Pencarian

Selasa, 26 April 2022

Khazanah Allah dan Ketakwaan

Allah menciptakan dunia dan akhirat untuk dijadikan sarana bagi manusia untuk bersaksi terhadap uluhiyah-Nya. Akhirat merupakan kehidupan yang sebenarnya bagi manusia, sedangkan dunia merupakan media yang diturunkan Allah untuk menjadi pelajaran bagi manusia agar mengetahui kehidupan yang sebenarnya. Segala sesuatu yang terwujud di alam dunia merupakan turunan dari khazanah di hadapan Allah yang diturunkan dalam kadar tertentu. Tidak ada sesuatu-pun yang terwujud di alam dunia tanpa suatu khazanah dari sisi-Nya, akan tetapi tidak semua khazanah di sisi Allah diturunkan pada segala sesuatu dalam kehidupan di bumi. Banyak khazanah yang masih hanya tersimpan di sisi Allah.

﴾۱۲﴿وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ
Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS Al-Hijr : 21)

Khazanah Allah itu merupakan kesenangan-kesenangan di sisi Allah yang akan diberikan kepada makhluk-Nya terutama manusia kelak di alam akhirat. Orang-orang yang tinggal di surga kelak akan memperoleh khazanah-khazanah Allah sesuai dengan kadar akal mereka. Manakala akal mereka kuat, mereka akan memperoleh lebih banyak khazanah yang dikaruniakan Allah. Akal itu merupakan bekal manusia yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan di bumi.

Akal terkait dengan kecerdasan memahami kehendak Allah yang diberikan kepada manusia. Nikmat Allah mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada kesenangan-kesenangan berupa khazanah di sisi-Nya. Nikmat Allah berada di tangan kanan-Nya, sedangkan khazanah-khazanah Allah yang dijadikan kesenangan bagi manusia berada di hadapan-Nya. Khazanah Allah akan mengantarkan seseorang yang mencari dan menemukannya menjadi lebih dekat kepada Allah, tetapi tidak semua orang yang menemukan khazanah Allah akan memperoleh nikmat-Nya.

Nikmat Allah berada di tangan-Nya dan tidak diberikan kecuali kepada hamba-Nya. Ada sedikit perbedaan diberikan kepada laki-laki dan perempuan yang menjadi hamba Allah, karena demikianlah kesetaraan yang diciptakan Allah. Allah berkehendak memberi nikmat-Nya kepada laki-laki yang menghamba kepada Allah dengan penuh keikhlasan, sedangkan para perempuan hamba Allah akan menjadi pembawa khazanah Allah bagi pernikahan mereka. Dalam kehidupan dunia, hal itu mungkin akan terasa tidak adil bagi hawa nafsu karena boleh jadi seorang perempuan bersuamikan laki-laki yang tidak shalih. Tetapi kehidupan dunia adalah tempat belajar bagi setiap manusia. Parameter kesuksesan perempuan adalah pemakmuran bumi. Perempuan yang berhasil membawakan khazanah Allah bagi suaminya di bumi akan memperoleh suami yang sesuai kelak di akhirat, sebagaimana Asiyah r.a binti Muzahim isteri Fir’aun.

Kemakmuran di bumi terutama merupakan manifestasi keshalihan perempuan. Manakala seorang laki-laki shalih tidak mempunyai isteri yang shalihah, ia tidak dapat mengolah agar khazanah Allah turun bagi umatnya. Rasulullah SAW sangat menekankan pembinaan para perempuan mukminat untuk mencapai keshalihan mereka agar terbentuk kemakmuran di muka bumi. Kesalahan dalam membina perempuan akan menghambat turunnya khazanah Allah dan mendatangkan bencana dari fitnah yang terjadi. Dalam sebuah hadits, diceritakan arti penting pembinaan para wanita.

Dari Hindun binti al-Harits al-Firasiyah bahwa Umu Salamah r.a, isteri Nabi SAW berkata, “Rasulullah SAW terjaga pada suatu malam dalam keadaan takut seraya bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْخَزَائِنِ؟ وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْفِتَنِ؟ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يُرِيدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّينَ؟، رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي اْلآخِرَةِ.
Mahasuci Allah. Apa yang diturunkan Allah dari al-khazain (perbendaharaan)? Dan apa pula yang diturunkan dari fitnah-fitnah? Siapa yang mengajak shahabat-shahabat kamarnya, - yang beliau SAW maksud adalah para isteri,- agar melaksanakan shalat? berapa banyak wanita yang berpakaian terhormat (kiswah) di dunia ini akan telanjang bulat di akhirat kelak.’” [HR. Al-Bukhari].

Bagi yang memahami, hadits ini menunjukkan fungsi perempuan sebagai pembawa khazanah dari sisi Allah untuk memakmurkan bumi. Konteks dalam hadits di atas dapat dilihat pada pernyataan Rasulullah SAW, yaitu tentang para perempuan yang dididik untuk menjadi terhormat, akan tetapi hanya di kehidupan dunia saja sedangkan di akhirat akan telanjang. Kesalahan pendidikan perempuan tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam turunnya khazanah Allah ke bumi dan juga menyebabkan bencana melalui fitnah yang terjadi.

Pembinaan yang benar harus dilakukan untuk menjadikan orang-orang bertakwa. Setiap laki-laki harus berusaha memahami ayat dan firman Allah untuk memperoleh nikmat Allah, dan kemudian beramal dengan amal yang shalih. Tujuannya tidak boleh teralihkan kepada selain Allah sekalipun berupa khazanah-khazanah yang ada di hadapan Allah ataupun para perempuan pembawa khazanah itu. Khazanah Allah itu akan dihadirkan kepadanya melalui isterinya. Khazanah Allah dan para perempuan yang membawanya belum tentu diperuntukkan baginya sekalipun ia dapat memahaminya dan perempuan itu shalihah baginya.

Para perempuan hendaknya dibina agar bertakwa membawakan khazanah Allah kepada suaminya. Mereka tidak boleh dibiarkan memperturutkan keinginan duniawi mereka sendiri, tetapi harus mengikuti langkah suaminya menuju Allah. Laki-laki adalah imam dan perempuan menjadi makmum dalam langkah menuju Allah. Seorang perempuan tidak diperbolehkan menempatkan suaminya pada suatu kedudukan tertentu karena mengikuti laki-laki lain. Imam dan kedudukan mereka di hadapan Allah akan dikenali oleh laki-laki, bukan ditentukan oleh perempuan atau orang lain. Perempuan harus berusaha memahami dan menghadirkan khazanah Allah yang sesuai dengan suaminya.

Kesalahan pembinaan bisa terjadi manakala seorang perempuan dengan bebas berbuat memperturutkan keinginan duniawi mereka atau menentukan imamnya sendiri mengabaikan syariat dan petunjuk Allah. Seorang perempuan mungkin diijinkan bekerja untuk dunia mereka manakala bersesuaian dan disetujui suaminya karena boleh jadi ia membawa khazanah yang tepat bagi suaminya dengan profesinya. Sebaliknya, walaupun misalnya diberi kemampuan menghadirkan khazanah Allah, seorang perempuan tidak boleh mempersembahkan khazanah Allah kepada laki-laki selain suaminya, karena imamnya yang benar adalah suaminya. Ia boleh mengolah khazanah itu sendiri dengan segenap keterbatasannya, atau dibawakannya hanya kepada suaminya. Bilamana ia membawa dirinya kepada laki-laki selain suaminya, ia melanggar syariat dan khazanah yang dibawanya akan tercampur dengan kebathilan.

Hal ini adalah sebagian yang ditakutkan oleh Rasulullah SAW, yaitu perempuan yang berpakaian kiswah di dunia tetapi mungkin akan telanjang di akhirat. Khazanah itu mungkin akan menjadi kiswahnya bersama laki-laki, tetapi hanya untuk di dunia saja, dan kebathilan akan melepaskan kiswah itu di akhirat. Tidak hanya peristiwa demikian yang akan menjadikan perempuan berpakaian di dunia tapi telanjang di akhirat. Banyak pembinaan yang keliru akan menjadikan perempuan demikian. Misalnya seorang perempuan yang menerima petunjuk jodoh kemudian memilih laki-laki lain yang tampak lebih terhormat juga akan menyebabkan kejadian demikian, dan akibat yang ditimbulkannya membuat Rasulullah SAW merasa takut.


Membina Kekuatan Taqwa

Setiap orang harus dibina untuk meraih ketakwaan. Hal ini membutuhkan dasar-dasar di dalam jiwanya, di antaranya adalah kebersihan jiwa. Tanpa ada pembersihan jiwa (tazkiyatun-nafs), tidak akan tumbuh ketakwaan dalam diri seseorang. Pengetahuan dan segala atribut keshalihan dalam perjalanan menuju Allah dapat menyebabkan seseorang tersesat bila tidak disertai dengan kebersihan jiwa.

Kebersihan jiwa akan membuat jiwa seseorang tumbuh hingga mencapai ketakwaan. Di antara tanda ketakwaan seseorang adalah tercerabutnya rasa dendam dalam dada (shadr) mereka.

﴾۷۴﴿وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَىٰ سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ
Dan Kami cerabut segala rasa dendam yang berada dalam dada-dada (shudur) mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS Al-Hijr : 47)

Shadr (dada) dalam ayat di atas menunjukkan pada sesuatu pada diri seseorang yang menjadi sumber tingkah laku yang terwujud secara fisik. Bila hawa nafsu yang buruk tumbuh dalam dada, maka hawa itu akan menumbuhkan keinginan berbuat yang buruk. Bila hawa nafsu yang baik tumbuh, maka dada akan membentuk keinginan berbuat baik. Manakala akal tumbuh di dalam dada seseorang, maka akan tumbuh dalam dada tersebut keinginan untuk menghamba kepada Allah sesuai dengan akalnya. Kebanyakan manusia hidup berdasarkan hawa nafsu mereka, dan sebagian bahkan mempertuhankan hawa nafsu.

Walaupun telah tumbuh akal di dalam dada, hawa nafsu akan tetap memberikan warna terhadap yang apa-apa yang tumbuh di dalam dada orang yang berakal. Dalam hal ini, ketakwaan merupakan pembersihan dada seseorang yang berakal dari pengaruh hawa nafsu, sehingga hanya kehendak Allah yang terwujud dari dirinya. Di antara hal buruk yang dibersihkan dari dada orang bertakwa adalah rasa dendam terhadap orang lain.

Dendam (ghill) tidak selalu berupa keinginan membalas perbuatan yang dilakukan orang lain dengan perbuatan yang sama atau lebih buruk. Penyikapan yang buruk terhadap perbuatan orang lain termasuk merupakan dendam dalam bentuk yang halus. Seseorang yang berakal dituntut untuk berusaha berbuat yang terbaik berdasarkan ketakwaan. Seseorang harus berusaha sedangkan Allah-lah yang mencabut rasa dendam dari dadanya.

Usaha menghilangkan dendam tidak boleh menjadikan seseorang bersikap bodoh. Dalam kehidupan dunia, tidak sedikit orang yang mementingkan diri sendiri hingga suka berbuat buruk mengorbankan orang lain, dan ada orang-orang yang berbuat tanpa berdasar ilmu sedangkan mereka melakukan perbuatan membahayakan. Manakala ada orang lain berbuat buruk hanya dalam ukuran hawa nafsu, hendaknya seseorang menerima perbuatan tersebut dengan ridla. Akan tetapi, tidak sedikit perbuatan seseorang menyebabkan kerusakan pada orang lain ataupun umat secara umum. Seringkali perbuatan yang merugikan itu bercampur baur merongrong hawa nafsu sekaligus juga merugikan orang lain. Seseorang harus berusaha menemukan petunjuk Allah untuk melakukan perbuatan reaksi yang mesti dilakukannya.

Kadangkala perbuatan buruk terwujud tanpa disadari oleh pelakunya. Dalam kehidupan dunia ini, mungkin saja seseorang merasa berbuat baik sedangkan ia berbuat kerusakan. Misalnya ibarat seseorang merasa berbuat baik dengan memberikan air minum kepada para penumpang kapal tanpa menyadari bahwa air itu diusahakan dengan membocorkan kapal. Mungkin orang itu benar-benar tidak menyadari perbuatannya. Bagi para awak kapal yang mengetahui, perbuatan itu jelas membahayakan umat dan mereka harus berbuat sesuai dengan standar operasi bagi kapal itu. Awak kapal tidak boleh membiarkan perbuatan membocorkan kapal tanpa melakukan pencegahan, tidak boleh secara serampangan membuat langkah yang tidak sesuai dengan standar operasi kapal, dan tidak boleh menimbulkan keributan yang memperkeruh langkah perbaikan. Bilamana awak kapal membiarkan dendam tumbuh dalam dada, upaya perbaikan kapal akan sulit dilakukan dengan baik sesuai standar operasi kapal.

Atau boleh jadi dua orang berkeinginan untuk saling melakukan ishlah, akan tetapi syaitan masuk melalui pihak ketiga tanpa disadari kedua pihak. Syaitan menghembuskan sesuatu dan seseorang melakukan perbuatan sesuai keinginan syaitan itu, dan kemudian perbuatan itu memberikan kesan adanya perbuatan buruk dilakukan oleh pihak kedua. Setiap orang harus bersabar dengan semua yang diketahuinya tentang orang lain agar tidak timbul dendam dalam dadanya. Boleh jadi penglihatannya dikaburkan oleh syaitan untuk menimbulkan fitnah. Ia harus berusaha sebaik mungkin melakukan reaksinya tanpa berlandaskan dendam atau keinginan buruk. Hal ini tidak membatasinya untuk merespon berdasarkan apa yang sampai kepada dirinya, tetapi harus dipastikan bahwa tidak ada iktikad membalas keburukan yang diperbuat kepadanya, dan ia harus selalu membuka kemungkinan adanya salah paham dalam interaksi mereka.

Setiap manusia harus berusaha membangun ketakwaan dengan menghilangkan dendam hingga dendam yang halus dari dalam dadanya. Hal itu akan memperkuat akalnya dan memudahkan ketakwaan. Akan tetapi warna hawa nafsu itu tidak akan mampu dihilangkan seseorang dengan kekuatannya sendiri. Allah-lah yang mencabut rasa dendam dari hati orang-orang yang bertakwa.

Senin, 18 April 2022

Tuntunan Rasulullah SAW tentang Pembinaan Perempuan

Terkait pembinaan perempuan, Rasulullah SAW menyampaikan pertanyaan yang harus diperhatikan umatnya. Pertanyaan tersebut terasa bersifat teguran yang keras bagi umatnya agar berpikir manakala lalai membina kaum perempuan. Di antara empat hal, tiga beliau SAW sampaikan dalam bentuk pertanyaan dan hanya satu pernyataan.

Dalam sebuah hadits, diceritakan arti penting pembinaan para wanita.

Dari Hindun binti al-Harits al-Firasiyah bahwa Umu Salamah r.a, isteri Nabi SAW berkata, “Rasulullah SAW terjaga pada suatu malam dalam keadaan takut seraya bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْخَزَائِنِ؟ وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْفِتَنِ؟ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يُرِيدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّينَ؟، رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي اْلآخِرَةِ.
Mahasuci Allah. Apa yang diturunkan Allah dari al-khazain (perbendaharaan)? Dan apa pula yang diturunkan dari fitnah-fitnah? Siapa yang mengajak shahabat-shahabat kamarnya, - yang beliau SAW maksud adalah para isteri,- agar melaksanakan shalat? berapa banyak wanita yang berpakaian terhormat (kiswah) di dunia ini akan telanjang bulat di akhirat kelak.’” [HR. Al-Bukhari].

Hadits tersebut terkait dengan sebuah petunjuk khusus tentang suatu peristiwa dari Allah kepada Rasulullah SAW langsung tanpa suatu kejadian penyebab lain, yaitu tentang peristiwa kesalahan mendidik perempuan. Konteks dalam hadits di atas dapat dilihat pada pernyataan Rasulullah SAW, yaitu tentang berapa banyak perempuan yang berpakaian terhormat di dunia akan telanjang di akhirat kelak. Hal ini merupakan fenomena kesalahan dalam mendidik perempuan, barangkali sebagai puncak fenomenanya. Para perempuan dididik untuk menjadi terhormat, akan tetapi hanya di kehidupan dunia saja sedangkan di akhirat akan telanjang. Umat islam harus benar-benar menyadari hal ini dengan meneliti secara sungguh-sungguh kesalahan yang mungkin terjadi dalam mendidik perempuan. Rasulullah SAW mensabdakan hadits ini dengan nuansa pertanyaan yang sangat kuat, berharap umat menggunakan akalnya dengan benar.

Dapat diduga bahwa pertanyaan beliau SAW disampaikan sebagai dialog kepada umatnya manakala peristiwa itu terjadi agar umat benar-benar menggunakan akal. Kesalahan yang terjadi barangkali sangat tersembunyi, dibalik baiknya keadaan umat yang terlihat di dunia, terdapat suatu kesalahan yang akan terbuka di akhirat. Dalam pandangan manusia, tidak ada salahnya bila ada seseorang perempuan menjadi terhormat. Dalam pandangan Rasulullah SAW, setiap perempuan harus dididik menjadi terhormat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Pakaian kehormatan kiswah itu boleh jadi hanya dipakai seorang perempuan di dunia saja, maka ini tidak boleh terjadi. Pendidikan wanita harus dirumuskan hingga keselamatan di akhirat. Untuk itu, semua proses pendidikan harus didasarkan pada tuntunan Alquran dan sunnah Rasulullah SAW agar memperoleh kehormatan di dunia dan akhirat. Tanpa berpegang pada Alquran dan sunnah, sangat mungkin manusia memandang sesuatu yang buruk sebagai kebaikan, dan kemudian menyebabkan kerusakan bagi mereka.

Beliau SAW menyampaikan beberapa pertanyaan terkait pembinaan perempuan. Tentu pertanyaan-pertanyaan beliau SAW merupakan pedoman yang harus dicapai dalam pembinaan perempuan. Tanpa berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan tersebut, mungkin proses pendidikan yang dilakukan umat hanya merupakan pendidikan perempuan yang tidak mempunyai tujuan dan tahapan yang jelas yang menyebabkan kerusakan di dunia dan akhirat, atau hanya serupa dengan pendidikan umat yang lain, atau atau barangkali justru pendidikan yang tampak indah tetapi membuat celaka dalam kehidupan akhirat tanpa disadari kesalahannya.

Barangkali ada kesalahan secara umum pada bidang yang luas terkait dengan pendidikan perempuan yang perlu beliau SAW sangkal dan beliau SAW arahkan dengan pertanyaan-pertanyaan demikian. Satu hal yang menjadi pernyataan beliau yaitu tentang keadaan para perempuan, berapa banyak di antara mereka menjadi wanita berpakaian terhormat di dunia tetapi kelak akan telanjang bulat di akhirat. Mungkin umatnya mengerjakan banyak amal-amal dan menyangka bahwa amal-amal mereka akan mendatangkan khazanah yang diturunkan Allah dari al-khazaain. Beliau SAW menyangkal persangkaan umatnya yang demikian, bahwa manakala kaum perempuan dididik dengan cara yang salah, apakah khazanah yang diturunkan Allah dari al-khazaain dengan cara demikian? Mungkin umatnya lalai dari bencana yang turun melalui fitnah-fitnah karena kesalahan mendidik perempuan, maka beliau menanyakan kepada umatnya apakah yang akan diturunkan dari fitnah-fitnah? Mungkin umatnya menyangka bahwa mereka telah mengajak para isteri untuk mendirikan shalat sedangkan mereka lalai membina keshalihan para perempuan bersama suaminya, maka beliau menanyakan siapakah yang mengajak isterinya untuk mendirikan shalat?

Itu barangkali merupakan persangkaan dan dugaan, tetapi tidak bernilai salah terkait hadits ini karena tampaknya beliau lebih berharap umat menggunakan akal untuk memahaminya daripada sekadar mengikuti. Rasulullah SAW tampak menekankan agar umat menggunakan akalnya dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan untuk satu pernyataan realitas yang disampaikan terakhir. Barangkali setiap orang harus menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang beliau sampaikan sesuai dengan keadaan masing-masing dengan berpegang pada kitabullah.

Misalnya bagi kebanyakan umat, pertanyaan ketiga “siapakah”, maka ia harus berusaha dengan berpegang pada kitabullah untuk mengenali orang-orang yang menegakkan shalatnya dan mengajak isterinya dengan membina isterinya dalam pernikahan. Mereka adalah orang yang menjadi benteng terhadap fitnah besar syaitan dan tempat turunnya khazanah Allah. Bagi sebagian orang, pertanyaan ini mungkin bersifat personal, bermakna : “apakah engkau orang yang membina isterinya untuk menegakkan shalat? Atau orang lain?”. Bila seseorang merasakan makna pertanyaan itu demikian, hendaknya ia memperhatikan keadaan isterinya, apakah ia mendidik para wanita dengan baik, tidak menjadi wanita terhormat di dunia ini tetapi tidak berpakaian di akhirat kelak. Bilamana ia mengira bahwa shalatnya tegak berdasarkan keshalihan bersama antara dirinya dengan isteri-isterinya, hendaknya ia menghitung khazanah yang akan diturunkan Allah dan bencana fitnah akibat kesalahan mendidik wanita. Hendaknya ia kemudian berusaha mengajak dan mengajarkan pada umat tentang membentuk wahana turunnya khazanah Allah dan mengajarkan manusia jalan yang ditentukan Allah mengatasi fitnah-fitnah yang datang, dengan cara sesuai dengan petunjuk Allah. Ia tidak boleh memperturutkan pilihannya sendiri mengalahkan petunjuk Allah.

Pendidikan mukminat harus diarahkan agar mencapai sasaran sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam hadits di atas sebagai arah pendidikan perempuan yang benar. Seorang perempuan seharusnya dapat menjadi pengungkap khazanah Allah yang harus diolah suaminya untuk diberikan kepada umatnya. Perempuan harus dicegah menjadi pintu masuknya fitnah-fitnah bagi umat. Para perempuan harus dapat mendirikan shalat bersama dengan suaminya dalam jamaah sebagai makmum, dan perempuan harus menjadi wanita terhormat dalam kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat kelak. Untuk mencapai semua tujuan itu, umat harus benar-benar berpegang dengan akalnya pada Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tidak melepaskannya.

Tanpa memperhatikan parameter-parameter pembinaan, seseorang mungkin merasa telah melakukan pembinaan wanita tetapi sebenarnya tidak pada arah yang seharusnya. Ini menunjukkan adanya kesalahan dalam mendidik perempuan. Rasulullah SAW merasa takut dengan bencana akibat kesalahan mendidik para perempuan. Hal ini tentulah mendatangkan sesuatu yang sangat buruk bagi umatnya berupa fitnah-fitnah yang tidak terbendung, dan sebenarnya mengungkapkan kesalahan yang massif terjadi di antara umat tanpa mereka menyadarinya. Orang-orang yang berilmu akan menyadari hal ini dan merasa takut sebagaimana Rasulullah SAW merasa takut. Orang yang tidak mengetahui boleh jadi akan merasa baik-baik saja dengan keadaan demikian, tetapi hal itu tidak memperbaiki keadaan.

Boleh jadi beliau SAW berusaha menyadarkan umatnya bahwa syaitan selalu berusaha untuk menyesatkan dalam setiap upaya manusia. Boleh jadi umat merasa berbuat baik tetapi tidak mengetahui dan tidak berusaha mengetahui kehendak Allah dengan benar. Dengan keadaan semacam ini, apa yang diturunkan Allah dari Alkhazain? Apa kerusakan yang timbul dari fitnah? Siapa yang mengajak isteri mereka mendirikan shalat? Pada ujungnya, Rasulullah SAW berusaha menyadarkan umatnya agar memperhatikan keadaan para wanita, betapa banyak mereka menjadi terhormat di dunia tetapi akan telanjang di akhirat. Ini mencerminkan terjadinya kerusakan yang massif pada umat tanpa mereka sadari, yang menjadikan Rasulullah SAW takut.

Jumat, 15 April 2022

Waris dalam Pernikahan

Allah menciptakan manusia dari nafs wahidah, dan kemudian menciptakan dari nafs wahidah itu pasangan-pasangan bagi mereka. Laki-laki dan perempuan yang berpasangan pada dasarnya merupakan penjabaran dari satu nafs wahidah yang sama, karena itu keberpasangan manusia dalam sebuah pernikahan seharusnya menjadikan entitas yang banyak menuju satu kesatuan. Dengan kesatuan yang benar, mereka akan menjadi hamba Allah yang bersujud kepada Allah dengan baik. Namun demikian, tidak semua pernikahan kemudian menjadikan entitas yang banyak di dalamnya itu menjadi satu kesatuan.

Salah satu mekanisme menjadikan entitas yang banyak itu satu kesatuan dalam pernikahan adalah adanya pewarisan. Secara umum waris diketahui sebagai pembagian harta orang yang meninggal bagi keluarga yang ditinggalkan. Itu adalah gambaran umum waris. Sebenarnya waris tidak hanya menyangkut harta benda yang ditinggalkan, tetapi juga terkait dengan nafs mereka. Sifat-sifat orang tua juga diwariskan kepada anak, atau seorang suami dapat mendidik nafs isterinya untuk tumbuh bersama dalam urusan Allah bersama-sama dengan dirinya. Hal demikian juga termasuk perkara pewarisan.

Waris yang lebih bersifat kekal adalah waris yang pada sisi nafs. Manakala seseorang meninggalkan keluarganya dengan harta, harta itu akan segera habis dari para ahli waris manakala tidak disertai pewarisan urusan pada sisi nafs atau hawa nafs mereka. Sebaliknya walaupun tanpa harta yang diperoleh, seseorang yang memperoleh warisan pada sisi nafs akan kembali tumbuh sebagaimana orang yang meninggalkannya, sebanyak sifat waris yang dihayati oleh nafsnya, atau bisa lebih baik dari yang meninggalkannya.

Seharusnya, seseorang meninggalkan bagi ahli warisnya berupa harta waris dan warisan pada nafsnya secara seimbang. Akan tetapi tidak semua orang memperoleh kesempatan untuk memberikan warisan secara seimbang. Dalam perkara pewarisan, Allah melarang orang-orang beriman untuk membangun waris pada isteri mereka dengan cara paksaan. Manakala seorang isteri tidak dapat membangun kebersamaan dengan suaminya, seorang suami mukmin tidak dihalalkan untuk memberikan waris bagi isterinya dengan jalan paksa.

﴾۹۱﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka agar kamu dapat pergi dengan sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan kekejian yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka dengan al-ma’ruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS An-Nisaa : 19)

Ayat di atas menceritakan larangan memberikan waris dengan jalan paksa kepada isteri. Tidak banyak isteri yang tidak mau atau merasa terpaksa menerima harta benda warisan suaminya karena pada dasarnya isteri merupakan pembawa khazanah duniawi yang bersifat lebih menyukai duniawi. Yang sering dijumpai oleh orang beriman adalah isteri-isteri yang tidak mau dengan sukarela membangun warisan dalam urusan nafs bersama suaminya. Sebenarnya ini merugikan isteri itu sendiri, tetapi bagaimanapun tidak boleh ada paksaan dalam memberikan warisan bagi para isteri yang tidak mempunyai rasa sukarela membangun warisan urusan mereka.

Pada orang-orang shalih, sifat waris dalam urusan nafs ini akan sangat terlihat secara signifikan. Jumlah rezeki harta yang akan diberikan Allah bagi mereka akan dipengaruhi sifat waris yang terbina di antara suami dan isteri, karena seorang laki-laki pada dasarnya tidak terlalu membawa rezeki lahiriah, dan lebih membawa rezeki bathiniah. Rasa cinta seorang suami akan dipengaruhi tingkat sukarela seorang isteri dalam membangun sifat waris terhadap suaminya, dan kemampuan seorang perempuan mengelola harta warisan akan dipengaruhi sifat waris nafsnya. Allah tidak membiarkan hambanya untuk mencari jalan rejeki dengan leluasa di luar apa yang telah digariskan bagi mereka.

Rasa mawaddah seorang suami akan sangat dipengaruhi oleh sifat waris seorang isteri terhadap suaminya. Demikian pula mawaddah isteri tumbuh manakala sifat baik isteri diperhatikan dan isteri menjadi sumber pengetahuan bagi suaminya. Ketika seorang isteri dapat menghayati apa yang terbangun dalam diri suaminya, isteri akan mencintai suaminya, dan juga sebaliknya akan timbul rasa cinta suaminya kepadanya. Keberpakaian antara pihak terbangun dengan baik pada pasangan yang saling mencintai karena pemakaian sifat-sifat baik sebagai sifat bersama. Bila seorang isteri menolak membina diri bersama suaminya, sangat mungkin akan timbul rasa tidak suka pada diri suami. Seorang mukmin tidak boleh membenci isteri yang demikian walaupun rasa cinta hawa nafsunya pudar bersama waktu. Ia harus tetap bergaul dengan isterinya dengan sebaik-baiknya, karena terdapat kebaikan yang sangat banyak yang diletakkan Allah pada diri isterinya walaupun mungkin hawa nafsunya tidak lagi mencintainya.

Lunturnya cinta hawa nafsu merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Setiap pasangan harus berusaha menemukan sumber rasa mawaddah di antara mereka sebagai bekal perjalanan mereka bersama. Mawaddah dapat berasal dari banyak hal misalnya ketaatan, sifat waris dan lain-lain yang bersifat hakiki. Cinta dari hawa nafsu tidak menjadi syarat bagi pasangan untuk menemukan mawaddah di antara jiwa mereka, tetapi seringkali menjadi bekal awalan yang baik untuk menemukan mawaddah. Sekiranya tidak terbangun mawaddah, pernikahan tetap saja merupakan kebaikan bagi setiap pihak yang berpasangan yang tidak boleh ditinggalkan begitu saja.

Hanya manakala terjadi perbuatan keji yang nyata, maka seorang suami berhak untuk meninggalkan istrinya pergi, mengambil harta yang telah diberikan kepada salah seorang isterinya dan kemudian memberikan hartanya kepada isteri yang lain. Tanpa ada perbuatan keji yang terjadi secara nyata, setiap suami harus bergaul dengan setiap isterinya dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak mengurangi harta yang diberikan kepada mereka. Rasa cinta atau tidak suka tidak boleh mempengaruhi sikap seseorang pada setiap isteri dalam bergaul dengannya, dan ia harus tetap memberikan pengetahuan yang baik (al-ma’ruf) kepada semua isteri mereka.

Perbuatan keji akan merusak nafs seseorang. Citra seorang isteri akan terwarnai oleh citra laki-laki yang berbuat keji bersamanya, hingga seorang suami tidak memperoleh tempat untuk membangun identitas bersamanya. Hal ini berpengaruh sangat besar terhadap seluruh keluarga yang dibangun bersama suaminya. Bila keadaannya demikian, seorang suami boleh meninggalkan pergaulan dengannya dan mengambil hartanya yang telah diberikan kepada isteri yang keji, tetapi boleh pula membiarkannya. Akan sulit membina hal-hal ma’ruf terhadap isteri yang berbuat keji. Apapun kebaikan yang akan diajarkan, seorang isteri yang telah menjadi keji akan memandang buruk kebaikan yang diajarkan suaminya itu.

Perbuatan keji dapat berbentuk lahiriah dan ada pula yang berbentuk bathin. Kedua bentuk itu dapat menjadi kekejian yang nyata (mubayyinah) bilamana seseorang berusaha mewujudkannya, walaupun itu kekejian bathin. Kekejian yang ditahan dan ingin dihilangkan merupakan kekejian yang tidak nyata. Isteri yang terdorong pada suatu kekejian tetapi menahan dirinya seringkali masih akan dapat mengenali kebenaran dari suaminya walaupun sulit dan seringkali isteri bersikap kurang wajar kepada suaminya. Seorang laki-laki harus tetap berusaha bergaul dengan al-ma’ruf bersama isteri yang demikian. Kekejian yang nyata, yaitu keji yang berusaha diwujudkan, akan merusak seseorang hingga tidak dapat memandang kebaikan suami, dan selalu menganggap segala suatu suaminya sebagai keburukan. Kekejian yang nyata menjadi penyebab seseorang boleh meninggalkan isteri dan mengambil harta yang telah diberikannya kepada isteri yang berbuat demikian.

Mengganti Kedudukan Seorang Isteri

Dalam pelaksanaan amr Allah, seorang laki-laki akan sangat bergantung kepada isterinya. Upaya itu akan mudah mendatangkan hasil yang nyata manakala seorang isteri dapat mewarisi jati diri suaminya. Bilamana seorang isteri merasa terpaksa dalam menerima warisnya sebagai bagian dari jati diri suaminya, banyak khazanah yang dapat dipahami seorang suami dari isterinya yang demikian tetapi tidak dapat mewujudkannya. Seorang suami mempunyai jalan lain untuk mewujudkan khazanah salah seorang isterinya, yaitu ia dapat mewujudkan khazanah bersama dengan isteri yang lain menggantikan kedudukan isteri yang tidak mau membina kewarisannya.

﴾۰۲﴿وَإِنْ أَرَدتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
Dan jika kamu ingin mengganti kedudukan (salah satu) isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (QS An-Nisaa’ : 20)

Ketika seorang laki-laki mengganti kedudukan salah seorang isterinya dengan isteri yang lain untuk mewujudkan amanahnya, ia tidak boleh mengambil harta yang telah diberikan kepada isteri yang digantikan. Semua harta yang dihasilkan dari khazanah isteri dan telah diberikan kepadanya tidak boleh diambil kembali.

Hal ini akan terasa sangat menggoda bagi seorang suami karena kebutuhan modal untuk merealisasikan dan karena dorongan perasaan lebih mencintai isteri yang mau mewarisi dirinya. Kadangkala seorang laki-laki tergoda untuk mewujudkan suatu khazanah bersama isteri lainnya dengan membuat-buat cerita yang tidak semestinya tentang isteri yang digantikan kedudukannya. Setiap orang harus berbicara dengan tepat tentang keadaan terkait semua isterinya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau lebih baik, tidak membuat kedustaan untuk memperoleh keuntungan tertentu. Ketika seseorang membuat kedustaan terhadap salah satu isterinya, maka ia telah terjebak dalam dosa.

Minggu, 10 April 2022

Pembinaan Wanita

Laki-laki merupakan penegak bagi kaum perempuan agar tegak menjadi tiang negara dalam rangka memakmurkan bumi. Untuk itu, mereka harus mendidik para isteri mereka menjadi wanita shalihah. Tanpa mendidik keshalihan para perempuan, negara akan mengalami keruntuhan karena negara tidak akan tegak tanpa tiangnya. Seberapa berhasil para laki-laki mendidik keshalihan para perempuan, sedemikianlah kemakmuran suatu negeri akan terwujud. Pada sisi lain, seberapa jauh syaitan berhasil merusak para perempuan, sedemikian pula kerusakan yang akan terjadi pada negeri tersebut.

Perempuan merupakan pembawa khazanah-khazanah kebumian dari Allah yang bermanfaat untuk pemakmuran bumi. Para laki-laki shalih akan menemukan khazanah kebumian mereka pada isteri mereka yang shalihah. Bilamana akal para laki-laki mengetahui khazanah yang tersimpan dalam diri isteri-isteri mereka yang shalihah, mereka akan menjadi pemakmur bumi dengan mengalirkan khazanah-khazanah Allah yang tersimpan pada isterinya. Manakala para isteri tidak shalihah, laki-laki yang shalih akan mengetahui khazanah mereka tetapi tidak dapat mengalirkan khazanah itu bagi umatnya. Sedangkan laki-laki yang tidak shalih mungkin tidak mengetahui khazanah yang tersimpan dalam diri isterinya.

Walaupun demikian, aspek bumi suatu bangsa akan termakmurkan manakala para perempuan mereka memperoleh keshalihan, karena kaum laki-laki akan memperoleh kesuburan bahkan bagi sekadar potensi akal yang ada pada mereka. Sebaliknya seberapapun keshalihan para laki-laki, suatu bangsa akan runtuh manakala para perempuan mereka berkhianat terhadap suami mereka. Para suami yang shalih tidak akan dapat melahirkan kemakmuran bumi bagi bangsanya tanpa isteri yang shalihah. Kadangkala keshalihan seorang suami hanya berbalik mengundang adzab Allah manakala kaum mereka mendustakan kebenaran yang disampaikan oleh orang-orang shalih, sebagaimana kaum nabi Nuh a.s atau Luth a.s.

Dalam sebuah hadits, diceritakan arti penting pembinaan para wanita.

Dari Hindun binti al-Harits al-Firasiyah bahwa Umu Salamah r.a, isteri Nabi SAW berkata, “Rasulullah SAW terjaga pada suatu malam dalam keadaan takut seraya bersabda:
سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْخَزَائِنِ؟ وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْفِتَنِ؟ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يُرِيدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّينَ؟، رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي اْلآخِرَةِ.
Mahasuci Allah. Apa yang diturunkan Allah dari al-khazain (perbendaharaan)? Dan apa pula yang diturunkan dari fitnah-fitnah? Siapa yang mengajak shahabat-shahabat kamarnya, - yang beliau SAW maksud adalah para isteri,- agar melaksanakan shalat? berapa banyak wanita yang berpakaian terhormat (kiswah) di dunia ini akan telanjang bulat di akhirat kelak.’” [HR. Al-Bukhari].

Hadits tersebut terkait dengan pembinaan keshalihan para perempuan. Para perempuan shalihan adalah pembawa khazanah Allah, dan perempuan yang berkhianat terhadap suaminya adalah pintu fitnah yang sangat besar. Setiap perempuan membawa khazanah tetapi sekaligus dapat berubah menjadi pintu fitnah bagi suatu bangsa. Rasulullah SAW sedemikian takut akan keadaan para perempuan yang dapat berubah dari pembawa khazanah Allah bagi bangsanya menjadi pintu fitnah yang sangat besar. Besarnya khazanah Allah yang diturunkan melalui perempuan shalihah itu sedemikian besar, dan besarnya fitnah yang dapat ditimbulkan perempuan berkhianat juga sedemikian besar yang menjadikan Rasulullah SAW merasa takut akan perubahan keadaan perempuan shalihah menjadi perempuan berkhianat.

Salah satu aspek yang harus dibina oleh setiap suami terhadap para isterinya adalah mengajak mereka untuk mendirikan shalat. Akan tetapi Rasulullah SAW juga menekankan tentang pentingnya aspek keberpakaian yang harus dibina. Rasulullah SAW menyampaikan pesan itu dalam bentuk pertanyaan : “Siapakah yang mengajak shahabat-shahabat kamarnya, - yang beliau SAW maksud adalah para isteri,- agar melaksanakan shalat? berapa banyak wanita yang berpakaian terhormat (kiswah) di dunia ini akan telanjang di akhirat kelak.” pesan tersebut menekankan aspek keberpakaian terkait dengan shalat. Secara tersirat, laki-laki yang mendidik perempuan untuk shalat tanpa membangun aspek keberpakaian mereka tidak tergolong sebagai orang yang mendidik mendirikan shalat.

Aspek keberpakaian dalam hadits ini merupakan hubungan keshalihan yang mesti terbangun di antara suami dan isteri. Setiap orang harus berusaha mendirikan shalat dengan membangun aspek keshalihan bersama pasangan menikah mereka. Setiap suami mesti mengajak isterinya mendirikan shalat bersamaan dengan membina keshalihan mereka bersama dirinya. Tanpa membina keshalihan isteri bersama dirinya, seorang laki-laki tidak memberikan pakaian kepada jiwa isterinya walaupun isterinya mengikuti dirinya rajin mengerjakan shalat. Seorang perempuan tidak dapat mendirikan kekhusyuan shalat secara mandiri dengan meninggalkan aspek keshalihan terhadap suaminya.

Dalam kejadian yang lebih buruk, seorang isteri mungkin merasa memperoleh rasa khusyuk melakukan shalat dengan mengikuti laki-laki lain yang hatinya tertambat padanya. Hal itu tidak menunjukkan keberpakaian seorang perempuan tetapi sebaliknya mereka akan bertelanjang bulat di akhirat kelak, walaupun mereka memperoleh rasa khusyu’ dalam shalatnya. Tidak sekadar ketelanjangan, perasaan itu sebenarnya sebuah pengkhianatan yang akan mendatangkan adzab bagi mereka bila dituruti. Perasaan yang demikian itu sangat mungkin termasuk peristiwa yang ditakutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits di atas, yaitu berubahnya khazanah Allah yang diturunkan menjadi fitnah yang melanda umat.

Shalat adalah media keterhubungan antara seorang hamba dengan Allah. Sebenarnya terdapat jarak tidak berhingga antara Allah dengan hamba yang tidak dapat dijembatani oleh apapun, tetapi Allah menurunkan jembatan penghubung itu dalam diri manusia yang tergambarkan hingga ikatan suami isteri. Hubungan dalam pernikahan merupakan turunan paling terlihat tentang washilah yang harus terbangun dalam shalat. Seorang laki-laki diberi sarana untuk terhubung kepada Allah melalui nafs wahidah dirinya, sedangkan nafs wahidah terhubung dalam Al-jamaah hingga terhubung pada Rasulullah SAW sebagai puncak washilah. Turunan hubungan demikian itu digambarkan pula dalam wujud fisik keberpasangan suami dan isteri. Seorang isteri akan mempunyai jalan terhubung kepada Allah melalui nafs-nya yang terhubung dengan nafs wahidah suaminya, dan seterusnya. Keshalihan dalam pernikahan itu menjadi indikator turunan keberhasilan mendirikan shalat, dan sebaliknya tegaknya shalat sangat ditentukan keterhubungan seseorang melalui washilahnya.

Keshalihan Perempuan

Yang disebut sebagai keshalihan perempuan adalah perasaan tenang (qanitat) dalam mengikuti dan mendukung suaminya di jalan Allah, dan menjaga hal ghaib yang dipelihara Allah dalam dirinya bagi suaminya. Kedua hal itu adalah parameter keshalihan perempuan. Tidak ada keshalihan perempuan bila salah satu dari keduanya tidak ada. Ini merupakan pakaian jiwa bagi para perempuan kelak di akhirat. Tanpa keshalihan demikian, maka perempuan akan bertelanjang kelak di akhirat walaupun di dunia tampak berpakaian.

﴾۴۳﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Kaum laki-laki itu adalah penegak bagi kaum wanita dengan apa yang Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan dengan apa yang (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang tenang (qanitat) lagi memelihara yang ghaib dalam diri dengan apa yang Allah pelihara. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS An-Nisaa’ : 34)

Keshalihan perempuan merupakan penjelas dari keshalihan laki-laki. Sebenarnya sama saja keshalihan perempuan dengan keshalihan laki-laki. Seorang perempuan terikat pada keimaman suaminya dalam rumah tangga sebagai kedudukan dirinya dalam al-arham. Setiap laki-laki sebenarnya dituntut untuk mengenal imamnya untuk mengenal kedudukan dirinya dalam jalinan al-arham, agar ia termasuk dalam golongan al-jamaah yang terhubung kepada Rasulullah SAW. Tidak ada keshalihan seorang laki-laki tanpa ketaatan kepada imamnya yang berada dalam jalinan al-arham.

Setiap orang harus berusaha membina para perempuan membentuk keshalihan. Membangun bangsa tidak dapat dilakukan tanpa membangun para perempuan. Membangun keshalihan itu harus menjangkau hati manusia, tidak hanya berwujud dalam amalan fisik. Syaitan akan benar-benar memisahkan para perempuan dari suaminya dalam berbagai cara untuk membuat fitnah bagi umatnya. Kadangkala syaitan hanya memisahkan hati seorang istri dari suaminya, sedangkan raga mereka tetap bersama suaminya, tetapi apa yang muncul dari pemisahan itu akan sama saja bernilai pengkhianatan. Diceritakan dalam sebuah riwayat, bahwa ketika Nabi Nuh a.s menaiki perahu, dan memasukkan ke dalam perahu itu berbagai makhluk secara berpasang-pasangan, tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tidak dikenal. Orang itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh a.s bertanya, “Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.” Orang tua itu adalah setan. Terpisahnya hati umat terhadap imamnya adalah perbuatan syaitan, maka demikian pula terpisahnya hati seorang isteri dari suaminya merupakan perbuatan syaitan.

Sikap tenang (qanitat) tidak akan terbangun manakala seorang perempuan bersikap sombong merendahkan suaminya. Setiap perempuan harus dibina untuk berusaha membangun sikap mencari imam dan kemudian bermakmum dengan baik kepada suaminya, tidak mengandalkan diri sendiri dalam menempuh jalan agama. Hal demikian sebenarnya berlaku pula untuk laki-laki yang harus mencari imam dalam jalinan al-arham, dan kemudian mentaatinya. Allah seringkali menurunkan petunjuk personal yang jelas dalam urusan ini karena merupakan setengah bagian dari agama seseorang. Mengingkari petunjuk demikian seringkali menyebabkan kekufuran terhadap nikmat Allah.

Kadangkala kekufuran terbangun karena sikap kesombongan berupa sikap tidak mentaati suaminya, atau berupa sikap merendahkan pasangan yang ada dalam petunjuk Allah. Sikap perempuan merendahkan laki-laki pasangannya akan menjadi penghalang dalam membangun keshalihan dalam rumah tangga. Pada masa perkenalan, sikap ini dapat menjadi penghalang seseorang untuk bisa menerima calon pasangannya. Seorang laki-laki mungkin dapat mengendalikan rasa marah karena direndahkan, tetapi perlu berpikir lebih panjang menimbang untuk menerima seseorang terkait tingkat kesulitan membina keshalihan isterinya kelak. Setiap mukmin menghendaki istri yang mudah dibina dan berkeinginan membinanya menjadi shalihah bersama dirinya.

Menjaga yang ghaib dalam diri merupakan turunan sikap menjaga tauhid. Seorang perempuan mengandung khazanah Allah yang harus dibawakan hanya bagi suaminya. Setiap laki-laki mengandung amal shalih yang telah ditetapkan dalam nafs wahidahnya, yang harus dilaksanakan untuk ibadah hanya kepada Allah. Menjaga yang ghaib dalam dirinya merupakan turunan sikap tauhid beribadah semata-mata bagi Allah. Kualitas tauhid dan ibadah setiap perempuan ditentukan oleh penjagaan dirinya bagi suaminya. Semakin tinggi ketaatan seorang perempuan pada suaminya, semakin tinggi nilai tauhid dan ibadahnya kepada Allah. Ketaatan bukanlah sekadar yang dzahir dari perempuan, tetapi juga keadaan hati seorang perempuan terhadap suaminya. Pengkhianatan seorang perempuan terhadap suaminya adalah dosa yang sangat besar.

Rasulullah SAW merasa sangat takut akan fitnah dari kesalahan mendidik para perempuan, hingga beliau pernah terbangun dari tidur dengan rasa takut karena petunjuk dalam masalah ini. Merusak perempuan dalam hal keshalihan mereka akan mendatangkan fitnah yang sangat besar bagi umat. Qadzaf terhadap seorang mukminat yang menjaga diri merupakan dosa besar yang merusak umat manusia. Demikian pula membangun sikap sombong dalam diri seorang perempuan terhadap suaminya atau terhadap laki-laki dalam petunjuk yang diturunkan Allah kepada seorang perempuan merupakan perbuatan merusak perempuan untuk menjadi perempuan shalihah. Setiap perempuan harus dibina untuk menemukan imamnya dan mentaatinya, sehingga ia dapat shalat dengan pakaian yang baik.

Terkait pembinaan perempuan, Rasulullah SAW menyampaikan pertanyaan yang harus diperhatikan umatnya. Pertanyaan tersebut terasa bersifat teguran yang keras bagi umatnya agar berpikir manakala lalai membina kaum perempuan. Di antara empat hal, tiga beliau SAW sampaikan dalam bentuk pertanyaan dan hanya satu pernyataan. Pertanyaan-pertanyaan beliau SAW adalah sebagai berikut:

1. Apakah khazanah yang akan diturunkan Allah bagi umat manusia (melalui pembinaan perempuan)?

2. Apakah yang diturunkan melalui fitnah-fitnah (manakala terjadi kesalahan pembinaan)?

3. Siapakah laki-laki yang mengajak shahabat kamarnya untuk shalat? Terkait pernyataan berikutnya, laki-laki yang tidak membina keberpakaian kaum perempuan berupa keshalihan bersama suaminya tidak termasuk orang yang mengajak mendirikan shalat.

4. Berapa banyak perempuan yang memilih terhormat di dunia ini akan telanjang di akhirat kelak (karena kesalahan membina perempuan)? Barangkali umat membiarkan kaum perempuan memilih pakaian yang terlihat terhormat (kiswah) di dunia meninggalkan pakaian mereka yang sejati hingga akhirat.


Minggu, 03 April 2022

Kalimah Thayyibah dan Contohnya

Allah memberikan permisalan bagi manusia tentang kalimah thayyibah agar manusia mudah mengingatnya dan mudah memperoleh pengajaran untuk menumbuhkan kalimah thayyibah dalam dirinya. Kalimah thayyibah dimisalkan seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap saat dengan izin tuhannya. Kalimah thayyibah ini merupakan akidah yang harus dipahami oleh setiap orang.

﴾۴۲﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
﴾۵۲﴿تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
﴾۶۲﴿وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
(24)Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,(25) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.(26)Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. (QS Ibrahim : 24-26)

Pohon thayyibah merupakan pohon yang berada di bumi dan mempunyai cabang di langit. Ini merupakan gambaran diri manusia yang memiliki aspek bumi jasadiah dan aspek langit nafs. Demikian kalimah thayyibah dalam diri manusia harus tumbuh menyatu pada dua alam dalam satu diri manusia, yaitu alam bumi jasadiahnya adan alam langit jiwanya. Kalimah thayyibah tidak tumbuh terpisah hanya berupa pengetahuan tentang alam mulkiyah saja atau pengetahuan di alam nafs saja. Tumbuhnya kalimah thayyibah dalam diri seseorang ditandai dengan tumbuhnya kesatuan pengetahuan mulkiyah dan pengetahuan malakutiyah.

Akidah bukanlah semata-mata keyakinan dalam dada. Akidah yang benar merupakan keyakinan ayat-ayat kitabullah dalam dada sekaligus terkait dengan pengetahuan ayat-ayat Allah di alam kauniyah kebumian. Seorang beriman harus menumbuhkan pengetahuan terkait dengan alam kebumian mereka berdasarkan keyakinan terhadap ayat-ayat kitabullah. Dengan cara demikian maka kalimah thayyibah akan tumbuh dalam dirinya. Kitabullah itu merupakan bagian cahaya Allah bagi jiwa yang harus dimanfaatkan untuk pertumbuhan manusia di bumi. Demikian wujud akidah bila ditinjau dari sudut kalimah thayyibah.

Bilamana seseorang mengerti kesatuan ayat-ayat kitabullah dengan alam kauniyahnya, ia akan dapat memberikan buah dirinya dengan izin Allah. Untuk memahami kesatuan ayat demikian, setiap orang harus membangun sifat-sifat baik, misalnya ridha menerima ketetapan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Kesabaran akan menjadi media untuk memahami kesatuan ayat Allah. Pohon thayyibah akan tumbuh dengan tumbuhnya sifat baik.

Studi Kasus

Ayat 102 surat Al-Baqarah dapat dijadikan satu contoh cahaya Allah yang seharusnya menumbuhkan pohon thayyibah. Ayat tersebut dapat menggambarkan kesatuan ayat alquran dengan keadaan bumi umat manusia dalam sebuah ayat yang singkat. Ayat ini menjelaskan tentang upaya para syaitan dalam mewujudkan tatanan kerajaan syaitaniah di bumi dengan memanfaatkan konsep kerajaan nabi Sulaiman a.s yang disusun dalam perspektif kafirnya para syaitan. Kerajaan nabi Sulaiman a.s bukanlah kerajaan yang kafir, hanya perspektif para syaitan yang membuat konsep kerajaan itu sedemikian kafir.

﴾۲۰۱﴿وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan atas kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidaklah kafir, hanya syaitan-syaitan-lah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya fitnah, sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka (para syaitan) mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengannya dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (para syaitan) tidak memberi mudharat dengannya (ilmu Harut Marut itu) kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka (para manusia) mempelajari sesuatu yang mendatangkan bahaya dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang membelinya, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengannya, kalau mereka mengetahui. (QSAl-Baqarah : 102)

Ayat ini sering disalahartikan bahwa inti cerita adalah tentang pengajaran sihir, bahwa yang dibacakan syaitan adalah ilmu sihir. Ini kurang tepat. Inti cerita ayat ini adalah upaya pewujudan suatu kerajaan syaitaniah. Yang dibacakan oleh para syaitan bagi kaum Yahudi adalah versi kufur kerajaan nabi Sulaiman a.s, yang hendak diwujudkan oleh para syaitan bersama para penyembahnya. Untuk mewujudkan kerajaan kufur tersebut, para syaitan mengajarkan dua hal, yaitu ilmu sihir dan ilmu Harut dan Marut yang memisahkan seorang suami dan isteri. Ilmu sihir merupakan ilmu yang dimiliki para syaitan, sedangkan Ilmu Harut dan Marut adalah ilmu pengasihan yang diturunkan Allah kepada dua malaikat Harut dan Marut sebagai fitnah bagi manusia. Para syaitan mempelajari ilmu pengasihan kepada dua malaikat tersebut kemudian mengajarkan kepada manusia untuk menimbulkan bahaya di antara manusia dengan ilmu tersebut.

Ayat tersebut berlaku secara global di muka bumi, bukan hanya untuk kaum tertentu. Dendam Iblis kepada Adam akan dilampiaskan dalam tatacara demikian. Manusia akan ditimpa dengan kesulitan yang sangat besar di bumi karena para syaitan merumuskan negara yang menguasai kehidupan mereka di bumi bersama orang-orang yang menyembah para syaitan. Para penyembah syaitan akan memiliki kerajaan yang mengatur umat manusia hingga umat manusia akan ditimpa kesulitan yang besar. Perlahan kerajaan itu mengambil bentuknya hingga kelak akan benar-benar terlihat bentuk syaitaniah dari kerajaan itu.

Benteng terbaik bagi manusia untuk mengurangi kesulitan yang menimpa mereka adalah terbentuknya keluarga yang baik. Para syaitan akan merusak seluruh sendi kehidupan umat manusia untuk melampiaskan dendam mereka kepada manusia, tetapi sendi yang paling penting dalam pengetahuan Iblis dan dalam pandangan Allah berwujud pernikahan yang baik. Allah memperingatkan umat manusia tentang jalan syaitan untuk merusak keluarga yang baik berupa ilmu dua malaikat Harut dan Marut. Manakala manusia menemukan fenomena ilmu Harut dan Marut dalam format terbaiknya, hendaknya mereka bersiaga bahwa fitnah terbesar dari para syaitan yang ada di atas ‘arsy mereka telah dekat dengan kehidupan manusia.

Pernikahan yang baik merupakan benteng terbaik untuk menghadapi fitnah syaitan. Ini adalah firman Allah yang harus dipahami setiap orang, agar mereka tidak membiarkan para syaitan leluasa untuk membuat fitnah yang besar di antara manusia. Manusia tidak boleh memutuskan perkara berdasarkan pendapat sendiri sedangkan Allah telah berfirman memberikan petunjuk. Umat manusia benar-benar akan mengalami kesulitan yang besar bilamana fitnah syaitan itu dibiarkan menjalar bebas tanpa membangun pertahanan di antara manusia berupa pernikahan yang baik, apalagi bila manusia membantu syaitan merobohkan benteng berupa pernikahan yang baik. Pernikahan yang baik harus dibangun di antara manusia.

Perintah pernikahan sangat terkait dengan terbinanya ketakwaan kepada Allah di antara manusia. Pernikahan harus dipahami secara menyeluruh dalam kesatuan perintah ketakwaan. Allah telah meletakkan jalan ketakwaan setiap manusia dalam nafs wahidah mereka, dan jalan ketakwaan itu akan dapat dikenali mereka melalui keberpasangan nafs wahidah bersama isteri-isteri mereka. Dengan membangun pernikahan yang baik, seseorang dapat menemukan jalan ketakwaan mereka yang telah diletakkan dalam nafs wahidah mereka. Disisi lain, keberpasangan dalam pernikahan itu akan mengantarkan seorang laki-laki untuk mengenal imam bagi dirinya dalam jalinan al-arham, dan dengan cara demikian seseorang dapat masuk dalam golongan ulul arham. Hal ini akan menjadi benteng pertahanan yang terbaik untuk bertahan dari fitnah syaitan.

Allah memberikan perhatian pada pernikahan sebagai benteng pertahanan manusia. Hal ini harus dipahami dalam kesatuan utuh terkait perintah pernikahan. Manusia tidak boleh memotong kesatuan perintah pernikahan berdasar keinginan sendiri, atau mengambil jalan sendiri untuk menggantikan petunjuk Allah tersebut walaupun tampak terkait. Pernikahan harus dipahami secara utuh dalam kesatuan ketakwaan. Misalnya seseorang mungkin bisa mengenal nafs wahidah dirinya tetapi kemudian meninggalkan jalan ketakwaan dengan merusak pernikahan. Suatu kaum boleh jadi memberikan perhatian sangat besar terhadap pengenalan nafs wahidah tetapi tidak mengerti kaitannya dengan jalan ketakwaan mereka, atau suatu kaum mungkin menempuh usaha mengenal nafs wahidah mereka dengan mencari jalan berdasarkan upaya mereka sendiri, melupakan kesatuan nafs wahidah melalui pernikahan dan ketakwaan untuk mencari imam. Sebagian orang mungkin berpikir mereka dapat mengupayakan sendiri kesejahteraan mereka dengan pikiran mereka sendiri. Kasus-kasus tersebut merupakan contoh terpecahnya kesatuan perintah Allah terkait pernikahan. Akan sangat sulit, atau boleh dikatakan mustahil untuk menemukan jalan ketakwaan dengan mengandalkan upaya sendiri sebagaimana contoh-contoh demikian.

Pernikahan untuk menemukan jalan ketakwaan demikian merupakan benih tegaknya bangsa melalui tiangnya, yaitu para wanita yang tegak sebagai tiang negara di bawah pimpinan suami mereka. Para suami yang shalih tidak akan dapat menegakkan urusan mereka bagi bangsanya manakala isteri-isteri mereka tidak mentaati urusan yang dijalankan suaminya. Urusan kebumian mereka hanya akan hadir bagi mereka dibawah ketaatan para isteri. Manakala isteri mereka subur, maka mereka akan mudah untuk mewujudkan amanah mereka bagi bangsanya. Bilamana isteri mereka memberontak, mereka akan kesulitan untuk memberikan buah bagi kaumnya, sehingga runtuhlah bangsa karena terpisahnya seorang isteri dari suaminya. Pernikahan yang baik itulah sasaran yang dihancurkan oleh syaitan untuk membuat fitnah yang terbesar bagi umat manusia.

Sebagai gambaran, manakala isteri tidak mentaati, seorang suami yang shalih akan dipandang selalu salah oleh kaumnya, sekalipun tidak ada yang dapat menunjukkan kesalahannya. Manakala menunjukkan hal yang terjadi, semua hanya dianggap sebagai alasan kesalahannya walaupun bisa dijelaskan dengan Alquran. Manakala melakukan amal, amal yang dilakukannya akan cenderung mudah mengalami kesalahan karena tidak berdasarkan pijakan kesepakatan dengan isterinya. Manakala mengajarkan ilmu, apa yang diajarkan hanya dianggap angan-angan. Dan bila halus perasaannya, seseorang akan melihat dunianya dijauhkan dari dirinya. Hal demikian akan sering terjadi, sedemikian hingga seorang laki-laki hampir tidak dapat menunaikan amanahnya dan memberikan buah bagi kaumnya. Maka laki-laki itu tidak akan mampu menegakkan kaumnya berdasarkan amanahnya. Fitnah demikian akan semakin intensif manakala isteri tersebut merupakan wanita yang baik, mukminat yang menjaga dirinya.

Syaitan menggunakan ilmu Harut dan Marut untuk meruntuhkan benteng manusia yang paling baik. Ilmu sihir syaitan dapat mempengaruhi manusia, tetapi tidak akan efektif bagi para mukminat yang menjaga diri mereka. Ilmu pengasihan yang diturunkan Allah kepada Harut dan Marut mempunyai efek yang berbeda. Seorang mukminat yang menjaga diri bagi suaminya akan dapat terpatahkan dengan ilmu Harut dan Marut. Dengan ilmu tersebut, syaitan akan mematahkan atau meruntuhkan tiang bangsa yang terbaik berupa mukminat yang shalihah. Dengan demikian, umat manusia akan tercerai-berai dikacaukan syaitan.

Tidak terwujudnya amanah seorang laki-laki karena keterpisahannya dengan isterinya tidak menunjukkan pohon yang buruk. Pohon yang terbentuk pada seorang laki-laki yang mengerti amanah Allah yang harus ditunaikan di bumi adalah pohon thayyibah walaupun tidak dapat terwujud dengan baik bagi bangsanya. Cahaya Allah itu telah menumbuhkan pohon yang tertanam dalam bumi berupa alam jasmani sang laki-laki sehingga kalimah itu diibaratkan sebagai pohon thayyibah, walaupun tidak terwujud bagi bangsanya. Mewujudkan cahaya Allah bagi bangsa merupakan turunan lebih lanjut dari pohon thayyibah, berupa penyatuan amanah itu bersama isterinya sehingga dapat terwujud buahnya bagi bangsanya.