ada sebuah rahasia yang tidak diketahui oleh para makhluk yang tinggi tentang manusia. Tetapi Allah Maha mengetahui tentang makhluk-Nya. Manusia tidak tahu tentang dirinya sendiri kecuali apa yang Allah berikan kepadanya. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang berpotensi untuk mengenal Allah secara lebih sempurna. 

Untuk kehadiran nafakh ruh-Nya di bumi, manusia diciptakan berpasangan. Seorang laki-laki menjadi makhluk yang memiliki potensi pengenalan kepada Allah melalui nafakh ruh-Nya, sedangkan perempuan menjadi wahana terwujudnya keberhasilan pengenalan laki-laki kepada Allah. Hal itu tergambar dalam hubungan laki-laki sebagai pembawa benih dan perempuan sebagai pemilik rahim yang menjadi wahana bagi benih yang dibawa oleh laki-laki. 

Untuk urusan pemakmuran bumi, nafakh ruh-Nya harus hadir. Hal ini memerlukan kesiapan manusia baik laki-laki maupun istrinya. Seorang laki-laki harus menumbuhkan jiwanya yang menjadi pohon kalimah thayyibah agar bisa mengenal Allah, dan istrinya harus memberikan fasilitas pertumbuhannya. Suami membentuk citra Allah dalam dirinya, dan Istri harus membentuk citra suaminya dalam dirinya agar pertumbuhan suaminya mengalir ke alam jasadiah. Karena itulah salah satu ciri wanita yang terbaik adalah mentaati suami bila suaminya memiliki urusan. 

Ketaatan itu seharusnya menjangkau keseluruhan entitas, baik alam fisik maupun jiwa. Mentaati suami bila suami memiliki suatu urusan tidak hanya berlaku dalam wujud pekerjaan fisik. Jiwa seorang istri juga seharusnya dibentuk mengikuti urusan suaminya bila suaminya beriman. Jiwa suaminya seharusnya tercermin dalam jiwa istrinya, sebagaimana bayi dari suaminya terbentuk dalam rahim. Dengan cara demikian pasangan suami istri akan menjadi pasangan yang berhasil di alam jasadiah. Pada dasarnya seorang laki-laki tidak bisa menguasai penuh aspek kebumiannya tanpa istri yang mencerminkan urusan dirinya di bumi. 

Keberhasilan semacam ini dapat dilihat dalam kisah Asiyah binti Muzahim yang bersuamikan Fir'aun Ramses II. Asiyah adalah hamba Allah yang sangat taat, dan beliau sangat memperhatikan suaminya. Beliau berhasil mewujudkan kehendak Allah dengan mengasuh bayi Musa, dan berhasil pula menjadikan Ramses sebagai Fir'aun yang paling berhasil sepanjang sejarah Mesir. 

Kisah sebaliknya ditorehkan oleh istri nabi Nuh dan Luth as. Kedua suami itu adalah nabi, tetapi tidak sedikitpun kebenarannya tergambar dalam jiwa istrinya. Kedua suami itu gagal secara duniawi, tidak berhasil memberikan sedikitpun kekayaan kepada istrinya. Bahkan umatnya harus dimusnahkan karena kedua nabi tersebut tidak dipandang oleh istrinya, apalagi oleh umatnya. 

Kadangkala seorang laki-laki menjadi hamba Allah yang dianggap layak menerima ruh qudus, nafakh ruh-Nya. Kadangkala laki-laki hanya mempertuhankan hawa nafsunya. Seorang istri yang baik akan mentaati suaminya sesuai syariat. Bila suaminya tidak cukup baik bagi dirinya, Allah akan memberikan urusan-Nya tidak melalui suaminya sebagaimana Asiyah mengasuh Musa kecil. 

Ketaatan itu tidak selalu harus menjadi sama, tapi seringkali ketaatan itu berbentuk komplementer. Istri seharusnya menjadi teman berbagi yang mendorong suami menjalankan urusannya, tetapi kadangkala istri juga harus melengkapi suaminya pada sisi lemah suaminya. Bila istri tidak peduli atau tidak mau mengetahui urusan suaminya, maka hal itu menyalahi prinsip ketaatan. Dirinya tidak menjadi pasangan yang baik bagi suaminya, tidak memberikan peringatan bila suaminya salah arah dalam berjalan dan tidak bisa memberikan dukungan bila suaminya berjihad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar