Pencarian

Senin, 29 Maret 2021

Berharap Musyahadah terhadap Allah

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang diberi kemampuan untuk mengenal Allah. Allah akan memperkenalkan diri-Nya bagi hamba-hamba yang dikehendaki dalam wujud perumpamaan berupa cahaya di atas cahaya. Hamba yang dikehendaki-Nya untuk diperkenalkan kepada wujud perumpamaan cahaya di atas cahaya itu adalah manusia yang tidak dilalaikan oleh jual beli dan perdagangan dari dzikir kepada-Nya, dan berada di bait yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut asma-Nya.

﴾۶۳﴿فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
di dalam rumah-rumah yang telah diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut asma-Nya di dalamnya, dia selalu bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan waktu petang, (QS An-Nuur : 36)

Bait itu merupakan wujud turunan baitullah dalam hati yang harus dibentuk dalam struktur sosial seorang manusia berupa rumah tangganya. Seorang laki-laki tidak boleh dilalaikan oleh jual beli dan perdagangan dari berdzikir kepada Allah agar terbentuk baitullah dalam hatinya. Dengan terbentuknya baitullah dalam hatinya, dirinya dapat bersujud kepada Allah dengan sungguh-sungguh hingga bentuk-bentuk jasadiahnya. Terbentuknya baitullah dalam hati itu harus diwujudkan hingga keluar dari hatinya, berupa membina rumah tangga sebagai perpanjangan baitullah di hatinya.

Ada hubungan timbal balik antara baitullah dengan rumah tangga. Baitullah dalam hati seseorang akan terbentuk bila dirinya berusaha membentuk bait dalam wujud rumah tangga yang baik, dan baitullah dalam hati itu akan menjadi panduan arah dalam membentuk rumah tangga agar menjadi bait yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut asma-Nya di dalamnya. Hubungan resiprokal semacam ini menjadi sunnah rasulullah SAW bagi setiap muslim agar setiap muslim dapat mengerti jalan yang harus ditempuh mengikuti rasulullah untuk mengenal Allah.

Untuk membentuk bait yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan didzikirkan asma-Nya di dalamnya, setiap orang harus berusaha membentuk akhlaknya dalam akhlak mulia, sehingga Allah membukakan baginya keadaan haraman (tanah suci). Dengan mengenal tanah sucinya, seseorang mengetahui bait yang harus dibentuk bersama isteri-isterinya. Tanpa mengenal tanah sucinya, seorang laki-laki tidak akan mengetahui bentuk baitullah yang harus dibangun bersama keluarganya.

Fitnah Saat Terbitnya Fajar

Tanah haram itu adalah pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri. Dirinya mengenal amanah yang harus ditunaikan dalam kehidupannya di bumi. Amanah itu adalah amal-amal yang ditetapkan sebelum kelahiran dirinya, yaitu ketika Allah mempersaksikan dirinya terhadap nafs mereka. Ketika mengenal dirinya sendiri, sebenarnya Allah membukakan kepadanya tanah haramnya. Jati diri itu merupakan tempat dirinya harus membangun bait dirinya.

﴾۷۶﴿أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikannya tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan kufur kepada nikmat Allah? (QS Al-Ankabuut : 67)

Pada saat Allah memberikan tanah haram kepada seseorang, sebenarnya ada sesuatu yang tersembunyi dalam karunia tersebut. Ada kebathilan dan nikmat Allah bercampur pada peristiwa penganugerahan karunia tersebut, sehingga ayat tersebut ditutup dengan sebuah pertanyaan : apakah terhadap hal yang bathil mereka beriman dan terhadap nikmat Allah mereka kufur? Pada peristiwa tersebut, setiap orang harus ingat untuk berusaha memisahkan antara hal yang bathil dari nikmat Allah.

Peristiwa tersebut menyerupai terbitnya matahari pada waktu pagi. Seseorang akan memperoleh cahaya yang terang dari matahari yang mulai terbit setelah kegelapan yang menyelimuti alamnya. Akan tetapi pada saat terbitnya matahari, matahari terbit di antara dua tanduk syaitan. Hal yang serupa terjadi pada saat terangnya jati diri mulai muncul pada seseorang. Banyak selipan-selipan pengetahuan yang berasal dari syaitan yang membuat seseorang dapat menjadi beriman terhadap kebatilan dan kafir terhadap nikmat Allah.

قَالَ سَمُرَةُ بْنُ جُنْدُبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُصَلُّوا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ وَلَا حِينَ تَسْقُطُ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ وَتَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ الشَّيْطَانِ
Samurah bin Jundub berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian shalat ketika matahari terbit dan jangan pula (shalat) ketika matahari terbenam. Karena, sesungguhnya ia terbit di antara dua tanduk setan dan terbenam di antara dua tanduk setan." (Hadits Ahmad no.19310)

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk melakukan shalat pada saat matahari mulai terbit dan pada saat matahari mulai tenggelam karena matahari terbit dan tenggelam di antara dua tanduk syaitan. Keadaan alam jasadiah demikian merupakan turunan dari realitas yang lebih tinggi berupa terbitnya kebatilan dari syaitan bersamaan dengan terbitnya atau tenggelamnya sumber cahaya keimanan bagi seorang manusia. Peristiwa awal pengenalan jati diri seorang manusia dan proses meninggalnya seseorang yang mengenal kebenaran merupakan dua peristiwa yang akan disertai munculnya fitnah-fitnah syaitan yang disebut sebagai terbitnya dua tanduk syaitan.

Fitnah-fitnah ini biasanya terkait dengan langkah lebih lanjut yang harus dilakukan oleh manusia, yaitu langkah untuk membentuk bait yang diijinkan Allah untuk disebutkan dan ditinggikan asma-Nya dalam rumah itu. Pengenalan diri bukanlah terminal akhir untuk ibadah manusia kepada Allah, tetapi merupakan keterbukaan tanah haram yang harus dilanjutkan dengan membangun bait sebagai tempat bersujud kepada Allah. Syaitan akan mengupayakan agar manusia tersesat dalam membangun baitnya. Tanduk syaitan boleh jadi akan memunculkan konsep yang salah tentang rumah tangga pada saat terbitnya matahari, dan akan menghancurkan potensi rumah tangga yang baik pada saat tenggelamnya matahari, yaitu bait yang akan diijinkan Allah untuk disebutkan dan ditinggikan asma-Nya di rumah tangga itu. Dengan demikian manusia akan kehilangan arah untuk membangun bait yang diijinkan Allah bagi asma-Nya.

Membentuk Pijakan Amal Shalih

Setiap orang harus mengingat tentang munculnya dua tanduk syaitan ketika mengalami keterbukaan tentang jati diri. Ada banyak hal yang akan terbuka bagi seseorang ketika Allah menjadikan dirinya berada pada tanah haram yang menjadi calon tempat bait dirinya. Segala hal yang terbuka itu harus diukur dengan kitabullah untuk menentukan apa-apa yang berasal dari Allah dan memisahkan segala sesuatu yang merupakan sisipan dari syaitan. Bilamana ia memiliki seorang mursyid yang membimbing, maka segala yang diarahkan oleh mursyid harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Kedua hal itu harus dibaca bersama-sama agar dapat menentukan dengan sebaik-baiknya apa-apa yang dikehendaki Allah atas dirinya, tidak mengandung kebatilan-kebatilan yang menyeret pada sikap kufur terhadap nikmat Allah. Semua hal yang terbuka kepada dirinya harus disikapi dengan penuh ketakwaan, karena hal itu dapat menggelincirkan dirinya menuju sikap kufur terhadap nikmat Allah dan munculnya keimanan terhadap hal batil. Ketika hadir nikmat Allah, dirinya bersikap kufur terhadap nikmat itu, dan ketika hadir kebathilan timbul keimanan pada kebathilan tersebut.

Hal ini harus dilakukan hingga benar-benar jelas apa yang menjadi kehendak Allah bagi dirinya, sesuai dengan kitabullah dan sesuai dengan arahan mursyid pembimbingnya. Bilamana ada hal yang bertentangan antara satu dengan yang lain, dirinya tidak boleh melakukan tindakan yang melanggar salah satu hingga jelas kedudukan masalah yang bertentangan tersebut. Kitabullah akan berbicara memberikan penjelasan masalah sebagai kitab yang hidup, bukan sebuah tulisan yang mati, sedangkan mursyid merupakan petugas Allah yang harus membimbingnya menuntaskan pemahamannya tentang agamanya.

Keterbukaan yang dilimpahkan Allah bagi seseorang yang dibukakan tanah haramnya itu mencakup berita gembira (basyiran) dan peringatan (nadziiran) yang harus disampaikannya kepada umat. Itu adalah tugas keumatannya. Karena amanah itu, seringkali seseorang akan merasakan tekanan yang besar dalam hal peringatan (nadziiran) yang harus disampaikan kepada umat, terutama ketika langkahnya terkendala dengan adanya perselisihan dalam perkara amanahnya itu. Bila bertentangan dengan tuntunan kitabullah, perasaan itu sebenarnya hanya merupakan ilusi. Bila bertentangan dengan mukmin lain, hendaknya dirinya menahan diri hingga terjadi keselarasan bersama dengan mukmin lainnya, terutama dengan mursyid yang membimbingnya. Perkara amal shalih dan konsekuensi yang menjadi tanggung jawabnya tersebut tidak atau belum berlaku sepenuhnya selama mursyidnya masih belum membenarkannya. Bila masih ditentang oleh mursyid, segala tanggungjawab itu masih berada di tangan mursyid. Namun demikian, dirinya tidak boleh terlena, bahwa dirinya harus berusaha sebisa mungkin untuk mengerjakan amanahnya dalam batasan yang bisa dilakukannya.

Dengan membaca hal yang terbuka berdasarkan kitabullah dan arahan mursyid, seseorang akan melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh tipu daya syaitan sebagai bayangan tanduk syaitan yang menyertai terbitnya matahari. Hal itu menunjukkan bahwa dirinya melihat kemunculan tanduk syaitan. Setiap orang seharusnya mengalami keadaan semacam itu, yang akan memperkuat pijakan dan arah perjuangannya dan memperkuat keinginannya untuk beramal shalih. Pengenalan jati diri sendiri itu benar-benar disertai dengan terbitnya dua tanduk syaitan, tidak semata-mata terbitnya sumber cahaya bagi dirinya. Bila seseorang gagal melihat tipuan syaitan dalam peristiwa itu, boleh jadi dirinya tertipu oleh tanduk syaitan, menyangka citra tanduk syaitan itu sebagai cahaya yang dilimpahkan rabb bagi dirinya. Setiap orang harus memeriksa hal ini dan mursyid akan benar-benar mengawasi muridnya dalam keadaan demikian.

Kerusakan akibat tanduk syaitan itu akan dilihatnya dari semestanya, umatnya hingga terlihat pada dirinya sendiri, terlihat mulai dari sesuatu yang jauh dari dirinya hingga ia melihat kerusakan dalam dirinya. Kadangkala seseorang akan melihat bahwa sebenarnya dua tanduk syaitan itu telah mencampakkan dirinya telanjang di bumi, terdampar dalam kesendirian terputus dari lingkungannya. Isterinya sebagai pakaian terenggut darinya oleh sepak terjang syaitan, dan ia harus memperjuangkan kembali pakaian itu dari syaitan. Bila isterinya itu kemudian beri’tikad pula untuk kembali kepada dirinya, perempuan itu adalah perempuan mulia yang layak dan harus dicintainya. Segala kerusakan yang dialaminya merupakan luka-luka jihadnya bersama dirinya karena perbuatan syaitan untuk memisahkan seorang isteri dari suaminya.

Dengan jelasnya penglihatan tentang tanduk syaitan, seseorang akan memperoleh pijakan yang lebih kokoh dan keinginan yang lebih kuat untuk berjihad. Hasrat mengusahakn pemakmuran dunia berdasarkan jati diri seringkali hanyalah sebuah ilusi manakala dirinya tidak mampu melihat kerusakan yang diakibatkan oleh syaitan. Jati diri dan tanduk syaitan itu terbit bersama-sama, dan itu harus disadari setiap orang.

Membentuk Bait dan Larangan Shalat

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk melakukan shalat pada saat terbitnya matahari dan tenggelamnya matahari. Itu adalah larangan yang harus ditaati hingga tingkatan lahir. Larangan ini juga merupakan pencegahan agar tidak terbentuk citra tanduk syaitan dalam kebenaran yang akan diikutinya. Dalam proses terbitnya sumber cahaya kebenaran bagi seseorang, larangan ini tidak berarti melarangnya melakukan amaliah shalat selama sumber cahaya kebenaran yang terbit pada batinnya masih bercampur dengan citra tanduk syaitan. Larangan ini menunjukkan larangan untuk tidak serta merta mengambil secara langsung pengetahuan yang terbuka kepada dirinya sebagai sepenuhnya kebenaran dari Allah. Kebenaran itu masih bercampur dengan citra tanduk syaitan. Ini harus benar-benar disadarinya dan mursyid akan benar-benar mengawasi hal ini sepenuhnya.

Larangan itu dalam tingkatan lebih lanjut mencegah seseorang untuk membentuk bait dengan citra tanduk syaitan. Bait itu merupakan arah dan pijakan sujud seseorang kepada Allah dalam amaliah raganya, bukan menggantikan kakbah sebagai arah sujud shalatnya. Bait itu merupakan turunan baitullah dalam hati yang harus terbentuk dalam tataran struktur sosial dirinya dalam wujud rumah tangga yang baik. Bila terbentuk bait dengan citra tanduk syaitan, amal lahiriah yang terlahir bisa jadi melenceng dari niat baik yang ada dalam hati. Misalnya bila hati menghendaki persatuan bagi umatnya, amal yang terlahir bisa jadi malah menceraiberaikan umatnya. Hal itu dapat terjadi bilamana syaitan sedang menggunakannya untuk langkah strategis mereka, sementara manusia tidak menyadari langkah strategis yang dilakukan oleh syaitan.

Seseorang dapat berdzikir dan meninggikan asma Allah hanya bila terbentuk rumah tangga yang baik hingga diijinkan Allah untuk didzikirkan dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya. Tanpa rumah tangga itu, seseorang tidak akan dapat meninggikan asma Allah. Dengan meninggikan asma Allah, maka shalatnya akan dapat dilakukan dengan kekhusyu’an sebagaimana yang dikehendaki Allah. Kekhusyu’an itu harus terlahir bersamaan dengan pelaksanaan fitrah dirinya bagi umat secara benar.

Terbentuknya bait yang baik ditandai dengan pengenalan isterinya terhadap amr Allah bagi mereka. Nafs wahidah suaminya akan hadir kepada istrinya dan membagikan lembaran kitab diri dan amanah yang harus ditunaikan. Istrinya akan mengerti isi lembaran kitab diri tersebut dan mengerti amanah yang diberikan kepadanya. Dengan demikian akan terbentuk bait yang baik untuk didzikirkan dan ditinggikan asma-Nya dalam rumah tangga mereka. Tanpa bait semacam itu, seseorang akan kesulitan untuk berdzikir dan meninggikan asma-Nya.

Rumah tangga demikian dapat diibaratkan kapal yang menyeberangkan umat menuju tanah suci untuk mengenal Allah. Rumah tangga itu bisa menjadi kendaraan bagi umat mereka untuk menuju Allah. Akan tetapi kadangkala Allah menghendaki bentuk lain dari rumah tangga mereka, tidak cukup dengan keadaan saat itu, sehingga Allah tidak memberikan keleluasaan dalam beramal shalih dan menjadikan keluarga itu tidak efektif dalam menunaikan amanah Allah bagi mereka. Mungkin saja Allah menghendaki kapal yang terbentuk harus berupa kapal Catamaran yang memberikan keluasan bagi umatnya mengikuti jalannya menuju Allah. Allah akan memberikan petunjuk kepada mereka untuk membentuk bait sebagaimana kehendak Allah.

Minggu, 21 Maret 2021

Berpegang Teguh Pada Alquran dan Persatuan

 

Allah menurunkan alquran kepada rasulullah SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dengan alquran setiap manusia dapat menempuh jalan kembali kepada Allah dengan selamat. Banyak bahaya yang mengintai orang-orang yang kembali kepada Allah yang dapat menyebabkan mereka tersesat ketika kembali kepada Allah. Dengan berpegang teguh kepada Alquran, maka seseorang dapat menempuh jalan yang selamat untuk kembali kepada Allah.

Sebagian orang-orang yang beriman kembali menjadi murtad karena mengikuti orang-orang yang memperoleh kitab, padahal rasulullah masih ada di antara mereka. Rasulullah membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia dengan benar, akan tetapi karena mereka mengikuti juga bacaan para ahli kitab maka bacaan ahli kitab itu membuat mereka kembali kafir setelah memperoleh keimanan. Tidak semua pembacaan kitabullah oleh seseorang dilakukan dengan benar karena ada sebagian orang membacakan kitabullah agar orang-orang beriman kembali tersesat dalam sikap kufur. Juga ada hal-hal yang menjadi prasyarat membaca kitabullah dengan benar. Setiap orang harus memperhatikan ketika mengikuti pembacaan ayat-ayat Allah oleh orang lain, karena boleh jadi orang yang diikuti belum memenuhi persyaratan sedangkan dirinya tidak dapat mengukurnya dengan benar. Sikap hanif dan takwa harus ditumbuhkan sebelum benar-benar mengikuti orang lain.

Berpegang Pada Tali Allah

Allah memerintahkan setiap orang untuk berpegang teguh pada tali Allah dan mengingat nikmat Allah.

﴾۳۰۱﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)

Tali Allah itu adalah Alquran, tali yang salah satu ujungnya berada di tangan manusia dan ujung yang lain berada di tangan Allah. Untuk berpegang pada tali Allah, ada tatacara dan prasyarat yang harus dipenuhi sehingga pembacaan itu benar. Tanpa memenuhi tatacara dan prasyarat itu boleh jadi makna bacaan itu keliru atau tidak tepat. Hal ini hendaknya dipahami oleh setiap orang, bukan untuk mencegahnya membaca Alquran akan tetapi untuk menyadarkan bahwa mungkin saja bacaannya itu keliru. Dan juga hendaknya disadari bahwa ada orang yang membaca kitabullah tetapi bermaksud untuk mengembalikan orang-orang beriman kembali kepada sikap kufur. Setiap orang harus berusaha mengukur kebenaran dan arah pembacaan orang lain bagi akhlak dirinya, tidak serta merta mengikuti pembacaan itu karena mungkin saja pembacaan itu mengarah pada kekufuran.

Pembacaan kitabullah yang benar adalah pembacaan yang dilakukan dan dicontohkan oleh rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah orang yang paling memahami kitabullah tanpa berselisih sedikitpun. Tidak ada pembacaan kitabullah yang benar bila bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh rasulullah SAW. Pada dasarnya, seluruh penjelasan agama telah selesai diterangkan walaupun raga rasulullah SAW hadir hanya pada masa kehidupan beliau di dunia. Prinsip-prinsip agama telah dijelaskan seluruhnya pada masa kehadiran beliau, dan apa-apa yang menyusul dari agama telah pula beliau SAW beri penjelasan dengan cukup.

Ketika seseorang telah memenuhi persyaratan untuk membaca kitabullah dengan benar, maka kitabullah itu akan menjadi sebuah sumber pengetahuan yang sangat besar menjelaskan fenomena kauniyah yang terjadi atas dirinya, dan tentu saja tidak akan berselisih dengan seluruh penjelasan rasulullah SAW. Dirinya akan mengerti pula penjelasan rasulullah SAW yang terdapat dalam hadits. Kadangkala seseorang memperoleh pemahaman yang tidak biasa, dan hadits memperkuat pemahaman terhadap kitabullah itu. Salah satu indikator benarnya bacaan kitabullah adalah bacaan itu mengarah kepada persaudaraan berdasarkan kitabullah, tidak berpecah belah. Tidak akan ada persaudaraan yang terbentuk dengan benar kecuali Allah lah yang menyatukan hati para manusia.

Sebagian orang berusaha mengembalikan manusia beriman menuju sikap kufur dengan membacakan kitabullah seraya menunjuk dan membeberkan kesalahan orang lain atau kesalahan kaum selain mereka untuk menimbulkan kebanggaan terhadap kelompoknya. Mereka memilih ayat-ayat tertentu, tidak mendudukkannya pada tempatnya secara tepat tetapi untuk membuka kesalahan orang lain tanpa alasan yang benar, yaitu kesalahan relatif terhadap pemahaman mereka. Mereka membangkitkan kebanggaan pada golongan mereka sendiri dan merendahkan kelompok yang lain untuk memecah-belah umat manusia. Hanya berdasarkan penalaran logis atas teks dalil tanpa tujuan kebaikan akhlak hati, mereka merasa sebagai kaum yang paling benar. Pemahaman demikian bukanlah sesuatu yang dikehendaki Allah sebagaimana Allah tidak menyukai kecerdasan Iblis di antara para makhluk. Pembacaan demikian akan mengantarkan orang-orang yang mengikuti mereka menuju sikap kafir.

Sabilillah dan Penyatuan Hati

Arah pembacaan Alquran yang benar di antaranya adalah untuk menyusun hati-hati orang beriman. Hati satu mukmin dengan mukmin yang lain akan saling berdampingan serasi mewujudkan amr Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW untuk ruang dan jamannya. Dengan saling berdampingan dalam sebuah susunan barisan, Allah akan memunculkan suatu persaudaraan berdasarkan nikmat Allah. Berpegang teguh pada kitabullah dengan cara yang benar menjadi awal yang memulai terbentuknya persaudaraan di antara orang-orang mukmin.

Berpegang teguh pada tali Allah ini harus dilakukan terus-menerus tidak dilepaskan. Sebagian orang akan diuji Allah dengan karunia-karunia yang akan menguji apakah ia tetap menuju persaudaraan ataukah ia akan berselisih dengan mukmin dan orang-orang yang lain setelah datang keterangan yang nyata kepada dirinya. Ujian ini akan menampakkan hal-hal yang ada dalam hati yang tidak terlihat oleh dirinya. Dalam ujian berupa karunia Allah, karunia yang datang itu juga akan mengundang syaitan untuk menyelipkan tiupan dalam hawa nafsunya. Hendaknya penyikapan terhadap karunia itu dilakukan dengan benar, tidak keliru di hadapan Allah. Kadang-kadang manusia melenceng jauh karena karunia yang diberikan hingga berselisih dengan mukmin atau mukminin yang lain yang akan menghambat terbentuknya persaudaraan yang seharusnya, tidak berada di atas amr Rasulullah SAW. Hal ini harus dihindari dengan berpegang teguh pada kitabullah. Seringkali hal ini sangat berbahaya yang membuat seseorang tidak mengerti amal yang benar.

Karunia sebagai ujian itu kadang-kadang sangat mendekati shirat al-mustaqim. Pada dasarnya, shirat al-mustaqim akan terbuka secara tiba-tiba ketika Allah membukanya (fathan mubiina). Shirat al mustaqim bukanlah hasil dari upaya manusia tetapi rahmat dari Allah. Tujuan perjalanan dirinya akan diperlihatkan, berikut beberapa proses yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Itu adalah shirat al-mustaqim. Termasuk di antara proses yang harus dilakukan adalah persaudaraan di antara mukminin yang harus dibentuk dengan menyusun hati-hati para mukminin sehingga seolah-olah hati mereka satu. Allah lah yang menyusun hati mereka. Bila ada perselisihan dengan mukmin atau mukminin yang lain karena karunia Allah itu, boleh jadi karunia itu adalah ujian yang mengungkapkan keadaannya, dan Allah menghendaki agar arah perjalanannya harus diperiksa kembali. Tetapi boleh jadi hal itu juga sebagai perintah untuk melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Hal ini harus diperiksa dengan baik.

Keterbukaan yang jelas (fathan mubiina) ini menjadi penanda shirat al-mustaqim, dan shirat al-mustaqim ini merupakan sabilillah yang dapat menjadi jalan perjuangan umat manusia. Seseorang yang melihat shirat al-mustaqim dapat menunjukkan jalan jihad fi sabilillah kepada umatnya. Umat dapat menempuh sabilillah dengan mengikuti seseorang yang mengenal shirat al-mustaqim tidak tertipu dengan sabil yang lain.

﴾۳۵۱﴿وَأَنَّ هٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), maka (jalan-jalan itu) mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS Al-An’aam : 153)

Manusia yang menemukan shirat al-mustaqim akan melihat jalan yang menyatu dengan perjuangan rasulullah SAW untuk ruang dan jamannya. Dirinya mengenal amr jami’ bagi rasulullah SAW. Itu adalah jalan Allah (sabilillah) yang satu. Berjihad untuk perjuangan rasulullah SAW itulah yang disebut jihad fi sabilillah yang sebenarnya, dan hal itu akan mengantarkan para pengikutnya untuk menyatukan hati mereka, karena Allah menyatukan hati mereka dalam sebuah susunan.

Setiap mukmin harus berusaha mengikuti jalan yang lurus dalam jihad fi sabilillah, dan tidak mengikuti jalan-jalan lain walaupun itu tampak berdekatan atau tampak sama. Kadang-kadang diperlukan sedikit pemindahan arah atau tujuan perjuangan untuk benar-benar mengikuti sabilillah. Shirat al-mustaqim akan menyatukan umat manusia sedangkan jalan-jalan selain itu akan menjadikan manusia berpecah-belah. Jalan-jalan lain itu akan mencerai-beraikan umat manusia perlahan-lahan atau cepat. Bila bukan shirat al-mustaqim, syaitan akan mempunyai banyak celah menaburkan benih-benih perpecahan. Banyak benih-benih berpecah-belah yang harus dibersihkan ada dalam umatnya. Bila berselisih dengan shirat al-mustaqim, akan ada benih perpecahan yang harus dibersihkan selaras dengan selisihnya dari shirat al-mustaqim. Bila mengikuti shirat al-mustaqim, benih-benih itu akan dibersihkan Allah dan Allah menyusun hati umatnya.

Bila sebuah jalan kemudian membuat umat berpecah-belah, boleh jadi jalan itu bukan sabilillah, dan tentu saja bukan shirat al-mustaqim. Hal ini harus diperiksa dengan baik. Setiap orang harus bertakwa. Bilamana jalan itu adalah sabilillah, barangkali ada hal lain yang belum mendapatkan perhatian yang baik dari pemimpinnya. Bila jalan itu bukan sabilillah hendaknya dirinya mengharap Allah menunjukkan shirat al mustaqim.

Kadangkala seseorang yang mengenal shirat almustaqim dan berjihad fi sabilillah tidak berhasil menyeru orang lain untuk mengikuti seruan rasulullah SAW. Dirinya harus memeriksa apakah ia benar berada pada shirat al-mustaqim atau tidak, atau ada hal lain yang belum diperhatikan olehnya. Sebenarnya hal itu bukan menjadi tanggung jawabnya bila ia benar berada pada shirat al-mustaqim, apakah umat mengikutinya atau tidak mengikutinya. Kewajibannya hanyalah menyeru umatnya untuk kembali kepada Allah. Masing-masing manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan orang-orang yang mengikutinya. Pendustaan oleh umat menjadi tanggung jawab masing-masing orang dan pemimpin mereka yang membuat mereka mendustakan. Tanggung jawabnya adalah menyeru dengan sebaik-baiknya.

Akan tetapi Alquran tidak sekadar memberikan kewajiban dan tanggung jawab. Alquran menjelaskan banyak hal yang menuntunnya untuk menuju Allah. Terkait dengan seruan ke shirat al mustaqim, salah satu hal yang diajarkan Alquran adalah penyatuan yang terserak dari dirinya sebagai setengah bagian dari agamanya. Umat yang mendustakan itu adalah bagian yang terserak dari dirinya. Alquran akan menunjukinya untuk mengerti cara mengumpulkan apa-apa yang terserak dari dirinya bila ia berjalan kepada Allah. Tentu saja hal itu harus dengan jihad mengendalikan diri dan melawan syaitan.

Hanya Allah yang dapat menyatukan hati-hati manusia. Seseorang yang berjihad fi sabilillah harus mengusahakan keadaan yang sekiranya mendatangkan rahmat Allah untuk menyatukan hati para manusia. Hal itu hanya bisa diusahakan dengan mengikuti petunjuk Allah dalam Alquran, dimulai dengan memperbaiki keadaan yang ada dalam dirinya kemudian memperbaiki keadaan rumah tangga dan umat. Keadaan rumah tangganya dan keadaan umat hanya akan terwujud bila ia memperbaiki keadaan dirinya. Seseorang tidak akan dapat memperbaiki rumah tangga tanpa memperbaiki keadaan dirinya, dan tidak akan dapat memperbaiki umat tanpa memperbaiki rumah tangganya.

﴾۳۶﴿وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَّا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfaal : 63)

Penyatuan hati itu hanya terjadi atas kehendak Allah. Sekalipun seluruh kekayaan yang ada di bumi dibelanjakan, tidak akan ada makhluk yang dapat mempersatukan hati dengan sebenarnya.

Selasa, 16 Maret 2021

Kesesatan dan Petunjuk Allah

 

Iblis berusaha menyesatkan seluruh manusia. Kedengkian membuat mereka bekerja keras untuk menyesatkan seluruh manusia. Mereka mengusahakannya dengan seluruh daya upaya yang mereka miliki, tidak meninggalkan satu orang pun kecuali mereka berusaha menyesatkannya. Sebagian diusahakan untuk disesatkan ketika mereka memisahkan diri dari jamaah, akan tetapi bukan tidak mungkin mereka menyesatkan manusia yang berjamaah, sekelompok manusia disesatkan bersama-sama.

﴾۲۸﴿قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya (QS Shaad : 82)

Di antara titik kritis penyesatan umat manusia oleh syaitan terjadi ketika seseorang yang diberi amanah keumatan pergi meninggalkan umatnya. Ketika sekelompok umat yang berjalan kepada Allah ditinggalkan oleh pemegang amanah keumatan, syaitan mendatangi umat itu untuk menyesatkannya. Hal ini dicontohkan ketika Musa a.s pergi bersegera kepada rabb-nya di gunung Sinai agar ia memperoleh ridla-Nya. Hal ini rupanya justru membuat-Nya memberikan ujian kepada umat Musa a.s.

﴾۵۸﴿قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِن بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri (QS Thahaa : 85)

Bersamaan dengan ujian Allah ketika seorang pemimpin umat pergi dari umatnya, syaitan akan berusaha keras untuk menyesatkan umat itu hingga mengikuti syaitan. Syaitan akan datang dalam berbagai wujud yang dekat dengan umat. Untuk umat nabi Musa a.s, syaitan datang kepada mereka dalam wujud Samiri. Samiri adalah seorang manusia dari Bani Israel yang dapat melihat alam-alam tinggi baik berupa syaitan ataupun rasul dari kalangan malaikat. Samiri melihat, mengetahui dan menggunakan jejak rasul untuk menghidupkan patung anak sapi emas, yaitu jejak malaikat Jibril yang datang membantu Bani Israel menyeberang laut merah.

Ketika ditinggalkan nabi Musa a.s, sebenarnya ada nabi Harun a.s memimpin Bani Israel. Nabi Harun a.s pun telah memperingatkan bani Israel untuk kembali beribadah kepada Ar-rahman, akan tetapi seruan nabi Harun tidak membuat bani Israel percaya. Mereka lebih memilih tetap bersembah pada patung anak sapi emas yang bersuara selama menunggu nabi Musa a.s kembali. Kerusakan akal yang ditimbulkan oleh Samiri sebagai syaitan lawan nabi Musa a.s tidak dapat dikendalikan oleh nabi Harun a.s sebagai pengganti Musa a.s. Hal itu terjadi padahal nabi Musa a.s telah menunjuk nabi Harun untuk memimpin umat Bani Israel ketika beliau mendahului mereka ke bukit Sinai, dan Harun a.s adalah seorang nabi. Barangkali kerusakan akan lebih parah bilamana nabi Musa a.s menunjuk orang lain dan tidak menunjuk nabi Harun menggantikannya.

Peristiwa demikian itu sebenarnya tidak hanya terjadi pada zaman Musa a.s, tetapi bisa saja terjadi pada setiap zaman bila seorang pemangku amanah umat meninggalkan umatnya. Seorang pemimpin umat tidak boleh meninggalkan umat sekalipun untuk mengharap ridla rabb-nya. Bila harus dilaksanakan proses pergantian pemangku amanah, harus ditunjuk pengganti yang berkemampuan, dan umat harus dijaga agar berjalan dengan baik, agar pintu masuk syaitan tetap terjaga keselamatannya bagi umat. Tidak boleh ada perebutan atau penyerobotan pemangku amanah umat karena mungkin akan merusak keselamatan umat. Bila pintu itu tidak terjaga, syaitan akan bercampur dengan manusia sehingga mempunyai keleluasaan untuk menyesatkan umat manusia sebagaimana Samiri menyesatkan bani Israel. Mungkin hanya tertinggal sedikit manusia yang akalnya tetap baik bilamana syaitan diberi keleluasaan menyesatkan suatu umat menuju kebinasaan. Jaman sebelum nabi Nuh a.s telah memberi contoh bagaimana syaitan memperoleh keleluasaan memimpin manusia, juga ketika Samiri menyesatkan bani Israel.

Akan terjadi kerusakan yang besar akibat penyesatan syaitan ketika suatu umat ditinggalkan pemimpinnya tanpa alasan yang benar. Agama umat itu akan dirusak oleh syaitan tanpa disadari umat, sebagaimana bani Israel menyangka bahwa patung sapi emas buatan Samiri itu adalah tuhannya Musa a.s, tetapi Musa a.s melupakannya. Ini merupakan penyimpangan besar yang tidak disadari oleh bani Israel karena akal mereka rusak. Sekalipun mereka melihat fakta tuhannya Musa a.s tidak demikian, mereka mengatakan bahwa sebenarnya tuhannya Musa a.s adalah demikian tetapi Musa a.s melupakannya. Kerusakan akal itu sedemikian besar tanpa disadari oleh umat.

Fitnah Akhir Zaman

Pada akhir zaman, sendi agama yang paling dirusak oleh syaitan adalah pernikahan. Syaitan memisahkan laki-laki dari istrinya karena pernikahan itu benteng yang paling kuat menghalangi syaitan untuk menimbulkan fitnah bagi umat manusia. Hal ini menjadi strategi syaitan untuk menimbulkan fitnah yang paling besar bagi umat manusia, dan fitnah terbesar itu akan dilakukan syaitan ketika akhir jaman. Upaya-upaya syaitan yang lain tidaklah dianggap apa-apa oleh pemimpin iblis dibandingkan dengan upaya syaitan yang berusaha memisahkan laki-laki dari istrinya. Fitnah pemisahan laki-laki dari istrinya ini sangatlah besar akibatnya, harus diperhatikan dengan baik.

Yang dirusak syaitan adalah agama, walaupun bentuk yang nampak adalah memisahkan laki-laki dari istrinya. Syaitan hanya memberikan selipan di antara kebenaran agama, bukan mengajarkan sebuah doktrin yang salah atau membalik ayat, tetapi hanya menyelipkan tiupan pada hawa nafsu dalam memperoleh makna kebenaran agama, seperti ketika menunjukkan Adam pohon khuldi. Seringkali terjadi seorang manusia tidak tepat dalam memperoleh makna kebenaran agama, tetapi itu tidak berbahaya karena bukan dari syaitan tapi dari kelemahan manusia, dan kemudian manusia memohon ampun terhadap kesalahannya. Bila kesalahan itu dari syaitan, manusia akan cenderung merasa benar dan hal itu menjadi sesuatu yang mendatangkan bahaya. Pemisahan isteri dari suaminya merupakan bahaya paling besar yang akan dilakukan oleh para syaitan bagi manusia, dan manusia akan merasa benar dalam melakukan kesalahan itu.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pernikahan adalah setengah bagian dari agama. Bagian agama itulah yang dirusak oleh syaitan yang memisahkan laki-laki dari istrinya untuk membuat fitnah terbesar. Kerusakan pada masing-masing orang yang dipisahkan syaitan barangkali tidak sama. Serangan paling berat akan ditimpakan kepada orang yang membangun agamanya dengan benar sesuai dengan sunnah dan syariat rasulullah SAW, sedangkan orang yang tidak membangun agama melalui pernikahannya, atau membangun dengan cara melenceng dari sunnah rasulullah SAW akan diserang dengan intensitas secukupnya.

Upaya ini sangatlah merusak seseorang ataupun umat manusia sebagaimana kerusakan bani Israel yang dirusak oleh Samiri. Akal seseorang atau bahkan akal umat manusia dapat rusak karena rusaknya pernikahan seorang laki-laki dan istrinya. Sebagaimana penyembahan patung anak sapi emas, seorang laki-laki akan merasa benar ketika amalnya melenceng dan seorang perempuan merasa benar ketika menyeleweng. Melalui rusaknya akal seorang isteri, akal umat manusia dirusak hingga tidak dapat mengenali keadaan diri mereka, dan tidak mengenal kebenaran bagi mereka. Mereka mungkin tidak merasakan bahwa perjalanan mereka menuju Allah terhenti tidak bergerak karena merasa bahwa mereka adalah pemegang kebenaran. Amal yang mereka lakukan tidak sesuai dengan keadaan zaman, karena mereka tidak merasa perlu mengenal lebih lanjut keadaan zaman. Pada masing-masing individu, kerusakan inipun terjadi dalam tingkatan yang tidak sama. Seorang yang rusak akalnya karena penyesatan syaitan sedangkan ia bertahan atau tetap berusaha mengikuti kebenaran tidak sama kerusakannya dengan orang yang bersukarela dan senang mengikuti penyesatan syaitan karena tertipu.

Kerusakan paksa akal dapat terjadi pada perempuan. Syaitan akan merusak pernikahan dari berbagai arah, di antaranya yang pasti syaitan akan mendatangi suami dengan bisikan dan godaan kekejian, dan mendatangi istri dengan pemikiran dan godaan kekejian. Syaitan pasti mendatangi mereka dari sisi suami dan sisi isteri, tidak hanya dari satu sisi saja. Keadaan seorang laki-laki akan ditentukan oleh penyikapan dirinya terhadap penyesatan syaitan, bagaimana dirinya berpegang pada alquran dan sunnah rasulullah SAW. Pada perempuan tidak sepenuhnya demikian, karena akalnya dapat dirusak paksa orang lain, walaupun tentu saja karena ada celah yang tidak tertutup. Tanpa pendidikan pernikahan, celah itu akan sulit tertutupi sendiri oleh seorang perempuan karena itu menyangkut visi dan arah pernikahan yang harus ditempuh. Pendidikan pernikahan sangat penting diberikan kepada para perempuan, baik yang sudah menikah ataupun yang belum menikah agar kehidupan pernikahan sebagai setengah bagian agama dapat terwujud dan dapat berjalan dengan baik.

Mengikuti Petunjuk Dengan Benar

Bagi orang berakal, mensikapi kerusakan akibat syaitan semacam itu relatif lebih mudah dibandingkan dengan yang akalnya lemah. Sebagian orang akan dibiarkan tersesat setelah tidak lagi bisa dinasehati, tanpa rasa sedih walaupun mungkin ada kemarahan. Rusaknya akal sebagian orang yang lain akan membuatnya sangat sedih dan sangat berharap Allah memberikan ampunan bagi mereka. Nabi Musa a.s memerintahkan agar bani Israel membunuh diri mereka yang tersesat agar memperoleh ampunan Allah, sedangkan nabi Musa sendiri berharap Allah membinasakan dirinya bersama orang-orang yang tersesat dengan sebuah gempa, dan beliau memohon ampunan bagi orang-orang yang tidak tersesat.

Bagi yang akalnya kurang kuat, penyikapan kejadian itu akan membingungkan. Kebenaran dan kesesatan terlihat bercampur-campur tanpa terlihat kedudukan masing-masing yang sebenarnya. Muncul kegamangan dalam menentukan sikap. Bagi kebanyakan orang, selipan kesalahan itu kadang hampir tidak bisa dilihat, sedangkan sebagian yang lain melihat banyak manfaat dan ada madlarat yang bercampur, tetapi mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya kecuali mengambil manfaatnya. Kadangkala hampir tidak ada yang dapat meluruskan selipan syaitan itu karena akan merusak yang baik dan memunculkan madlarat yang besar. Perlu kehati-hatian untuk melepaskan selipan atau membersihkan selisip pembacaannya. Kadangkala seorang pemimpin umat pun hanya dapat menitipkan masalah itu kepada generasi berikutnya yang sekira berpotensi mampu membersihkan masalah itu, walaupun pemimpin itu mengetahui masalahnya.

Allah tidak akan membiarkan hal demikian bagi hamba-hamba-Nya. Ada petunjuk-petunjuk Allah diturunkan pada masa yang kacau demikian. Hal itu akan menuntun manusia untuk mencegah kerusakan yang terjadi.

﴾۸۳﴿قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS Al-Baqarah : 38)

Hal yang harus ditempuh agar keadaan menjadi baik yaitu mengikuti petunjuk. Akan tetapi syaitan pun tentu tidak akan berdiam terhadap petunjuk Allah. Mereka berusaha mengacaukan petunjuk-petunjuk Allah dengan petunjuk-petunjuk yang menyesatkan. Petunjuk yang harus diikuti adalah petunjuk yang telah mendapatkan kedudukan dalam alquran secara tepat. Setiap petunjuk yang benar akan berhubungan dengan suatu ayat dalam alquran, tanpa dipaksakan kesesuaiannya, tanpa ada pembenaran dengan ayat tersebut.

Kadangkala seorang pemimpin umat menitipkan amanah secara khusus kepada beberapa pengikutnya yang dianggap benar untuk mengatasi krisis yang mungkin terjadi. Pemimpin itu mengetahui adanya masalah pada umat, akan tetapi dirinya mengerti bahwa masalah itu diperuntukkan bagi salah seorang atau beberapa pengikutnya, bukan untuk dirinya. Hal ini harus digali dengan baik sebagai petunjuk untuk mengatasi krisis pada umat. Tentu saja petunjuk itu harus dilaksanakan bilamana benar. Petunjuk itu dapat berupa arahan di alam jasadiah bumi ini ataupun petunjuk dalam hati orang yang mampu melihat alam nafs. Meninggalkan petunjuk itu akan menimbulkan kesulitan yang besar.

Minggu, 07 Maret 2021

Peran Isteri dalam Pembangunan Negeri

 

Sangat penting bagi para wanita untuk bersikap taat kepada suaminya. Sikap seorang perempuan akan menentukan takdir yang akan mewujud ke alam mulkiyah bagi mereka. Pengenalan seorang laki-laki terhadap Allah dapat mewujud di alam mulkiyah sebagai takdir kemakmuran negerinya, atau sebaliknya takdir adzab bagi negerinya. Penting bagi setiap perempuan untuk mengikuti petunjuk, karena itu yang akan membuatnya mengerti kehendak Allah yang akan memakmurkan negeri.

Bila seorang laki-laki mengenal takdir dirinya, pasangan suami isteri tersebut akan mengenal urusan Allah bagi mereka berdua. Dalam hal ini, isteri akan berperan sebagaimana seorang perempuan yang mengandung bayi. Isteri akan menambahkan kadar amal shalih yang dilakukan suaminya, atau justru mengurangi efektifitas amal shalih suaminya. Seorang isteri yang shalihah akan menjadikan amal shalih suaminya efektif bagi umatnya, sedangkan seorang isteri yang nusyuz atau khianat akan membuat umatnya sulit mengikuti amal shalih suaminya. Dalam urusan amal shalih, istri demikian termasuk dalam kategori mandul. Pada dasarnya seorang istri nusyuz atau khianat tidak akan mengenal urusan Allah bagi mereka, dan akan menyeret umatnya untuk bersikap yang sama dengan dirinya. Takdir yang akan diturunkan di alam mulkiyah kepada umatnya akan banyak bergantung pada sikap istri.

﴾۸﴿اللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنثَىٰ وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu ada pada sisi-Nya dengan pengukurnya. (QS Ar-Ra’du : 8)

Seorang perempuan adalah pakaian yang menghias suaminya. Dengan pakaian itu, seorang laki-laki akan tampak baik atau akan tampak buruk bergantung pada baik atau buruknya pakaian yang dipakai. Keshalihan seorang istri terhadap suaminya akan menjadikan suaminya tampak baik, sedangkan pengkhianatan atau nusyuz akan menjadikan suaminya tampak buruk. Hal ini harus diperhatikan setiap perempuan. Seorang laki-laki akan mampu memunculkan potensi diri dengan baik bila didampingi istri yang menjadi pakaian dengan baik, sebaliknya potensi itu akan terpendam bila istrinya tidak menjadi pakaian yang baik baginya. Dalam kasus ekstrim, manusia tidak ingin berkomunikasi atau tidak ingin memperoleh informasi dari orang yang berpakaian buruk. Bentuk pakaian ini terkait pengurangan atau penambahan kadar amal shalih seorang laki-laki.

 

Isteri Sebagai Pakaian Suami

 

Banyak jenis pakaian di bumi digunakan manusia untuk memperbaiki penampilan dirinya di mata orang lain. Dari sisi sebaliknya, persepsi orang lain terhadap pesan yang disampakain seseorang akan dipengaruhi oleh pakaiannya. Seorang supir dapat menjadikan mobil mewah tuannya untuk tampil menebar pesona pada perempuan yang cenderung terpikat kepada harta. Itu adalah contoh pakaian palsu yang dapat digunakan manusia. Seorang pengusaha secara jasadiah sebaiknya berusaha berpakaian kendaraan bagus yang sesuai untuk memunculkan kesan kemampuan mengelola usaha bagi para investor dan perbankan. Seorang ulama mungkin akan memunculkan pertanyaan bagi sebagian orang tentang tarif dakwahnya bilamana ia menggunakan mobil mewah, dan sebaliknya mungkin sebagian orang lain tidak tertarik untuk mendengarkan uraiannya bila ia tidak menggunakan kendaraan yang sesuai. Seseorang harus berpakaian dengan tepat untuk membuat persepsi yang benar bagi orang lain.

Persepsi setiap orang akan dipengaruhi oleh pakaian orang yang menyampaikannya. Orang yang berakal lemah akan dipengaruhi pakaian-pakaian jasadiah sekalipun pakaian yang palsu, sebagaimana perempuan gemar harta dapat mudah dibohongi sopir yang membawa mobil tuannya. Setiap orang mempunyai tingkatan akal yang dipengaruhi oleh pakaian yang dikenakan seseorang. Bagi orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran, hanya sedikit hijab pakaian yang mempengaruhi akal mereka hingga mungkin membuat persepsinya salah, tetapi tidak berarti tidak terpengaruh oleh pakaian seseorang. Persepsi para pencari kebenaran akan dipengaruhi oleh pakaian dalam wujud istri yang shalihah atau tidak.

Sekalipun banyak wujud pakaian di bumi yang bisa digunakan oleh manusia, alquran hanya menyebutkan pasangan berupa istri atau suami sebagai pakaian. Hal ini menunjukkan mutlaknya bentuk pakaian dalam wujud suami atau istri dan adanya kenisbian bentuk pakaian yang lain. Seorang istri adalah pakaian mutlak yang paling mendasar bagi seorang laki-laki, pakaian yang akan mempengaruhi persepsi setiap orang, baik seorang yang akalnya lemah ataupun seseorang yang akalnya sangat kuat. Persepsi seorang laki-laki dengan akal kuat terhadap orang lain akan dipengaruhi oleh pakaian dalam wujud pernikahan orang itu. Seorang istri dan suami adalah pakaian mutlak yang disebutkan dalam alquran.

Sangat penting bagi seorang laki-laki shalih untuk memiliki istri yang shalihah. Keshalihan seorang laki-laki harus menurunkan wujud takdir yang baik melalui istri shalihah, tidak diubah menjadi takdir adzab karena istri yang berkhianat sebagaimana umat nabi Nuh a.s atau Luth a.s. Setiap perempuan harus berusaha menjadi istri shalihah bagi suaminya, sebagai pakaian yang memancarkan kebaikan suaminya.

 

Jalan Keshalihan

 

Wujud keshalihan istri adalah pertumbuhan jiwanya berdasarkan jiwa suami. Ini berlaku khusus untuk wanita bersuami laki-laki shalih. Secara umum, batasan keshalihan seorang istri adalah ketenangannya dalam mengikuti suami, dan penjagaan terhadap aspek ghaib dalam dirinya bagi suaminya. Bila suaminya tumbuh jiwanya dalam agama, aspek ghaib itu seharusnya tumbuh bersama suaminya, tidak hanya sekadar dijaga tanpa menumbuhkannya. Kadang-kadang seorang perempuan kesulitan untuk menjaga hal ghaib itu bila tidak tumbuh bersama suaminya. Laki-laki lain dapat melakukan qadzaf terhadap perempuan beriman yang menjaga diri dan lalai dalam menumbuhkan jiwa bersama suaminya.

﴾۴۳﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا


Kaum laki-laki itu adalah penegak bagi kaum wanita dengan apa-apa yang telah Allah lebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan dengan apa yang (laki-laki) nafkahkan dari harta mereka. Maka wanita yang saleh, ialah yang tenang (qanit) lagi memelihara yang ghaib dengan apa-apa yang dipelihara Allah. dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS An-Nisaa’ : 34)

Bilamana seorang laki-laki mengenal takdir Allah bagi dirinya, hal itu akan diikuti oleh istrinya bila istrinya orang yang qanit mengikuti suami dan menjaga diri bagi suaminya. Wujud pengenalan takdir seseorang adalah pengenalan diri sendiri, mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Raga laki-laki itu akan ditemui jiwanya, dan raga itu mengenali ketetapan Allah bagi diri mereka, jiwa dan raga. Hal ini akan diikuti oleh isterinya, dimana jiwa suaminya menemui raga isterinya, dan isteri itu akan mengenali ketetapan yang harus dilaksanakan oleh suaminya. Sebagian lembar kitab diri suaminya dan sebagian amanahnya akan dibagikan kepada istri. Hal ini bila isteri tersebut tenang dan menjaga dirinya.

Kadangkala seorang istri mengalami hal demikian akan tetapi ia tidak mengenali siapa yang menemui dirinya dan ketetapan yang harus dilaksanakan. Ini bisa menjadi indikasi status perempuan itu sebagai perempuan yang beriman dan menjaga diri tetapi lalai dalam menumbuhkan diri bersama suami. Boleh jadi dirinya benar-benar berjuang dalam menjaga diri sehingga sebenarnya layak untuk mengenal diri sebagai bagian suaminya, akan tetapi akalnya terkacaukan karena qadzaf. Tanpa berjuang, seorang perempuan mungkin tidak akan bertemu nafs wahidah mereka. Persoalan semacam ini termasuk dalam peristiwa yang jarang terjadi. Seorang wanita akan bertemu dengan nafs wahidah mereka, yaitu nafs wahidah suaminya, bila dirinya tumbuh bersama suaminya.

Bila seorang istri bertemu dengan nafs wahidah suaminya, dan mengenali ketetapan yang harus mereka laksanakan bersama, maka akan terbentuk al-arham dalam keluarga itu. Keluarga itu menjadi bait yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya. Pemakmuran negeri akan terjadi dengan turunnya takdir-takdir baik yang dikenal oleh suaminya, mengalir sebagai at-thayyibaat bersama istrinya menjadi barakah bagi negeri mereka. Pemakmuran negeri akan terjadi melalui bait yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya.

Bila seorang isteri berkhianat kepada suami yang shalih, boleh jadi takdir-takdir buruk akan mengalir melalui dirinya. Suaminya menemukan takdir Allah yang akan mengalir sebagai bencana bagi umatnya. Dalam kasus demikian, seharusnya suami itu mencari isteri lain yang shalihah sehingga ada jalan untuk mengalirkan barakah bagi umatnya. Biasanya Allah memberikan petunjuk kepada laki-laki shalih itu tentang perempuan lain yang harus dinikahinya, akan tetapi hal itu akan menghadapi tantangan besar. Pandangan masyarakat terhadap seorang laki-laki dengan isteri berkhianat akan cenderung menjadi buruk sehingga menyulitkannya untuk merealisasikan petunjuk Allah.

Masalah paling rumit terjadi bila seorang laki-laki shalih beristeri perempuan yang baik akan tetapi tertimpa qadzaf. Boleh jadi suami istri itu tidak melakukan kesalahan, tetapi mereka ditimpa keburukan karena perbuatan orang lain. Laki-laki tersebut akan terkubur sepenuhnya dalam pandangan buruk masyarakat. Sekalipun laki-laki shalih, masyarakat tidak akan melihatnya sebagai laki-laki shalih, tetapi bagaikan melihat orang yang berpakaian buruk. Tidak akan ada orang lain yang dapat mengarahkan istrinya pada langkah yang benar, hanya suaminya sendiri, karena orang lain akan memandang istrinya sebagai perempuan shalihah. Hanya suami itu sendiri yang menyadari masalah yang menimpa keluarga mereka.

Kadangkala tingkatan qadzaf yang menimpa perempuan beriman sangat intensif. Setiap perempuan harus menyadari bahwa tidak ada penyelewengan yang merupakan perintah Allah. Bila istri melihat bahwa dirinya ditarik dengan suatu tali agama untuk mengikuti laki-laki lain meninggalkan suaminya, suaminya akan melihat ujung tali yang lain dalam wujud aslinya, berupa tali syaitan. Ilmu Harut dan Marut akan tampak seperti tali agama, tetapi di mata suaminya ilmu itu terlihat berada di tangan syaitan. Karena itu seorang istri tidak boleh meninggalkan suaminya untuk laki-laki yang lain. Dalam tingkatan dan jangka waktu tertentu, ilmu itu akan menyebabkan akal perempuan rusak tidak bisa memahami suaminya walaupun berkeinginan untuk kembali kepada suaminya. Dalam kasus demikian, suami istri akan tampak berjalan bersama secara harmonis akan tetapi suaminya mengerti bahwa hubungan itu tidak menyentuh esensi yang dikehendaki Allah. Tidak tumbuh hubungan yang erat dan baik di antara keduanya dalam amal shalih mereka. Keinginan suami untuk membaca kitab diri mereka bersama-sama dan untuk merealisasikan amanah mereka berdua sebagai amal shalih tidak terwadahi oleh istrinya. Komunikasi dalam masalah esensial agama itu boleh jadi hanya membangkitkan keributan di antara mereka.

Dengan keadaan itu boleh jadi suaminya akan memperoleh petunjuk untuk menikah dengan perempuan lain sebagai pelengkap pakaian yang pantas. Seorang laki-laki shalih seharusnya mendapatkan pakaian yang pantas agar kebenaran tidak tersia-siakan oleh manusia. Bila tiga pihak menerima petunjuk yang sama, sangat mungkin petunjuk itu benar, yaitu pihak suami, pihak isteri dan pihak perempuan yang menjadi calon isteri. Bila laki-laki itu merasa tidak membutuhkan, itu hanyalah hawa nafsunya yang berbicara. Allah lebih mengetahui keadaannya daripada dirinya sendiri. Bilamana ada perasaan ketidaksesuaian dengan perempuan yang ditunjukkan, hal itu hanya karena belum melakukan usaha pengenalan kepada pasangan secara mencukupi. Ta’addud jelas terlihat sebagai jalan mulia yang harus ditempuh untuk mengangkat kebenaran, tidak tercampur dengan iktikad lain.

Perempuan harus berusaha menerima dan menjalankan petunjuk itu dengan baik. Bagi isteri, calon madunya itu adalah jalan keluar masalah mereka, dan bagi calon isteri pernikahan ta’addud mereka adalah jalan agamanya. Petunjuk dalam masalah perjodohan termasuk dalam petunjuk yang diturunkan Allah ke bumi sebagai setengah bagian dari agama. Dengan mengikuti petunjuk, manusia tidak akan mengalami kekhawatiran atau bersedih hati.

﴾۸۳﴿قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

(38)Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS Al-Baqarah : 38)

Barangkali agak sulit membayangkan bahwa kehidupan yang sulit itu diberi jalan keluar berupa kesulitan yang berlipat. Kehidupan keluarga dengan satu isteri dalam keadaan demikian akan memunculkan banyak kesulitan, maka menambah keluarga akan tampak menambah masalah kehidupan. Akan tetapi bila seseorang berusaha memahami akar masalah kehidupan yang sulit tersebut, akan terlihat bahwa menambah keluarga adalah jalan yang benar. Allah menurunkan petunjuk benar-benar supaya manusia tidak mengalami kekhawatiran dan kesedihan.