Pencarian

Kamis, 29 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (19)





Membela Diri Bila ditimpa Bughat


setiap mukmin harus saling tolong menolong bilamana ada pencelakaan ditimpakan di antara mereka. Hal itu akan menjadikan orang-orang beriman menemukan kesenangan dari sisi Allah. Banyak bentuk pencelakaan terjadi pada manusia. Suatu golongan kaum mukminin dapat mencelakakan (bughat) kepada golongan mukminin lain. Orang-orang yang memperoleh pengetahuan dari kitabullah dapat menimpakan kecelakaan kepada orang berilmu lainnya. Syaitan senantiasa mengatur orang-orang kafir untuk saling menimpakan kecelakaan kepada orang lain berdasarkan kebodohan dan kekejian. Demikian pula Iblis berusaha mencelakakan umat manusia seluruhnya.


وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ﴿٣٩﴾
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka ditimpakan dengan pencelakaan mereka membela diri (QS As-Syuura : 39)

Seluruh pencelakaan itu merupakan tipu daya Iblis bagi umat manusia. Mereka menjadikan manusia mencelakakan satu sama lain melalui dorongan hawa nafsu. Sebagian saling mencelakakan dalam tingkatan jasadiah, dan sebagian mencelakakan dengan menghalangi manusia dan penyesatan dari jalan Allah, dan banyak yang mencelakakan dalam banyak aspek, baik mencelakakan secara jasadiah maupun menghalangi manusia dari kebenaran.

Umat manusia saat ini kebanyakan merasa tenang tidak merasa terancam oleh pencelakaan syaitan terhadap mereka, termasuk orang-orang beriman merasa baik-baik saja dalam kehidupan mereka. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Iblis beserta balatentara mereka selalu mengobarkan bughat bagi umat manusia agar umat manusia celaka. Sebagian dibuat celaka di dunia, sebagian dibuat celaka di akhirat dengan mengikuti langkah syaitan, sebagian dibuat celaka di akhirat sedangkan mereka dijadikan pasukan bagi syaitan untuk mencelakakan umat manusia dengan iming-iming keuntungan duniawi bagi mereka.

Bughat Para Iblis

Sebuah rencana besar telah dibuat Iblis untuk mencelakakan umat manusia. Mereka mencelakakan manusia dengan segenap upaya yang bisa mereka lakukan. Mereka melakukan usaha dengan berbagai upaya, baik upaya mereka sendiri, dan upaya dengan melibatkan umat manusia baik manusia yang sukarela terlibat maupun umat manusia yang ditipu dengan hal yang terlihat baik. Iblis mempunyai kemampuan sihir yang membuat segenap keburukan dijadikan terlihat baik di mata manusia.

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ، فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُولُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا، قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ
Dari Jabir ra, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya. (setan) yang kedudukannya paling dekat kepada Iblis adalah yang paling besar fitnahnya. Salah satu diantara mereka datang lalu berkata: 'Aku telah melakukan ini dan itu.' Iblis menjawab: 'Kau tidak melakukan apa pun.' Lalu yang lain datang dan berkata: 'Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.' Beliau SAW bersabda: "Iblis mendekatkan setan itu kepadanya lalu berkata: 'Bagus kamu. HR. Muslim no.2813

Salah satu cara Iblis untuk membuat fitnah terbesar bagi umat manusia adalah dengan memisahkan seorang laki-laki dari istrinya. Fitnah terbesar Iblis itu akan dibuat dengan cara memisahkan seorang laki-aki dari istrinya. Tidak ada fitnah dibuat syaitan yang lebih besar daripada cara itu, sebagaimana diceritakan bahwa pemimpin para Iblis itu tidak menganggap fitnah-fitnah dengan cara yang lain sebagai sesuatu yang berbobot. Hal ini dapat dimengerti bila seseorang memahami arti keberpasangan pada manusia. Barangkali tidak semua pemisahan seorang laki-laki dari istrinya merupakan bencana terbesar bagi umat manusia, walaupun tetap saja daya rusak dan fitnah dari setiap pemisahan suami istri itu besar.

Bughat Iblis di Antara Manusia

Para Iblis merencanakan bagi umat manusia sebuah negara yang menyerupai negeri Babilon di mana para manusia menyembah syaitan. Ini merupakan pembalasan atas perintah Allah kepada mereka agar bersujud kepada Adam. Mereka ingin membalas agar para manusia bersujud kepada mereka. Itu adalah sebuah kekufuran yang sangat besar yang dirumuskan oleh para syaitan, tetapi orang-orang yang mengikuti mereka mengira bahwa mereka mendirikan suatu kerajaan sebagaimana kerajaan Sulaiman a.s. Dengan bentuk negara seperti itu, mereka menimbulkan fitnah terbesar bagi umat manusia.

Pemisahan seorang suami dengan istrinya menjadi komponen kunci dalam pendirian negara sebagaimana Babilon tersebut. Para Iblis menjadikan pemisahan suami-istri sebagai segel agar umat manusia tidak mengetahui dan tidak melakukan pembelaan terhadap apa yang Iblis lakukan untuk menaklukkan umat manusia. Para Iblis mengajarkan sihir kepada umat manusia, dan mengajarkan ilmu yang diturunkan kepada dua malaikat yaitu Harut dan Marut.

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ﴿١٠٢﴾
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan atas kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir, hanya syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan, sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka (para Iblis) mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (para iblis) tidak dapat memberi mudharat dengan ilmu itu kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka (manusia) mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang membelinya, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya, kalau mereka mengetahui. (QS Al-Baqarah : 102)

Para Iblis mempelajari ilmu yang diturunkan kepada malaikat Harut dan Marut. Yang mereka pelajari adalah ilmu untuk memisahkan seorang laki-laki dari istrinya, dan ilmu itu pulalah yang diajarkan oleh para syaitan kepada manusia. Ilmu itu di tangan para Iblis tidak dapat membahayakan sedikitpun kepada umat manusia kecuali atas ijin Allah, akan tetapi menjadi berbahaya bila itu berada di tangan manusia. Oleh karena itu para Iblis mengajarkannya kepada manusia.

Ilmu itu bukanlah ilmu sihir yang dapat dirasakan kejahatannya oleh manusia. Ilmu itu adalah ilmu yang diturunkan Allah kepada dua orang malaikat sebagai fitnah bagi manusia. Allah menyediakan makar bagi manusia dalam bentuk ilmu, agar manusia mengerti keikhlasan. Tidak semua hal yang diturunkan Allah merupakan sebuah keutamaan bagi manusia, bila manusia bersikap salah terhadap pemberian Allah. Bahkan makar Allah itu dalam bentuk ilmu, agar manusia mengetahui keburukan yang tersembunyi dalam dirinya. Allah tidak berkehendak untuk mencelakakan manusia, tetapi manusia-lah yang mencelakakan diri sendiri dengan bersikap tidak tepat terhadap karunia Allah.


Bughat Syaitan Di Antara Mukminin

Tipuan syaitan itu tidak berhenti pada orang-orang umum. Tipuan itu mencapai orang-orang mukmin yang peduli dengan perintah-perintah Allah. Sebagian di antara manusia tersebut melakukan perbuatan keji dengan menggunakan ilmu-ilmu yang diturunkan kepada malaikat Harut dan Marut. Karena hal itu, sekelompok orang yang peduli dengan perintah Allah akan mengatakan bahwa perbuatan keji yang mereka lakukan adalah hal yang dilakukan bapak-bapak mereka, dan mereka mengerjakan perbuatan keji itu sebagai perintah dari Allah. Hal yang diturunkan Allah kepada malaikat Harut dan Marut itu tidak terbaca sebagai makar Allah, tetapi sebagai amr Allah.


وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴿٢٨﴾
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati bapak-bapak kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS Al-A’raaf : 28)

Perkataan itu bukanlah perkataan yang benar. Allah memerintahkan kepada manusia agar mengatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak memerintahkan perbuatan keji. Perbuatan keji itu sama sekali bukan perintah Allah, tetapi karena kelicikan syaitan dalam merencanakan tipu daya bagi manusia, menggunakan sesuatu yang diturunkan Allah kepada Malaikat.

Tipuan itu tidak terlepas dari rencana para Iblis untuk menimbulkan fitnah terbesar bagi umat manusia sebagaimana diceritakan oleh Jabir r.a dengan memisahkan seorang laki-laki dari istrinya. Kisah ini mungkin sangat terkait dengan kehidupan Imam akhir jaman. Dalam sebuah hadits diceritakan secara tersirat bahwa salah satu pernikahan sang Imam pada zaman kebangkitan Islam akan tenggelam karena kesalahan umat Islam sendiri. Tenggelamnya pernikahan itu sangat mungkin disebabkan karena tipuan syaitan demikian.


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ

Dari Tsauban, Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Allah telah melipat bumi untukku hingga aku dapat melihat timurnya serta baratnya. Sungguh kekuasaan umatku bakal meraih apa yang sudah dilipatkan untukku daripadanya, dan aku diberi dua perbendaharaan yaitu merah dan putih. Dan sungguh aku telah bermohon kepada Tuhanku untuk umatku supaya Dia tak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh dan supaya Dia tidak memberikan kuasa atas mereka kepada musuh, terkecuali karena kesalahan mereka sendiri sehingga tenggelamah harta putihnya.” (HR. Muslim No. 5144).

zaman itu akan terjadi pada saat dua harta perbendaharaan rasulullah Saw hadir. Kedua harta perbendaharaan itu adalah harta perbendaharaan merah dan harta perbendaharaan putih. Merah putih adalah pakaian bagi jiwa sang imam pada zaman tersebut. Beliau akan datang sebagai khalifatullah yang akan memberantas seluruh kejahatan tidak bersisa hingga akar-akarnya, khalifatullah yang akan diberi tugas menggantikan iblis dalam memakmurkan bumi.

Namun demikian Rasulullah SAW menyebutkan kedua warna tersebut sebagai dua harta perbendaharaan yang terpisah, tidak disebutkan sebagai satu perbendaharaan merah putih. Hal ini terkait dengan pakaian berwujud pernikahan. Beliau memiliki dua pernikahan yang masing-masing merupakan wujud perbendaharaan rasulullah Saw yang berwarna merah dan berwarna putih. Pakaian beliau yang berwarna putih akan tenggelam karena kesalahan umat islam sendiri.

Hal ini perlu disadari oleh umat Islam. Upaya fitnah terbesar dari alam syaitan berhasil meruntuhkan salah satu pertahanan berupa perbendaharaan rasulullah SAW yang berwarna putih, yang diruntuhkan sendiri oleh umat Islam. Umat Islam tidak boleh terus bertahan pada pendapat bahwa perbuatan keji itu adalah perintah Allah. Itu adalah tipuan syaitan untuk menimpakan fitnah terbesar mereka kepada seluruh umat manusia. Salah satu benteng pertahanan manusia runtuh karena perkataan itu. Sungguh Allah tidak memerintahkan untuk berbuat keji.

Berikutnya perlu disadari oleh umat Islam, bahwa para Iblis itu tentulah tidak hanya berusaha menenggelamkan satu perbendaharaan rasulullah SAW. Pasti kedua perbendaharaan itu akan diruntuhkan seluruhnya bila mereka bisa melakukannya. Umat Islam harus memperhatikan kedua harta perbendaharaan rasulullah SAW ini seluruhnya, tidak lagi tertipu oleh syaitan untuk menenggelamkan keduanya. Bahkan terhadap harta perbendaharaan putih umat islam tidak boleh merusak lebih lanjut. Harta perbendaharaan rasulullah SAW yang tenggelam itu bukanlah perbendaharaan yang hilang. Kerusakan itu mungkin hanya berimbas terhadap umat, sedangkan khazanah yang dibawa sang istri masih terbaca oleh imam. Dalam keadaan peperangan, sangatlah tidak nyaman bila umat Islam tidak mempunyai perbekalan untuk bertahan dari serangan, dan pasti akan sangat kesulitan dalam kejaran musuh-musuh Islam.

Bagi orang-orang yang mengetahui, tenggelamnya perbendaharaan putih itu adalah sebuah peristiwa yang sangat mencekam. Boleh jadi seorang ulama akan jatuh sakit bila mengetahui kenyataan ini. Hal ini tentu tidak akan dirasakan oleh umat yang menenggelamkannya, yang bahkan merasa bahwa mereka melaksanakan perintah Allah. Perbedaan ini akan membawa gesekan yang semakin keras bila permasalahan bughat dari alam syaitan ini tidak dimengerti.

Setiap jatuhnya perempuan yang menjadi istri seorang laki-laki sholeh akan membawa bencana bagi umatnya. Istri nabi Nuh dan nabi Luth a.s kufur terhadap suaminya sehingga umat nabi tersebut yang kufur ditimpa bencana. Jatuhnya seorang perempuan mukmin yang menjadi istri laki-laki shalih akan membawa bencana tidak hanya pada umat yang kufur saja, tetapi orang-orang muslim akan tertimpa masalah. Dalam kasus tenggelamnya perbendaharaan putih rasulullah SAW, umat islam akan saling menawan satu sama lain karena kesalahan yang dilakukan umat islam sendiri. Tidak ada kesalahan berarti yang dilakukan istri beliau, karena beliau merupakan bagian dari perbendaharaan rasulullah SAW. Ini terjadi semata-mata karena kesalahan umat islam sendiri yang teledor dalam syariat pernikahan.

Tidak mungkin umat yang mengetahui harus mengalah, sementara keadaan akan semakin berat akibat permasalahan yang tidak dimengerti. Setiap mukmin harus berusaha membela diri bila ditimpakan bughat terhadap mereka. Hal ini tidak berarti tidak bersabar menerima ketetapan Allah. Banyak yang akan celaka bila pembelaan diri tidak dilakukan, dan dalam hal ini fitnah yang akan ditimbulkan adalah fitnah yang terbesar dalam sejarah umat manusia. Kecelakaan yang akan ditimbulkan oleh para syaitan bukan hanya kecelakaan di dunia saja, akan tetapi banyak manusia akan celaka di dunia dan di akhirat. Mungkin seorang yang beriman pada pagi hari meninggal dalam keadaan kufur pada sore hari, dan orang yang beriman pada sore hari meninggal dalam keadaan kufur pada pagi hari.

Rabu, 28 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (17)

Musyawarah dalam Amr


Setiap orang yang beriman harus berusaha untuk menemukan jalan kembali kepada Allah berupa jalan yang lurus. Jalan itu merupakan jalan yang paling dekat yang bisa ditempuh oleh seorang manusia untuk kembali kepada Allah. Rasulullah SAW telah menyelesaikan jalan kembali kepada Allah ketika beliau melakukan mi’raj hingga ufuk yang tertinggi. Sebagaimana rasulullah SAW, setiap orang beriman memperoleh kesempatan untuk menemukan jalan yang lurus untuk kembali kepada Allah.

Menemukan jalan yang lurus (shirat al mustaqim) dapat diperoleh dengan mengenal urusan (amr) Allah yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Amr yang diturunkan kepada rasulullah SAW adalah urusan induk (amr jami’) yang menjadi sumber seluruh urusan Allah dalam penciptaan alam semesta. Tidak ada urusan Allah yang keluar dari urusan yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Dengan mengenal urusan induk (amr jami’), seseorang dapat menemukan urusan yang harus dikerjakannya di bumi, sehingga seseorang mengenal penciptaan dirinya.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿٦٢﴾

Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nuur : 62)
Ketika seorang beriman mengenal amr jami’, orang tersebut akan memasuki derajat khusus keimanan. Dirinya akan menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan rasul-Nya termasuk dalam golongan al-mukminun, yaitu orang-orang yang benar-benar beriman.

Terdapat sebuah syarat lain agar seseorang termasuk dalam golongan al-mukminun, setelah seseorang mengenal amr jami’ yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Syarat itu adalah meminta ijin kepada rasulullah SAW bila hendak meninggalkan amr jami’ untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Hanya orang-orang yang meminta ijin kepada rasulullah SAW lah yang termasuk dalam golongan orang-orang yang benar-benar beriman atau al-mukminun. Orang-orang yang mudah meninggalkan amr jami’ tanpa meminta ijin rasulullah SAW tidak termasuk dalam golongan al-mukminun walaupun mengenal amr jami’. Orang yang tidak mengetahui amr jami’ tidak termasuk dalam golongan al-mukminun.

Secara umum, orang yang mengenal amr jami’ adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh berusaha mengenal kebenaran. Ketika mengenal amr jami’, mereka merasa benar-benar menemukan sebuah kebenaran tertinggi yang mungkin dikenalnya, seolah-olah tidak ada lagi yang perlu diperjuangkan selain amr jami’ itu. Oleh karenanya, sangat sedikit orang-orang yang merasa perlu pergi meninggalkannya. Akan tetapi sebagian orang benar-benar mengalami tekanan yang berat dalam kehidupan dunia dan masalah lain hingga kadang merasa perlu meninggalkan urusannya. Bila merasa perlu meninggalkan amr jami’, seorang al-mukmin akan meminta ijin kepada rasulullah SAW untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Bila tidak muncul dalam hatinya rasa perlu meminta ijin kepada rasulullah SAW, dirinya belumlah termasuk dalam golongan al-mukminun.

Musyawarah Dan Jamaah


Manusia akan mengenal urusan induk (amr jami’) dengan baik hanya pada bagian-bagian tertentu yang menjadi bagian dirinya. Banyak bagian dari urusan induk (amr jami’) yang tidak menjadi bagian dari diri seseorang, akan tetapi ada kebaikan bila seseorang mengenal urusan tersebut. Setiap orang perlu mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya terkait dengan amr masing-masing untuk memperoleh gambaran amr yang lebih sempurna agar lebih mengenal rasulullah SAW, sehingga tingkat keimananannya semakin meningkat. Kebersamaan di antara almukminun harus membentuk sebuah musyawarah, sehingga terbentuk sebuah al-jamaah di antara al-mukminun.

Sangat penting bagi setiap orang untuk menumbuhkan dirinya di jalan Allah dan berjamaah dalam sebuah masyarakat orang beriman. Setiap orang yang tumbuh akan memberikan kekuatan terhadap langkah kebenaran. Dalam pertumbuhannya, akan dijumpai dalam kehidupan orang beriman sebuah fase dimana Allah memperkenalkan kepada dirinya baitullah dalam hatinya, mengenal bagaimana dirinya harus bersujud kepada Allah. Ini adalah keadaan dimana seseorang mengenal amr jami’, dan mengenal untuk apa dirinya diciptakan Allah. Berjamaah akan menuntun seseorang untuk lebih mudah memperoleh jalan yang benar.

Al-jamaah adalah orang yang berada dalam kebenaran. Al-jamaah adalah penyatuan urusan seseorang atau urusan kumpulan manusia terhadap amr jami’ yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Demikian tujuannya, syura harus dilakukan dengan memperhatikan amr Allah sebagai asas berjamaah, tidak mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan amr Allah. Seringkali keberjamaahan tidak bergantung pada banyaknya jumlah orang yang bersepakat, terutama di jaman modern ketika kegelapan lebih tampak daripada kebenaran. Satu orang yang mengenal dan berbuat sesuai dengan amr rasulullah SAW adalah jamaah, walaupun berselisih dengan orang lainnya.



لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ ۖ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ ۚ وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ إِنَّكَ لَعَلَىٰ هُدًى مُسْتَقِيمٍ ﴿٦٧﴾



Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan sembelihan tertentu yang harus mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka menyelisihi kamu dalam urusan (amr Allah) dan serulah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada petunjuk yang lurus. (QS Al-Hajj : 67)

 

Tidak boleh ada perbantahan pada amr yang merupakan bagian dari amr jami’. Syura bukanlah medan perdebatan tentang kebenaran, tetapi tempat untuk mengenal satu mukmin dengan mukmin yang lain. Dengan pengenalan satu dengan yang lain, akan terlihat jalan yang harus ditempuh secara lebih jelas oleh masing-masing orang dalam jamaah yang mencari jalan ubudiyahnya kepada Allah. Jalan ini tidak akan terlihat oleh orang-orang yang masih memiliki kecenderungan mengingkari kebenaran karena hawa nafsunya, atau orang-orang yang ingin mencari kedudukan di antara manusia.

Sebaliknya, tidak ada seorang yang mengenal amr jami’ dengan benar yang bermaksud bermegahan di antara manusia. Tidak boleh membantah amr itu adalah perintah Allah agar manusia menerima kebenaran. Jika seseorang mengenal amr jami’ mengikuti syura dan memberikan pandangannya, sikap itu terlahir dari kasih sayangnya dan keinginannya bersama-sama dalam jamaah menuju Allah, bukan keinginan untuk dipandang hebat oleh manusia. Bila menghindari syura, dirinya menghindarkan amr jami’ itu diremehkan atau diperbantahkan. Kadangkala itu merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukannya. Perlu kematangan tertentu bagi manusia umumnya untuk dapat menyertakan seseorang yang mengenal amr jami’ dalam syura. Sebaliknya, setiap orang yang mengenal amr jami’ sebenarnya selalu berusaha mencari cara untuk menyampaikan amr itu bila memungkinkan, dan akan tampak selalu menyeru untuk kembali kepada Allah.

Sebuah forum perbincangan tidaklah selalu membentuk musyawarah. Musyawarah adalah perbincangan tentang urusan yang maslahat bagi umat. Dalam hal itu, urusan yang tertinggi adalah amr jami’. Semakin dekat sebuah urusan dengan amr jami’, semakin tinggi maslahat urusan itu bagi jamaah tersebut. Bila sebuah urusan yang paling dekat dengan amr jami’ disingkirkan dari suatu forum perbincangan, atau diperdebatkan, atau diremehkan, maka tidak ada manfaat pada forum perbincangan itu. Forum itu hanyalah senda gurau dan permainan alam dunia bagi orang yang mengenal amr jami’.

Orang yang mengenal amr jami’ adalah orang yang melihat jalannya menuju Allah. Dirinya mengetahui jalannya menuju Allah, baik telah mi’raj ruhaninya kepada rabb-nya ataupun belum. Kadangkala telah diperlihatkan jalan seseorang kepada Allah walaupun banyak kekurangan dalam dirinya. Kekurangan itu harus diperbaiki dalam perjalanannya lebih lanjut. Dirinya juga akan dibuat mengenal Allah dengan pengenalannya terhadap amr jami’ walaupun belum mi’raj ruhaninya. Ketika seseorang mengenal urusan yang dikalungkan kepada jiwanya, dirinya akan mengenal jiwanya, dan dengan mengenal jiwanya dia akan dibuat mengenal rabb-nya.

Dengan keadaan seperti itu, diperintahkan kepadanya untuk menyeru manusia untuk kembali kepada rabb-nya. Sebenarnya seruan itu hanya seruan untuk mengikutii rasulullah SAW, tidak akan lebih dari itu, akan tetapi seruan yang dilakukannya berdasarkan pengetahuan yang benar. Tidak ada seruan yang benar bila bertentangan dengan Alquran dan sunnah rasulullah SAW, dan tidak akan jelas kebenaran seruan itu bilamana orang tersebut tidak mengenal amr jami’. Mungkin seruan seseorang dilakukan berdasar ayat-ayat alquran, akan tetapi ayat tersebut tidak benar-benar dipahami. Alquran memerintahkan orang yang mengenal amr jami’ untuk menyeru manusia kepada Allah.

Orang yang mengenal amr jami’ benar-benar berada dalam petunjuk yang lurus. Hal ini akan dapat dibuktikan dengan ketakjubannya terhadap Alquran, dimana alquran akan terlihat baginya sebagai ungkapan yang paling fasih. Hal ini dapat menghilangkan keraguan dalam hatinya tentang kebenaran petunjuk itu. Seluruh pengetahuan yang berupa petunjuk itu tidak akan lebih sedikitpun dari alquran, dan bahkan alquran jauh lebih sempurna menjelaskan daripada pengetahuannya. Seringkali pengetahuan dari Alquran bertambah semakin banyak ketika dirinya mengubah sedikit sudut pandang terhadap masalah. Alquran menjadi sumber pengetahuan yang luar biasa. Itu adalah ciri seseorang yang berada di atas petunjuk yang lurus. Dengan petunjuk yang lurus itulah seseorang harus melangkah menuju Allah dan menyeru orang lain mengikutinya.

Kamis, 22 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (16)



Musyawarah Dalam Urusan Bersama


Salah satu langkah untuk memperoleh kesenangan di sisi Allah adalah memusyawarahkan urusan di antara masyarakat. Manusia hidup di dalam suatu komunitas yang majemuk, di mana anggota setiap komunitas mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kehidupan setiap orang akan menjadi baik bilamana setiap orang memberikan kelebihan dirinya bagi yang lain dan menerima kelebihan orang lain bagi dirinya. Harus terbentuk sistem kebersamaan yang membuat masyarakat dapat saling berbagi di antara mereka. Tanpa hal itu, kehidupan masyarakat akan terasa sulit.


وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿٣٨﴾

Dan (bagi) orang-orang yang menjawab seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka dimusyawaratkan antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS As-Syuura : 38)

Sebuah masyarakat akan hidup sejahtera bilamana setiap pihak berhasil menemukan dan memberikan kelebihan yang ada dalam diri mereka untuk dimanfaatkan oleh pihak yang lain, sedangkan mereka juga dapat menerima manfaat kelebihan yang diberikan oleh pihak-pihak yang lain. Itu adalah sebuah sistem musyawarat yang seharusnya dijalankan oleh masyarakat, dan hal itu merupakan modal terbesar yang dimiliki suatu masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama-sama.

Di jaman modern ini, modal itu saat ini seperti menguap tergantikan oleh sistem kapitalistik dengan paradigma yang samasekali berseberangan dengan musyawarah. Modal musyawarah berupa kebersamaan masyarakat tergantikan dengan modal materialistik yang harus dikumpulkan berebutan dengan pihak yang lain. Seluruh lapisan masyarakat kemudian harus terikat dalam sistem ribawi, seolah-olah tanpa celah untuk lepas dari sistem tersebut. Dalam sistem kapitalistik, setiap pihak secara tidak sadar justru dituntut untuk menjadi parasit bagi pihak yang lain, mengumpulkan sebesar-besarnya kemanfaatan bagi pihaknya sendiri. Dalam sistem musyawarah, nilai setiap pihak ditentukan oleh seberapa besar kemanfaatan yang diberikan oleh para pihak, sedangkan sistem kapitalistik menilai seberapa besar kemanfaatan yang bisa diraup oleh masing-masing pihak.

Musyawarah seharusnya tidak hanya berhenti pada tingkat pembicaraan, tetapi harus mencapai tingkatan usaha-usaha pemakmuran bersama secara praktis, massif dan terstruktur. Sebagai pijakan awal untuk mencapai keadaan itu, hubungan antar anggota masyarakat harus terbentuk dengan baik, dan anggota masyarakat memahami bahwa mereka mempunyai tujuan bersama. Hal ini tidak akan terbentuk bilamana masyarakat terjerumus dalam akhlak yang buruk. Setiap anggota masyarakat harus dibina untuk memperoleh akhlak yang baik, membentuk hubungan masyarakat yang baik untuk suatu tujuan bersama.

Mengerjakan Urusan Rasulullah SAW


Masalah sebuah bangsa seringkali harus diselesaikan berdasarkan amr Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba yang dikehendaki. Amr tersebut merupakan bagian dari Amr yang diturunkan kepada rasulullah SAW, tidak keluar darinya. Ketika amr Allah turun kepada seorang hamba, tidak boleh ada yang membantah amr itu, karena sesungguhnya amr Allah itu diturunkan sebagai petunjuk yang lurus. Dengan amr itu, hendaknya seseorang menyeru bangsanya untuk kembali kepada Allah, mengikuti rasulullah SAW.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿٦٢﴾

 

Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nuur : 62)

Sangat banyak urusan yang dilakukan oleh para manusia. Sebagian mengerjakan urusan mereka sendiri, sebagian mengerjakan urusan yang menjadi tujuan kelompok tertentu, dan sedikit orang benar-benar mencari dan mengenal urusan yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Orang yang mengenal urusan rasulullah SAW itu disebut sebagai Al-mukminun atau mukmin yang sebenarnya. Al-Mukminun adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, dan mengerjakan urusan rasulullah SAW dan tidak meninggalkan urusan itu untuk kepentingan diri kecuali atas ijin rasulullah SAW.

Ada sebuah standar baru yang ditetapkan bagi seseorang ketika mencapai derajat al-mukminun, yaitu dalam masalah memenuhi kebutuhan diri. Orang-orang tidak beriman dibiarkan bebas mencari kebutuhan dan kekayaan di bumi, dan seluruh usahanya akan dibalas dengan segera dalam kehidupannya di bumi tanpa dikurangi sedikitpun, tanpa sebuah pengaturan sebagai hamba. Seorang yang berserah diri akan memperoleh pengaturan Allah dalam usahanya di bumi sebagai bentuk pengajaran kepada dirinya. Sedangkan bagi seorang yang memasuki derajat al-mukminuun, untuk memenuhi kebutuhannya, dirinya harus mendapatkan ijin dari rasulullah SAW. Boleh jadi rasulullah SAW mengijinkannya, boleh jadi tidak mengijinkannya. Beliau mengetahui siapa yang kuat dalam menegakkan amr Allah bersama beliau SAW, dan siapa yang kurang kuat dalam perjuangan bersama-sama beliau.

Dengan mengenal dan menegakkan amr Allah itu, seorang hamba dapat menyeru umatnya untuk menyatu bersama perjuangan rasulullah SAW. Tidak ada amr Allah yang benar bila tidak selaras dengan alquran atau tidak bertujuan untuk menyatu bersama perjuangan rasulullah SAW. Bila seseorang melihat dengan pasti bahwa amr yang turun kepada seorang hamba adalah selaras dengan alquran dan menyatu dengan sunnah rasulullah SAW, maka wajib bagi orang itu untuk tidak membantah atau mendebat sedikitpun.

Sebagian orang mengatakan bahwa mereka mengerjakan urusan Allah, padahal itu sama sekali bukan urusan dari Allah. Ada sebuah kerancuan dalam kehidupan yang membuat mereka mengira bahwa mereka mengerjakan urusan Allah, bahkan hingga perbuatan keji yang diperbuat dikatakan sebagai urusan Allah. Hal ini sangat mengherankan, bahwa orang-orang yang terbiasa dengan urusan Allah mengatakan perbuatan keji sebagai urusan Allah. Itu adalah tipuan dari Iblis.


وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢٨﴾



Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati bapak-bapak kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh perbuatan yang keji". Apakah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS Al-a’raaf : 28)

Sembelihan Umat dan Musyawarah


Tidak mudah untuk merealisasikan sebuah tatanan masyarakat berdasarkan sistem musyawarah. Seringkali terjadi musyawarah hanya menjadi slogan dan kamuflase yang digunakan untuk kepentingan kapitalistik pihak tertentu. Komunisme menjadi contoh terbesar sistem musyawarah yang dijadikan kamuflase oleh pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat. Masyarakat dibuat chaos berdasarkan dogma-dogma komunal yang tampak menguntungkan bagi kebersamaan bermasyarakat, akan tetapi hasilnya sama sekali terbalik dari yang diharapkan. Pihak-pihak yang menemukan hal terbaik dalam dirinya yang dapat disumbangkan bagi kemakmuran masyarakat harus tereliminasi keberadaannya, menyisakan massa bodoh yang dibuat kacau demi kepentingan segelintir elit yang menghisap keuntungan dari massa bodoh yang mereka pimpin.

Ketika komunisme tersisih dari masyarakat, kelompok parasit tersebut bersembunyi dalam bermacam-macam wajah lain, di antaranya berupa wajah demokrasi. Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih sendiri para pemimpin mereka, tetapi para pemimpin yang dipersiapkan sebenarnya memperjuangkan kepentingan para kapitalis. Bila keadaan masyarakat sangat buruk, kelompok parasit tersebut bahkan dapat menyediakan pemimpin yang mau menjual masyarakatnya sendiri demi keuntungan pribadi dan kepentingan kelompok parasit yang membiayai mereka.

Buruknya pemimpin yang diangkat bagi masyarakat merupakan cermin buruknya keadaan masyarakat. Hal ini harus disadari oleh masyarakat, bahwa ada keburukan yang harus diperbaiki, dan sangat mungkin keburukan itu adalah keburukan mereka sendiri. Seringkali fenomena keburukan merupakan symptom yang menunjukkan adanya keburukan serupa pada tingkatan lebih esensial menyangkut diri sendiri. Ada keburukan yang lebih fundamental daripada fenomena keburukan yang tampak. Hal ini seharusnya dipahami kaum agamawan yang mengerti ajaran agama, bersama dengan seluruh anggota masyarakat. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin tinggi tanggung jawab dalam terjadinya kekacauan masyarakat.

Untuk memperbaiki keadaan umat yang rusak, ada sebuah sembelihan yang harus dilakukan. Objek sembelihan ini seringkali berupa zona nyaman yang menghalangi perbaikan masyarakat. Bentuk sembelihan itu harus ditemukan, dan kemudian dilaksanakan penyembelihan sebagai sebuah syarat untuk terjadinya perbaikan di masyarakat. Tidak ada perbaikan masyarakat yang akan terjadi bilamana setiap pihak terus mempertahankan kedudukan nyaman sesuai waham masing-masing, padahal Allah telah menunjukkan suatu urusan yang harus diperbaiki.




لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ ۖ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ ۚ وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ إِنَّكَ لَعَلَىٰ هُدًى مُسْتَقِيمٍ ﴿٦٧﴾



Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan sembelihan tertentu yang harus mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (amr Allah) dan serulah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada petunjuk yang lurus. (QS Al-Hajj : 67)

Seorang kandidat presiden tanpa memiliki isteri boleh jadi mengungkapkan karakter masyarakat yang seolah mengabaikan fungsi pernikahan. Seorang istri merupakan pintu bagi seorang laki-laki untuk memasuki urusan keumatannnya. Secara agama, akan sulit bagi seorang laki-laki tanpa isteri untuk memperoleh atau menjalankan fungsi keumatannya. Walaupun kapabilitas seseorang tampak jauh lebih menonjol daripada kompetitor, tanpa seorang isteri orang tersebut akan sulit untuk menggapai umatnya, dan sulit bersaing dengan lawannya. Perlu perbaikan cara pandang yang menyeluruh tentang pernikahan di masyarakat.

Secara khusus, tampak perpisahan tersebut tidak natural, ada upaya dari pihak lain untuk memisahkan seorang laki-laki dari istrinya. Hal ini mengungkapkan ada fenomena lain terkait pernikahan yang harus diperbaiki, yaitu adanya upaya pemisahan pernikahan secara sengaja oleh orang lain tanpa ada keinginan dari salah satu pihak yang menikah. Ini adalah fenomena yang harus dibenahi.

Pemimpin terpilih yang tidak disukai merupakan indikasi kegagalan dalam fungsi pembinaan. Sebuah bangsa semestinya melakukan pembinaan dengan sebaik-baiknya hingga terlahirkan para pemimpin yang handal pada setiap bidang. Terpilihnya pemimpin tertinggi yang tidak disukai masyarakat menunjukkan adanya kegagalan secara fundamental dalam pembinaan bangsa. Para pemimpin setiap bidang yang seharusnya terlahirkan mungkin terdzalimi harus tersingkir dari bidang masing-masing.

Semua fenomena itu boleh jadi bersumber dari satu hal utama yang harus diatasi. Para pemimpin Iblis yang berada di atas ‘arsy mereka membuat makar bagi manusia dengan memisahkan seorang laki-laki dari para istrinya (dan jodohnya) untuk menimbulkan fitnah terbesar bagi manusia. Umat manusia harus memperbaiki kualitas pernikahan mereka agar syaitan tidak dapat memisahkan mereka dari istrinya. Seseorang tidak boleh turut serta dalam memperburuk pernikahan atau perjodohan sepasang-pun manusia. Seorang suami tidak boleh diburuk-burukkan di mata istrinya, dan sebaliknya.

Sepasang suami istri tidak boleh dipisahkan kecuali atas kemauan pasangan itu sendiri. Orang tua atau para wali tidak berhak memisahkan pasangan suami istri. Seorang laki-laki tidak boleh sama sekali masuk dalam ikatan pernikahan orang lain karena itu akan merusak masyarakat. Hal ini merupakan sebuah dosa besar yang akan menimbulkan kebingungan di masyarakat, sehingga masyarakat terbingungkan untuk mencari kebenaran kecuali masyarakat benar-benar berpegang pada perintah Allah. Alquran menggunakan kalimat yang secara kuat mengungkapkan adanya kebingungan dalam kasus demikian : “apakah engkau mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS Al-A’raaf : 28). Seolah-olah alquran pun bingung menentukan keadaan, padahal itu adalah ungkapan yang paling tepat bagi masyarakat yang mengalami keadaan demikian. Ini adalah hasil makar dari Iblis yang di atas ‘arsy mereka.

Kualitas pernikahan tidak hanya ditentukan dalam pernikahan. Proses sebelum pernikahan sangat mempengaruhi kualitas pernikahan seseorang. Hal seperti ini tidak boleh dirusakkan. Bahkan proses ini seringkali terkait dengan jati diri seseorang yang paling asasi sejak awal penciptaannya. Seseorang diciptakan secara berpasangan sejak awal penciptaan jiwanya, bukan dalam penciptaan jasadnya yang baru. Perjodohan ini dapat membawa seseorang pada pengenalan yang terbaik kepada Allah, melampaui pengenalannya kepada Allah melalui amal-amal shalih dan lainnya. Merusak perjodohan semacam ini akan menggagalkan kesempatan makhluk mencapai pengenalan yang terbaik kepada Allah. Kadang seorang manusia secara ringan berkata sesuatu yang meruntuhkan hubungan laki-laki dan perempuan yang berjodoh dengan sangat baik. Demikian pula seorang laki-laki hendaknya tidak boleh berusaha menjalin ikatan dengan seorang perempuan bilamana laki-laki lain telah mendahuluinya berusaha menjalin ikatan pernikahan dengan perempuan itu, hingga perempuan itu diketahui telah menjawab tidak terhadap usaha laki-laki lain itu.

Keadaan bangsa ini ditunjukkan Allah kepada masyarakat, dan perlu ketulusan masyarakat untuk membaca keadaan secara jujur. Pembacaan secara jujur akan menuntun umat untuk menemukan sembelihan yang harus dilakukan, hingga mungkin setiap orang mengerti sembelihan apa yang harus dilakukannya bagi bangsanya. Seorang pemimpin mungkin harus mempersiapkan pendamping atau malah penggantinya yang terbaik, memberinya mandat yang cukup sesuai keadaannya, mempersiapkan jiwanya dan raganya untuk berjuang bagi bangsanya. Mungkin demikian itu sembelihan baginya. Alih-alihh, seorang pemimpin mungkin akan berusaha menggenggam erat kekuasaannya, padahal kepemimpinannya buruk. Seorang perempuan barangkali menemukan sembelihannya dengan harus menerima suaminya melakukan ta’addud untuk memperkuat kedudukannya dalam agama, sedangkan keinginannya adalah menjadi satu-satunya isteri bagi suaminya. Setiap orang dapat menemukan sembelihannya untuk bangsanya, sembelihan yang bersesuaian dengan masalah bangsanya. Tanpa sembelihan itu, sebuah bangsa mungkin akan terjebak dalam upaya penyelesaian permasalahan yang tidak efektif.


Selasa, 13 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (15)


Menegakkan Shalat (2)

Memelihara Amanat


Ada sebuah fase yang sangat penting dalam kehidupan seseorang yang menjadi tanda bahwa perjalanan kembali menuju Allah berada pada jalan yang benar. Fase itu adalah pengenalan jati diri sebagaimana yang telah ditetapkan Allah bagi dirinya sebelum kelahirannya ke bumi. Dengan pengenalan jati diri tersebut, seseorang akan mengenal amal-amal yang harus dilaksanakannya sebagai ibadahnya kepada Allah. Amal itu adalah amal yang ditetapkan sebelum kelahirannya, yang akan menjadi amal shalih bagi dirinya. Amal itu adalah amanah Allah yang dikalungkan bagi dirinya. Melaksanakan amal-amal itu adalah shirat al mustaqim yang harus ditempuhnya.


وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا﴿١٣﴾



Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (QS al-Israa’ : 13)


Dalam kehidupan di dunia, ada amal-amal perbuatan yang telah ditetapkan bagi setiap manusia. Tidak setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah amal-amal yang telah ditentukan Allah. Ada manusia-manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat yang justru bertentangan dengan amal-amal yang telah ditetapkan baginya, ada yang melakukan perbuatan hanya berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, sebagian mengerjakan amal untuk kebaikan masyarakat, dan sebagian mengerjakan amal yang telah ditentukan Allah bagi dirinya. Setiap orang mengerjakan amal dengan keadaan masing-masing.

Amal yang telah ditentukan Allah itu adalah amanah. Pelaksanaan amanah-amanah itu akan menjadikan akal seseorang tumbuh dengan baik untuk memahami kehendak Allah. Amanah-amanah itu adalah amal-amal yang akan membukakan kitab diri seseorang. Kitab diri itu akan membukakan khazanah Allah kepada seseorang melalui khazanah yang tersimpan di dalam dirinya. Kitab diri itu merupakan bagian dari alquran yang diperuntukkan bagi seseorang.

Bentuk pengenalan jati diri bukanlah sebuah pengenalan yang berfokus tentang diri sendiri. Pengenalan jati diri adalah mengenal kedudukan diri sendiri dalam perjuangan kebenaran secara universal. Puncak pengenalan diri adalah musyahadah bahwa tiada Ilah selain Allah, dan bahwasanya Muhammad SAW adalah rasulullah. Itu adalah segel bagi setiap orang dalam mengenal jati dirinya. Hal terpenting dalam pengenalan diri adalah mengenal dengan sungguh-sungguh rasulullah SAW dan perjuangannya. Persaksian ini akan menjadikan pengenalan diri seseorang menjadi teguh. Tanpa persaksian ini, seseorang sebenarnya tidak terlalu teguh dalam pengenalan diri, karena iblis pun sebenarnya menginginkan menghantarkan adam kepada pohon khuldi.

Tidak ada amanah yang terbuka tanpa berkaitan dengan alquran. Ada orang-orang yang berusaha menemukan jati dirinya dengan berusaha keras mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Itu adalah usaha yang sulit untuk dilakukan, sebagaimana sulitnya menemukan jejak ikan di air yang mengalir. Ada jejak ikan di air, tetapi sulit untuk menemukannya. Dan sebenarnya bila metode itu saja yang dilakukan, hal itu akan berbahaya. Iblis besar telah bersumpah di hadapan Allah bahwa dirinya akan duduk bagi manusia di shirat al mustaqim.

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan duduk bagi mereka dari jalan Engkau yang lurus, (QS Al-A’raaf : 16)


Metode yang lebih mudah dan aman dilakukan seseorang untuk mengenali amanah bagi dirinya adalah menemukan bagian-bagian alquran yang diperuntukkan bagi dirinya. Sebenarnya Allah menurunkan satu buah urusan besar bagi seluruh makhluk-Nya, dan urusan besar itu kemudian dibagi-bagi dalam setiap zaman sedemikian sehingga setiap manusia memiliki bagian dalam urusan itu. Urusan besar itu adalah pengutusan nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya. Dengan memahami urusan rasulullah SAW di zaman modern kehidupannya, seseorang dapat menemukan bagian dirinya dalam perjuangan rasulullah SAW melalui bagian alquran bagi dirinya.


Ketika memperoleh bagian dalam perjuangan rasulullah SAW, seseorang akan menjadi saksi yang benar tentang Allah, dan bahwa Muhammad SAW adalah rasulullah. Lebih lanjut, seringkali seseorang yang hidup di zaman modern menemukan silsilah dirinya menuju rasulullah SAW. Itu adalah pengenalan jati diri yang lebih kuat, mengetahui secara lebih terinci silsilah perjuangan kehidupannya dalam perjuangan rasulullah SAW, hingga dikatakan dirinya mengenal Allah. Seorang ulama besar yang hidup di jaman modern menuliskan dalam sastranya: Sira jejer pandhita kang wineca ruhun (engkau bersanding dengan pandhita yang telah diceritakan dahulu). (JR Dandanggula 11, 111081). Ini adalah bentuk pengenalan diri dalam tingkatan yang lebih kuat, mengetahui secara rinci silsilah jihad dirinya dalam menolong perjuangan rasulullah SAW hingga pemahamannya mencapai konteks kehidupan dirinya di zaman modern.


Mewujudkan Amanah dan Khusyu’ Dalam Shalat

Setiap orang dituntut untuk menunaikan amanah-amanah yang ditetapkan Allah baginya. Pelaksanaan amanah itu akan memperkuat akalnya, dan membukakan kitab dirinya sehingga dirinya lebih mengenal asma Allah yang hendak Dia perkenalkan. Keadaan ini akan memperkuat kekhusyu’an seseorang dalam shalatnya.

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ﴿٨﴾

 

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat-nya dan janjinya.(QS Al-Mu’minuun : 8)


Pelaksanaan amanah ini adalah amal shalih yang sebenarnya. Ketika sampai pada fase pengenalan jati diri, seorang laki-laki akan mengenal kedudukan dirinya dalam perjuangan rasulullah SAW. Itu adalah pengenalan diri secara umum. Fungsi penciptaan dirinya akan ditemukannya, berupa sumber pengetahuan yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan umatnya. Selain sumber pengetahuan, dirinya akan melihat manusia yang dijadikan sebagai umatnya, dan mengenal istri-istrinya. Itu adalah satu kesatuan pengenalan diri seseorang. Hal ini dikisahkan oleh Musa ketika tiba di sumber air negeri Madyan. Musa melihat umatnya berebut mengambil air dari sumber air, dan Musa melihat dua perempuan.

Dua perempuan itu adalah pasangan yang menjadi pintu seorang laki-laki untuk melaksanakan amal shalih bagi umatnya. Tanpa perempuan itu, seorang laki-laki berstatus sebagai orang asing bagi umatnya, sebagaimana Musa adalah orang asing bagi negeri Madyan. Amal shalih yang dilakukannya tidak akan efektif memberikan pengaruh kepada umat.

Efektifitas amal shalih seorang laki-laki tergantung pada kualitas hubungan jiwanya dengan istrinya. Seorang istri adalah tiang bagi tegaknya sebuah negeri. Tanpa wanita yang shalihah, sebuah negeri akan runtuh walaupun banyak laki-laki shalih di dalamnya. Keshalihan para laki-laki itu harus mengalir melalui jiwa para istri yang shalihah.

Jiwa seorang perempuan shalihah itu ibarat rahim yang mampu melahirkan jati diri suaminya ke alam dunia. Di dalam jiwa seorang perempuan ada suatu hal ghaib yang dijaga Allah untuk diberikan hanya bagi suaminya. Keshalihan seorang perempuan ditentukan oleh penjagaan dirinya tentang hal ghaib ini, yang harus dijaga hanya untuk suaminya saja. Selain itu, hal lain yang menentukan keshalihan seorang perempuan adalah sifat tenang dan patuh (qanitat) dalam mengikuti suaminya.



الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚا﴿٣٤﴾

 

Kaum laki-laki itu adalah penegak bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang saleh, ialah yang tenang (qanitat) lagi memelihara yang ghaib dengan yang Allah pelihara (QS An-Nisaa’ : 34).

 

Sebagai penjagaan Allah terhadap hal ghaib ini, Allah memberikan pagar penjagaan bagi manusia dalam bentuk menjaga pandangannya dan menjaga farji yang ada di alam jasadiah. Sebagian pandangan dibolehkan dan sebagian pandangan tidak boleh dilakukan, sedangkan menjaga farji mutlak harus dilakukan kecuali terhadap istri-istri dan para budak yang dimiliki. Mengumbar farji di alam jasadiah merupakan perbuatan yang melampaui batas, dan merupakan perbuatan buruk dan keji. Hal ini merupakan pagar luar yang tidak boleh dilewati agar hal ghaib yang harus dijaga dalam diri seorang perempuan dapat tetap terjaga bagi suaminya. Menjaga hal ghaib yang harus dijaga ini merupakan hal yang lebih esensial dari menjaga farji, terkait kualitas dan kelurusan ibadahnya kepada Allah.

Setiap perempuan harus menjaga apa yang ghaib pada dirinya dari laki-laki selain suaminya. Hal ghaib itu hanya diperuntukkan bagi suaminya. Bila seorang perempuan menyerahkan ini pada selain suaminya, maka dirinya harus siap untuk hidup miskin dan merana. Hal ghaib itu merupakan pondasi jalan rezeki yang thayib bagi suami isteri dan dan pondasi rasa cinta. Selain miskin, seringkali seorang perempuan yang kehilangan hal ghaib itu merasa tidak dicintai suaminya dan merasa ditinggalkan. Perempuan itu harus berusaha mengerti keadaan mereka, terutama dirinya sendiri, bahwa belum tentu suaminya bersikap demikian. Dirinya tidak perlu menjadi petualang atau pengemis cinta kepada laki-laki lain, karena masalah itu tidak akan terselesaikan, kecuali syaitan menutupi masalahnya.

Dalam hal ini, seorang suami mungkin sebenarnya melihat kehadiran citra laki-laki lain dalam diri istri. Laki-laki itu adalah yang mengambil hal ghaib dalam diri istrinya. Hal ini justru sering muncul ketika membicarakan yang serius menyangkut arah kehidupan yang baik, ketika seorang suami merasa perlu mencari citra dirinya dalam diri istrinya. Mungkin hal ini tidak disadari oleh perempuan, dan bahwa sebenar-benarnya tidak ada keinginan sedikitpun perempuan itu untuk menyeleweng. Itu hanya karena hal ghaib itu tidak terjaga. Bagi suami, tidak mudah untuk mengatasi prasangka buruk, rasa kecewa dan rasa marah yang muncul bila peristiwa itu terjadi. Dorongan dalam diri suami untuk membuat pertengkaran mempermasaahkan perkara itu sangat besar. Seringkali seorang suami hanya mampu menahan rasa marahnya, dan mengambil keputusan tidak berdasarkan pembicaraan mereka. Hanya untuk tindakan itu seorang seorang suami perlu pengendalian diri yang sangat kuat. Hal seperti ini tidak menunjukkan suaminya tidak mencintai atau meninggalkan istrinya. Seringkali perasaan tidak dicintai pada perempuan demikian karena pondasi cinta dalam dirinya telah diserahkan pada laki-laki lain.

Seorang perempuan akan kehilangan jalan keshalihannya bila kehilangan hal ghaib itu. Dirinya tidak akan dapat shalat khusyu’ di jalan yang benar. Perempuan demikian hanya akan dapat shalat secara khusyu’ mengikuti laki-laki yang diberi hal ghaib dirinya. Hal itu bukanlah sebuah keshalihan, dan perempuan itu harus berusaha untuk kembali kepada suaminya sebagai jalan ibadahnya kepada Allah. Dirinya harus berusaha menumbuhkan cinta dari pondasinya. Mungkin ini jalan yang sangat berat, dan mungkin tidak tercapai dalam kehidupan di bumi, tetapi kelak di alam selanjutnya kehidupannya akan jauh lebih mudah. Keshalihan yang salah semacam itu tidak memberikan manfaat. Sebenarnya Allah tidak membutuhkan ibadahnya. Bila perempuan mencari keshalihan dengan cara demikian, sebuah bangsa akan runtuh, karena potensi bangsa yang ada pada diri laki-laki akan tenggelam tidak dapat diwujudkan di negerinya.

Hal ghaib pada perempuan itu adalah rahim yang melahirkan potensi dan jati diri seorang suami ke alam dunia. Seorang yang mengetahui jati dirinya tidak akan dapat mewujudkan amanahnya sendirian tanpa seorang istri yang memahaminya. Dalam hal membangun kekhusyu’an shalat, suaminya akan mengalami kendala bila tidak mendapatkan hal ghaib itu dari istrinya. Mungkin Allah memberikan karunia yang besar bagi seorang laki-laki, tetapi tidak memberi kekhusyu’an dalam shalat bila hal ghaib pada istrinya tidak mereka temukan. Kebersamaan seorang laki-laki dengan istri dan umatnya sangat penting terbangun sebagai modal seseorang untuk menghadap Allah. Ketika Musa a.s mendahului umatnya menghadap kepada rabb-nya, Allah menimpakan ujian kepada bani Israil yang membuat Musa menyesal.

Kewajiban menjaga hal ghaib ini ada pada semua orang baik laki-laki maupun perempuan, tetapi Allah menekankannya pada perempuan. Sebenarnya laki-laki pun harus harus menjaganya, dari tataran jasadiah menjaga pandangan hingga dalam hal ghaib yang semisalnya, walaupun ada beberapa perbedaan sifat. Seorang laki-laki dapat memperoleh kekhusyu’an dalam shalat dengan mengambil hal ghaib itu dari perempuan selain isterinya, tetapi kekhusyu’an itu tidak benar dan seringkali hanya melenakannya. Kekhusyu’an itu tidak memberi manfaat bagi orang lain, malah menutup orang lain dari kebenaran. Allah mempertanyakan keadaan laki-laki yang memperoleh jalan dengan cara demikian. Pengenalan orang itu kepada Allah sebenarnya tidak kokoh sebagaimana yang dikehendaki Allah.


وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴿٢٨﴾

 

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Apakah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS Al-A’raaf : 28)

Jumat, 09 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (14)

Menegakkan Shalat


Salah satu langkah untuk memperoleh kesenangan di sisi Allah adalah mendirikan shalat. Setiap orang yang memenuhi seruan Allah untuk bertaubat kembali kepada-Nya harus menegakkan shalat sebagai syarat untuk menjalin hubungan dengan Allah sehingga dapat diharapkan agar tidak tersesat dalam perjalanannya. Semua orang akan tersesat dalam perjalanan menuju Allah jika tidak menegakkan shalat, dan hanya dapat berharap tidak tersesat bilamana dirinya mendirikan shalat.


وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴿٣٨﴾

 

Dan (bagi) orang-orang yang menjawab seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS As-Syuura:38)

Kualitas shalat seseorang sangat bergantung pada baitullah yang tegak dalam hati masing-masing. Banyak umat manusia yang menganggap bahwa shalat adalah tugas yang diberikan Allah kepada dirinya, dan tidak banyak orang yang menyadari dengan jiwanya bahwa sebenarnya dirinya-lah yang membutuhkan shalatnya. Kesadaran kebutuhan ini tumbuh seiring dengan tumbuhnya baitullah dalam diri seseorang. Semakin sempurna baitullah terbentuk dalam hatinya, semakin tinggi kesadaran bahwa dirinya-lah yang membutuhkan shalatnya, sebagai sebuah karunia yang dilimpahkan Allah, bukan tugas.

Kebanyakan manusia belum memperoleh kesempatan membangun baitullah dalam hatinya sehingga shalat menjadi sebuah tugas bagi mereka. Merasa shalat sebagai tugas bukanlah hal buruk selama seseorang tetap mendirikan shalat dalam keadaan apapun baik senang dalam shalatnya maupun menganggap itu sebagai tugas. Hal itu akan menjaga langkah seseorang untuk tetap berjalan menuju Allah walaupun perlahan-lahan. Tentu seseorang yang senang dalam menegakkan shalat akan berjalan lebih cepat dan lebih tepat arahnya dalam perjalanan kembali kepada Allah, sehingga setidaknya masa perjalanan di alam makhsyar kelak akan lebih cepat dan lebih ringan.


Membangun Baitullah


Untuk memperoleh kenikmatan dalam shalat, setiap orang harus membangun jiwanya dengan pengetahuan yang benar. Kesadaran jiwanya harus selalu ditingkatkan dengan membangun visi kehidupan yang hakiki tidak selalu memperturutkan keinginan jasadiah atau hawa nafsu. Dengan kesadaran yang semakin meningkat, diharapkan seseorang menemukan tujuan kehidupan yang sebenarnya, yaitu menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Hal itu dapat diperoleh bila baitullah terbentuk dalam hatinya.

Ada sebuah fase yang sangat penting dalam kehidupan seseorang dalam perjalanan kembali menuju Allah. Fase itu adalah pengenalan jati diri sebagaimana yang telah ditetapkan Allah bagi dirinya sebelum kelahirannya ke bumi. Dengan pengenalan jati diri tersebut, seseorang akan mengenal amal-amal yang harus dilaksanakannya sebagai ibadahnya kepada Allah. Amal itu adalah amal yang ditetapkan sebelum kelahirannya, yang akan menjadi amal shalih bagi dirinya. Amal itu adalah amanah Allah yang dikalungkan bagi dirinya. Melaksanakan amal-amal itu adalah shirat al mustaqim yang harus ditempuhnya.

Fase itu menjadi sebuah tanda bahwa perjalanannya menuju Allah benar arahnya tidak tersesat. Akan tetapi tidak berarti keadaan ini telah aman. Keadaan itu adalah awal dari perjalanan yang benar menuju Allah. Pada fase ini, terjadi pertarungan yang sangat besar melawan diri sendiri, pertarungan besar yang akan membersihkan waham. Tidak kalah hebatnya adalah tipuan Iblis yang berkeinginan untuk mendompleng kedudukan seseorang pada shirat al mustaqim. Ini adalah sumpah Iblis di hadapan Allah ketika diusir. Tipuan Iblis ini sangat-sangat halus hampir-hampir tidak dapat diketahui oleh manusia, tetapi Allah akan menyelamatkan orang-orang yang berharap kepada-Nya.

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾

 

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan duduk bagi mereka pada jalan Engkau yang lurus (QS Al-A’raaf : 16)

Dalam perjalanan membangun baitullah, fase ini adalah fase seseorang menemukan tanah haramnya. Seseorang harus melanjutkan perjalanan untuk membangun baitullah dalam hatinya, sebagaimana Isma’il a.s membangun baitullah setelah tiba di tanah haram bumi makkah. Seseorang tidak boleh berhenti atau teralihkan perjalanannya kembali menuju kepada kehidupan dunia. Syaitan dan hawa nafsu benar-benar sangat pandai menipu. Seseorang perlu benar-benar ikhlas mengharapkan pertemuan dengan tuhannya, tidak mengharapkan hal yang lain dalam perjalanannya.

Membangun baitullah setelah fase pengenalan diri ini adalah melakukan 2 hal, yaitu 1. pelaksanaan amanah terhadap umat dan 2. membangun bait berupa rumah tangga yang baik.  Titik awal menuju pembangunan baitullah ini digambarkan oleh Musa ketika tiba di sumber air Madyan. Di sumber air itu, Musa menemukan umat manusia yang berebut memperoleh minuman. Selain menemukan umat itu, ada perempuan yang seharusnya menjadi istrinya. Umat dan istri itu adalah hal-hal yang menjadi amanah bagi seseorang ketika tiba di tanah haramnya, yang harus dibina untuk membangun baitullah dalam hatinya. Kedua hal itu merupakan amanah dan pintu masuknya. Hal ini sebagaimana diceritakan dalam kisah nabi Ibrahim a.s. Ketika berkunjung, Ibrahim a.s memerintahkan Ismail a.s untuk mengganti pintunya, sedangkan yang dimaksud beliau adalah istri Ismail a.s.


Khusyu’ dan Rumah Tangga


Upaya membangun baitullah harus dilaksanakan dengan melaksanakan amanah terhadap umat yang ditentukan baginya, dan membina rumah tangga yang baik hingga terwujud rumah yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya. Kedua hal itu menjadi syarat terbentuknya baitullah dalam hati seseorang. Baitullah yang terbentuk dalam hati itulah akan menjadikan seseorang mampu menegakkan shalat dengan khusyu’.

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ﴿٥﴾ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ﴿٦﴾ فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ﴿٧﴾ وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ﴿٨﴾ وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ﴿٩﴾
(5) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (9) dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. (QS Al-Mu’minun : 5-9)

Ayat-ayat di atas ditujukan bagi orang-orang yang telah mengerti amanah-amanah Allah bagi dirinya. Allah menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukannya agar menjadi orang yang khusyu’ dalam shalatnya, di antaranya terkait rumah tangga, amanah dan shalat. Hubungan suami istri dan pelaksanaan amanah termasuk dalam hal pokok yang harus diperhatikan agar shalat seseorang dapat mencapai keadaan khusyu’.

Hubungan suami istri merupakan gambar paling dasar tentang penciptaan, sebagai penjelasan kehendak Allah dalam penciptaan makhluk. Seseorang dapat mengenal Ar-rahmaan Ar-rahiim ketika sepasang suami istri membentuk rumah tangga yang baik. Seorang laki-laki akan berkeinginan untuk memberikan cinta kasih dan seluruh pengetahuan dan keterampilan kepada istri dan anak-anaknya. Ada sebuah kebahagiaan bilamana keluarganya tumbuh dengan sebaik-baiknya. Demikian pula seorang perempuan ingin memberikan hal paling berharga dari dirinya kepada suaminya, dan memberikan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Itu akan menjelaskan kasih sayang Allah bagi mereka. Dalam pernikahan yang baik, seseorang akan mengenal Ar-rahman Ar-rahiim, mengenal bahwa Allah memperkenalkan asma-Nya sebagai kasih sayang-Nya.

Hubungan suami istri juga menjaga seseorang tidak melampaui batas. Ada batasan bagi seseorang untuk berkreasi melahirkan sesuatu yang diberikan Allah dalam dirinya. Seorang laki-laki tidak akan mampu melahirkan apa yang ada di dalam dirinya sendirian tanpa seorang pasangan perempuan yang mau menerima dirinya. Sebaliknya seorang perempuan tidak akan dapat melahirkan suatu karunia Allah tanpa menerima benih dari laki-laki. Masing-masing membutuhkan pihak yang sebagai pelengkap dalam proses kreasi. Allah menentukan batasan berupa jalan yang bersih agar seseorang dapat menemukan keberpasangannya. Ada kesesuaian dan keberpasangan yang harus ditemukan manusia, sebagai gambaran keberpasangan seseorang dengan semestanya agar amal seseorang menjadi amal shalih.

Pada sisi batin, akan tumbuh at-thayyibaat pada pernikahan yang baik. At-thayyibaat merupakan sarana bagi terlahirnya amal shalih sepasang suami istri. Seorang laki-laki dapat melihat urusan Allah baginya melalui istrinya, dan seorang istri akan tumbuh kebutuhan dan keinginan untuk memberikan hal paling berharga berupa baktinya bagi suaminya. Ini adalah keberpasangan yang tumbuh dalam sisi batin untuk melahirkan amal shalih mereka sebagaimana pasangan farji mereka untuk melahirkan anak.

Ada batasan yang ketat bagi setiap manusia terkait jalan untuk mengenal asma-Nya melalui ikatan laki-laki dan perempuan. Gambar penjelasan berupa hubungan suami istri ini akan rusak bilamana seseorang melakukan hubungan kelamin di luar batasan yang ditentukan. Seseorang sama sekali tidak boleh melakukan hubungan kelamin di luar ikatan pernikahan. Bilamana ada cinta dalam hubungan itu, cinta itu bersifat syaitaniah yang tidak akan menjadi gambaran untuk mengenal asma-Nya.

Ketentuan itu merupakan ketentuan dasar berwujud fisikal agar muncul at-thayyibat di antara suami istri pada tingkatan batin. Tanpa mematuhi ketentuan itu, tidak akan muncul at-thayyibat dalam pernikahan. Sebagaimana tidak bolehnya melakukan zina pada tingkatan lahir, seorang laki-laki tidak diperbolehkan sama sekali mencuri at-thayyibaat dari seorang perempuan selain istrinya pada tingkatan batin. Demikian pula seorang perempuan tidak diperbolehkan sama sekali memberikan kepada orang lain bakti bagi suaminya. Hal itu merupakan bentuk kekejian yang dibuat oleh syaitan.

Bila terjadi pencurian atau penyerahan bakti bagi suami secara keliru tanpa sebuah pernikahan, seorang perempuan akan kehilangan sifat keshalihannya. Kehilangan itu dimulai dari kehilangan hal ghaib yang dijaga Allah berupa rasa baktinya yang khusus bagi suami, kemudian dirinya akan kehilangan sifat qanitah (tenang dan patuh) terhadap suaminya, yang pada akhirnya akan menghilangkan sifat keshalihannya. Bila hal ini terjadi, seorang laki-laki shalih akan kehilangan pintu gerbang menuju hal yang harus ditegakkannya bagi negerinya, karena perempuan adalah tiang negeri.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚا﴿٣٤﴾
Kaum laki-laki itu adalah penegak bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang saleh, ialah yang tenang (qanitat) lagi memelihara yang ghaib dengan yang Allah pelihara (QS An-Nisaa’ : 34).

Setiap orang beriman baik laki-laki maupun perempuan diperintahkan untuk menjaga bashirahnya. Ini mencakup pandangan bathin karena sangat mungkin terjadi kekejian walaupun di tingkatan bathin. Ini adalah batas agar tidak terjadi hubungan yang melanggar ketentuan Allah. Lebih dari itu, seseorang tidak diijinkan untuk mendekati zina apalagi melakukan zina. Orang yang mencari-cari apa yang ada di luar batasan-batasan ini adalah orang-orang yang melampaui batas.

Terbentuknya at-thayyibaat di antara suami dan istri akan menampakkan amanah-amanah yang harus dilaksanakan. Apa-apa yang muncul dari at-thayyibat ini merupakan amanah yang harus benar-benar dijaga oleh setiap orang, tidak boleh lalai. Menjaga amanah-amanah ini menjadi sebuah syarat agar seseorang dapat menegakkan shalat dengan khusyu’.

Selasa, 06 Oktober 2020

At-Thayyibaat, Rizki dan Umat



Allah memberikan kepada setiap rasul umat yang harus diserunya untuk kembali kepada-Nya. Keseluruhan umat manusia yang mengikuti para rasul itu adalah umat yang satu bilamana mengikutinya dengan benar dan sungguh-sungguh kembali menuju kepada-Nya.

Untuk menyeru umatnya, Allah memberikan bekal kepada para rasul berupa pengetahuan-pengetahuan yang mengungkapkan keadaan umat manusia yang harus diseru. Pengetahuan-pengetahuan yang diberikan itu berupa at-thayyibaat.

Para rasul diperintahkan untuk makan dari at-thayyibaat yang diberikan kepada mereka, dan diperintahkan untuk beramal shalih berdasarkan at-thayyibat yang mereka peroleh. Seringkali apa yang dikerjakan oleh para rasul tidak dimengerti oleh umatnya, sedangkan Allah memberikan pengetahuan yang benar kepada para rasul melalui at-thayyibaat secara privat. Apapun At-thayyibat yang diperoleh para rasul, mereka diperintahkan untuk mengerjakan amal shalih berdasarkan at-thayyibat tersebut, tidak mengikuti apa yang diinginkan oleh umatnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang para rasul kerjakan.


يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ﴿٥١﴾

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ﴿٥٢﴾

 

Hai rasul-rasul, makanlah dari yang baik-baik (at-thayyibaat), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan Sungguh ini adalah umat kalian umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (QS Al-Mu’minuun : 51-52)


At-thayyibaat adalah wewangian yang muncul dari semesta seorang rasul atau orang yang disucikan. Wewangian itu menampakkan hakikat dari segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab seorang laki-laki dalam pengabdiannya kepada Allah. Para rasul memperoleh wewangian hakikat dari segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya.

Sesungguhnya wewangian yang muncul bagi para rasul itu merupakan gambaran keadaan yang sebenarnya dari umatnya. Wewangian itu adalah hal yang harus disikapi oleh setiap rasul agar dapat membimbing umatnya menjadi umat yang satu dalam pengabdian kepada Allah. Seorang rasul tidak akan dapat memimpin umatnya menuju umat yang satu tanpa melihat at-thayyibat yang diberikan kepadanya, atau menganggap at-thayyibat itu tanpa sungguh-sungguh mensikapinya sebagai media ubudiyahnya.

Sumber wewangian itu merupakan cermin yang menampakkan wajah Allah bagi seorang hamba. Bila seseorang mengenal wewangian itu, maka dirinya akan melihat urusan rabb-nya yang diamanahkan kepadanya. Dengan mensikapi wewangian itu dengan tepat, seseorang dapat bertakwa kepada rabb-Nya.

Dengan beramal sesuai dengan wewangian yang dimunculkan oleh semestanya itulah setiap rasul diperintahkan untuk menemukan makanan dan makan darinya. Hal ini berbeda dengan umat manusia umum yang diperintahkan untuk menemukan makanan dari bumi secara halal dan thayyib.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴿١٦٨﴾
Hai sekalian manusia, makanlah dari apa yang terdapat di bumi secara halal lagi baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah :168)

At-thayyibat tidak dikhususkan bagi rasul. Setiap orang beriman dapat memperoleh at-thayyibat bila akalnya berkembang. At-thayyibat ini merupakan jalan rezeki yang akan terus ada hingga akhirat kelak. Sebaliknya, seorang rasul akan mengalami kesulitan kehidupan dunia bilamana istrinya berkhianat, walaupun mengetahui at-thayyibat baginya. Sebagian orang beriman tidak cukup kokoh akalnya dalam memahami at-thayyibat baginya sehingga kadang mengharamkan apa yang dihalalkan baginya, menyangka hal itu semacam memperdagangkan agama. Itu seharusnya tidak terjadi bilamana ada keikhlasan hingga akalnya cukup kuat melihat bahwa Allah memberikan jalan kehidupan yang demikian.

Amanah Bagi Seorang Hamba


At-thayyibaat itu merupakan pengetahuan terhadap keadaan umat yang muncul seperti munculnya sumber mata air yang harus disalurkan kepada umat. Pengetahuan itu harus digunakan untuk memberikan pengetahuan kepada umatnya. Hal ini dikisahkan oleh Musa ketika sampai di mata air negeri Madyan. Mata air itu adalah mata air yang digunakan oleh umat manusia untuk memperoleh minuman.

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ﴿٢٣﴾
Dan tatkala muncul sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana umat manusia yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah perkataan kalian berdua?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah seorang syaikh besar ". (QS Al-Qashash : 23)

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang hubungan seorang hamba Allah dengan umat yang harus dipimpin. Setiap hamba Allah harus menemukan sumber air pengetahuan untuk diberikan kepada umatnya. Demikianlah para rasul memperoleh sumber air pengetahuan bagi umat yang dipimpinnya untuk kembali kepada Allah. Ini adalah at-thayyibaat yang ditampakkan Allah kepada hamba-Nya melalui bumi yang tepat baginya. Bila tidak berada pada bumi yang tepat, seseorang tidak akan memperoleh at-thayyibat.

Dalam mekanisme mengalirkan at-thayyibat kepada umat, seorang hamba Allah memperoleh pintu masuk berupa perempuan shalihah yang harus dinikahinya. Perempuan itu adalah pintu dan cermin yang merepresentasikan keadaan umatnya. Bila menikah dengan perempuan itu, maka seorang laki-laki hamba Allah memperoleh pintu masuk menuju sumur dan memberikan air kepada umat. Ada identitas terkait dengan umat dan sumur yang akan melekat pada laki-laki itu karena pernikahannya. Tanpa pernikahan itu, seorang laki-laki hamba Allah akan berstatus sebagai orang asing yang sangkut paut identitasnya dengan sumur dan umat sangat lemah, seperti Musa dengan sumur madyan. Mungkin ia dapat memperoleh air itu buat dirinya sendiri, tetapi statusnya adalah orang asing. Pernikahan semacam inilah yang sangat ingin digagalkan oleh syaitan, agar seorang hamba Allah tetap menjadi orang asing bagi umatnya.

Perempuan itu adalah anak seorang syaikh besar yang memiliki banyak pengetahuan. Sekalipun anak seorang syaikh besar yang sangat berilmu, para perempuan tidak dapat memberikan minuman tanpa didahului oleh umat yang harus mengikuti ayahnya. Para pengikut ayahnya itu selalu mendahului anak perempuan pemimpinnya dalam mengambil air, sedangkan para perempuan itu harus menahan gembalaannya mengalah pada keriuhan umatnya.

Ini adalah gambaran jiwa perempuan dengan para hawa nafsunya. Jiwa perempuan membutuhkan seorang suami yang shalih agar dapat memberikan minuman kepada gembalaannya, dan dirinya adalah pintu bagi suaminya agar memiliki identitas terhadap sumur dan umatnya. Seorang laki-laki akan mendengar perkataan perempuan yang menjadi jodohnya, perkataan yang menggambarkan keadaan yang sesungguhnya tentang diri perempuan tersebut dan gambaran keadaan umatnya. Bilamana seorang perempuan mengatakan keadaan yang tidak sebenarnya, seorang suami shalih akan diberi pengetahuan tentang keadaan yang sebenarnya.

Keadaan yang sebenarnya inilah yang merupakan at-thayyibaat bagi orang yang disucikan. Keadaan perempuan yang menjadi pasangan seorang laki-laki menunjukkan keadaan umat laki-laki itu. Perkataan yang sebenarnya inilah yang harus disikapi seorang hamba Allah untuk berbuat amal shalih berdasarkan at-thayyibaat. Dengan memperhatikan at-thayyibaat ini, setiap rasul diperintahkan untuk menemukan makanan dan makan darinya.

Mengelola At-Thayyibaat


Dalam hal at-thayyibat ini, keburukan atau kebaikan pada umat tidak selalu ditunjukkan dengan parameter yang sama. Keburukan dan kekurangan pada umat yang harus diperbaiki seorang rasul dapat terlihat melalui kelebihan dan kebaikan pada istrinya. Kebaikan istrinya akan menjadi arah yang memandu sang rasul untuk memimpin umatnya berpindah dari keburukan menuju kebaikan. Keburukan seorang istri rasul bisa menjadi bencana bagi umat bila tidak diperhatikan dan disikapi dengan baik. Setiap istri rasul harus selalu berusaha untuk menjadi pendamping yang baik bagi suaminya, untuk melahirkan umat yang satu. Jiwa seorang istri rasul harus ditumbuhkan sebagai wanita yang penuh mawaddah dan subur bagi suaminya, dan selalu ingin kembali kepada suaminya tidak mudah timbul keinginan untuk meminta perceraian.

Demikian pula setiap istri orang shalih. Isteri harus berusaha dengan jiwanya menghadirkan semesta duniawi yang tepat bagi suami yang shalih, sehingga seorang suami dapat melahirkan amal-amal shalih. Ini adalah sifat kesuburan jiwa seorang wanita bagi jiwa suaminya. Hal itu diibaratkan seorang istri yang menghadirkan sel telur bagi suaminya sehingga terlahir anak keturunan suaminya. Kesuburan jiwa ini hanya dapat terjadi bila seorang istri dapat mengerti suaminya dengan baik, karena semesta duniawi yang tepat hanya dapat dihadirkan seorang istri yang mengerti suaminya. Seorang perempuan yang khianat tidak akan dapat mengerti suaminya, dan tidak dapat menghadirkan semesta duniawi yang tepat kepada suaminya. Seorang istri yang tidak mengerti suaminya mungkin akan menghadirkan semesta dunia yang kacau balau bagi suaminya.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ﴿٧٢﴾
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" (QS An-Nahl : 72)
Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang dapat mengenal jodoh yang diciptakan dari jiwanya sendiri, atau mengenali keterkaitan jiwa istrinya dengan jiwanya sendiri. Orang itu mengenali bahwa kelahiran amal-amalnya sangat bergantung pada pasangannya, dan rezekinya akan mengalir melalui at-thayyibat bersama istrinya.

Ketika seseorang mulai mengenali jodohnya, sebenarnya dirinya berada dalam dilema yang sangat besar, yaitu keimanan pada yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah. Mungkin dirinya berada pada persimpangan untuk menceraikan pasangannya dan memilih jodoh yang lain padahal Allah menghendaki keutamaan yang sangat besar bagi dirinya melalui istrinya, dan ia harus berusaha terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah dengan istrinya. Kesalahan memilih langkah yang terjadi merupakan bentuk yang mungkin terlahir dari sikap kekufuran terhadap nikmat Allah dan keimanan pada yang bathil.

Mungkin seseorang melihat ada wanita lain selain istrinya yang dilihat sebagai jodohnya. Hal itu tidak menunjukkan dirinya boleh meninggalkan istrinya untuk menikah dengan wanita yang dilihat sebagai jodohnya. Istri yang telah menikah dengannya itu adalah pasangan yang tidak boleh ditinggalkan karena orang lain, walaupun mungkin dirinya juga berjodoh dengan wanita lain itu. Hal itu harus diuji secara seksama. Ada prinsip keadilan yng harus dipenuhi dalam ta’addud. Dirinya harus terlebih dahulu melihat dengan jelas at-thayyibat antara dirinya dengan istrinya dan dengan wanita yang terlihat sebagai jodohnya. Tidak akan ada keadilan bila salah satu atau semua wanita terlihat kosong dari at-thayyibat, dan tidak perlu dilakukan ta’addud dalam hubungan yang demikian. Laki-laki itu mungkin hanya tergoda. Boleh jadi bobot at-thayyibat dari masing-masing wanita bagi seorang laki-laki berbeda, akan tetapi tidak pernah ada landasan yang benar bagi seorang laki-laki untuk meninggalkan salah seorang istrinya karena perempuan lain. Bila hal itu terjadi, laki-laki itu mungkin bukan laki-laki yang adil. Ini tidak berlaku bila istri yang meninggalkan suaminya karena ta’addud.

Banyak kasus yang mungkin terjadi pada seorang laki-laki yang mulai mengenali pasangannya. Demikian pula pada perempuan. Seluruh langkah berikutnya harus ditempuh menurut syariat yang diajarkan kitabullah dan sunnah rasulullah SAW. Ada bentuk-bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah dan keimanan terhadap kebathilan yang mungkin menjebak seorang laki-laki dalam pengetahuan seseorang tentang at-thayyibat melalui pasangannya. Seluruhnya harus diuji berdasarkan kitabullah. Tidak ada pengetahuan yang benar yang menyalahi syariat yang ditentukan Allah.

Istri yang dikenali seorang laki-laki shalih akan memunculkan at-thayyibaat baginya. Itu adalah sumber rezeki bagi pasangan itu bilamana suami isteri bersikap dengan tepat. Suami harus beramal shalih berdasarkan at-thayyibat dan istri berusaha menghadirkan semesta dunia yang tepat bagi suaminya. Dengan keberpasangan itu, sepasang suami istri shalih akan memiliki kesempatan beramal shalih. Keadaan yang berselisih antara suami dan isteri akan membuat halangan mengalirnya rezeki bagi pasangan shalih yang sumber rezekinya dari at-thayyibat. Konsekuensi ini tidak sepenuhnya berlaku bagi pasangan yang mencari rezekinya sepenuhnya dari alam dunia karena mungkin tidak ada thayyibat di antara mereka.

Kamis, 24 September 2020

Pohon dan Memakmurkan Bumi

Integritas Pengetahuan




وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ﴿٦١﴾

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)". (QS Huud : 61)


Alam semesta dan bumi diciptakan Allah untuk penciptaan manusia. Allah memberikan lingkungan dan komposisi yang sangat baik dalam penciptaan bumi agar manusia dapat tinggal dan memakmurkan buminya. Allah memberikan litosfir (tanah), atmosfir (udara), dan hidrosfir (air) dalam kadar sebaik-baiknya pada penciptaan bumi, dan menempatkannya pada jarak yang tepat dari sumber energi panas berupa matahari.

Dari bumi yang demikian itulah manusia diciptakan dan ia dijadikan sebagai pemakmurnya. Dan manusia dijadikan sebagai masterpiece ciptaan Allah, bukan para malaikat mulia yang selalu taat. Ada sebuah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia berupa bagian dirinya yang diciptakan dari bumi, yaitu jasadnya. Dengan kelebihan itu, setiap manusia dapat mengerti sepenuhnya perilaku alam jasadiah yang harus dimakmurkannya. Kelebihan itu tidak dapat dimengerti oleh malaikat yang tidak mempunyai bagian yang diperoleh dari bumi.

Akan tetapi tidak semua manusia dapat mengerti tentang tujuan penciptaan dirinya. Kebanyakan manusia malah terjerat dalam tarikan alam duniawi melalui bagian dirinya yang diciptakan dari bumi. Manusia kebanyakan tidak berusaha mengerti tentang penciptaan dirinya sehingga terjebak dalam kehidupan dunia mengikuti syaitan yang memerintah berdasarkan sayyiah manusia, kekejian dan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan..

Selain itu, ada alam syaitan yang mengarahkan manusia agar manusia terjerat dalam pemahaman parsial tentang buminya. Perkembangan ilmu pengetahuan manusia jaman ini tidak terlepas dari jeratan pemahaman-pemahaman parsial terhadap lingkungannya. Sangat jarang manusia yang benar-benar berusaha untuk memahami alamnya dengan pemahaman yang komprehensif hingga dapat menemukan jalan untuk memakmurkan buminya, dan kemudian memahami kehendak Allah dalam penciptaan dirinya. Seringkali usaha-usaha pemakmuran bumi yang dilakukan manusia sebenarnya tidak melepaskan umat dari jeratan tabiat dunia yang dipilihkan oleh para syaitan bagi manusia berdasarkan sayyiah manusia, kekejian dan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan.

Tidak banyak terlihat adanya hasil yang nyata dalam pemakmuran bumi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada jaman ini. Yang banyak tampak dalam kehidupan modern ini bukanlah perbaikan bumi tetapi malah tampak nyata kerusakan-kerusakannya, baik oleh masyarakat awam ataupun justru oleh para ahli. Ini tidak terlepas dari pengetahuan yang dirumuskan untuk membuat pemahaman parsial terhadap alamnya.

Ilmu pengetahuan harus kembali diarahkan untuk memahami alam semesta secara komprehensif dan integral dengan kebenaran sehingga setiap manusia dapat memahami kedudukannya dalam kehidupan di bumi, tidak terjebak untuk berbuat hanya demi kepentingan materi bagi dirinya. Pengetahuan yang integral dengan kebenaran ini merupakan salah satu sarana bagi manusia bertaubat kepada Allah.

Pohon Yang Baik sebagai Panduan


Untuk memahami alamnya, ilmu pengetahuan tentang keempat unsur pembentuk manusia berupa litosfir, atmosfir, hidrosfir dan energi kosmis dari langit harus dibangun dengan baik, dan syukur bila dapat dilakukan secara komprehensif. Saat ini kebanyakan manusia memandang matahari hanya sebagai bola api yang memancarkan cahaya membuat bumi mengalami siang dan malam. Demikian pula tidak banyak orang mengerti keterkaitan antara bumi tempatnya berpijak dengan atmosfir yang berada di atasnya. Tidak banyak yang mengerti keterkaitan antar unsur pembentuk manusia, sehingga kebanyakan perbuatan manusia justru merusak bagi alamnya.

Tentu tidak semua manusia harus turut membangun pengetahuan itu, tetapi harus ada orang yang membangunnya, dan setiap orang harus berusaha memahami dengan benar sesuai dengan kedudukan dirinya. Permasalahan saat ini, tampaknya belum ada kelompok yang berusaha membangun pengetahuan itu dengan baik dan integral. Masing-masing manusia hanya bergelut secara parsial dalam bidangnya masing-masing, sementara kerusakan alam terjadi semakin ganas karena perkembangan teknologi.

Sebagai pedoman, harus disadari bahwa Allah mempunyai sebuah tujuan dalam penciptaan makhluk. Pada puncak penciptaan, Allah berkehendak untuk memperkenalkan suatu bentuk tiupan ruh (nafakh ruh) kepada seluruh ciptaannya. Itu adalah tujuan penciptaan manusia.

Sebenarnya Allah telah banyak memperkenalkan fenomena ruh dalam wujud kehidupan di alam jasad sebelum penciptaan manusia. Ini adalah pengantar untuk memahami tiupan ruh bagi manusia. Kehadiran ruh membuat materi yang tampak mati kemudian menjadi tampak hidup. Para malaikat diciptakan dari kehidupan, sehingga wujud kehadiran ruh tidak tampak nyata, sedangkan tanaman dan hewan diciptakan dari materi yang relatif tidak mempunyai kehidupan, dan terlihat hidup ketika ruh hadir.

Wujud paling baik yang menampakkan kehadiran ruh di alam jasadiah adalah pohon yang baik. Itu adalah perumpamaan yang disebutkan dalam Alquran, dijadikan ibarat bagi pertumbuhan jiwa yang baik. Secara jasadiah, bila manusia memperhatikan, akan tampak jelas bahwa pohon merupakan agen yang membawa kehidupan yang makmur di bumi.

Pohon menjadi agen yang mengubah energi matahari dan energi-energi kosmis lainnya menjadi energi yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk-makhluk lain. Akarnya yang menghunjam ke dalam bumi menggerakkan unsur-unsur dan atom-atom yang ada di dalamnya, menjadikan bumi hidup dan subur dengan dinamika kehidupan. Demikian pula atmosfir menjadi subur dengan pertukaran-pertukaran molekul-molekul kehidupan yang memberikan kesegaran bagi kehidupan yang berlangsung di permukaannya. Dengan pohon terbentuk hidrosfir yang kaya berlimpah sehingga dapat dijadikan penyangga kehidupan bagi makhluk-makhluk di atasnya.

Ke-empat unsur diciptakan Allah bagi kehidupan di bumi. Litosfir, Hidrosfir, Atmosfir dan bola-bola api dan materi yang ada di angkasa raya disediakan sebagai sumber energi bagi kehidupan di bumi. Allah menciptakan keterkaitan dinamika yang erat di antara ke-empat unsur pembentuk kehidupan tersebut. Dengan panas matahari, terbentuk arus di lautan yang mempengaruhi pembentukan awan di permukaan bumi, terbentuk angin di atmosfir yang menggerakkan awan-awan dan membentuk kehidupan di litosfir bumi. Setiap unsur mempunyai keterkaitan dengan unsur yang lain yang tidak mungkin di sebutkan satu per satu dalam satu tulisan. Yang disayangkan, tampaknya ilmu pengetahuan jaman ini dirumuskan secara terlalu parsial sehingga integralitas dengan pemakmuran bumi tercerabut. Setiap pihak dibina secara parsial hingga tidak memperhatikan dengan baik tujuan yang harus dicapai bersama-sama, dan hal itu membuat kerusakan yang besar di muka bumi.

Seluruh keterkaitan antara unsur-unsur itu pada dasarnya disiapkan Allah bagi manusia agar dapat memakmurkan buminya. Sebagai pembuka jalan, pohon yang baik (thayyibah) dijadikan ibarat dan pedoman bagi manusia. Secara jasadiah, proses-proses penghidupan di muka bumi sangat terkait dengan kehadiran pohon-pohon. Tanpa pohon, tanah akan menjadi gersang, udara menjadi panas dan air menjadi banjir dan kemudian menghilang, sementara cahaya matahari akan memanaskan permukaan bumi secara ekstrim. Proses-proses penghidupan dan pemakmuran yang terjadi pada litosfir, hidrosfir dan atmosfir, serta proses-proses antar unsur akan sangat dipengaruhi kehadiran pohon pada tempat tersebut. Allah menjadikan pohon sebagai permisalan/prototype bagi kehadiran ruh dalam tingkatan jasadiah, sedangkan manusia dijadikan sebagai prototype bagi tiupan ruh yang lebih sempurna bagi alam semesta. Tiupan ruh itulah yang hendak diperkenalkan Allah kepada seluruh makhluk-Nya.

Syaitan mencegah pengetahuan tentang hal itu, dan manusia diarahkan pada pengetahuan-pengetahuan parsial terpisah dari kebenaran dan mencegah pemahaman secara integral. Saat ini sangat sedikit penelitian manusia dalam memahami alam yang bersifat terintegrasi dengan kebenaran dari Allah. Manusia kebanyakan tidak cukup mengerti dinamika elektromagnetik, optik, pancaran materi dan lain-lain yang terjadi di matahari, apalagi pengaruhnya terhadap pohon dan kehidupan di bumi. Demikian pula manusia tidak cukup mengerti terhadap dinamika pertukaran molekul-molekul kehidupan di atmosfir dan hidrosfir karena adanya kehadiran pohon berupa oksigen, nitrogen, karbon dioksida, kalsium, magnesium dan molekul kehidupan yang lain. Pengetahuan manusia dalam hal-hal itu tidak terlalu maju sebagaimana kemajuan pengetahuan yang bersifat parsial. Pengaruh kehadiran pohon terhadap dinamika air, unsur materi dan atom di lapisan litosfir tampaknya juga masih gelap bagi umat manusia. Para engineer sumber daya air hanya diajari teknik untuk menghitung pemanfaatan air yang tersedia, tidak diajari untuk melakukan pelestarian hidrosfir di bumi selaras dengan naturnya. Sarjana kehutanan mungkin lebih piawai menghitung nilai rupiah hutan daripada menghitung interdependensi kehidupan tanaman yang ada di hutan, sedangkan sarjana pertanian mungkin hanya diarahkan untuk memperoleh produktifitas pertanian dalam jangka pendek, sedangkan kerusakan alam menghadang di masa depan.

Pengetahuan yang integral tentang alam sangat dibutuhkan oleh umat manusia, karena hanya dengan memahami alamnya maka seseorang dapat memahami kehidupan dirinya, tidak terjebak dalam jerat kehidupan dunia.

Syajarah Thayyibah Sebagai Pengontrol


Manusia diciptakan dengan kemudahan untuk memahami bumi dan alam karena manusia diciptakan darinya. Jiwanya diciptakan dalam wujud hakikat asal pohon, yang derajatnya lebih tinggi dari hakikat pohon itu sendiri. Dengan penciptaan yang demikian, seharusnya manusia dapat memahami bumi dan semestanya dengan sangat baik. Tidak ada makhluk yang diciptakan seperti demikian. Dirinya adalah pohon yang memiliki semesta dalam dirinya. Akan tetapi tidak setiap manusia dapat memahami hal itu dengan baik. Perlu jiwa yang tumbuh baik untuk mengerti pohon yang baik beserta semesta yang mendukungnya.

Untuk menumbuhkan jiwa yang baik, benih yang ada dalam diri seorang laki-laki harus ditumbuhkan dengan menanamnya pada ladang yang tepat. Pernikahan adalah media untuk menumbuhkan benih jiwa.


نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴿٢٢٣﴾

Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan dahulukanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.(QS Al-baqarah : 223).

Annisaa’ adalah perempuan yang dinikahi. Ia adalah tempat bercocok tanam bagi pohon thayyibah berupa jiwa suaminya, tidak untuk laki-laki yang lain. Wanita itu membawa khazanah Allah berupa urusan suami yang harus ditunaikan di bumi, sebagaimana ladang mengandung unsur hara bagi tanaman untuk berbuah. Bilamana pohon thayyibah suaminya tumbuh dengan baik, khazanah yang dibawa istrinya akan terbuka baginya, dan dirinya mengerti apa yang menjadi amal shalih yang harus ditunaikan. Kitab dirinya akan terbuka melalui istrinya, dan hal itu bercerita tentang bagian dirinya dari Alquran.

Kadangkala seorang laki-laki mendapatkan singkapan tentang khazanah yang dibawa oleh wanita yang bukan istrinya. Hal itu bisa menjadi rezeki bilamana prosesnya terjadi secara halal, misalnya wanita itu belum bersuami dan laki-laki itu tidak sedang mengarahkan pandangan secara batil terhadap wanita itu, dan tidak mengarahkan pandangan dengan sungguh-sungguh padahal tidak menikahinya. Dalam kasus ini, seringkali wanita itu adalah pasangan yang sesuai baginya untuk dinikahi. Hal terbaik yang perlu dilakukan adalah menikahkan keduanya, karena itu merupakan sifat keberpasangan yang baik berupa kesuburan. Kadangkala hanya butuh sedikit interaksi untuk membuat seorang laki-laki melihat khazanah dalam diri seorang wanita yang sesuai baginya, dan kemudian penglihatan itu membuka visi dan pemahaman terhadap amal shalih yang harus dilakukan laki-laki itu.

Alquran secara khusus memberikan perintah untuk menikahkan orang-orang yang menemukan jodohnya dengan cara demikian pada ayat 32 dan 33 surat Annuur. Orang yang sendirian dan mendekati fadhilah Allah hendaknya dinikahkan sedangkan orang yang tidak menemukan jodoh hendaknya menjaga diri hingga Allah memberikan kekayaan melalui keutamaan (fadhilah) Allah. Di antara fadhilah Allah adalah mengenal khazanah dari pasangannya, suatu keadaan yang mengiringi pengenalan diri seseorang. Bilamana mereka fakir, sebenarnya Allah hendak memberikan kekayaan kepada mereka melalui fadhilah-Nya.


وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴿٣٢﴾

Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan fadhilah-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nuur : 32)

Bilamana salah satu tidak menghendaki menikah, khazanah itu halal bagi sang laki-laki, akan tetapi barangkali penyingkapan khazanah itu tidak akan berlanjut. Singkapan itu bisa menjadi kotoran dalam hati bila seorang laki-laki tidak bertakwa. Penyingkapan khazanah yang dimaksudkan adalah penyingkapan isi kitabullah, bukan penyingkapan duniawi. Dengan penyingkapan itu, seorang laki-laki mengerti kitab dirinya, yang merupakan bagian dari alquran, akan tetapi kemudian tumbuh penyakit lain dalam dirinya karena ketidaktaqwaan.

Penyingkapan itu menjadi ujian yang besar bilamana wanita itu bersuami. Daya tarik dalam perkara ini lebih kuat daripada daya tarik jasadiah, yang dapat menyeret dengan kuat pada perbuatan keji. Setiap laki-laki harus berusaha menahan pandangannya dari wanita yang bukan istrinya, dan demikian pula bagi wanita, dengan tambahan harus menyembunyikan perhiasan dalam dirinya kecuali perhiasan yang telah terlihat. Hal itu akan menjaga kesucian hati orang-orang beriman.


قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ﴿٣٠﴾
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat" (QS An-Nuur : 30).

Pernikahan yang baik akan membuka hakikat yang lebih tinggi tentang pohon daripada hakikat pohon di alam jasadiah. Akan tetapi kebanyakan manusia membutuhkan pengetahuan jasadiah yang lebih bisa dijangkau akalnya agar dapat melakukan perbaikan di muka bumi, atau menghindari perbuatan merusak bumi. Pengetahuan tentang pohon dan peranannya dalam perbaikan di bumi harus terumuskan dengan baik agar umat manusia mengetahui tujuan kehidupannya dan penciptaannya di bumi melalui perantaraan pemahaman terhadap ibarat bagi jiwanya. Integritas pengetahuan jasadiah terhadap kebenaran akan lebih mudah dirumuskan oleh orang yang pohon thayyibahnya tumbuh dengan baik.

Ada keterkaitan yang erat antara menumbuhkan pohon jiwa dengan memahami kehidupan pohon. Hal itu bisa menjadi kunci untuk membuka jalan rezeki yang lebih luas. Kualitas kehidupan manusia akan berubah bilamana setiap orang mengetahui proses kehidupan yang berlangsung di semestanya. Misalnya manusia akan dapat mendapatkan hasil pertanian lebih baik dan lebih berkualitas dengan memahami proses yang terjadi di matahari, hidrosfir, litosfir dan atmosfir.