Pencarian

Minggu, 27 Desember 2015

Taubat

Yang dimaksud dengan taubat adalah kembalinya seorang hamba dari kehidupan dunia yang jauh dari cahaya-Nya menuju rahmat-Nya.  Dunia membuat seseorang tertutup dari kebenaran ilahi dan bahkan membuat seseorang menginginkan kehidupan duniawi. Kehidupan dunia adalah bagaikan lautan bergelombang yang asin. Barang siapa meminum air dari laut, maka dirinya akan merasa bertambah kehausan. 

Adam dan Keturunannya


Adam  adalah makhluk yang diciptakan  dari tanah bumi, namun diciptakan di surga dengan tujuan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Adam diciptakan dengan kelebihan di atas makhluk yang lain termasuk malaikat muqarrabuun yang menyaksikan penciptaan adam. Kelebihan itu berupa pengenalan adam atas seluruh asma. Setelah diciptakan di surga, adam kemudian diturunkan kembali ke bumi agar menjadi khalifatullah.

Demikian pula keturunan adam diciptakan di surga kemudian diperintahkan untuk menempati jasadnya yang akan terlahir ke bumi. Hal ini dijelaskan dalam alquran sebagai berikut :

Dan ingatlah ketika rabb-mu mengambil dari anak cucu adam dari sulbi mereka keturunan mereka dan mempersaksikan atas jiwa-jiwa mereka, bukankah Aku rabb kalian? Mereka berkata  : benar kami bersaksi (QS 7:172)

Kelebihan adam dan keturunannya dibandingkan kebanyakan makhluk adalah bahwa sebagai makhluk langit, mereka diperjalankan ke dunia jasadiah. Para malaikat sebagai makhluk langit bertempat di langit, dengan fisik halus tanpa badan kasar. Sedangkan manusia sebagai makhluk langit diberi badan kasar dari bumi, sehingga sangat terpengaruh dengan proses-proses keduniaan.

Badan jasad manusia adalah makhluk bumi, namun di dalam badan manusia terdapat makhluk langit yang merupakan inti kemanusiaan, yaitu jiwa (nafs)  yang hidup kekal dengan satu kali kematian yaitu ketika hari kiamat tiba. Kematian badan jasad manusia tidak akan membuat jiwa mati, tetapi akan tersingkap baginya kenyataan yang lebih tinggi dibanding kenyataan di dunia.

Ketika memasuki alam barzakh, manusia akan menemukan kenyataan, tidak ada tipuan sebagaimana di dunia. Ketakwaan adalah bekal yang paling baik untuk berjalan di alam barzakh, sedangkan harta benda duniawi tidak lagi berguna, padahal sebelumnya manusia mengira bahwa harta benda itulah yang menjamin kehidupan dirinya. Perjalanan di alam barzakh itu sebagaimana perjalanan yang dilakukan di daratan, segala bahaya dan apa yang bermanfaat terlihat dengan jelas, sedangkan di dunia tidak demikian.

Kehidupan Anak Adam di Dunia


Adam diperintahkan untuk turun ke bumi setelah sebelumnya diciptakan di surga. Selanjutnya anak cucu adam tetap menjadi penghuni bumi hingga waktu yang ditetapkan, yaitu hingga hari kiamat. Bumi adalah sebuah tempat yang diciptakan Allah dalam bentuk permukaan yang tertutup oleh air berupa lautan. Hanya sebagian kecil permukaan bumi yang berupa daratan. Di dalam tata surya, tidak ada planet yang diciptakan dalam keadaan demikian. Allah berfirman dalam alquran :

Dan sungguh telah Kami muliakan keturunan adam dan Kami bawa mereka di daratan dan  di lautan dan Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami melebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan  dengan kelebihan yang sempurna (QS 17:70)

Kehidupan di dunia adalah dimisalkan dalam bentuk lautan, sebagaimana bumi diciptakan tertutup lautan.  Lautan adalah permisalan bagi dunia. Tidak ada tempat berpijak yang kokoh di lautan, hanya air yang dapat menyangga, dan akan tenggelamlah manusia bila memasuki lautan. Bahaya mengintai di lautan tanpa terlihat, sebagaimana karang yang tidak tampak di permukaan air. Akan bertambah hauslah orang yang meminum air lautan. Tidak ada petunjuk jalan di lautan, seluruhnya datar berupa air yang sama. Bintang-bintanglah yang menjadi petunjuk perjalanan di lautan.

 Allah memperjalankan keturunan adam di alam surga, di dunia, dan di alam barzakh, di daratan dan di lautan. Dalam perjalanan di dunia, seseorang bagaikan berjalan di lautan, sedangkan perjalanan di alam barzakh akan seperti perjalanan di daratan. Penanda-penanda jalan dapat dijumpai di alam barzakh bila seseorang terbuka mata hatinya. 

Allah memberikan rizki-rizki yang thayyib, rizki yang sesuai bagi badan jasmaniah dan bagi jiwa manusia yang akan membuat manusia  mempunyai kelebihan di atas banyak makhluk yang diciptakan Allah dengan kelebihan yang sempurna. Bagi jiwa manusia akan diberikan pengetahuan tentang ilahiah secara sempurna, sedangkan bagi jasad manusia disediakan kenikmatan-kenikmatan jasadiah secara sempurna. Tidak ada rizki sempurna yang diberikan kepada makhluk seperti bagi manusia.

Namun kebanyakan manusia terlupa pada dirinya sendiri. Alam langit terhijab oleh alam kebumian manusia, kemudian manusia menganggap bahwa alam bumi ini adalah tempat yang sebenarnya bagi dirinya. Padahal sebagaimana lautan  bukanlah tempat untuk menetap, begitu juga dunia ini bukan tempat untuk menetap, tetapi hanya untuk berjalan melintas.  Kebanyakan manusia kemudian menjadi tertutup (kafir) dari kenyataan yang sesungguhnya, atau malah menginginkan dunia sebagai tujuan hidup. Kekufuran dan keinginan duniawi itu akan membuat manusia menuju Jahannam.

Panggilan Taubat


Allah memberikan cahaya kepada seluruh makhluk baik di langit maupun di bumi. Dengan cahaya itu makhluk dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya dan berjalan kembali kepada Allah. Iman adalah cahaya Allah yang menerangi  orang-orang beriman. Dengan cahaya itu orang-orang beriman berada dalam kehidupan yang terang. Orang-orang beriman harus  berpengetahuan ketuhanan sesuai dengan cahaya yang diberikan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS. Al Baqarah : 257)

Di antara manusia, ada orang-orang yang ingin mencari kebenaran dengan cahaya itu dan diberikan kepadanya cahaya, dan ada pula yang tidak merasa perlu mencari cahaya. Mereka merasa cukup dengan kehidupan dunia yang diberikan kepada mereka. Orang beriman adalah orang yang diberikan kepadanya cahaya.

Orang berimanlah yang diserukan kepadanya perintah taubat, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. [At Tahriim : 8].

Taubat bermakna kembali, yaitu kembali kepada Allah sang pemilik cahaya dari kegelapan dunia dimana manusia ditempatkan. Iman menjadi salah satu modal awal untuk menempuh jalan kembali kepada Allah. Modal lain yang diberikan untuk bertaubat adalah kehidupan di dunia. Orang kafir tidaklah akan diberi jalan taubat, begitu juga orang yang selalu melakukan kejahatan hingga ajal menjelang.

Dan tidaklah ada taubat itu bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan  hingga  datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang ". Dan tidak (ada taubat) bagi  orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An Nisaa’ : 18].

Kehidupan yang diberikan adalah salah satu modal untuk bertaubat kepada-Nya. Manusia harus bersyukur dengan memanfaatkan kehidupannya dengan sebaik-baiknya untuk kembali menuju kepada Sang Pemilik Cahaya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba sebelum nafasnya berada di kerongkongan.

Hijrah tidak terputus sampai terhentinya (masa untuk) taubat, dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat .

Tanpa bertaubat kepada Allah, pada dasarnya seseorang hanyalah berjalan menuju siksa yang pedih. Jahannam adalah tempat yang dituju oleh orang-orang yang tidak bertaubat. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi, oleh karena itu manusia wajib kembali kepada Allah dan menemukan kedudukannya di sisi tuhannya untuk menjadi khalifah. Sebagian manusia beriman kembali kepada-Nya dan menemukan kedudukannya di sisi tuhannya, sebagian belum menemukan kedudukannya di sisi tuhannya, maka dirinya terus berjalan melampaui alam barzakh dan alam akhirat. Sedangkan bagi yang tidak bertaubat, sebenarnya dirinya berjalan menuju Jahannam tanpa menyadarinya.

Orang-orang munafiq adalah termasuk orang-orang beriman namun menginginkan dunia lebih daripada keinginannya kembali kepada Allah. Bagi mereka tempat yang sangat rendah di dalam neraka, kecuali bagi yang bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada agama allah dan mengikhlashkan agama bagi Allah.

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan mengikhlaskan  agama mereka bagi Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. [An Nisaa’ : 146].

Perjalanan Menuju Taubat Nashuha


Sebagian orang beriman berbuat dosa, bahkan semua orang beriman berbuat dosa. Bertaubat akan membuka khazanah baginya betapa Allah mempunyai sifat sempurna sebagai yang maha memberi ampunan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. 

Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni mereka.

Manusia diciptakan di alam yang gelap sehingga banyak berbuat salah. Namun dengan kesalahan itu manusia menjadi lebih mengenal Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk berakal lain yang tidak mempunyai kesempatan berbuat dosa. Hal itu adalah salah satu kelebihan yang diberikan untuk manusia, terutama bagi manusia yang bertaubat. Sebaik-baik makhluk yang berbuat kesalahan adalah orang yang bertaubat.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul) satu titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan (perbuatan tersebut) dan memohon ampunan (kepada Allah), maka hatinya kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya. Maka itulah ar raan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam firmanNya “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. [Al Muthaffifin:14]

Hati manusia yang beriman akan terkotori oleh dosa-dosa yang dilakukannya, namun jika dia bertaubat, meninggalkan perbuatan itu dan memohon ampunan, maka Allah akan membersihkan hatinya dari noda yang mengotori. Dengan bertaubat tingkat kesucian manusia akan meningkat karena semakin dekat dengan Allah, hingga pada suatu saat diberikan cahaya kepada orang yang bertaubat.

Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada dengan taubat nashuha, mudah-mudahan Tuhan kalian akan menutup keburukan-keburukan kalian dan memasukkan kalian ke dalam  surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang beriman yang bersama mereka, cahaya mereka memancar di antara kedua tangannya dan sebelah kanan mereka, mereka mengatakan : ya tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS 66:8).

Ayat di atas bercerita tentang arah perjalanan orang-orang yang bertaubat nashuha. Pada tingkat pertama, ampunan Allah menanti orang-orang beriman yang bertaubat, sehingga keburukan-keburukan dirinya baik keburukan yang terlihat dalam amaliah maupun keburukan yang ada tersimpan dalam hati,  akan ditutup oleh Allah digantikan dengan kebaikan.

Berikutnya, kehidupan yang baik berupa surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai hendak diberikan kepada orang-orang beriman yang bertaubat yang telah diberikan kebaikan oleh Allah. 

Selanjutnya Cahaya akan diberikan kepada orang-orang yang bertaubat, berupa cahaya yang ada di antara kedua tangan mereka dan cahaya yang ada di sebelah kanan mereka. Cahaya adalah pengetahuan tentang ilahiah berupa ma’rifah. Cahaya yang berada di antara kedua tangan adalah ma’rifah tentang perbuatan-perbuatan-Nya dan cahaya yang berada di sebelah kanan mereka adalah ma’rifah tentang shifat-shifat-Nya.

Kehidupan di surga adalah abadi. Apa yang dicari seseorang di surga adalah kesempurnaan cahaya, sebagaimana atau lebih daripada keinginan seseorang di dunia mencari harta. Mereka bermohon setiap waktu di surga : Ya tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Langkah-langkah bertaubat


Taubat dilakukan setiap saat, tidak hanya orang yang bersalah atau berbuat dosa saja yang harus bertaubat. Dalam sebuah hadits rasulullah SAW bersabda :

Wahai, kaum mukminin. Bertaubatlah kepada Allah, karena saya juga bertaubat kepada Allah sehari seratus kali.[6]

Rasulullah SAW adalah manusia ma’shum yang terjaga dari kesalahan dalam setiap segi kehidupan. Beliau SAW bukanlah orang yang melakukan kesalahan dalam perbuatan atau perkataan atau dalam hati, beliau bersih dari semua itu. Akan tetapi beliau melakukan taubat dalam sehari serratus kali. Hal itu menunjukkan bahwa taubat yang beliau lakukan bukanlah memohon ampun dari kesalahan. Taubat yang dilakukan oleh rasulullah saw lebih bersifat memperbarui dan meningkatkan kehendak untuk mendekat kembali kepada Allah SWT.

Sebagian besar manusia beriman melakukan perbuatan-perbuatan buruk karena kebodohan. Hal itu akan membuat kotoran dalam hati yang menjauhkan diri dari tujuan, yaitu Allah. Tetapi sungguh rahmat Allah sangat besar,  dan manusia diberi kesempatan untuk mengenal besarnya rahmat-Nya. Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang bagi orang yang bertaubat setelah mengerjakan keburukan karena kebodohan, kemudian melakukan perbaikan, dan kebodohannya akan diganti dengan pengetahuan.

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah "Salaamun-alaikum. Rabb-mu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat keburukan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al An’am : 54].

Banyak orang-orang beriman telah beramal shalih sesuai dengan perintah Allah kepada mereka. Bagi mereka diperintahkan untuk beristiqomah, tegak pada jalan yang benar menjalankan perintah yang diberikan kepada mereka, akan tetapi tidak melampaui batas dalam melaksanakan perintah yang diberikan.

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. [Huud : 112]. 

Sebagian dari kaum beriman adalah orang-orang munafik, yaitu orang-orang beriman yang lebih menginginkan kehidupan duniawi daripada mendekat kepada Allah SWT. Jalan taubat bagi orang-orang munafik terbuka lebar selama nafas belum sampai di kerongkongan. Orang-orang munafik yang bertaubat akan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang beriman dan diberikan pahala yang besar, sekalipun keinginan terhadap dunia dan kembali kepada-Nya selalu berperang dalam hatinya. Cara bertaubat bagi orang-orang munafik  adalah dengan memperbarui taubat, mengadakan perbaikan, berpegang teguh pada Allah dan mengikhlashkan agamanya bagi Allah SWT.

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. [An Nisaa’ : 146].

Amar Ma'ruf Nahy Munkar

Amar ma'ruf nahi mungkar  berarti menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan dan mencegah dari kebodohan. Hal itu merupakan keistimewaan umat Islam yang akan menjadikan  umat Islam umat yang terbaik bagi manusia, dan karena amar ma’ruf nahy munkar Allah berkehendak memberikan rahmat-Nya yang besar kepada umat manusia.

Kedudukannya dalam kebaikan.


Allah melakukan penyebutannya terlebih dahulu daripada  iman dalam firman-Nya,

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menjalankan urusan dengan pengetahuan, dan mencegah dari kebodohan, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". [Ali Imron :110]

Ayat di atas menyebutkan keutamaan kebaikan bagi umat nabi Muhammad, berupa tiga hal. Yang paling utama adalah menjalankan amr dengan pengetahuan dan mencegah kebodohan, kemudian beriman kepada Allah.  Itu adalah urutan tingkatan kebaikan. Kebaikan yang lebih tinggi tidak akan terwujud tanpa kebaikan sebelumnya. Tanpa keimanan, tidak akan terwujud tingkatan kebaikan selanjutnya berupa amar ma’ruf nahy munkar.

Umat yang lain  dari kalangan ahlul kitab boleh jadi mereka  beriman kepada Allah SWT. Bilamana mereka beriman, maka pastilah itu sebuah kebaikan bagi mereka, namun mereka tidak akan bisa memperoleh keutamaan amar ma’ruf nahy munkar yang merupakan derajat kebaikan tertinggi.

Di antara ahlul kitab terdapat orang-orang yang beriman. Umat nabi Muhammad SAW  harus benar-benar memperhatikan bunyi ayat ini bahwa di antara ahlul kita terdapat orang-orang yang beriman. Tanpa mengetahui tentang keimanan, kita tidak bisa mengatakan bahwa seseorang tidak beriman padahal mereka mengikuti kitab yang diturunkan kepada nabi.

Umat nabi Muhammad  juga harus berhati-hati bahwa kebanyakan ahlul kitab adalah orang-orang fasik. Kita tidak boleh  mengikuti kebanyakan manusia karena mereka akan menyesatkan diri kita dari jalan Allah. Apa yang mereka ikuti kebanyakan adalah persangkaan belaka dan kebohongan.

Urusan yang Meneguhkan


Dalam ayat yang lain, amar ma’ruf nahy munkar disebutkan sebagai ‘azmi al-umuur sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

Wahai anakku, dirikanlah shalat dan  lakukanlah urusan (amr) dengan pengetahuan dan cegahlah (mereka) dari kebodohan dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk urusan-urusan yang meneguhkan ". [Lukman : 39].

Amar ma’ruf nahy munkar adalah salah satu urusan besar yang diturunkan bagi umat manusia, yang karena itu menjadi umat terbaik bagi seluruh umat manusia. Dalam ayat di atas, mendirikan shalat disebutkan terlebih dahulu daripada amar ma’ruf nahy munkar. Seseorang harus mampu mendirikan shalat, membuat keterhubungan dengan Allah agar dirinya mampu melaksanakan amar ma’ruf nahy munkar.

Dalam melaksanakan, seseorang harus membangun sikap sabar atas segala sesuatu yang menimpa dirinya.  Hal-hal itu akan menumbuhkan keteguhan dalam diri seseorang.

Membangun Umat Terbaik


Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan umat ini untuk menegakkannya, dalam firman-Nya. Untuk membangun umat terbaik, Allah berfirman dalam Alquran :

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan dan mencegah kebodohan; mereka adalah orang-orang yang beruntung".[Al-Imran:104].

Membangun umat yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar menjadi salah satu tugas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara ‘azmil umuur yang diturunkan Allah, amar ma’ruf nahy munkar adalah urusan besar yang diturunkan kepada nabi tertinggi yaitu rasulullah.

Bahkan beliau diutus untuk membangun umat  itu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang melaksanakan urusan (amr) dengan pengetahuan  dan mencegah kebodohan dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung". [Al- A'raaf : 157).

Bukan kaum nabi pada zaman israel yang melakukan amar ma’ruf nahy munkar, tetapi nabi yang ummi yang diceritakan dalam kitab-kitab mereka lah yang akan membangun umat yang melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Musa a.s dan Isa a.s adalah  termasuk nabi-nabi yang mempunyai urusan besar sebagai ulul ‘azmi, namun kitab mereka menceritakan tentang kedatangan rasulullah yang membawa akan menjalankan amar ma’ruf nahy munkar.

Ruh Muhammadiyah adalah sumber segala ruh yang membawa urusan (amr) yang menjelaskan tentang rahmaniah Allah. Beliau SAW adalah washilah Allah kepada semesta alam. Tanpa washilah kepada beliau, seluruh makhluk tidak dapat mengenal Allah. Pengenalan kepada Allah itulah pengetahuan (ma’rifat) sebenarnya yang menjadi landasan dalam amar ma’ruf. Sedangkan washilah kepada beliau adalah dengan mengenal diri sendiri hingga mengenal ruh alquds.

Menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan adalah  melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan bagi dirinya sebelum dilahirkan ke bumi sebagaimana ayat berikut :

Bagi setiap manusia telah kami kalungkan amal pekerjaannya di lehernya dan akan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat kitab yang dijumpainya dalam keadaan terbuka ( QS 17:13)

Mengenal urusan (amr) yang ditentukan bagi dirinya itulah yang disebut dengan mengenal diri, atau yang dikenal dengan ma’rifatunnafs. Siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal tuhannya.

Ayat-ayat  di atas secara tidak langsung menunjukkan bahwa amar ma’ruf hanya dapat dilakukan oleh umat yang telah sempurna akhlaknya dengan agama yang sempurna, sebagaimana kita ketahui bahwa rasulullah diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak dengan membawa agama yang sempurna. Hal itu ditunjukkan dengan redaksi “hendaklah ada di antara kalian”. Tidak seluruh muslim diperintahkan melakukannya. Amar ma’ruf tidak dapat dilakukan oleh umat yang akhlak atau agamanya tidak sempurna. Kendati agama yang dibawa rasulullah telah sempurna, belum tentu manusia yang menjalankan telah beragama secara sempurna. Kita perlu memperhatikan dengan seksama apa yang dimaksud sebagai agama.

Amar Ma’ruf Nahy Munkar dapat dilakukan oleh orang-orang yang diteguhkan kedudukannya di muka bumi. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

"(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan dan mencegah dari kebodohan; dan kepada Allahlah kembali segala urusan". [QS. 22:41] 

Keteguhan di muka bumi akan diperoleh bila seseorang berjalan dalam urusan yang ditentukan. Kehidupan di dunia adalah seperti perjalanan di lautan, dimana seseorang yang tidak mendapatkan urusan (amr) dirinya seolah-olah dirinya berenang di laut, terombang-ambing oleh air laut, sedangkan yang mengerjakan urusan dirinya seperti orang yang naik bahtera, atau mendapatkan jalan kering di laut.

Perwalian di antara Kaum Mu’minin dan Mu’minat


Amar Ma’ruf Nahy Munkar adalah bentuk perwalian di antara orang-orang beriman baik laki-laki maupun perempuan.

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".[At-Taubah:71]

Salah satu bentuk perwalian di antara orang-orang beriman laki-laki dan perempuan adalah amar ma’ruf nahy munkar. Dengan perwalian itulah Allah SWT menurunkan rahmat bagi kaum mu’minin. Rahmat dalam ayat ini adalah rahmat yang paling utama dalam kedudukan yang terpuji. Lebih jauh rasulullah bersabda :

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Demi dzat yang diriku berada di tangannya. Hendaklah kalian benar-benar melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan hendaklah kalian benar-benar mengambil tangan orang yang bodoh dan membawanya kepada kebenaran atau Allah Azza wa Jalla benar-benar akan memukul hati sebagian kalian dengan sebagian yang lainnya kemudian melaknat kalian sebagaimana Allah Azza wa Jalla melaknat mereka” (Tafsîr Ibnu Katsîr 3/161)

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman". [Riwayat Muslim].

Iman


Keimanan bukanlah sekadar percaya. Iblis pernah bertemu dengan tuhannya, dan benar-benar mengetahui bahwa tuhan adalah esa, namun dikatakan dalam alquran bahwa iblis adalah makhluk yang kafir.  Walaupun dia benar melihat tuhannya, tidaklah dia beriman atau layak menjadi saksi (syahid) bagi tuhannya. Demikian pula keimanan pada manusia, tidaklah cukup dengan mengatakan bahwa dirinya percaya bahwa hanya ada satu tuhan.

Iman adalah cahaya Allah yang menerangi  orang-orang beriman. Dengan cahaya itu orang-orang beriman berada dalam kehidupan yang terang. Orang-orang beriman harus  berpengetahuan ketuhanan sesuai dengan cahaya yang diberikan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS. Al Baqarah : 257)

Allah adalah cahaya, sedangkan kalimah thayyibah manusia adalah semisal pohon.  Pohon adalah makhluk yang mampu menangkap dan mengolah cahaya (matahari) menjadi energy yang bisa dimanfaatkan baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Buah adalah hasil pepohonan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang dihasilkan dari sinar matahari. Seumpama pohon, kalimah thayyibah manusia seharusnya bisa menangkap cahaya Allah untuk memakmurkan bumi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk makhluk yang lain.

Pohon yang baik mempunyai akar yang teguh menghunjam ke dalam bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit. Jiwa manusia adalah aspek cabang pohon yang ada di langit, menjulang ke atas mencari cahaya Allah, sedangkan jasad manusia adalah aspek akar pohon yang menghunjam ke bumi. Cabang dan akar merupakan satu entitas, tidak bisa dipisahkan. Pencarian rizki bagi jiwa dan bagi jasad bukanlah dua hal yang terpisah, tetapi harus menyatu. Itulah manusia yang baik.

Agama


Pengertian agama didefinisikan dalam Alquran sesuai dengan ayat di bawah :

“Maka tegakkanlah wajahmu bagi addiin secara hanif, yaitu fitrah Allah yang manusia diciptakan di atasnya. Tidak ada penggantian bagi ciptaan Allah. Itulah agama (addiin) yang tegak, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS 30 : 30).

Dalam surat ayat di atas, manusia diperintahkan menegakkan kehidupan untuk agama (addiin) secara hanif, yaitu pelaksanaan fitrah diri yang telah digariskan Allah bagi setiap manusia. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, artinya bahwa fitrah yang telah digariskan_Nya bersifat tetap, dan bahwa dengan pelaksanaan fitrah diri itulah agama menjadi tegak.

agama tersusun dari tiga atau empat sendi, yaitu islam, iman dan ihsan, serta tentang as-sa’ah.  Ketiga atau keempat hal itulah yang akan mengantarkan manusia untuk menggapai agama.

Akhlak Al-Karimah


Kesesuaian jiwa manusia dengan citra Arrahman serta peniupan ruh-Nya kepada manusia adalah kesempurnaan kemuliaan akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah. Manusia seperti itulah bentuk ciptaan Allah yang paling sempurna, sehingga para malaikat muqarrabun harus bersujud kepada manusia.

Dalam sebuah hadits, diceritakan bahwa manusia diciptakan dengan citra arrahman. Jasad manusia hanyalah bayangan dari citra arrahman, yang berfungsi sebagai wadah bagi jiwa. Jiwa manusia lah yang membawa citra arrahman, namun dapat berubah menjadi bentuk ciptaan yang paling rendah.

Rasulullah dalam hadits qudsi, “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan citra Ar-Rahman.”

Arrahman adalah asmaul husna yang terbesar. Seluruh alam semesta diciptakan untuk satu tujuan, yaitu memperkenalkan rahmaniah Allah SWT. Citra arrahmaan bukanlah citra Allah. Maksud hadits di atas adalah bahwa manusia diciptakan untuk mampu mengenali dengan sempurna rahmaniah-Nya, sebagaimana cermin mampu memantulkan objek di hadapannya. Itulah yang dimaksudkan dalam ayat 11 surat al-a’raaf sebagai berikut :

Sungguh kami telah menciptakan kalian kemudian kami memberikan citra kepada kalian kemudian kami katakan kepada para malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis, dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (QS 7:11)

Ketika jiwa manusia berubah dari bentuk ciptaan yang rendah menjadi bentuk yang sebaik-baiknya, Dia akan menyempurnakan jiwa manusia tersebut menjadi sesuai dengan citra arrahman dan akan meniupkan kepadanya ruh-Nya.   Itulah yang dimaksudkan dalam alquran surat al-ahqaaf : 72.

maka apabila Aku telah mempersamakannya (sesuai citra arrahman) dan Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku, maka hendaklah kalian tersungkur bersujud kepadanya” (QS 38:72)

Tiupan ruh dalam konteks ayat di atas bukanlah ruh yang memberikan kehidupan bagi jasad manusia. Ruh yang dimaksudkan adalah ruh qudus sebagaimana ruh yang datang kepada Maryam a.s setelah beliau mencapai bentuk jiwa yang sebaik-baiknya.

Minggu, 13 Desember 2015

Qadla dan Qadar

Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)

Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. 

Segala Sesuatu yang terjadi adalah taqdir Allah

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya aku melakukannya demikian, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi qadar Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi… .’

Segala sesuatu yang terjadi atas diri manusia adalah telah dikehendaki oleh Allah SWT.  Tidak ada yang dikehendaki oleh-Nya yang tidak terjadi. Segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. Seluruh peristiwa datang  dengan membawa urusan (amr) agar manusia mengetahui bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula dari bumi. Urusan (amr) turun di antara mereka, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." [QS Ath-Thalaaq : 12]

Allah SWT menciptakan makhluk berupa tujuh langit dan seperti itu pula bumi, dan diturunkan di antara mereka urusan-urusan (amr). Manusia diperintahkan untuk memperhatikan urusan-urusan yang turun di antara petala langit dan bumi agar bisa mengetahui bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. 

Manusia tidak diciptakan sekadar untuk mencari kehidupan jasadiah saja. Manusia diciptakan untuk memperhatikan urusan-urusan yang diturunkan di langit dan bumi agar berilmu. Kadangkala manusia diberikan kesempitan dan kelonggaran, keburukan dan kebaikan. Manusia harus  ridho dengan seluruh  ketetapan yang diberikan. Seluruhnya tidaklah sia-sia tetapi membawa urusan untuk dikenali

Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani).

Allah memberikan Amr Setiap Saat


Allah telah selesai menciptakan segenap makhluk di segenap petala langit dan bumi, kemudian Dia beristiwa di atas ‘arsy mengatur segenap urusan (amr). Penciptaan telah selesai dilakukan oleh-Nya, hanya amr (urusan) saja yang sedang digelar di semesta. Dia senantiasa dalam kesibukan memberikan urusan kepada seluruh makhluk-Nya, baik makhluk langit maupun makhluk bumi.

“Semua yang ada di petala langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan” (QS. Ar Rahman: 29).

Makhluk-makhluk berakal diciptakan agar bisa mengenal Allah melalui urusan-urusan (amr) yang digelarnya. Seluruh makhluk telah diciptakan dengan tugas mengenal Allah sesuai kadar masing-masing, namun tidak seluruh makhluk menjalankan tugasnya dengan baik. Sebagian besar terlalaikan karena keinginan dan hawa nafsu masing-masing. Hal utama yang perlu diperhatikan oleh manusia selama hidupnya adalah masalah keihsanan,  yaitu kesadaran manusia akan ibadah kepada  Allah. Orang yang mempunyai kesadaran lebih tinggi tentang Allah setiap saat dikatakan sebagai orang yang lebih baik keihsanannya.

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih ihsan dalam amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)

Urusan bagi makhluk-Nya diberikan setiap saat sesuai dengan keadaan makhluknya. Allah selalu dalam kesibukan memberikan urusan (amr) setiap saat kepada makhluk sesuai dengan keadaan masing-masing. Bagi sebagian makhluk diberikan urusan sesuai dengan keadaannya tanpa dirugikan sedikitpun, bagi hamba yang dikehendaki-Nya, Allah menyempitkan atau melonggarkan agar hamba-Nya selalu berdzikir, dan bagi sebagian diberikan istidraj, dibiarkan terbuka baginya seluruh jalan di bumi namun azab baginya akan datang secara tiba-tiba. Seluruhnya merupakan urusan yang selalu diberikan-Nya kepada makhluk sesuai dengan keadaan masing-masing makhluk.

 “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa-apa  yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d : 11)

Seluruh urusan yang diturunkan-Nya bagi makhluk adalah untuk memberikan khazanah dari sisi-Nya. Tidak ada urusan yang diberikan-Nya kepada makhluk sebagai sebuah kesia-siaan, baik itu berupa kesempitan, kelonggaran, rezeki sesuai usaha masing-masing ataupun istidraj dari-Nya. Semua itu adalah bentuk rahmaniah-Nya kepada makhluk.  Bagi makhluk yang bergantung kepada Allah sepenuhnya, kesempitan dan kelonggaran adalah kebaikan yang akan membuat seseorang semakin ihsan. Bagi makhluk yang lebih banyak bergantung kepada aspek jasadiahnya, rezeki sesuai usaha masing-masing adalah yang terbaik baginya, sedangkan bagi yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, istidraj adalah yang terbaik baginya. Allah memberikan segala sesuatu kepada makhluk dengan kadar sesuai makhluk.

"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." [Al-Hijr/15 : 21]

Segala sesuatu turun dengan ukuran tertentu, membawa khazanah dari sisi-Nya.  Apa yang terjadi  di seluruh semesta seluruhnya telah tertulis dalam kitab (lauh al-mahfudz), namun apa yang turun kepada makhluk tidaklah seluruh khazanah yang ada di lauh al-mahfudz. Kadar makhluk membatasi khazanah itu, sehingga yang diturunkan hanyalah dengan kadar tertentu sesuai kadar makhluk.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid : 22)

Allah SWT mengetahui segala yang akan terjadi. Apa yang terjadi pada jaman dahulu, saat ini dan yang akan datang seluruhnya telah diketahui-Nya. Dengan seluruh amr/urusan yang turun secara baru, keadaan manusia dan makhluk lain yang bisa mempengaruhi jalannya sejarah dan segenap hal yang ditimbulkan dari makhluk,  adalah hal mudah bagi Allah SWT  untuk mengetahui apa yang akan terjadi dari jaman dahulu hingga jaman yang akan datang, bahkan sebelum makhluk itu diciptakan. Ilmu Allah tiada terbatas keluasannya, tidak dapat dibayangkan walaupun bagi makhluk yang paling cerdas sekalipun. Seluruh apa yang terjadi telah diketahui-Nya bahkan sebelum penciptaan, tidak meleset dari apa yang Dia perintahkan untuk dituliskan di lauh al-mahfudz.

Lauh al-mahfudz merupakan bukti betapa pengetahuan Allah tidak terbatas. Pengetahuan itu berada di luar yang bisa dimengerti  manusia. Tidak perlu manusia mengetahui apa yang ada dalam lauh al-mahfudz kecuali sebagai bukti untuk manusia yang telah mencintai-Nya. Tugas manusia adalah memikirkan tentang ciptaan Allah melalui urusan-urusan yang diberikan-Nya agar bisa mengenal dan mencintai-Nya, bukan mengetahui apa yang tertulis di lauh almahfudz yang akan terjadi. Manusia  telah diberi bekal untuk menghadapi semua hal yang akan diberikan. Allah memberikan ruh kehidupan yang menghidupkan jasad, memberikan jiwa bagi manusia yang mempunyai kecerdasan hingga melampaui semua makhluk, juga telah diberi kemampuan-kemampuan lain untuk kehidupannya. Itu yang harus disyukuri oleh manusia dengan berbuat ihsan sebaik-baiknya.

Allah SWT telah mengetahui bagaimana kesudahan dari setiap makhluknya, tetapi manusia tidak perlu mengatakan bahwa nasib bagi dirinya telah digariskan. Kehidupan harus disikapi dengan sebaik-baiknya tanpa terikat masa depan diri kita, tetapi pikirkan bagaimana kita bisa selalu meningkatkan keihsanan diri kita dalam setiap saat. Itulah yang ditentukan bagi manusia. Kita harus bersikap dengan pengetahuan diri kita, bukan dengan pengetahuan orang lain bukan pula dengan ilmu Allah SWT.

"Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan kami tidak akan mengharamkan apapun. Demikian pula orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan sampai mereka merasakan azab kami. Katakanlah : apakah kamu mempunyai pengetahuan yang dapat kamu kemukakan kepada kami? Yang kamu ikuti hanya persangkaan belaka, dan kamu hanya mengira. .’" [Al-An’aam/6 : 148]

Kaum musyrikin membuat persangkaan bahwa jika Allah menghendaki maka mereka dan bapak-bapak mereka tidak akan menjadi musyrik. Tetapi alquran membantah bahwa hal seperti itu hanyalah persangkaan belaka, bahwa meraka  hanyalah mengira tanpa pengetahuan. Mereka menyangka tanpa pengetahuan bahwa Allah menentukan seseorang musyrik atau tidak. Selayaknya manusia harus berusaha untuk mencari pengetahuan yang terbaik, bersikap benar dengan pengetahuan  terbaik yang diperolehnya agar Allah SWT menghendaki dirinya menempuh jalan taubat.

Dan tidaklah kalian berkehendak kecuali Allah tuhan semesta alam menghendaki (QS attaghabuun 86)

Kadar Manusia


Seluruh makhluk diciptakan dengan kadar tertentu sesuai dengan ayat berikut :
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." [Al-Qamar/54 : 49]
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)

Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan kadar tertentu. Sebuah batu diciptakan dengan kadar kekerasan dan kekuatan yang berbeda-beda. Tanaman mempunyai kadar yang berbeda dengan batu, sedangkan matahari ditakdirkan berjalan di tempat peredarannya. Flora, Fauna dan segala hal yang ada di sebuah ekosistem diciptakan masing-masing dengan kadar tertentu, saling memberi dan mengambil manfaat satu dengan yang lain dengan cara sedemikian kompleks sehingga kesetimbangan ekosistem dapat terjaga. Gangguan pada salah satu habitat akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan karena masing-masing menjalankan kadarnya. Masing-masing mempunyai kadar yang telah ditentukan.

Matahari berjalan di tempat peredarannya dijadikan sebuah contoh dalam alquran, karena matahari adalah hal yang bisa dilihat oleh semua makhluk. Sebenarnya seluruh makhluk berjalan pada peredarannya. Dalam sebuah batu, terdapat atom-atom yang masing-masing mempunyai inti  dikelilingi oleh elektron, sebuah duplikasi mini, fraktal bagi peredaran tata surya. Demikian juga tata surya beredar di galaksi sesuai garis edarnya, dalam fraktal yang lebih besar. Yang bisa terlihat dengan jelas oleh makhluk adalah matahari sehingga matahari lah yang menjadi contoh dalam alquran.

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS. Yasin : 38)

Seluruh makhluk beredar sesuai garis peredaran. Namun manusia diberikan keluasan untuk mengungkap khazanah ilahi tentang ilah sebagai pusat peredaran. Manusia diciptakan dengan kedua tangan-Nya, di antaranya dari unsur terjauh dari tuhan berupa jasad. Manusia adalah makhluk berakal yang berada di tempat paling gelap di semesta yang diciptakan-Nya, dan harus kembali menemukan bahwa dirinya adalah ciptaan yang paling sempurna. 

Manusia harus berangkat dari kecerdasan jasadiah tingkat rendah. Walaupun kecerdasan jasadiah manusia di dunia jasad adalah tertinggi, namun kecerdasan itu sebenarnya berada pada level rendah untuk makhluk langit yang berakal. Manusia diciptakan di tempat yang rendah untuk menjadi makhluk dengan kecerdasan tertinggi di semesta melampaui malaikat muqarrabun. Rasulullah SAW adalah makhluk yang diberikan kepadanya ruh tertinggi di alam semesta, pemilik kecerdasan yang beristiwa’  di ufuk yang tertinggi. 

Kebebasan manusia tidak beredar pada garis edar adalah karena manusia berada pada level jasadiah yang setara dengan ternak, padahal manusia adalah makhluk langit yang berakal. Ketika manusia mencapai akal sebagai makhluk langit, maka dirinya akan menyadari bahwa ada titik pusat peredaran yang harus dipatuhi dirinya. Dia akan bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah. Dia menyadari sepenuhnya bahwa tidak layak dirinya mengabdi kepada sesuatupun kecuali untuk Allah  sebagaimana para malaikat  mengabdi,  bahkan lebih mempunyai kesadaran lagi karena dirinya pernah merasakan sebagaimana yang ternak rasakan.

Manusia lah makhluk yang diberikan amanat yang tidak sanggup dipikul oleh gunung-gunung dan makhluk-makhluk yang lain, dan manusia lah yang diciptakan Allah dengan kesempurnaan yang hanya diketahui oleh-Nya. Para malaikat muqarrabun pun tidak mengetahui kesempurnaan manusia yang diciptakan dengan kedua tangan-Nya.

Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami berikan kadarnya, maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." [Al-Mursalaat/77 : 22-23]

Ayat di atas bercerita tentang penciptaan manusia di dalam rahim. Kepada manusia diberikan kadar dirinya pada waktu di dalam rahim. Allah adalah sebaik-baik pemberi kadar, dan bagi manusia diberikan kadar terbaiknya ketika di dalam rahim.

Tidak ada kadar buruk diberikan oleh sang Pencipta kepada manusia pada masa pemberian kadar itu. Misalnya manusia tidak ada yang diberikan takdir untuk mati dengan bunuh diri pada saat pengkadaran dalam rahim. Namun dalam perjalanan hidup seorang manusia, kadang-kadang ditemukan taqdir buruk bagi dirinya. Hal itu bukanlah taqdir yang diberikan ketika pengkadaran di dalam rahim, tetapi itu adalah urusan yang diijinkan oleh Allah untuk terjadi sesuai dengan keadaan makhluk pada saat itu. 

Takdir yang diberikan pada saat pengkadaran itu adalah sebagaimana diceritakan dalam ayat berikut :

"…Kemudian engkau tiba di atas kadar  yang ditetapkan wahai Musa." [Thaahaa/20 : 40]

Pertemuan Musa a.s dengan api suci di lembah thuwa adalah  saat dimana musa telah tiba di atas kadar yang telah ditetapkan sejak sebelum kelahirannya. Takdir yang berlaku sebelumnya adalah berkenaan dengan urusan-urusan yang diberikan Allah dalam setiap waktu bagi setiap makhluknya, sedangkan takdir  yang berlaku setelah pertemuan tersebut adalah urusan (amr) yang telah ditentukan Allah sebelum kelahirannya.

Kadar yang ditemui Musa a.s itulah sebagaimana diceritakan dalam surat alqadr. Turun pada malam itu malaikat dan ruh dengan membawa amr (urusan) dengan seijin tuhannya.

"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." [Al-A’laa/87 : 3]



Rabu, 09 Desember 2015

Iman

Keimanan bukanlah sekadar percaya. Iblis pernah bertemu dengan tuhannya, dan benar-benar mengetahui bahwa tuhan adalah esa, namun dikatakan dalam alquran bahwa iblis adalah makhluk yang kafir.  Walaupun dia benar melihat tuhannya, tidaklah dia beriman atau layak menjadi saksi (syahid) bagi tuhannya. Demikian pula keimanan pada manusia, tidaklah cukup dengan mengatakan bahwa dirinya percaya bahwa hanya ada satu tuhan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa keimanan akan membawa manusia  menuju akhlak yang mulia.

Iblis berkata : tuhanku, karena Engkau telah menetapkan aku sesat, aku benar-benar menjadikan (di mata mereka) indah di bumi dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka semua. (QS 15:39)

Iblis bukan makhluk yang beriman walaupun jelas melihat rabb-nya dan berkomunikasi. Jelas masalah iman tidak sama dengan percaya. Tidak mungkin iblis tidak percaya kepada rabb yang telah berbicara kepada dirinya.

Pengertian Iman


Beriman adalah masalah pengetahuan tentang ketuhanan, sehingga kehidupan orang yang beriman adalah kehidupan dalam cahaya.  Itu yang iblis tidak menyadarinya.  Walaupun bertemu dan berbicara dengan rabbnya, iblis tidak mempunyai pengetahuan tentang ketuhanan. Alquran surat annuur berbicara jelas tentang pengetahuan ketuhanan, dan manusia lah yang bisa mengenal hal itu.

Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Permisalan cahaya-Nya adalah seperti misykat yang terdapat di dalamnya lampu, lampu itu terletak dalam selubung kaca,  dan selubung kaca itu  bagaikan bintang-bintang yang berkilauan …………. (QS 24:35)

Allah SWT secara zat tidak akan mampu dikenal oleh segenap makhluk. Huwa ( Dia ) tidak ada permisalan apapun yang bisa disematkan kepada Huwa.  Akan tetapi Allah memperkenalkan diri kepada makhluk sebagai cahaya. Allah adalah cahaya petala langit dan bumi, artinya makhluk diberi kemampuan untuk mengenali-Nya sebagai cahaya, bukan sebagai zat. Tidak ada seorang makhluk-pun yang mampu mengenali-Nya dalam zat.

Cahaya Allah adalah cahaya yang menerangi  petala langit dan bumi.  Cahaya tidak akan mampu dikenali juga oleh makhluk, tetapi dengan cahaya makhluk dapat mengenal apa yang terdapat di hadapan dirinya. Tanpa cahaya, apa yang terdapat di hadapan seseorang tidak akan terlihat. Namun seseorang juga tidak akan mampu melihat cahaya tanpa ada sesuatu berada di hadapan dirinya. Makhluk hanya mampu mengenali makhluk, dan tidak mampu berpengetahuan tentang tuhan tanpa melihat apa yang ada di hadapan dirinya.

Iman adalah cahaya Allah yang menerangi  orang-orang beriman. Dengan cahaya itu orang-orang beriman berada dalam kehidupan yang terang. Orang-orang beriman harus  berpengetahuan ketuhanan sesuai dengan cahaya yang diberikan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS. Al Baqarah : 257)

Dijelaskan dalam alquran bagi mereka mereka yang meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madlarat, Yang mengatur segala urusan, agar memikirkan tentang  Allah dengan segala sesuatu yang terjadi  di hadapannya.  Alquran surat yunus menyebutkan : 

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Alloh'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa." (QS: Yunus: 31)

Manusia Beriman Bagaikan Pohon


Alquran menjelaskan bahwa Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Sedangkan dalam surat Ibrahim ayat 24, Allah mengambil permisalan kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya menghunjam ke dalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang di langit. Sedangkan kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk tercerabut akarnya  dari bumi tidak dapat tegak. Pohon itu adalah perumpamaan manusia.

Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah mengambil permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Memberikan buahnya setiap saat dengan ijin tuhannya. Dan Allah mengambil pemisalan itu bagi manusia  agar mereka selalu berdzikir. Dan permisalan pohon yang buruk adalah seperti pohon yang buruk, tercerabut akarnya dari bumi tanpa dapat tegak. (QS Ibrahim 24-26)

Dalam ayat-ayat di atas, disebutkan bahwa pohon itu adalah permisalan bagi manusia. Allah adalah cahaya, sedangkan kalimah thayyibah manusia adalah semisal pohon yang baik.  Pohon adalah makhluk yang mampu menangkap dan mengolah cahaya (matahari) menjadi energi yang bisa dimanfaatkan baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Buah adalah hasil pepohonan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang dihasilkan dari sinar matahari. Seumpama pohon, kalimah thayyibah manusia seharusnya bisa menangkap cahaya Allah untuk memakmurkan bumi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk makhluk yang lain.

Pohon yang baik mempunyai akar yang teguh menghunjam ke dalam bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit. Jiwa manusia adalah aspek cabang pohon yang ada di langit, menjulang ke langit mencari cahaya Allah, sedangkan jasad manusia adalah aspek akar pohon yang menghunjam ke bumi jasadiah. Cabang pohon dan akar merupakan satu entitas, tidak bisa dipisahkan. Pencarian rizki bagi jiwa dan bagi jasad bukanlah dua hal yang terpisah, tetapi harus menyatu. Itulah manusia dengan pohon diri yang baik.

Pohon yang buruk  adalah pohon yang tercerabut akarnya dari bumi tidak dapat tegak. Seringkali seseorang yang percaya kepada Allah berusaha mencari pengetahuan jiwanya, tetapi kemudian terpuruk dengan  pengetahuan kitab berupa dalil-dalil tanpa mengetahui keterkaitannya dengan aspek kebumian jasadiah dirinya. Dalil-dalil kitab yang dipegang tidak menyatu dengan pengetahuan jasadiah dirinya. Sebagian bahkan menganggap bahwa dalil-dalil itu adalah kebenaran mutlak yang harus diikuti. Dirinya tidak menyadari bahwa pohon dirinya-lah hal paling penting yang harus ditumbuhkan dengan pengetahuan langit itu.

Alquran dengan jelas telah membimbing, bahwa agama adalah tentang pengetahuan fitrah diri, sedangkan syaitan menutup pengetahuan itu menggunakan hawa nafsu dan syahwat manusia. Dengan mengenal fitrah diri, manusia tidak perlu dua jalan untuk mencari rizki  bagi dunia dan jiwanya. Jalan hidupnya adalah jalan pengabdiannya dan sumber rizki baginya, baik rizki jasadiah maupun rizki jiwa. Tanpa mengenal fitrah diri, kehidupan dunia dan akhirat akan selalu bertentangan seperti wanita yang dimadu.

Menumbuhkan Pohon Thayyibah

Mencari fitrah diri dimulai dengan pembersihan jiwa. Bila seseorang tidak  memperhatikan kebersihan hatinya, maka syaitan akan menyesatkan dirinya, bahkan, manusia akan disesatkan dengan ilmunya. Tazkiyatun nafs menjadi langkah awal manusia untuk menumbuhkan pengetahuan diri. Amar ma’ruf nahy munkar (menjalankan urusan (amr) dengan pengetahuan dan mencegah dari kebodohan) adalah buah pohon diri yang baik. 

Sebaliknya, syaitan akan membuat manusia tersesat tetapi manusia memandang baik apa yang dikerjakan dirinya. Banyak ajaran-ajaran berdasarkan dalil-dalil agama yang tampak seperti baik tapi sebenarnya tidak ada manfaatnya bagi yang mengamalkannya. Tashfiyah dan tarbiyah nampaknya baik, tapi sebenarnya tidak ada manfaat bagi manusia, karena Allah telah memberikan penjagaan bagi agama. Sangat mungkin terjadi kaum yang melakukan tashfiyah dan tarbiyah pada dasarnya tergelincir mengikuti syaitan merasa diri paling benar, sementara esensi agama tidak terpahami.

Amal shalih bermanfaat untuk menumbuhkan pohon diri. Setiap perbuatan selain amal shalih dan berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran pada dasarnya hanyalah kesia-siaan yang akan disesali manusia. Hal-hal yang disebutkan surat al-ashr adalah amal yang bisa menumbuhkan pohon diri. Pohon diri yang tumbuh dengan baik akan membuat manusia mampu menangkap cahaya Allah yang abadi, bisa hidup abadi di akhirat kelak dengan rizki dari Allah. Tanpa pohon diri yang baik, manusia akan tergantung pada dunia jasadiah, padahal dunia akan pasti lapuk dan hancur.

Dan orang-orang yang beriman serta beramal shaleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah  : 82)

Amar ma’ruf nahy munkar adalah buah dari pohon diri yang baik. Amar ma’ruf berarti menjalankan urusan (amr)  dari Allah SWT  sesuai dengan pengetahuan fitrah diri. Tidak ada amar ma’ruf yang bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak mengenal fitrah diri untuk apa dirinya diciptakan. Dengan amal shalih, wasiat tentang alhaq dan kesabaran, seseorang akan tertuntun  untuk memberikan sumbangsih sesuai fitrah diri kepada masyarakat, dan pengetahuan akan diri akan bertambah sedikit demi sedikit, hingga pada akhirnya dirinya akan benar-benar mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Pengetahuan tentang fitrah diri akan menghilangkan kebodohan (kemunkaran) diri sedikit demi sedikit.

Fungsi Iman

Iman adalah cahaya yang diberikan Allah SWT kepada hambanya yang bersih hatinya. Allah berkehendak untuk  memberikan petunjuk agar hamba-Nya bisa bertaubat kepada-Nya. Alquran menceritakan fungsi iman sebagai berikut :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya…(QS. Yunus  : 9)

Allah senantiasa memperhatikan hamba-hamba yang selalu mencari kebaikan. Allah akan senantiasa memberikan petunjuk kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih dengan keimanan mereka.

Hati (qalb) menjadi fakultas jiwa yang mencerap cahaya. Pada jasad, fakultas yang menerima cahaya adalah mata, sedangkan pada  nafs, hati lah fakultas yang mencerap cahaya ilahi.

Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (QS. At Taghabuun  : 11)

Kebersihan dan kesehatan hati menjadi titik tolak  awal agar manusia bisa mendapat cahaya tuhan dengan baik. Tanpa hati yang bersih niscaya cahaya itu tidak ada gunanya.  Kotoran hati  akan menutup hati manusia dari cahaya, dan hati yang tidak sehat akan membuat manusia bersikap salah terhadap  petunjuk yang datang.

Islam adalah jalan untuk membuka harapan agar iman bisa masuk ke dalam hati. Dengan berserah diri, seseorang dapat berharap bahwa Allah akan membukakan hatinya berserah diri, kemudian mendapat cahaya dari Allah.

maka orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) berserah diri lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya. (QS. Az Zumar  : 22)

Berserah diri, islam, bukan berarti pasrah tidak perlu ada usaha. Berserah diri adalah berusaha dengan sungguh-sungguh mencari kehendak Allah atas setiap diri manusia setiap saat. Dengan berusaha bersungguh-sungguh mencari kehendak-Nya, kita bisa berharap semoga Allah memberikan cahaya-Nya.

Jumat, 04 Desember 2015

Kalimat Syahadatain

Tiada tuhan selain Allah

Uluhiyah 

Kalimat syahadat merupakan ikrar keikhlasan untuk mengenal tentang ilahiah dan risalah. Keikhlasan diterangkan dengan ringkas dan jelas dalam surat al-ikhlas :

Katakanlah : Dia lah Allah yang esa. Allah tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada yang menjadi bandingan bagi-Nya sesuatupun. (QS al-ikhlash :1-4)

Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang huwiyah dan uluhiyah.  Huwa (Dia) tidaklah akan mampu dikenal oleh siapapun. Namun bagi makhluk diperintahkan untuk berkata : Dia (Huwa) lah Allah yang Esa. Makna dari perintah “katakanlah” adalah hendaklah manusia berilmu agar bisa  berkata.  Objek yang diperkenalkan dalam ayat itu adalah Allah yang esa. Dengan kata lain, perintah tersebut bermakna: kenalilah Allah yang esa.

Ayat kedua berkata: Allah adalah tempat bergantung. Apa yang diperkenalkan oleh “Huwa”, yaitu Allah,  adalah tempat bergantung. Kita mengenal rasulullah saw sebagai washilah kepada Allah. Allah dan malaikat-malaikatnya melakukan wasilah pada nabi Muhammad SAW, artinya bahwa Allah memberi wasilah kepada nabi, dan malaikat berwasilah kepada nabi.  Sedangkan bagi makhluk-makhluk yang terletak jauh dari nabi, harus melakukan perjalanan untuk berwasilah kepada nabi. Para waliyullah berwasilah kepada nabi, sedangkan bagi murid-murid yang tidak terhubung dengan nabi harus berwasilah kepada para wali-wali atau orang-orang soleh yang masih hidup  agar terhubung kepada nabi.

Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada satu  kesamaan apapun dalam  “keberadaan” makhluk terhadap Allah. Makhluk ada karena diciptakan dari ketiadaan, bersifat baru, bukan dijadikan dari unsur sang pencipta. Makhluk bukan sesuatu yang benar-benar ada, tetapi hanya diberi “keberadaan” dari yang maha ada. Dalam analogi yang sangat disederhanakan, dalam sebuah televisi yang menampilkan siaran sebuah peristiwa, tidak terdapat unsur peristiwa tersebut sedikitpun dalam siaran itu, kecuali beritanya.

Tidak ada satupun yang bisa menjadi bandingan bagi-Nya. Walaupun Allah mengenalkan diri bagi makhluk-Nya, namun sesungguhnya tidaklah diri-Nya dikenal dengan sebenarnya oleh makhluk. Apa yang dikenal oleh makhluk hanyalah sebatas kemampuan makhluk mengenal-Nya. Sebagian hanya mendengar nama-Nya, dan bagi rasulullah saw beliau mengenal apa yang diperkenalkan-Nya bagi makhluk seluruhnya.

Dengan seluruh bekal dan kemampuan yang diberikan kepada makhluk, setiap makhluk diperintahkan untuk mengenali apa yang diperkenalkan-Nya, yaitu Allah yang menciptakan dan memelihara seluruh semesta, pemilik asmaul husna.

Allah dapat dikenal melalui ayat-ayat yang tersebar dalam penciptaan lelangit dan bumi serta pemeliharaannya. Pada dasarnya, Allah telah selesai melakukan penciptaan lelangit dan bumi kemudian  beristiwa’ di atas ‘arsy, memberitakan ayat-ayat  tentang asma’ Arrahman. Hal itu kita temui pada ayat berikut:

Arrahmaan beristiwa’ di atas ‘arsy (QS Surat Thaha 5).

Allah-lah Yang meninggikan lelangit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda. Supaya kamu, terhadap perjumpaan dengan Tuhanmu, meyakini.  (Ar Ra’d, 13: 2)

Rububiyah

Alam semesta diciptakan sebagai pertanda, ayat tentang Allah, sebagaimana tercantum dalam alquran surat ali imron ayat 190-191:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya malam dan siang terdapata tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi : ya tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka (QS 3: 190-191)

Allah telah menciptakan alam semesta yang sangat-sangat besar hingga tidak terjangkau oleh indera fisik, bahkan walaupun dengan alat bantu mutakhir sekalipun. Selain alam fisik yang dapat diindera oleh instrumen fisik, alam-alam halus pun diciptakan berdampingan dengan alam kasar dengan keragaman luar biasa, dari alam manusia, jin, malaikat, ruh dan alam-alam lain yang ada bersama-sama. Allah pun memberikan kepada masing-masing ciptaan kadar kemampuan yang sangat beragam.

Sebuah batu diberi kemampuan berupa kekerasan dan kekuatan. Tanah diberi kemampuan untuk memberikan dukungan kehidupan atas vegetasi dan fauna yang ada di atasnya. Tanaman diberi kemampuan untuk tumbuh, berkembang, mengubah panas matahari menjadi bentuk energy lain sehingga bisa dimanfaatkan oleh makhluk lainnya.

Bila kita perhatikan dengan seksama, kita akan menemukan bahwa penciptaan makhluk oleh Allah telah sempurna, dan Allah memberikan kemampuan kepada ciptaan-Nya untuk berproses sesuai dengan istiwa’-Nya di atas ‘Arsy. Alquran surat yunus ayat 3 mengatakan :

Sesungguhnya tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan  langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa’ di atas ‘arsy mengatur segala urusan (amr). Tidak ada seorangpun dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Demikian itulah Allah tuhanmu, maka sembahlah Dia, maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 10:3).

Penciptaan makhluk langit dan bumi  telah selesai dilakukan oleh Allah, yang ditunjukkan dalam kalimat Khalaqa, bentuk past tense yang artinya telah mencipta,  dan setelah menciptakan makhluk Allah beristiwa’ di atas ‘arsy untuk mengatur segala urusan. Pelaksanaan segala urusan yang diberikan Allah bagi makhluk yang ada di langit dan bumi dilakukan oleh ruh, sebagaimana disebutkan ayat 85 surat al-isra.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah ruh adalah dari amr (urusan) tuhanmu, dan tidaklah kamu diberi ilmu kecuali hanya sedikit (QS 17:85).

Kita menemukan begitu banyak ruh yang memberikan urusan allah kepada makhluk. Dalam setiap ciptaan-Nya akan kita temukan amr yang dibawa oleh ruh, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

…. Ingatlah, bagi-Nya lah Ciptaan (al Khalq) dan urusan (al-Amr). Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.(QS al a’raaf :54)

  Setiap diri kita diberi ruh yang mendatangkan urusan bagi kita untuk membuat kita pandai. Dengan ruh, badan kita menjadi hidup untuk menghadapi urusan yang ditentukan Allah bagi setiap insan untuk membuat manusia mengerti asma-asma yang bisa dikenal oleh masing-masing.

Begitu pula makhluk-makhluk yang lain diberikan ruh untuk memanifestasikan asma yang sanggup dikenal oleh masing-masing. Ruh untuk singa berbeda dengan ruh domba atau ruh tumbuhan. Ruh singa memberikan bentuk kehidupan singa, begitu pula dengan kambing, tumbuhan dan seluruh ciptaan lainnya. Dalam satu pohon bisa kita jumpai hingga ribuan ruh yang tersebar pada setiap biji yang bisa tumbuh bila berada  pada tempat yang memungkinkan. Begitu besar alam semesta diciptakan oleh Allah.

Bukan hanya alam ruh, alam yang lebih kasar pun sangat beragam dan seluruhnya diberi kemampuan sesuai dengan kadar masing-masing. Dalam diri seorang manusia dapat kita temui alam ruh hingga alam jasad sebagai ciptaan terjauh dari tuhannya. Pertemuan alam jiwa dengan jasad pun menumbuhkan sekian banyak hawa nafsu, kehendak berkarya bagi sesama, keinginan atas materi, keinginan untuk mencintai orang lain dan begitu banyak hal-hal lain yang bisa tumbuh dalam diri seorang manusia. 

Begitu juga pertemuan  laki-laki  dan perempuan  bisa menghasilkan sekian keturunan. Campuran material-material yang berbeda pun banyak yang mampu menghasilkan material baru yang mempunyai sifat berbeda.  Betapa Allah telah memberikan  kemampuan yang sedemikian besar kepada seluruh ciptaan-Nya, mulai dari  alam jasadiah hingga alam ruh.

Dengan seluruh kompleksitas alam semesta, Allah SWT telah memberikan pemeliharaan dengan mekanisme luar-biasa kompleks, yang seluruhnya telah ditentukan sebelumnya dan setiap urusan bagi masing-masing makhluk diberikan  kepada setiap makhluk secara setimbang tanpa cacat sedikitpun. Setiap makhluk memberikan dan mengambil manfaat dari makhluk yang lain untuk mencukupi seluruh kebutuhannya. Seluruh alam, baik alam jasadiah, alam malakut dan alam-alam lain berjalan dengan tunduk patuh pada amr (urusan) yang diberikan Allah.

Namun berbeda dengan yang lain, kepada manusia diberikan hawa nafsu dan kehendak mandiri untuk menguji. Bagi perbuatan-perbuatan manusia yang melampaui batas dalam merusak di bumi, Allah  memberikan urusan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan. Betapa banyak kaum yang telah dilenyapkan dengan azab karena kerusakan yang ditimbulkan kaum itu. Kaum tersebut tidak mencari agama, jalan hidup sesuai dengan ketentuan tuhan.

Asma dan Shifat Allah

Allah memiliki asmaul husna dan shifat, namun pada dasarnya hal itu bukanlah asma dan shifat yang bisa benar-benar mensifati-Nya. Kepada makhluk-makhluknya, terutama manusia, asma-asma dan shifat-shifat tersebut diberikan sebagai modal untuk mengenal asmaul husna dan shifat yang pantas disematkan sebagai pengenal bagi-Nya, walaupun makhluk  tidak akan pernah  benar-benar mengenal sifat-Nya sebenarnya,  agar makhluknya bisa menjadi saksi yang benar bahwa tiada Ilah selain Allah.

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa bagi setiap orang diberikan sifat sifat baik sebagai modal mengenal-Nya. Alam semesta memanifestasikan bagian dari nama-nama-Nya, sementara seorang manusia menyimpan seluruh nama-nama yang dikandung oleh alam semesta itu. Dia berkehendak memperkenalkan kepada manusia nama-nama-Nya  melalui berbagai urusan yang Dia hadirkan dalam hidup manusia,  menjadikan hidupnya  sedemikian kompleks dan rumit. Hal ini agar manusia menjadi sempurna mengenal-Nya sejauh yang akal manusia mampu, dan agar mampu menjalankan  amr (urusan) yang menghimpunkan umuur-nya (urusan-urusan) yang terserak.

"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua akhlaq yang dicintai Allah, yaitu kesantunan  dan ketelitian.” Asyaj bertanya: “Wahai rasulullah, apakah kedua akhlaq tersebut karena usahaku untuk mendapatkannya ataukah pemberian dari Allah?” Beliau menjawab: “Pemberian dari Allah sejak awal.” Asyaj berkomentar: “Segala puji bagi Allah yang memberiku dua akhlaq yang dicintai oleh Allah dan RasulNya sebagai sifat dasar.”

Tugas bagi setiap manusia adalah mengembangkan sifat baik dirinya dengan ikhlash untuk mengenal Allah SWT, sehingga dirinya mengenal dengan sebenar-benarnya bahwa hanya Allah lah yang pantas menjadi Ilah.  Tanpa sebuah keikhlasan dan keberserahdirian kepada Allah, seseorang tidak akan mampu melangkah untuk mengenal-Nya, karena Dia lah yang memperkenalkan dirinya, bukan makhluk yang mengenal-Nya. Asma dan shifat-Nya yang diperkenalkan dalam kitab-kitab suci hanyalah ujung tali nama-Nya yang sebenarnya. Seseorang yang tidak menyusuri tali untuk bertemu dengannya pada dasarnya tidak akan pernah mengenal-Nya.

Muhammad adalah Rasulullah

Ruh di ufuk tertinggi

Alam semesta diciptakan Allah dengan keragaman alam yang sangat banyak, dari alam ruh yang dekat dengan Allah hingga alam jasad yang gelap dan jauh dari Allah. Seluruh ciptaan pada fitrahnya  bercerita tentang satu hal, yaitu rahmaniah Allah. Dengan seluruh keragaman yang ada dan kemampuan makhluk yang berbeda-beda, tergelarlah seluruh asma-Nya dalam berbagai ragam wujud dari alam ruh yang tinggi hingga alam jasadiah yang rendah.

Di antara makhluk-makhluk yang diciptakan Allah, ada makhluk yang berada pada ufuk tertinggi.  Dia adalah pemilik kecerdasan, dan dengan kecerdasan itu dia kemudian beristiwa’, dan memiliki kekuatan yang sangat besar. Alquran surat An-najm bercerita tentang makhluk tersebut :

mengajarkan kepadanya (yang mempunyai) kekuatan yang besar. Pemilik kecerdasan, maka dia beristiwa’. Dan Dia berada pada ufuk yang tertinggi (QS 53:5-7)

ayat 13 pada surat yang sama lebih jauh menceritakan  bahwa rasulullah benar-benar pernah melihatnya di sisi sidrat al-muntaha.

dan sungguh dia (Muhammad) telah benar-benar melihatnya pada penurunan yang lain. Yaitu di sisi sidratil muntaha. Di sisinya surga al-ma’wa (QS 53:13-15)

Daftar keterangan berikut dapat kita gunakan untuk melihat lebih jelas tentang makhluk yang disebutkan pada ayat-ayat tersebut di atas.
- Memiliki kekuatan yang sangat besar
- Memiliki kecerdasan maka dia beristiwa’
- Berada pada ufuk yang tertinggi
- Rasulullah telah benar-benar melihat-Nya di sisi sidratil muntaha.

Surat attakwir melengkapi cerita tentang  makhluk tersebut. Dikatakan bahwa makhluk itu adalah pemilik kekuatan bertempat di sisi pemilik ‘arsy. Yang ditaati dan terpercaya. Dan nabi benar-benar telah melihatnya di ufuk yang menjelaskan.

Sesungguhnya (alquran) itu adalah benar-benar perkataan rasul yang mulia. Pemilik kekuatan, yang benar-benar menempati sisi pemilik ‘arsy. Yang ditaati dan terpercaya. Dan tidaklah sahabatmu (Muhammad) orang gila. Benar-benar dia telah melihatnya di ufuk  yang menjelaskan. (QS 81: 20-23)

Daftar keterangan berikut dapat kita gunakan untuk melihat lebih jelas tentang makhluk yang disebutkan pada ayat-ayat tersebut di atas.
- Dia adalah rasul yang mulia
- Memiliki kekuatan yang sangat besar
- Bertempat di sisi pemilik ‘arsy
- Semua makhluk mentaati dan mempercayainya
- Rasulullah telah benar-benar melihatnya di ufuk yang menjelaskan

Karakter-karakter yang disebutkan pada surat-surat di atas kurang tepat dirujuk  kepada Jibril a.s. Jibril a.s adalah malaikat surgawi, bukan malaikat yang benar-benar bertempat di sisi ‘arsy walaupun pernah bermi’raj bersama rasulullah ke ufuk tertinggi. Iblis jelas tidak mentaati jibril karena merasa kedudukan jibril a.s setara atau lebih rendah dari diri iblis, dan rasulullah seringkali benar-benar melihat jibril di berbagai tempat, bukan hanya di ufuk yang tertinggi maupun di sisi sidratil muntaha.

Karakter-karakter pada surat-surat tersebut lebih tepat merujuk kepada ruh semesta alam. Ruh semesta alam itulah yang beristiwa’ kepada pemilik ‘arsy,  memiliki kekuatan sangat besar dari sisi pemilik ‘arsy untuk mengatur semesta alam, yang ditaati oleh para ruh, malaikat  hingga alam jasadiah terendah di semesta alam, bahkan ditaati oleh iblis. Ruh itulah yang membuat kata-kata al-quran dan mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW.

Istiwa’ dilakukan oleh  dua pihak, yaitu Arrahman sebagai asmaul husna yang melekat pada Allah, dan ruh semesta alam. Allah sebagai Khalik, telah sempurna menciptakan alam semesta, kemudian beristiwa’ memberitakan diri-Nya sebagai Arrahman kepada ruh semesta alam, dan ruh semesta alam pun beristiwa’ kepada Arrahman memberitakannya kepada semesta alam.

Ufuk tertinggi dalam hadits

Dalam hadits, kita bisa mendapatkan keterangan lebih jauh tentang makhluk tersebut. 
Hadits isra’ mi’raj

…….. kemudian (jibril) dimi’rajkan bersama aku hingga aku mendzahir bagi mustawan (yg diistiwa’i), aku mendengar di sana perubahan-perubahan pena-pena (HR Bukhari).

Dalam hadits tersebut, rasulullah dimi’rajkan bersama Jibril a.s hingga rasulullah mendzahir bagi mustawan. Istilah mustawan tentulah sebuah istilah yang dikenal dalam alquran. Dan alquran surah an-najm menjelaskan apa yang beristiwa’  di ufuk yang tertinggi. Itulah ruh alam semesta yang ditemui rasulullah di ufuk yang tertinggi.

Nur Muhammadiyah
Riwayat tentang Nur Muhammadiyah terkenal di dunia tasawuf, yang menceritakan bahwa awal penciptaan segala sesuatu adalah Nur Muhammadiyah. Tidaklah Allah berkehendak untuk menciptakan segala sesuatu bila tidak karena untuk penciptaan beliau SAW. 

Syaikh Yûsuf Ismâil an-Nabhâni menjelaskan makna ini berkata, “Ketahuilah, bahwasannya tatkala kehendak al-Haq (Allâh) berhubungan dengan penciptaan para makhluk-Nya, Allâh Azza wa Jalla telah menampakkan haqiqat Muhammad dari cahaya-cahaya-Nya, kemudian dengan sebabnya tersingkaplah seluruh alam dari atas hingga bawahnya …….kemudian terpancarlah darinya sumber ruh-ruh, sedangkan dia (Muhammad) merupakan jenis (ruh) yang paling tinggi di atas segala jenis dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.” 

Makro kosmos dan Mikrokosmos

Rasulullah adalah makhluk yang diberi pengetahuan tertinggi dan terbesar. Untuk beliau SAW seluruh alam semesta ini diciptakan. Walaupun secara jasadiah rasulullah dibatasi dengan ruang dan waktu, namun secara ruh, beliau adalah utusan Allah pencipta segenap alam untuk memberitakan  rahmaniah Allah SWT kepada seluruh alam semesta, dari alam ruh hingga alam jasadiah. Beliau adalah washilah Allah. Seluruh makhluk yang ingin mengenal Allah, maka harus mencari jalan untuk berwasilah kepada beliau.

Ruh muhammadiyah mempunyai kekuatan besar untuk menggelar seluruh peristiwa yang telah digariskan oleh Allah. Alam semesta adalah makrokosmos bagi rasulullah. Sedangkan jasad beliau, yang terbatas, terhubung kepada ruh melalui nafs beliau. Jasad dan nafs beliau adalah mikrokosmos bagi rasulullah. Kendati jasadiah beliau terhubung kepada ruh yang menempati ufuk tertinggi di semesta alam, namun jasad beliau memberikan uswatun hasanah bagi seluruh alam semesta hingga alam terjauh dan terlemah agar mampu mengenal-Nya, bukan berbuat menuruti kemauan dan kemampuannya sendiri.

Nabi Muhammad adalah seorang makhluk yang paling mengenal rahmaniah Allah yang tersebar di seluruh alam,  dari alam puncak ciptaan hingga ciptaan yang terendah di alam jasad, dan beliau lah yang paling layak mengajarkan tentang Allah. Dan Allah memberi tugas kepada beliau sebagai rasulullah, pusat keterhubungan (washilah)  seluruh makhluk  di semesta kepada Khalik.

Bagi setiap manusia disediakan baginya ruh alquds yang memberikan kemampuan dirinya untuk mengendalikan makrokosmosnya, namun hanya sedikit manusia yang mampu memperolehnya. Ruh alquds setiap manusia membawa tugas sebagai bagian dari ruh muhammadiyah. Tidak ada ruh alquds yang tidak menjadi bagian dari ruh muhammadiyah, tidak memberitakan tentang rahmaniah Allah SWT.

Persaksian

Persaksian menunjukkan pengetahuan  tentang apa yang disaksikan. Tidak sah seseorang bersaksi tanpa pengetahuan. Begitu juga persaksian dalam kalimah tauhid, tidak sah  persaksian tauhid seseorang tanpa mempunyai pengetahuan tentang apa yang dipersaksikan.

Allah maha besar tidak ada yang bisa menjadi perbandingan bagi-Nya. Persaksian terhadap Ilahiah-Nya adalah sebatas pada kemampuan makhluk untuk mengenal-Nya pada apa yang digelarnya, berupa sifat dan asma, rububiyah dan uluhiyah. Pengenalan terhadap sifat dan asma adalah menghayati,  menghidup-hidupkan sifat diri sesuai dengan asmaul husna dan sifat-Nya untuk diteladani. Benih-benih asmaul husna dan sifat Allah yang dibekalkan kepada setiap manusia harus disemaikan dalam diri hingga tumbuh menjadi pohon thayyibah.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allâh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. [Ibrâhîm/14:24].

Untuk mengenal rububiyah-Nya, keberserahan diri kepada Allah merupakan jalan yang berikan oleh sang Khalik. Keberserahdirian bukanlah bermakna tidak mengerjakan sesuatu untuk kehidupan dirinya. Keberserahdirian kepada sang pencipta menuntut seseorang untuk mengenal ruh-ruh yang merupakan amanat dari sang Khalik dan menjalankan amanat tersebut sesuai dengan kehendak-Nya. 

Ruh bagi setiap manusia akan menghadirkan seluruh peristiwa yang akan mendidiknya hingga mengerti untuk apa kehidupannya. Seseorang harus menjalankan apa yang dihadirkan ruhnya kepada dirinya sesuai dengan kehendak Allah.  Selain ruh yang membawa kehidupan jasadiah, manusia harus mengenal ruh bagi jiwa, yang akan memberikan bimbingan menjalankan tugas yang telah diamanatkan bagi dirinya sebelum kelahirannya ke dunia.

Ruh bagi jasad manusia akan membuat manusia menjalani kehidupan dengan pelbagai cabang-cabangnya. Atau ibarat benih pohon, yang darinya tumbuh pohon yang banyak cabangnya. Pengertian ini sejalan dengan salah satu makna dari kata amr, yaitu memperbanyak. Kata amira (satu akar dengan amr) artinya memperbanyak, menggandakan, atau melipatgandakan. Amr diri yang satu memanifestasi menjadi kehidupan yang dipenuhi urusan-urusan yang banyak namun pada hakikatnya hanya menjelaskan amr yang satu saja.

Hidup dan urusan yang banyak terjadi agar manusia menjadi entitas kompleks. Kompleksitas menjadikan sebuah entitas menjadi kuat. Manusia kadang harus menerima urusan-urusan berat dalam kehidupannya dan dalam jumlah yang banyak agar dirinya menjadi pribadi yang kuat untuk menempuh perjalanan dan memikul titah Rabb-nya yang sejati. Ruh memberikan kehidupan sehingga seseorang mempunyai umur, yaitu urusan-urusan yang banyak.

Dalam hidupnya, boleh jadi seseorang mengerjakan segala sesuatu tidak berdasarkan urusan/umur yang dibawa ruh, tetapi dia menuruti keinginan diri sendiri. Boleh jadi seseorang  menjalankan urusan/amr ruh yang memberikan kehidupan jasad, maka dia berjibaku dengan masalah demi masalah agar menghayati keberserahdirian kepada tuhannya. Dan bisa jadi seseorang menjalankan urusan/amr amanat ruh alquds yang memberikan bimbingan menjalankan qadla yang ditetapkan sebelum kelahirannya. Setiap orang harus berjalan, berusaha berpindah menjalankan amanat yang lebih tinggi, agar rububiyah terhadap dirinya semakin meningkat. Seseorang yang telah menjalankan amanat berdasar ruh al-quds lah yang akan menerima rububiyah-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. [al-Anfâl/8:24]

Kehidupan yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah kehidupan bagi jiwa oleh ruh alquds,  dengan menjalankan amanat yg telah ditetapkan sebelum kelahirannya ke dunia. Seruan itu bukanlah ditujukan bagi orang beriman yang telah meninggal,  tetapi bagi orang beriman yang masih hidup jasadnya, dan kehidupan yang akan diberikan adalah kehidupan oleh ruh alquds bagi jiwa.

Pengenalan terhadap uluhiyah akan senantiasa diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas berjalan kembali, bertaubat, menuju kepada-Nya. Dengan menghayati sifat-sifat rahmaniah dan sifat-sifat yang lain dengan ikhlas, akan banyak pengetahuan ilahiah yang akan diperoleh. Begitu pula dengan  menjalankan amanat-amanat-Nya, akan sangat banyak pengetahuan ilahiah terbuka. Seseorang yang bertaubat dengan ikhlas kembali menuju kepada-Nya akan menjadi solid dengan keindahan tiada bandingan, setiap orang berbeda dengan yang lain dengan keindahan masing-masing.