Pencarian

Senin, 30 Maret 2020

Ta’aruf Menuju Pernikahan


Istri sebagai Bayt


Allah memberikan kepada manusia sebuah ayat yang sangat besar berupa penciptaan manusia berpasangan. Penciptaan manusia secara berpasangan itu akan menjadikan manusia dapat berdiam bersama pasangannya secara tenteram. Seorang laki-laki akan merasa nyaman hidup bersama istrinya dengan penuh rasa cinta kasih. Dalam hal demikian terdapat sebuah ayat yang besar bagi orang-orang yang berfikir. 



وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ [ الروم:21-] 

Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jiwamu sendiri, supaya kamu berdiam kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [Ar Rum:21] 

Keberpasangan yang harmonis di antara laki-laki itu akan membentuk sebuah rumah tangga yang baik. Seorang istri adalah sebuah tempat tinggal bagi jiwa suaminya, sebagaimana rumah menjadi tempat tinggal bagi mereka. Istri dan rumah tinggal merupakan sebuah bayt bagi seorang laki-laki. Dalam ungkapan jawa, istri bersama rumah tinggal itu disebut dalam istilah tersendiri sebagai kedhaton, sebagai padanan dari bahasa arab Bayt. 

Sebuah kedhaton merupakan syarat kesempurnaan seorang laki-laki. Seorang laki-laki tidak akan berkembang mencapai kesempurnaan tanpa sebuah bayt. Tanpa Khadijah r.a, rasulullah SAW tidak akan menjadi nabi. Demikian disabdakan rasulullah dalam sebuah hadits. Dalam Alquran, sebuah bayt merupakan sebuah syarat bagi terwujudnya kehendak Allah melalui seorang laki-laki yang mengenal Allah. Tanpa sebuah bayt, seorang laki-laki tidak akan dapat mewujudkan pengenalan dirinya terhadap cahaya Allah. 



فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ٣٧ [ النّور:36-37] 

di rumah-rumah yang Allah ijinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, (yang) bertasbih bagi-Nya pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36] (yaitu ) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. [An Nur:37] 

Seorang laki-laki harus berjuang untuk mengenal cahaya Allah dengan menjual jiwa dan hartanya kepada Allah, sehingga dapat mengingat Allah, mendirikan shalat dan membayarkan zakat. Dengan perjuangan itu, Allah mungkin berkenan memperkenalkan cahaya-Nya kepada laki-laki itu. Akan tetapi laki-laki itu tidak akan dapat mengajarkan cahaya yang dikenalnya kepada umatnya bila tidak mempunyai sebuah bayt. Di dalam bayt yang telah Allah ijinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya, dan laki-laki itu bertasbih di dalamnya pada waktu pagi dan petang, dengan keseluruhan itulah pengenalan seseorang terhadap cahaya Allah dapat dimanifestasikan. 

Tanpa bayt, pengenalan seorang laki-laki terhadap cahaya Allah tidak akan dapat diperkenalkan kepada umatnya. Seorang istri adalah penghubung seorang laki-laki kepada dunianya. Seorang istri sangat menentukan keberhasilan seorang laki-laki, terutama bila suaminya orang shalih. 

Tatacara Ta’aruf 


Setiap orang beriman diperintahkan untuk mengikuti sunnah dengan melakukan pernikahan. Dengan pernikahan, akan dapat terbentuk bayt bagi seorang laki-laki beriman. Sebelum terjadi pernikahan, para perempuan itu bukan bayt bagi seorang laki-laki. Para perempuan itu mungkin akan menjadi bayt bagi laki-laki yang lain. 

Seorang mukmin dianjurkan untuk melakukan perkenalan dengan wanita yang dikehendakinya untuk membentuk rumah tangga. Alquran surat An-Nuur memberikan pedoman bagi seseorang untuk melakukan pendekatan kepada calon istrinya untuk membentuk sebuah bayt. 



يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27-27] 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sehingga kamu melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27] 

Ayat tersebut dan beberapa ayat berikutnya secara harfiah memberikan ketentuan tatacara berkunjung ke rumah yang bukan milik diri sendiri. Bila dikaitkan dengan konteks surat, ayat tersebut memberikan tuntunan bagi seorang laki-laki beriman untuk melakukan pendekatan kepada wanita yang diinginkan untuk membangun rumah tangga bersama. 

Seorang laki-laki beriman tidak diperbolehkan membentuk ikatan batin dengan seorang perempuan sebagaimana ikatan batin suami istri. Ikatan batin tersebut harus dibangun dalam pernikahan. Sebelum menikah, seorang mukmin harus berusaha dapat melihat arti perempuan itu bagi dirinya, dan terlebih dahulu memberikan salam kepada perempuan itu. Hal itu merupakan cara yang terbaik agar bilamana rumah tangga dapat terbentuk, maka rumah tangga tersebut menjadi bayt yang kondusif untuk berdzikir. 

Ungkapan "melihat" dalam ayat tersebut disebut dalam ungkapan “tasta’nisuu” yang hampir sama artinya dengan ungkapan "melihat"  sebagaimana Musa a.s melihat api di sebuah bukit, yaitu bukit tempat lembah thuwa berada. Hal itu mengajarkan seorang mukmin untuk “melihat” perempuan dalam rangka mencari informasi makna perempuan itu bagi pengenalan dirinya terhadap cahaya Allah. Seorang mukmin harus dapat melihat makna seorang perempuan dalam perspektif agamanya, tidak hanya keinginan hawa nafsu atau syahwat semata. Demikian pula seorang mukminat yang lajang harus mencari arti seorang mukmin yang datang bagi dirinya untuk mewujudkan bayt agar dapat menjadi hamba yang memanifestasikan kehendak Allah. 

Seringkali jiwa seorang mukmin lebih mengenal arti seseorang mukminat bagi dirinya tanpa pengaruh hawa nafsu atau syahwatnya. Demikian pula jiwa seorang mukminat dapat mengenal arti seorang mukmin bagi dirinya. Pengenalan jiwa itu acapkali hadir dalam gambar-gambar yang mempunyai makna tertentu. Kadangkala pengenalan jiwa itu mengantarkan seorang mukmin hingga dapat mengenali jiwa seorang mukminat sebagai bagian jiwa yang diciptakan dari nafs wahidah dirinya, dan demikian pula sebaliknya. Ini sangat penting diperhatikan karena berarti mereka menemukan dirinya sendiri. Meminta petunjuk tentang jodoh merupakan jalan yang sangat baik untuk memperoleh penglihatan tentang pasangannya. Tetapi setiap orang harus berhati-hati karena hawa nafsu pun dapat memberikan informasi dalam bentuk yang sangat serupa dengan jiwa. 

Setelah mengenali arti calon pasangannya, maka seseorang hendaknya melakukan pendekatan kepada calon pasangannya dengan salam. Ini adalah cara paling baik untuk mendapatkan pasangan untuk membentuk bayt, atau rumah tangga, di mana bayt ini menjadi tempat yang sangat mendukung untuk berdzikir. 

Akan tetapi seorang mukmin tidak selalu akan mendapatkan sambutan yang baik dari mukminat yang diinginkan. Boleh jadi mukminat tersebut tidak mempunyai pengetahuan yang sama tentang arti mukmin tersebut bagi dirinya. Atau bahkan boleh jadi mukminat tersebut tidak mau menerima niat mukmin yang datang kepada dirinya. 

Apabila mukminat tersebut tidak mempunyai pendapat yang sama dalam hubungan mereka, maka seorang laki-laki hendaknya bersabar terhadap pendirian mukminat tersebut. Mukmin tersebut hendaknya tidak memaksakan keinginannya untuk membangun bayt bersamanya. Bila kemudian mukminat tersebut memberi ijinnya untuk saling lebih mengenal, maka barulah mukmin tersebut memulai usahanya untuk memperkenalkan diri kepada mukminat tersebut. 

Demikian pula bila mukminat tersebut menolak keinginannya, hendaknya mukmin tersebut bersegera meninggalkan keinginannya membangun bayt bersama mukminat tersebut. Bila dirinya merasa sangat membutuhkan istri, maka hendaknya dirinya mengalihkan pandangannya kepada mukminat yang lain. Bila keinginannya terhadap mukminat tersebut adalah semata hanya terhadap mukminat itu saja, sementara dirinya tidak menginginkan mukminat yang lain, hendaknya dihilangkan fikirannya terhadap mukminat yang diinginkan. 

Hal-hal demikian merupakan jalan yang lebih bersih bagi seorang mukmin. Keinginan dan fikiran terhadap seorang mukminat yang diinginkan boleh jadi merupakan kotoran bagi jiwa seorang mukmin, terutama bila jalan untuk membangun bayt bersama tidak dapat terwujud. Dengan mengikuti apa yang ditentukan dalam alquran, maka apa yang dilakukan merupakan jalan yang lebih bersih bagi jiwanya. Allah maha mengetahui apa yang dilakukan seseorang. Bila berjodoh, Allah pasti akan mempertemukan mereka dalam rumah tangga dalam cara yang dikehendaki-Nya. 



فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ فِيهَآ أَحَدٗا فَلَا تَدۡخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤۡذَنَ لَكُمۡۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ٱرۡجِعُواْ فَٱرۡجِعُواْۖ هُوَ أَزۡكَىٰ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨ [ النّور:28-28] 

Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [An Nur:28] 

Dalam ta’aruf, seringkali muncul fitnah diakibatkan perbedaan dua pihak. Hal ini harus diminimalisir oleh kedua pihak dengan berpegang pada tuntunan agama dalam melaksanakan ta’aruf. Masing-masing pihak harus berusaha menghindarkan hawa nafsu dan membuka hati untuk hal yang terbaik. 

Seorang mukminat harus berusaha benar-benar memperhatikan keadaan diriny sendiri dan keadaan laki-laki yang datang kepada dirinya. Mukminat harus menghindarkan membuat keputusan berdasarkan hawa nafsu sehingga merugikan salah satu pihak, baik merugikan diri sendiri ataupun merugikan mukmin yang berkeinginan terhadap dirinya. Menerima ataupun menolak seorang laki-laki dapat merugikan diri seorang mukminat bila mukminat itu terdorong oleh hawa nafsu. 

Mukminat hanya dapat membangun rumah tangga dengan seorang laki-laki dalam satu waktu. Boleh jadi banyak laki-laki yang datang berkeinginan untuk melakukan ta’aruf dengan dirinya. Mukminat harus memilih sesuai dengan tuntunan Alquran. Pernikahan adalah untuk membangun bayt bersama pasangan jiwanya, agar mereka menjadi hamba-hamba yang memanifestasikan kehendak Allah bagi makhluk. Itu adalah kebahagiaan yang akan abadi hingga akhirat kelak. Bilamana dirinya mengenal nafs wahidah asal-usul jiwanya, maka itulah pasangan yang paling sesuai untuk dirinya. 

Bila seorang mukminat memiliki pilihan sendiri dengan pertimbangann terbaiknya, tidak ada salahnya bila dirinya menyampaikan dan meminta bantuan kepada walinya atau orang lain untuk mendapatkan suami yang diinginkannya. Alquran memberikan kesempatan itu, namun barangkali akan ada fitnah bila pilihannya tidak berdasarkan ketakwaan. Dirinya berhak untuk memilih calon suaminya selama dirinya belum terikat dalam pernikahan.

Selasa, 24 Maret 2020

Kebaktian (Al-Birr)


Dalam kehidupan manusia yang bertaubat, berjalan menuju Allah, akan ditemukan sebuah fase dalam kehidupan di bumi sebuah tuntutan untuk melaksanakan sebuah bakti. Orang-orang yang telah melaksanakan bakti akan termasuk dalam golongan Al-Abraar. Bakti merupakan amal yang bersifat khusus bagi orang tertentu yang berada dalam fase tertentu dalam membangun baitullah di dalam dirinya. 

Setiap orang harus bertaubat dengan berjalan kembali kepada Allah, yaitu dengan membangun jiwa yang ada dalam dirinya sehingga terbentuk baitullah di dalam hatinya. Allah memberikan sebuah syiar berupa ibadah haji sebagai pengingat bagi seluruh manusia untuk berkunjung ke baitullah. Baitullah yang sebenarnya bagi setiap manusia sesungguhnya terdapat di dalam hati, karena tidaklah mencukupi langit dan bumi bagi Allah, tetapi yang mencukupi adalah hati seorang hamba Allah yang mukmin. Baitullah berupa kakbah yang dikunjungi adalah sebuah syiar sebagai pengingat agar manusia selalu mengingat baitullah yang ada dalam hatinya. 

Ismail a.s telah menggambarkan bagaimana seseorang berproses untuk membangun baitullah. Ketika masih bayi, beliau bersama ibunya Hajar r.a harus menempati bumi yang tepat yaitu lembah Bakkah. Mereka berdua adalah representasi dari seorang manusia yang harus berjalan menuju Allah dengan membangun baitullah. Bayi Ismail adalah representasi jiwa yang terdapat dalam diri seorang manusia, dan Hajar r.a merupakan representasi raga manusia. Raga yang membawa jiwa yang masih bayi itu harus menempati bumi diri yang tepat agar seseorang dapat membangun baitullah dalam dirinya. 

Demikian pula setiap manusia harus berusaha untuk membangun baitullah di dalam dirinya. Upaya Hajar r.a mencari sumber mata air dengan tujuh kali bolak-balik melakukan pencarian pada bukit Shafaa dan Marwa, hingga muncul sumber air pada jejak kaki bayi Ismail adalah sebuah awal upaya dalam membangun baitullah. 

۞إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ 

QS Al-Baqarah : 158. Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebaikan dengan ketaatan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. 

Peristiwa tersebut diabadikan dalam ibadah sa’i, yaitu melakukan thawaf pada kedua bukit Shafaa dan Marwa. Bagi setiap manusia yang hendak membangun baitullah dalam dirinya, atau menjalankan urusan pemakmuran bumi, hendaknya dirinya mencontoh Hajar r.a menemukan bumi diri dan mengusahakan sumber-sumber kehidupan padanya. Shafaa dan Marwa merupakan syi’ar Allah yang menjadi monumen panduan bagi yang ingin mengikutinya. 

Sa’I merupakan salah satu rukun dalam umrah dan haji. Berhaji adalah berkunjung ke baitullah, dan umrah adalah berupaya memakmurkan bumi. Haji adalah ‘arafah. Seseorang dikatakan berhaji bila ‘arafah, diberi karunia ma’rifat kepada Allah. Upaya berhaji ke tanah suci mekkah merupakan sebuah ibadah yang diwajibkan agar seseorang selalu berusaha mendapatkan ma’rifat kepada Allah. 

Dalam perjuangan untuk membangun baitullah dalam hati, setiap orang akan mengalami banyak fase kehidupan. Setiap orang harus berusaha mengenali setiap fase dalam kehidupannya berdasarkan pertanda-pertanda yang dimunculkan Allah bagi dirinya. Seseorang yang bertaubat akan melihat petunjuk-petunjuk bagaikan bintang-bintang di langit, dan dalam fase tertentu akan melihat pantulan cahaya kebenaran pada diri pasangannya. Pantulan kebenaran itu digambarkan dalam wujud bulan sabit. Bulan sabit itu merupakan tanda-tanda waktu bagi manusia agar mengenali fase dirinya dalam membangun baitullah. 



۞يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَهِلَّةِۖ قُلۡ هِيَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلۡحَجِّۗ وَلَيۡسَ ٱلۡبِرُّ بِأَن تَأۡتُواْ ٱلۡبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنِ ٱتَّقَىٰۗ وَأۡتُواْ ٱلۡبُيُوتَ مِنۡ أَبۡوَٰبِهَاۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٨٩ [ البقرة:189] 

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. [Al Baqarah:189] 

Hal itu adalah sebuah fase dimana seseorang akan menemukan sebuah kebaktian berupa sebuah amal atau hal-hal yang khusus bagi dirinya dalam rangka membangun baitullah dalam hati. Bulan sabit merupakan pertanda waktu bagi diri seseorang dalam kaitan dirinya dengan baitullahnya. Bila seseorang dapat melihat pantulan alhaq dalam diri pasangannya, atau semisalnya, dalam beberapa waktu berikutnya akan datang kebaktian bagi dirinya. Seorang Ibrahim menyadari datangnya baktinya, tetapi barangkali tidak semua orang menyadarinya. 

Bakti dan Ketakwaan 


Kebaktian ini biasanya sangat berat dilakukan, dan kadang-kadang terlihat menyalahi ketentuan dalam syariat dan tata bermasyarakat umumnya. Seorang Ibrahim a.s menyembelih putera sulungnya. Kebaktian ini merupakan peristiwa dimana seseorang diperkenalkan kepada kasih sayang Allah secara jelas, dan hal itu menuntut keterputusan cinta seseorang yang tidak hak terhadap semua hal. Ini adalah haji, hari ‘arafah, hari penyembelihan. 

Bukan penyembelihan itu kebaktian yang diminta dari Ibrahim a.s, tetapi ketakwaan beliau yang akan ditunjukkan bagi umat manusia. Allah pasti akan mengganti bentuk bakti itu, dan hanya menampilkan wujud ketakwaannya. Barangkali tidak ada lagi yang dituntut melakukan bakti dalam bentuk semacam beliau, tetapi akan selalu ada tuntutan bentuk-bentuk bakti dalam wujud yang lain yang kadangkala terlihat menyalahi tata bermasyarakat. Bentuk bakti yang menyalahi syariat dan tata bermasyarakat itu pastilah tidak akan terwujud secara nyata bila seseorang bertakwa. Kebaktian itu tidak dapat terjadi dengan mendatangi pintu belakang, tetapi nilai ketakwaan dari amal itu yang menjadi bakti dari seseorang. 

Bila seseorang menemukan baktinya dalam sebuah bentuk yang menyalahi syariat dan tata bermasyarakat, maka hendaklah disadarinya bahwa yang dituntut dari dirinya bukan terwujudnya fisik perbuatan itu. Hendaknya dirinya bertakwa kepada Allah, memeriksa seluruhnya dengan kitabullah dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah berdasarkan ketakwaannya. Hendaknya dirinya mendatangi baitullah melalui pintu-pintu yang dikenalinya berdasarkan ketakwaan. Hal itu akan mengantarkannya menjadi orang yang beruntung. 

Bila tanpa atau kurang ketakwaan, bakti bisa menjadi sebuah fitnah karena mendatangi baitullah dari belakang. Tidak akan ada perintah seperti atau semisal bakti nabi Ibrahim a.s, kecuali orang tersebut diperintahkan untuk mencari amalnya berdasarkan kitabullah. Agama telah diturunkan secara sempurna, dan setiap orang harus mengikuti kitabullah untuk mendapatkan ketakwaannya. Tidak ada bakti dengan mendatangi pintu belakang. 

Seseorang akan terungkap ketakwaannya dalam bakti dirinya. Sebuah bakti akan membukakan banyak pengetahuan dari dalam dirinya, berupa pengetahuan tentang kitabullah. Dirinya memiliki sebuah kitab di dalam jiwanya yang menjelaskan banyak pengetahuan, dan pengetahuan itu mengungkapkan ayat-ayat dalam kitabullah. Hal itu tidak akan pernah diketahui oleh orang yang melupakan dirinya. Seorang yang berbakti akan melihat pengetahuan tentang dirinya selaras dengan ayat-ayat dalam kitabullah. 

Ada orang-orang yang menyuruh pada kebaktian padahal dirinya melupakan jiwanya, sementara dirinya membaca kitabullah. Sebenarnya itu sebuah kata-kata kosong, menunjukkan dia tidak mengetahui apa yang dimaksud dalam kitabullah sebagai bakti. Bacaannya terhadap kitabullah tidak terkait dengan pengetahuan tentang dirinya. Allah menyindir orang-orang yang menyuruh manusia untuk melaksanakan bakti, sementara dia melupakan dirinya dan hanya menjadikan kitabullah sebagai bacaan. 



۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ٤٤ [ البقرة: 44] 

Apakah kamu perintahkan orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu menggunakan akal? [Al Baqarah:44] 


Menemukan Bakti 


Tidak mudah menemukan bentuk bakti bagi seseorang. Kebaktian itu hanya akan ditemukan oleh orang-orang yang telah melepaskan diri dari seluruh kecintaan terhadap materi dalam bentuk-bentuk cinta yang tidak selaras dengan kasih-sayang Allah. 



لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ ٩٢ [ آل عمران:92-92] 

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (al-birr) sebelum kamu menafkahkan bagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. [Al 'Imran:92] 

Infaq dapat dilakukan melalui berbagai bentuk harta. Ada harta berlebih dari diri seseorang, ada harta yang penting bagi dirinya dan ada harta-harta yang dicintai. Seseorang tidak akan menemukan bentuk kebaktian dirinya sebelum dirinya dapat melepaskan apa-apa yang dicintainya. Bila seseorang ingin menemukan bentuk kebaktiannya, dirinya harus berusaha melepaskan harta yang dicintainya. Hal itu akan mengantarkannya mengenali kebaktian dirinya. 

Kadangkala apa yang dicintai bukan dalam bentuk materi. Ibrahim a.s memiliki cinta terhadap Ismail. Penyembelihan terhadap Ismail menjadi bentuk kebaktiannya. Banyak orang yang tidak lagi memiliki cinta terhadap bentuk-bentuk materi, namun demikian selalu ada bentuk kebaktian bagi dirinya. Seorang suami mungkin hanya memiliki cinta kepada istri, maka istrinya akan menjadi jalan kebaktian baginya. Seringkali cintanya itu tercampur dengan bentuk-bentuk kecintaan duniawi baik masalah harga diri, kecantikan, harta dan lain-lain. Kebaktian yang harus dilakukan akan membersihkan bentuk cintanya selaras dengan bentuk kasih sayang Allah. Demikian pula seorang wanita yang bertaubat akan menemukan dan harus melaksanakan baktinya untuk mengenal secara jelas bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk. Seringkali bentuknya adalah harus berbagi cintanya kepada suami dengan wanita yang lain. Ta’addud akan membersihkan jiwa para pelakunya dari kecintaan-kecintaan yang tidak haq dan memperkenalkan bentuk kasih sayang Allah secara lebih jelas.

Senin, 23 Maret 2020

Bencana Sebagai Berita


Di antara bencana yang datang kepada manusia, terdapat bencana yang dimaksudkan sebagai berita tentang suatu kebenaran yang diperolok-olokan oleh manusia. Akan banyak berita mendatangi manusia yang memperolok kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka, dan berita-berita itu datang membawa penderitaan. Berita-berita itu hendaknya dipahami dan disikapi dengan benar agar berita-berita berikutnya tidak perlu didatangkan kembali kepada mereka. Bila Allah tidak lagi berkenan terhadap kaum itu, niscaya Allah akan membinasakannya untuk diganti dengan kaum yang lain. 

فَقَدۡ كَذَّبُواْ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُمۡ فَسَوۡفَ يَأۡتِيهِمۡ أَنۢبَٰٓؤُاْ مَا كَانُواْ بِهِۦ يَسۡتَهۡزِءُونَ ٥ [ الأنعام:5-5] 

Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala sampai kepada mereka, maka akan datang kepada mereka berita-berita tentang apa-apa yang mereka perolok-olokkan. [Al An'am:5] 

Ada firman Allah yang diperolokkan sehingga bencana itu datang. Ketika suatu ayat dibacakan kepada manusia dan manusia mendustakannya, maka berita dengan penderitaan itu akan mendatangi mereka sesuai dengan hal yang mereka perolok-olok. Bila manusia bersegera kembali kepada keterangan Allah dalam kitab-Nya ketika menerima berita itu, niscaya manusia akan mengerti apa yang ada dibalik berita itu. Berita itu hanyalah secuil fenomena yang diijinkan terjadi agar manusia mengerti tentang suatu hal besar yang telah diterangkan dalam firman-Nya. Tanpa mencari pengetahuan tentang berita itu sesuai dengan firman Allah, manusia hanya akan mengalami kekacauan seperti anai-anai yang diterbangkan oleh api, dan bencana berulang mendatangi mereka. 


Kaum Yang Diperingatkan 


Berita berupa bencana itu disampaikan bagi orang-orang yang telah mendapatkan hujan deras dan sungai-sungai mengalir di bawah mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan pengetahuan langit yang banyak, dan pengetahuan bumi telah mengalir mengikuti pengetahuan langit mereka. Berita itu tidak ditujukan bagi orang-orang kafir yang tidak mengetahui kandungan dari kitabullah. Sebagian orang dari golongan yang telah mendengar pengetahuan langit itu menjadi pendusta kebenaran, dan mengolok-olok ayat-ayat yang disampaikan kepada mereka. 

Bila berita-berita yang didatangkan dalam bentuk bencana itu tidak membuat mereka mengerti tentang firman Allah yang disampaikan kepada mereka, Allah akan membinasakan mereka dan mengganti mereka dengan kelompok yang lain. Pada zaman lalu, telah banyak kelompok manusia yang diteguhkan kedudukan mereka di bumi, telah diutus langit kepada mereka agar memberikan hujan yang deras dan dijadikan bagi mereka sungai-sungai yang mengalir dari bawah mereka, lalu mereka dihancurkan untuk digantikan dengan kelompok manusia yang lain. 

أَلَمۡ يَرَوۡاْ كَمۡ أَهۡلَكۡنَا مِن قَبۡلِهِم مِّن قَرۡنٖ مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَا لَمۡ نُمَكِّن لَّكُمۡ وَأَرۡسَلۡنَا ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡهِم مِّدۡرَارٗا وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَنۡهَٰرَ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمۡ فَأَهۡلَكۡنَٰهُم بِذُنُوبِهِمۡ وَأَنشَأۡنَا مِنۢ بَعۡدِهِمۡ قَرۡنًا ءَاخَرِينَ ٦ 

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dengan keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami utus langit mencurahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. [Al An'am:6] 

Beberapa golongan manusia akan mendapatkan kemudahan dari Allah bila mengabdi kepada Allah. Allah mengutus alam langit untuk menurunkan pengetahuan yang sangat banyak. Pengetahuan itu akan menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi mereka. Dengan pengetahuan-pengetahuan itu mereka akan dijadikan Allah sebagai kaum yang kokoh di muka bumi. 

Akan tetapi manusia mudah tergelincir ke dalam dosa. Seringkali pengetahuan langit dan pengetahuan bumi itu menggelincirkan untuk berbuat dosa. Orang yang kuat dalam pengetahuan bumi cenderung tergelincir untuk berkekalan di alam bumi mereka, sedangkan orang yang mendapatkan pengetahuan langit memiliki kecenderungan tergelincir menjadi penguasa kecil langit, terlena untuk taat kepada Allah. Banyak hal yang membuat orang-orang cenderung tergelincir dalam kedurhakaan. Ketika memperturutkan kecenderungan itu, maka mereka akan terjatuh ke dalam sebuah dosa. 

Akan didatangkan kehancuran disebabkan karena dosa-dosa yang dilakukan. Dosa-dosa yang menghancurkan itu adalah dosa yang membuat kaum itu mendustakan kebenaran yang datang kepada mereka. Ada kesombongan dalam pengetahuan yang diperoleh, dan ada tipuan syaitan di antara ilmu yang membuat mereka tertutup untuk mengenali kebenaran yang datang. Dengan dosa itu akan datang kehancuran walaupun mereka telah mendapatkan pengetahuan langit yang banyak dan pengetahuan bumi mengalir mengikuti pengetahuan langit yang diturunkan. 

Bila kaum yang telah mendapatkan pengetahuan langit dan bumi itu terus berbuat dosa dan memperolok-olok kebenaran, maka Allah memperingatkan untuk mengganti mereka dengan kaum yang lain. Penggantian suatu kaum yang mendapatkan pengetahuan langit tidaklah penggantian yang terjadi secara baik-baik dan lancar, tetapi akan terjadi pembinasaan terhadap kaum tersebut. Pembinasaan itu karena dosa mereka, dan akan terjadi sesuai dengan dosa-dosa yang mereka lakukan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                
Taubat 

Bila dosa yang membinasakan telah ditaubati, mungkin pembinasaan itu tidak datang. Tetapi boleh jadi akan tersisa orang-orang yang berakal lemah di antara mereka. Bila masih ada orang-orang yang memperolokkan kebenaran, maka berita-berita yang berupa bencana itu mungkin akan menghampiri mereka. Ada berbagai jenis dosa yang dapat membuat suatu kaum yang telah mendapatkan hujan deras dan mata air di bumi kemudian dibinasakan. Dosa itu antara lain berbentuk dosa yang membuat akal tertutup sehingga kebenaran yang datang malah diperolokkan dan didustakan. 

Dosa oleh kaum semacam itu terjadi secara berlapis, tidak terjadi dalam satu lapisan masyarakat saja, sehingga bisa jadi seluruh lapisan manusia tertutup dari kebenaran dan mengolok-olok kebenaran yang datang. Orang yang berpengetahuan tinggi dilenakan terhadap kebenaran oleh syaitan dengan cara yang indah, maka syaitan menutup kebenaran bagi para pengikutnya. Para pengikutnya yang dekat dilenakan dengan kedudukan mereka untuk menutup kebenaran bagi pengikut lapis berikutnya, dan demikian seterusnya sehingga seluruh masyarakat dapat tertutup dari kebenaran yang datang. Kadangkala kebenaran itu lebih terbaca oleh masyarakat kebanyakan, tetapi mereka lebih mengikuti apa yang mereka lihat dari para panutan mereka. Setiap orang akan ditutupi sesuai keadaan mereka yang membuat mereka berdosa. Dengan dosa berlapis itu setiap pemimpin akan ditanya tentang penggembalaan mereka sesuai dengan tanggung jawabnya. 

Taubat dari dosa semacam itu harus dilakukan dengan memahami kebenaran secara lebih teliti dengan mencari dan menemukan sandaran pada kitabullah dan sunnah nabi SAW, dan membuka kebenaran itu bagi masyarakat. Langkah dan tindakan yang ditemukan dari kitabullah dan petunjuk nabi harus dilaksanakan dengan seksama. Tidak perlu ada pengakuan dosa kepada makhluk lain karena hal itu akan membuka celah dosa yang lain bagi masyarakat. Semakin jelas dan semakin baik cara menyampaikan kebenaran itu maka dosa itu akan semakin berkurang. Tidak perlu ada ketakutan terhadap kekuatan lain bila ada harapan kepada Allah. Pendustaan dan olok-olok terhadap kebenaran itu akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya pemahaman tentang urusan Allah yang datang kepada mereka. 

Boleh jadi Novell Corona Virus-19 menjadi contoh bencana dalam kategori berita yang didatangkan Allah. Sikap pemimpin negeri yang menganggap sepele masalah, para pejabat yang menjadikan bencana itu sebagai bahan olok-olok, ketundukan pemimpin negeri terhadap pemimpin dunia yang menjadi sumber bencana, dan intensitas mereka dalam usaha pendapatan finansial dengan menentang bencana yang datang terlihat sangat tidak masuk akal bagi masyarakat. Hal ini harus diperhatikan oleh kelompok yang mendapatkan hujan deras dan sungai yang mengalir di bawah mereka, apakah ada berita dari Allah dalam peristiwa ini tentang sesuatu yang mereka perolok-olokkan. Bila mereka tertutup dari ayat Allah yang dibacakan, maka Allah mendatangkan berita berupa bencana sesuai apa yang mereka perolokkan. 

NCOV-19 sendiri juga terlihat aneh, sebuah penyakit baru yang bersifat ganas seperti senjata untuk menundukkan manusia. Tingkat agresi penyebaran penyakit sangat tinggi dengan tingkat kematian karena penyakit rendah tetapi membuat para penderita mengalami kelemahan fisik dalam sisa hidupnya. Pemimpin Iran Ali Khameini menyatakan bahwa virus ini merupakan sebuah rekayasa sebagai senjata biologis. Barangkali hanya satu atau sedikit pemimpin negara yang membuat pernyataan tanpa landasan yang kuat. Banyak hal yang diperlihatkan Allah sebagai berita dari para pemimpin dunia. Hendaknya semua ini dibaca sesuai dengan tuntunan Allah di dalam Alquran dan sunnah rasulullah SAW.

Minggu, 15 Maret 2020

Berfikir dan Azab

Setiap manusia diberi sebuah fasilitas untuk meningkatkan keadaan jiwanya, baik orang kafir maupun orang-orang beriman. Fasilitas itu adalah fikiran yang benar. Setiap orang diberi kemampuan untuk berfikir dengan benar sebagai fasilitas untuk meningkatkan keadaan diri masing-masing. Berfikir yang dimaksud adalah berfikir tentang kebenaran, agar dirinya menjadi orang yang benar. Tidak setiap orang termasuk dalam kategori orang berfikir walaupun hampir semua menggunakan kecerdasannya. Orang yang berfikir adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk mengetahui dan bertindak dengan benar, sedangkan orang-orang yang menggunakan kecerdasannya untuk keuntungan diri sendiri tidaklah termasuk dalam kategori orang yang berfikir. Kadang-kadang orang berfikir, tetapi dasar berfikirnya salah. Bagi orang-orang beriman, fikiran itu hendaknya dikembangkan menjadi akal yang menjadi fasilitas hubungan dirinya dengan Allah. 


۞قُلۡ إِنَّمَآ أَعِظُكُم بِوَٰحِدَةٍۖ أَن تَقُومُواْ لِلَّهِ مَثۡنَىٰ وَفُرَٰدَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُواْۚ مَا بِصَاحِبِكُم مِّن جِنَّةٍۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا نَذِيرٞ لَّكُم بَيۡنَ يَدَيۡ عَذَابٖ شَدِيدٖ ٤٦ [ سبإ:46-46] 

Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanyalah hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kalian tegak bagi Allah berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan. Tidak ada penyakit gila sedikitpun pada sahabatmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (datangnya) azab yang keras. [Saba":46] 

Jasad manusia diberi kemampuan untuk berfikir. Demikian pula jiwa manusia diberi kemampuan untuk berfikir. Hendaknya setiap manusia menggunakan fikirannya dengan baik berupa fikiran jasadiahnya saja ataupun fikiran jasadiah dan jiwanya. Fikiran yang benar itu akan mengubah jiwa seseorang menjadi lebih baik dan lebih mudah memahami kebenaran. 

Berfikir diperintahkan kepada setiap orang, baik orang yang hanya mempunyai kemampuan berfikir dalam satu aspek yaitu jasadiah saja, maupun dalam dua aspek, jasadiah maupun jiwanya. Dengan fikiran itu hendaknya setiap orang dapat memahami kebenaran, dan semakin meningkatkan kualitas jiwanya hingga mencapai akhlak mulia, jiwa yang layak hadir dalam pertemuan dengan tuhannya. 

Tidak setiap orang berfikir, walaupun setiap orang hampir selalu menggunakan kecerdasannya. Ada satu hal yang menjadi parameter berfikir bagi orang-orang yang beriman yaitu tentang kemampuan untuk memahami perkataan benar dari orang yang benar. Perkataan benar dari seseorang yang benar tidaklah selalu dianggap benar oleh orang yang lain, termasuk oleh sahabatnya. Kadangkala orang lain menganggap itu sebuah perkataan sepele yang layak diabaikan, bahkan kadangkala dianggap sebagai perkataan orang gila oleh para sahabatnya. Ayat di atas menyebutkan bahwa anggapan gila itu adalah antara seorang sahabat dengan para sahabatnya, secara redaksi bukan antara orang kafir dan rasulullah SAW. 

Pada ayat sebelumnya, disebutkan bahwa sebagian orang yang bertuhan akan berkata bahwa apa yang dibacakan kepada mereka adalah sebuah kebohongan yang dibuat-buat sedangkan mereka belum pernah mendengarkan sebelumnya seseorang yang memberikan peringatan tentang hal itu. Peringatan itu mereka anggap hanya untuk menghalangi penyembahan mereka terhadap tuhan bapak-bapak mereka. Yang berpendapat demikian orang yang bertuhan bukan dari kalangan orang-orang yang kafir. 

Sedangkan orang-orang kafir akan merasa bahwa pembacaan itu adalah sihir karena mereka tidak mempercayai alam ghaib. Tinjauan masalah berdasarkan hal-hal batiniah akan dianggap sebagai sihir oleh orang-orang kafir. Orang-orang kafir mengira bahwa pembacaan itu adalah sihir yang sangat nyata, padahal itu adalah kebenaran yang nyata. 

Bila seseorang menganggap perkataan benar dari seorang sahabatnya hanyalah berasal dari kegilaan, sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa dirinya bukanlah termasuk orang yang berfikir. Sekalipun seseorang mempunyai banyak pengikut, banyak amal dan banyak pengetahuan tetapi tidak mampu menangkap kebenaran yang disampaikan kepada dirinya dan mengira bahwa kebenaran yang dikatakan sahabatnya hanya berasal dari kegilaan, maka orang itu tidaklah termasuk dalam golongan orang yang berfikir. 

أَوَلَمۡ يَتَفَكَّرُواْۗ مَا بِصَاحِبِهِم مِّن جِنَّةٍۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا نَذِيرٞ مُّبِينٌ [ الأعراف:184-184] 

Apakah mereka tidak berfikir?, tidaklah sahabat mereka berpenyakit gila. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. [Al A'raf:184] 

Orang-orang demikian ini biasanya memiliki ciri lainnya, yaitu fanatik terhadap golongan atau panutannya. Ini merupakan implikasi sikap seseorang yang tidak berfikir. Akal akan sulit tumbuh pada golongan orang-orang yang fanatik, yang menyebabkan kaum yang demikian mudah terjatuh dalam penyembahan terhadap taghut, yaitu penyembahan terhadap entitas-entitas pembawa cahaya kebenaran. 

Sahabat yang Benar 


Ada banyak aspek yang dapat mempengaruhi persepsi manusia terhadap perkataan orang lain. Orang yang berbicara tentang kebenaran seringkali terlihat sebagai orang yang lemah atau bahkan gila. Sahabat itu mungkin menghindari kesombongan dan kemegahan dunia, atau mungkin berada pada sebuah kesadaran yang baru tentang kebenaran dari Allah, mengenal nikmat Allah bagi dirinya. Walaupun orang itu mungkin dalam beberapa saat merasa bahwa dirinya mengalami kegilaan, tetapi kemudian dia melihat bahwa itu sebuah kebenaran. 

مَآ أَنتَ بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ بِمَجۡنُونٖ [ الـقـلـم:2] 

Tidaklah engkau sekali-kali orang gila terhadap nikmat Tuhanmu. [Al Qalam:2] 

Orang demikian itu mengenal sumber kebenaran yang digambarkan dalam huruf “Nuun”. Dirinya akan mengetahui bahwa segala sesuatu telah tertulis oleh Sang Pena (Qalam). Hal itu merupakan hal besar yang membuat dirinya terguncang dan menganggap bahwa dirinya gila. Tanpa statemen ayat ini, dirinya mungkin akan terus terguncang oleh kebenaran yang dipahaminya. 

Boleh jadi seseorang yang mengenal kebenaran demikian tidak dalam keadaan sempurna. Tanpa Khadijah r.a, Rasulullah SAW tidak akan menjadi nabi. Seandainya hal demikian terjadi, tetaplah rasulullah SAW akan menjadi orang yang paling mengenal Allah. Akan tetapi umat tidak akan mengenal beliau, tetap berada dalam kegelapan. Khadijah r.a adalah Umu al Mukminin yang menghadirkan kesempurnaan sang Nabi kepada umat manusia, sehingga terlahirlah kaum mukminin yang mengikuti beliau. 

Pengandaian itu tidak akan pernah terjadi, tetapi mungkin saja akan terjadi pada orang lain. Rasulullah SAW dalam hadits itu lebih menerangkan bahwa seseorang tidak akan menjadi sempurna tanpa istri yang berbakti. Istri akan membantu jiwa suaminya tumbuh subur. Tanpa istri yang baik, jiwa seorang laki-laki tidak akan tumbuh sempurna, akan tetapi seorang laki-laki tidak akan terdzalimi sedikitpun dalam keikhlasannya untuk mengenal Allah bila istrinya berkhianat. 

Bila seorang wanita mengenal bakti dirinya (al-birr) seorang istri akan membuka jalan selebar-lebarnya bagi umat untuk mengenal khazanah Allah yang dikenal suaminya dengan melakukan baktinya. Bakti itu juga merupakan penyelesaian masalah bila dirinya mengalami masalah yang berkepanjangan. Sebaliknya bila istri berkhianat membuka pintu belakangnya, maka seorang suami akan terkubur dalam guanya sendirian dan istri itu akan ditimpa banyak masalah. Tidaklah ada sebuah al-birr yang dapat dilakukan dengan mendatangi pintu belakang. Bila demikian umat tidak akan bisa mengenali khazanah Allah yang dikenal laki-laki itu. 

Faktor Penghambat Berfikir 


Keadaan seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap kebenaran yang sampai kepadanya. Akhlak yang kurang baik akan menyisakan kesombongan dalam dirinya. Memandang remeh terhadap seorang sahabat ataupun memandang dirinya lebih terhormat sebenarnya menunjukkan hal yang sama. Mengandalkan pendapat orang lain yang terhormat dan mengesampingkan perkataan yang benar sama saja dengan meremehkan kebenaran. Hal itu menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya. Kesombongan itu akan membuat kebodohan karena akal sulit untuk berkembang. Setiap orang harus berfikir untuk mengenal kebenaran. 

Kebenaran adalah urusan seorang hamba dengan Allah, yang dapat diketahui dengan hati yang bersih. Kebenaran tidak dapat dikenal manusia melalui perkataan-perkataan, tetapi hanya dapat ditelusuri dengannya. Dahulu Iblis menolak perintah rabb untuk bersujud kepada Adam. Iblis menyimpan kesombongan besar karena dirinya diciptakan dari api di alam yang tinggi. Dia memandang rendah Adam karena diciptakan dari tanah di alam yang rendah. Karena kesombongan itu dirinya memandang bahwa rabb-nya telah berbuat kesalahan, padahal Dia telah menciptakan segala sesuatu dalam kebenaran. Kebenaran itu tidak pernah dikenal oleh Iblis walaupun usianya panjang. 

Tujuh malak yang menjadi pembantu Iblis, mereka mematuhi perintah Allah untuk bersujud kepada adam, tetapi dalam kebingungan. Mereka menganggap tidak layak bersujud kepada Adam walaupun mereka mematuhi perintah untuk bersujud. Dan mereka tidak mau memikirkan kebenaran yang akan diperlihatkan rabb kepada mereka. Karena mereka tidak berfikir, lebih mengikuti perkataan di kalangan mereka sendiri, pada akhirnya mereka semua terseret oleh Iblis yang menjadi panutan mereka, terusir dari kedudukan mereka. 

Demikian pula manusia tidak akan dapat memahami kebenaran kecuali melalui hati yang bersih dan menggunakan kecerdasan dengan benar. Kesombongan akan menutup pemahaman. Seseorang juga tidak boleh mengikuti orang lain tanpa berfikir. Boleh jadi fikirannya belum mampu menggapai kebenaran yang diajarkan oleh panutannya, tetapi dirinya harus tetap berfikir sejauh yang mampu difikirkan. Seseorang tidak boleh membuat pengkadaran atau penghakiman kecuali dalam batas kemampuan berfikirnya. Kebenaran yang tidak diketahui cacat dan kesalahannya tidak boleh didustakan, apalagi kemudian menilai bahwa sahabat yang mengatakannya hanyalah mengalami kegilaan. Ini merupakan tanda yang jelas bahwa dirinya bukan termasuk orang yang berfikir. 

Adzab Bagi yang Tidak Berpikir 


Sebagaimana para malak pengikut iblis akan terseret menuju neraka, demikian pula orang-orang yang tidak berfikir terancam akan terseret menuju neraka. Bahkan di dunia pun mereka boleh jadi terancam dengan azab yang keras. Musuh dari kalangan jin dan manusia akan memperdaya mereka melalui kebodohan mereka sedangkan mereka tidak mengetahui. Syaitan akan menipu jiwa mereka dengan keindahan-keindahan amal, padahal mereka mungkin berjalan menuju kebinasaan. Syaitan akan berusaha membinasakan manusia baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Kebinasaan dunia akan diusahakan syaitan kepada manusia untuk dijadikan alat membinasakan manusia dalam kehidupan yang abadi di akhirat. 

Kebenaran dan dosa dalam kehidupan dunia hanyalah terpisah secara tipis. Misalnya pemakmuran bumi hanya terpisah tipis dengan kehormatan dan keinginan duniawi. Seseorang dapat terjatuh dalam usaha kehormatan duniawi dalam amalnya untuk memakmurkan bumi. Setiap orang harus tegak berdiri untuk Allah dan berfikir tentang kebenaran agar dapat istiqomah dalam amal shalih. Azab yang keras telah menanti setiap manusia yang tidak berfikir dengan benar. Semakin tinggi derajat seseorang, akan semakin halus jalan yang akan ditempuh. Seseorang harus mengukur kebenaran pikirannya. Parameter benarnya pikiran adalah alquran. Bila amal menyelisihi alquran, maka seseorang harus berhati-hati dengan syaitan yang akan mengikutinya sehingga dirinya akan tersesat. 

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِيٓ ءَاتَيۡنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ [ الأعراف:175-175] 

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. [Al A'raf:175] 

Syaitan-syaitan akan melakukan usahanya secara maksimal pada masa peralihan, yaitu masa ketika kekuasaan atas bumi akan dialihkan kepada orang-orang beriman. Pada masa itu syaitan-syaitan akan menyesatkan manusia dengan cara yang kasar, tidak hanya menyesatkan pikiran manusia tetapi juga merusak tatanan kehidupan hingga aspek jasadiah untuk menyeret orang-orang ke dalam kesesatan. 

Orang-orang yang terseret akan menghadapi azab yang sangat berat. Seseorang yang tidak teguh dalam berdiri bagi Allah akan terseret mengikuti kehidupan dunia yang dirusak syaitan, maka dirinya akan mengikuti syaitan. Seseorang yang tidak berpikir dengan benar akan disesatkan syaitan berdasarkan pikiran. Akan sangat banyak manusia yang terseret dalam penyesatan syaitan karena kehidupan dunia mereka ataupun karena pikiran yang tidak benar. Hari itu adalah hari yang berat, dimana azab akan ditimpakan kepada orang-orang yang mengikuti syaitan. 

Hendaknya umat manusia berdiri bagi Allah tidak membiarkan semua terjadi tanpa sebuah usaha untuk mencegah kerusakan yang lebih buruk. Setiap orang harus berjihad untuk menghadapi adzab yang berat dengan berpikir, baik dalam aspek jasadiah maupun batiniah

Selasa, 10 Maret 2020

Berpegang Teguh Pada Kitabullah Sebagai Modal Takwa

Allah memerintahkan kepada orang-orang shalih agar berpegang teguh terhadap apa-apa yang diturunkan Allah kepada mereka dan mengingat pelajaran-pelajaran yang disebutkan didalamnya agar mereka bertakwa. Akal setiap orang shalih harus selalu disandarkan kepada ayat-ayat Allah agar mereka dapat menempuh perjalanan dengan selamat tidak tersesat pada tingkatan tertentu. 


۞وَإِذۡ نَتَقۡنَا ٱلۡجَبَلَ فَوۡقَهُمۡ كَأَنَّهُۥ ظُلَّةٞ وَظَنُّوٓاْ أَنَّهُۥ وَاقِعُۢ بِهِمۡ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ 

Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingat-ingatlah apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa". (QS Al-A’raaf : 171) 

Ayat ini diletakkan berdekatan dengan ayat tentang musyahadah jiwa-jiwa terhadap rabb mereka di alam alastu, dan secara redaksi, ayat ini sangat berdekatan dengan perjanjian mitsaqan ghalidza terhadap bani Israel di thur sina. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian bagi orang-orang yang telah mendekati persaksian tentang rabb mereka. Setiap orang yang telah mendekati fase ma’rifat terhadap rabb mereka harus benar-benar menyandingkan akal mereka dengan kitabullah dengan berpegang teguh kepadanya dan mengingat-ingat apa yang disebutkan di dalamnya. 

Kitabullah Al-Quran merupakan tali Allah yang salah satu ujungnya berada di tangan Allah sedangkan ujung yang lain menjangkau manusia di alam dunia. Dengan Al-quran Allah mengajarkan kepada manusia segenap pengetahuan melalui akalnya, sehingga manusia dapat berjalan mendekat kepada-Nya dengan akhlak mulia tidak tersesat. Terdapat banyak sekali alam-alam di atas alam mulkiyah, baik alam yang benar maupun alam yang jahat sebagaimana iblis-pun diciptakan dari alam yang tinggi. Tanpa berpegang teguh kepada Al-Quran, seseorang dengan sangat mudah tersesat untuk mengikuti alam jahat yang menyesatkan. 

Berlepas dari Alquran dan Pendustaan 


Hanya sedikit orang yang memperoleh pengetahuan kitabullah pada zaman ini. Tidak semua manusia yang telah memperoleh pengetahuan ayat-ayat kitabulllah itu mentaatinya. Sebagian dari orang-orang itu berlepas dari kitabullah, karena itu maka syaitan kemudian mengikuti mereka. Pengabaian dan ketidakpatuhan seseorang yang telah diberi pelajaran tentang kitabullah terhadap ayat-ayat yang mereka pahami akan mendatangkan bencana yang besar bagi mereka. Syaitan akan mengikuti mereka dan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang sesat. 


وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِيٓ ءَاتَيۡنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ 

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.(QS Al-A’raaf : 175-176) 

Seorang manusia akan mempunyai pengetahuan yang sangat baik bila telah mendapatkan pelajaran tentang ayat-ayat, mengetahui makna ayat-ayat Allah yang disebutkan dalam kitabullah. Derajat orang itu ditinggikan di antara makhluk-makhluk Allah, tidak hanya di antara manusia saja tetapi menjangkau alam-alam yang lain. Karena ketinggian yang diberikan itu, maka makhluk-makhluk lain akan mengikuti manusia. 

Di antara makhluk-makhluk yang lain yang mengikuti mereka adalah para syaitan yang berkeinginan untuk menjatuhkan dirinya. Tetapi syaitan itu tidak mengikuti orang-orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang kitabullah itu dengan keinginan yang baik. Syaitan itu bermaksud untuk menjatuhkannya di jalan Allah. Karena upaya syaitan itu maka orang itu bisa terjatuh pada kesesatan dengan akal yang bengkok. 

Syaitan-syaitan akan mengikuti orang-orang yang telah mendapatkan pelajaran tentang ayat-ayat dalam kitabullah jika orang tersebut melepaskan diri dari ayat-ayat Allah. Setiap orang yang melepaskan diri dari petunjuk kitabullah pasti akan diikuti oleh syaitan yang ingin menjatuhkan, tidak akan dibiarkan melenggang dengan aman untuk mencari ilmu ataupun menempuh jalan. Syaitan itu pasti akan berusaha untuk menyesatkan dirinya. 

Syaitan-syaitan akan mengikuti orang itu dalam pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya, dan kemudian secara pelan-pelan membisikkan pengetahuan tambahan tanpa terlihat kebengkokannya oleh orang tersebut, dan pada akhirnya orang tersebut terjatuh pada sebuah kesesatan. Syaitan tidaklah menghadang dengan kesesatan yang nyata atau petunjuk yang nyata sesat kepada orang-orang yang telah mendapatkan pelajaran dari kitabullah. Setiap orang harus berpegang teguh dan mengingat-ingat apa yang disebutkan oleh kitabullah agar tidak tersesat karena ilmu-ilmu yang disisipkan oleh para syaitan yang mengikutinya. 

Keikhlasan merupakan salah satu kunci agar seseorang tidak tersesat dalam memahami ayat-ayat Allah. Kesesatan dalam mencari pengetahuan tentang ayat-ayat Allah disebabkan oleh keinginan-keinginan duniawi. 


وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ 

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia berkekalan kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS Al-A’raaf : 176) 

Allah menghendaki untuk meninggikan derajat orang-orang yang ikhlas dalam mencari pengetahuan tentang ayat-ayat Allah. Perlahan, orang yang mempelajari ayat-ayat dalam kitabullah akan meningkat derajatnya di antara para makhluk. Akan tetapi sebagian orang mencari pengetahuan itu dengan maksud-maksud duniawi dan sebagian mencari pengetahuan untuk mengikuti tuntutan hawa nafsu mereka. Orang-orang yang ada keinginan inilah yang akan melepaskan diri dari kitabullah dan akan tersesat. 

Sebagian di antara mereka berkekalan dalam menginginkan kehidupan duniawi dan memperturutkan hawa nafsu. Maka mereka ini pasti akan berlepas diri dan tersesat. Mereka akan menjadi golongan dan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah yang sampai kepada mereka. Permisalan mereka adalah seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya baik ketika mereka disertakan ataupun bila mereka diusir. Mereka akan selalu berkekalan dalam tujuan-tujuan duniawi dan hawa nafsu, apapun yang dilakukan orang beriman kepada mereka, dan mereka akan mendustakan ayat Allah. 

Tidak hanya orang yang berkekalan pada tujuan duniawi yang dapat tersesat. Memperturutkan hawa nafsu juga membuat orang tersesat. Setiap orang yang mendapatkan pengajaran dari ayat-ayat kitabullah harus berusaha berpegang teguh padanya dan memperhatikan kandungan-kandungan yang disebut di dalamnya agar tidak dibengkokkan oleh syaitan. Orang yang tidak memberikan perhatian pada kitabullah sangat besar kemungkinan akan tersesat. Kitabullah bisa menjadi tolok ukur apakah seseorang mengikuti hawa nafsu atau mengikuti petunjuk Allah. 

Keikhlasan menjadi salah satu kunci untuk menemukan keselamatan di jalan Allah. Setiap orang harus berusaha mendengarkan kehendak Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang memberikan petunjuk ke dalam hati. Setiap orang harus berusaha memperoleh pengetahuan tentang Allah. Bukan pengetahuan yang tinggi yang harus diketahui oleh manusia, akan tetapi pengetahuan yang mengantarkan dirinya untuk mengenal kasih sayang-Nya. Dahulu kala sebelum jaman nabi Nuh a.s, para syaitan telah mengajarkan kepada manusia pengetahuan-pengetahuan surga, akan tetapi pengetahuan yang tinggi itu justru mengakibatkan manusia hancur berantakan. Mereka saling menindas satu sama lain, terjadi kekejian dan perzinahan yang mengakibatkan masyarakat manusia rusak dan saling berperang. 

Pendustaan dan Istidraj 


Allah akan membiarkan kebinasaan menimpa orang-orang yang mendustakan ayat-ayatnya dari arah yang tidak diketahui. 


وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ [ الأعراف:182] 

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, niscaya Kami akan membiarkan mereka (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. [Al A'raf:182] 

Setiap orang harus berhati-hati terhadap pembiaran Allah terhadap dirinya. Boleh jadi kehidupannya tampak berada dalam keadaan baik padahal sebenarnya Allah membiarkannya menuju kebinasaan. Allah akan membiarkan mereka dari arah yang sama sekali tidak bisa diketahui. Bisa jadi orang itu terlihat mapan, banyak yang mengikutinya, banyak ilmunya, atau keadaan yang terlihat baik, tetapi Allah akan menuntunnya pada kebinasaan karena pendustaan mereka. Oleh karena itu setiap orang harus berpegang teguh pada kitabullah dan mengingat-ingat apa yang ada di dalamnya. 

Salah satu sebab pembiaran (istidraj) itu adalah menganggap perkataan orang yang benar sebagai kegilaan. Setiap orang harus berpikir dengan sungguh-sungguh tentang perkataan sahabatnya, apakah itu sebuah kebenaran atau kesesatan. Bila perkataan seorang sahabat yang benar dianggap sebagai sebuah kegilaan, maka berhati-hatilah bahwa Allah akan membiarkan dirinya menuju kebinasaan. Di antara orang-orang beriman, kadangkala seorang mukmin dapat tumbuh akalnya hingga mencapai kesadaran yang baru. Bagi dirinya sendiri, keadaan itu tampak seperti kegilaan pada awalnya, akan tetapi kemudian dirinya akan menyadari bahwa kesadarannya yang baru adalah kebenaran. Begitu juga bagi orang lain, kesadaran itu akan tampak seperti kegilaan.

أَوَلَمۡ يَتَفَكَّرُواْۗ مَا بِصَاحِبِهِم مِّن جِنَّةٍۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا نَذِيرٞ مُّبِينٌ [ الأعراف:184-184] 

Apakah mereka tidak memikirkan bahwa teman mereka tidak berpenyakit gila. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. [Al A'raf:184] 

Sahabat yang benar itu hanyalah bermaksud memberikan peringatan dan memberikan penjelasan. Ada banyak bahaya dalam kehidupan mengintai setiap manusia. Sahabat yang benar itu menunjukkan kepada manusia tentang bahaya-bahaya dan menjelaskan ayat-ayat Allah yang tampak pada semesta mereka. Hendaknya setiap orang memikirkan hal itu. Sahabat itu telah melihat dengan jelas bahaya yang akan mendatangi dan mengenali keterangan yang jelas pada semesta mereka. 

Terkait peringatan, sahabat yang benar itu telah mengenal ayat-ayat Allah yang terhampar pada semesta mereka, mengenal pengaruh kuasa-kuasa langit dan kuasa-kuasa bumi dalam kehidupan mereka, melihat ayat-ayat Allah pada segala penciptaan, serta melihat begitu dekat kebinasaan itu akan mendekati. Dengan hal itu, orang itu kemudian memberikan penjelasan dan peringatan kepada orang lain. Dirinya mengajak untuk memikirkan ayat-ayat Allah yang terhampar bagi mereka. 


أَوَلَمۡ يَنظُرُواْ فِي مَلَكُوتِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ مِن شَيۡءٖ وَأَنۡ عَسَىٰٓ أَن يَكُونَ قَدِ ٱقۡتَرَبَ أَجَلُهُمۡۖ فَبِأَيِّ حَدِيثِۢ بَعۡدَهُۥ يُؤۡمِنُونَ [ الأعراف:185-185] 

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu? [Al A'raf:185] 

Tidak semua orang mau melihat ayat-ayat itu. Istidraj (pembiaran) Allah akan mengintai orang-orang yang tidak mau melihat ayat-ayat itu tanpa disadari olehnya. Bahaya itu tiba-tiba akan mendatangi orang-orang yang tidak mau memperhatikan ayat-ayat itu. 

Setiap orang menyadari bahwa dirinya mempunyai kemampuan yang terbatas di antara makhluk. Dirinya berada di antara kuasa-kuasa bumi, dan dapat melihat pola pergerakan kuasa-kuasa bumi. Sebagian manusia mempunyai kemampuan melihat kuasa-kuasa langit. Hendaknya manusia memperhatikan dengan seksama kuasa-kuasa langit dan kuasa-kuasa bumi sesuai kemampuan masing-masing, sehingga melihat bahwa peringatan sahabatnya bukanlah kedustaan ataupun bersumber dari kegilaan. Bila dirinya menganggap itu sebuah kegilaan, maka harus disadari bahwa dirinya terancam oleh istidraj dari arah yang tidak disadarinya. 

Bila peringatan dalam bentuk pengaruh kuasa-kuasa langit, kuasa-kuasa bumi, ayat-ayat Allah dalam penciptaan dan kebinasaan yang dekat ini tidak dapat membuka pikirannya, maka akan sulit untuk menemukan cara untuk menyadarkan manusia. Hampir tidak ada cerita lain yang dapat membuat mereka beriman setelah cerita itu sampai kepada mereka dan mereka mendustakan. Maka istidraj itu akan mengintai mereka tanpa mereka mengetahui sedikitpun, dan kebinasaan akan tiba-tiba mendatangi mereka.

Minggu, 01 Maret 2020

Mengikuti Rasulullah SAW dengan Akal


 Allâh Azza wa Jalla menciptakan semua manusia dan jin agar beribadah hanya kepada-Nya dengan mengikhlaskan semua amal perbuatannya untuk Allâh Azza wa Jalla berupa pelaksanaan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla , menjauhi semua larangan Allâh. Melalui kitab-Nya, Allâh memberikan perintah dan memberikan larangan dan ancaman, mengisahkan kisah terbaik sebagai nasehat dan pembelajaran. 

Seluruh perintah dan larangan itu telah dijelaskan dalam kitabullah tanpa tertinggal satu pun. Agama telah diturunkan secara sempurna bagi seluruh alam semesta 


ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ 

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Namun kesempurnaan agama itu bukanlah jaminan bahwa setiap muslimin akan selamat. Kesempurnaan agama dan tuntunannya dalam bentuk kitabullah dapat diterjemahkan oleh manusia secara salah. Sebagian umat islam terbentuk sebagai kaum khawarij yang keluar sangat jauh dari islam sebagaimana anak panah terlempar dari busurnya. Mereka membaca alquran namun bacaan alquran mereka tidak melampaui kerongkongan untuk mengubah qalb yang ada di dalam dada mereka, tetapi justru melontarkan mereka jauh dari islam. 

Kitabullah dan tuntunan-tuntunan yang telah diturunkan bagi manusia haruslah difahami sesuai dengan kehendak Allah, tidak dipahami dengan hawa nafsu sendiri. Ada sebuah fasilitas yang harus ditumbuhkan dalam setiap diri manusia agar kitabullah itu dapat dimengerti sesuai dengan kehendak Allah dan tidak disalahartikan. Tauhid yang benar berupa kalimah thayyibah harus ditumbuhkan dalam diri setiap muslimin agar mengerti kehendak Allah. 

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ 

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (QS Ibrahim : 24) 

Pohon adalah makhluk yang kehidupannya tergantung kepada cahaya matahari, dengan mengubah cahaya matahari yang diterimanya dalam proses-proses kehidupan. Hal itu akan menumbuhkan pohon itu sendiri dalam wujud akar yang teguh ke dalam bumi dan cabangnya menjulang ke langit untuk menghasilkan buah-buahan yang bermanfaat bagi orang lain. Kalimah thayyibah dimisalkan sebagaimana pohon yang baik, akarnya teguh ke dalam bumi dan cabangnya menjulang ke langit. 

Tauhid yang benar adalah pemahaman terhadap kehendak Allah berupa kalimah thayyibah. Pohon thayyibah itu adalah akal yang tumbuh di dalam dada seseorang yang memiliki qalb. Orang yang mementingkan diri sendiri tidak akan memiliki qalb. Akal adalah kecerdasan untuk memahami kebenaran yang datang dari Allah, bukan logika yang ada di kepala setiap manusia. Akal itu adalah entitas dalam jiwa yang melakukan proses terhadap cahaya-cahaya Allah yang sampai kepada setiap insan. Ini berbeda dengan pikiran yang ada dalam kepala setiap manusia. Setiap manusia memiliki logika yang selalu tumbuh di kepalanya, tetapi hanya orang-orang yang memiliki qalb yang dapat memiliki akal. 

Orang-orang khawarij merupakan contoh orang-orang yang terlempar jauh dari agama karena menterjemahkan agama tanpa menumbuhkan akal dalam qalb mereka. Ibadah-ibadah mereka membuat para sahabat dekat rasulullah SAW berkecil hati bila membandingkannya, mereka sangat rajin membicarakan perkataan-perkataan orang-orang terbaik, tetapi akal mereka lemah. Tauhid yang mereka ikuti berupa setengah kebenaran dari islam, tetapi tauhid tersebut mencerabut kalimah thayyibah berupa akal dari diri mereka. Perkataan tauhid mereka adalah pohon khabitsah yang mencerabut akal dari dalam diri mereka. 

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ [ إبراهيم:26-26] 

Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. [Ibrahim:26] 


Bashirah dan Seruan Nabi SAW 


Pertumbuhan akal adalah faktor yang menjadi pendukung utama penyempurnaan akhlak. Setiap manusia harus berusaha menyempurnakan akalnya agar dapat mengikuti rasulullah SAW mencapai kesempurnaan akhlak. Rasulullah SAW adalah penghulu makhluk yang mencari Allah dan mengenal ayat Allah di ufuk yang paling tinggi. Beliau bersama orang-orang yang mengikutinya menyeru kepada jalan untuk kembali kepada Allah di atas bashirah. 

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ [ يوسف:108-108] 

Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Allah di atas bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [Yusuf:108] 

Mengikuti rasulullah SAW haruslah berdasarkan bashirah. Visi tentang kehidupan harus terbangun dalam setiap pengikut rasulullah SAW sebagai pembawa rahmat, tidak boleh terjebak dalam visi sempit ashabiyah berdasarkan agama sebagaimana kaum khawarij mencoba mengikuti rasulullah SAW secara salah. Parameter mengikuti rasulullah SAW dengan benar adalah Bashirah berupa visi tentang kehendak Allah harus terbangun dalam diri setiap insan. 

Penyeru yang benar menuju Allah adalah para penyeru yang membangun visi perjalanan menuju Allah. Mereka memiliki visi tentang kehendak Allah bagi manusia, tidak hanya sekadar pandai mencomot ayat demi ayat yang disusun berdasarkan selera sendiri. Menyeru manusia kepada Allah harus disertai dengan penjelasan visi untuk menuju kepada Allah, bukan hanya cuplikan ayat yang bisa mengalami salah arti bagi pendengarnya. Banyak pendakwah dari kaum khawarij yang menyeru manusia menuju pintu-pintu jahannam dengan visi sempit agama berdasarkan dalil-dalil kitabullah dan hadits. 

Alquran Sebagai Sumber Bashirah 


Allah telah sempurna menurunkan petunjuknya bagi seluruh makhluk berupa Alquran. Segenap visi itu haruslah bersesuaian dengan Alquran. Seluruh amanah bagi manusia telah dijelaskan dalam alquran dengan keterangan yang paling jelas bagi yang memahaminya, tidak ada sesuatupun lebih jelas dari perkataan-Nya dalam alquran, dan tidak ada sedikitpun kebenaran bila menyalahi Alquran. 

وَإِذَا لَمۡ تَأۡتِهِم بِ‍َٔايَةٖ قَالُواْ لَوۡلَا ٱجۡتَبَيۡتَهَاۚ قُلۡ إِنَّمَآ أَتَّبِعُ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ مِن رَّبِّيۚ هَٰذَا بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمۡ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ [ الأعراف:203-203] 

Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bashirah-bashirah dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". [Al A'raf:203] 

Alquran telah memperinci seluruh bashirah yang perlu diturunkan bagi manusia. Alquran juga merupakan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. 

Kesalahan memahami kehendak Allah telah dicontohkan dalam kisah Iblis. Iblis merupakan makhluk yang sangat cerdas diciptakan dari api di alam tinggi yang dekat dengan Allah. Dengan kecerdasannya Iblis merasakan kerinduan yang sangat terhadap zat yang telah menciptakannya, zat Maha Mulia yang pernah bertemu dengan dirinya. Tetapi ada pemahaman yang salah maka iblis tidak melakukan perintah Allah dengan benar. Iblis kafir dalam kecerdasannya. Dari semua doa dan munajat yang dipanjatkan Iblis kepada Allah SWT, hanya sebuah jawaban yang didengar oleh Iblis bagi doa dan munajatnya, yaitu ketika Iblis bermunajat : "Allah, aku telah berdosa terhadap Engkau dam surga, aku tidak layak lagi disebutkan golongan-Mu." Akan tetapi semua itu kemudian disingkirkan oleh Iblis yang kemudian memilih jalannya sendiri. 

Untuk menghindari kesalahan sebagaimana pemikiran iblis, setiap orang harus berpegang teguh kepada Alquran. Kadang muncul visi kehidupan bagi seseorang, sedangkan visi tersebut tidak mempunyai dasar dari alquran. Setiap orang hendaknya berusaha mencari kaitan visi kehidupannya dengan Alquran, dan menurunkan visi tersebut dalam langkah yang terpandu oleh alquran. Akalnya harus bersanding erat dengan alquran. Dalam sebuah kisah, bani Israel memperoleh sebuah perjanjian dengan Allah. Untuk menegakkan perjanjian tersebut, bani Israel diperintahkan untuk berpegang teguh terhadap apa yang Allah berikan dan mengingat apa yang ada di dalamnya agar mereka bertakwa. 

وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ [ البقرة:63-63] 

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil perjanjian dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa". [Al Baqarah:63] 

Demikian pula setiap orang muslim yang mengikuti Rasulullah SAW menuju Allah akan mengalami sebuah fase mengikat perjanjian untuk membantu Rasulullah SAW berupa mitsaqan ghalidza. Hal ini adalah sebuah peristiwa yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti perjalanan Rasulullah SAW. Thuur itu adalah lambang akal, entitas pada jiwa yang dijadikan alat atau senjata untuk melaksanakan implementasi pengetahuan ilahiyah. Ketika Allah berkehendak ke bumi, Dia menuju thur. Thur diangkatkan ke atas manusia kemudian diperintahkan untuk berpegang kuat kepada ayat Allah dan hendaknya manusia mengingat-ingat apa yang disebutkan di dalam kitabullah. Akal yang dimiliki manusia pada saat itu harus dijadikan pemimpin dalam menempuh perjalanan, dengan pijakan dari ayat-ayat al-quran. Dengan melaksanakan kitabullah itulah seseorang dapat menempuh tingkatan-tingkatan perjalanan untuk menuju kepada Allah. 

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡقُرۡءَانُ لَا يَسۡجُدُونَۤ۩ [ الانشقاق:21-21] 

dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, [Al Inshiqaq:21] 

Salah satu keadaan yang akan dihadapi orang-orang yang menempuh perjalanan menuju Allah adalah pembacaan Alquran. Kadangkala orang-orang menempuh perjalanan tetapi tidak memperhatikan ketika ada pembacaan Alquran. Setiap orang harus berusaha mendengarkan pembacaan Alquran dan melakukan tindak lanjut yang dituntut dari pembacaan alquran tersebut. Bersujud merupakan sebuah tindakan yang mengandung isi kepatuhan terhadap yang objek yang disujudi.