Pencarian

Minggu, 26 Desember 2021

Amr Allah dan Alquran

Allah memerintahkan kepada setiap mukmin untuk berpegang teguh kepada Alquran untuk menjalankan urusan-urusan mereka yang merupakan perintah Allah. Tidak ada wahyu yang perlu diminta lagi oleh orang beriman untuk menjalankan urusan Allah bagi mereka, karena mereka telah dicukupi dengan Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bilamana seorang yang beriman meminta untuk diturunkan kembali kepada mereka surat selain Alquran untuk urusan mereka itu, itu merupakan tanda adanya kelemahan dalam hati mereka dalam menjalankan urusan Allah.

Hal ini tidak membatasi bilamana Allah berkehendak menurunkan surat lagi, tetapi hendaknya orang beriman tidak mengharapkan diturunkannya surat selain dari yang ada dalam Alquran. Bilamana Allah menurunkan suatu surat lagi untuk permintaan mereka, niscaya itu akan menampakkan kelemahan hati mereka. Bilamana disebutkan suatu perintah berperang, niscaya orang-orang yang lemah hati akan memandang seperti pingsan karena takut mati.

Allah mempertanyakan keadaan orang-orang beriman manakala mereka tidak berpegang pada Alquran dalam menjalankan urusan-urusan Allah yang diturunkan bagi mereka. Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan untuk orang-orang yang kafir atau munafiq, tetapi untuk orang-orang beriman dalam menjalankan urusan Allah bagi mereka.

﴾۴۲﴿أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka apakah mereka tidak menjalankan urusan Al Quran ataukah gembok-gembok itu ada dalam hati mereka? (QS Muhammad : 24)

Yang dimaksud sebagai yatadabbaruuna adalah memperhatikan sesuatu untuk menjalankan urusan. Ayat di atas mempertanyakan keadaan seseorang dalam menjalankan urusan, yaitu apakah mereka memperhatikan Alquran atau tidak untuk menjalankan urusan-Nya. Orang-orang beriman lah yang ditanya keadaannya itu. Manakala orang-orang beriman menjalankan urusan Allah tanpa berpegang kepada Alquran, sebenarnya boleh jadi ada gembok-gembok yang ada di dalam hati mereka. Itu adalah hal yang ditunjukkan Allah dalam ayat di atas. Orang-orang beriman harus menyadari hal ini.

Mengikuti Alquran untuk keshidiqan

Orang-orang beriman diperintahkan untuk memperhatikan Alquran daripada berharap adanya surat atau wahyu baru yang diturunkan Allah kepada mereka. Ini tidak membatasi adanya wahyu yang hendak Dia turunkan bagi hamba-Nya manakala Dia berkehendak, tetapi hendaknya orang-orang beriman menjadikan Alquran sebagai pokok dari apa-apa yang Allah turunkan, mentaati dan memperoleh pengetahuan yang ma’ruf dengan Alquran. Wahyu yang lain sebenarnya berfungsi menunjukkan kebenaran yang ada dalam Alquran. Wahyu lain itu palsu bila bertentangan dengan Alquran.

Bilamana ada seseorang membacakan Alquran kepada orang-orang beriman dengan benar, hendaknya mereka mentaatinya dan mencari pengetahuan tentang Allah dengan bacaan yang sampai kepada mereka. Yang dimaksud dengan perkataan yang baik (qaulun ma’rufun) adalah perkataan yang terkait dengan pengetahuan tentang Allah. Ketaatan pada Alquran dan perkataan yang baik itu akan mengantarkan seseorang untuk dapat memperoleh keshiddiqan.

﴾۱۲﴿طَاعَةٌ وَقَوْلٌ مَّعْرُوفٌ فَإِذَا عَزَمَ الْأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ
(Maka hendaknya mereka) Taat dan mengucapkan perkataan yang baik. Maka apabila telah ditetapkan suatu urusan, jikalau mereka membenarkan Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (QS Muhammad : 21)

Ada kebenaran dalam Alquran dalam kategori shidq yang akan mengantarkan seseorang untuk dapat membenarkan Allah. Kebanyakan manusia dan makhluk lainnya tidak mencapai derajat shidq walaupun mereka mungkin tidak pernah menyalahkan Allah. Seorang yang beriman berserah diri kepada Allah, tetapi mungkin saja ia tidak mempunyai pengetahuan tentang kehendak Allah. Hal itu menunjukkan bahwa dia tidak atau belum mencapai keadaan shidq. Keadaan shidiq mensyaratkan pengetahuan yang menjadikan seseorang mengerti kebenaran dalam perintah Allah. Dengan mencari pemahaman tentang Alquran, maka seseorang akan memperoleh jalan untuk mencapai derajat shidq.

Allah menetapkan urusan bagi makhluk-Nya dalam setiap zaman. Sebagian dari urusan Alquran itu diturunkan Allah kepada hamba-Nya sesuai dengan zaman. Seluruh ketetapan urusan itu merupakan bagian dari Alquran, tidak keluar dari Alquran. Ini bukan pembatasan terhadap Allah, tetapi Allah telah membatasi urusan-Nya bagi makhluk dalam Alquran. Tidak ada urusan Allah yang hendak Dia manifestasikan bagi makhluk keluar dari batasan Alquran. Seluruh urusan Allah telah difirmankan dalam Alquran.

Bilamana Allah menetapkan suatu urusan, hendaknya mereka memperhatikan urusan itu berdasarkan Alquran. Hanya dengan memperhatikan Alquran maka seseorang dapat membenarkan urusan yang ditetapkan Allah, atau melihat selisih suatu urusan dari ketetapan Allah. Seseorang hanya bisa menilai kebenaran suatu urusan Allah dengan berdasarkan pengetahuan tentang Alquran, tidak dapat dilakukan berdasarkan perkataan seseorang. Tingkat pembenaran seseorang dengan landasan pengetahuan tentang Alquran menentukan derajat kebaikan seseorang dalam agamanya.

Abai Kepada Alquran

Tanpa landasan Alquran, ada kerusakan yang akan ditimbulkan oleh seseorang ketika menjalankan urusan Allah. Mungkin saja seseorang merasa menjalankan urusan Allah dalam suatu perkara sedangkan ia tidak menemukan petunjuk yang tepat dalam Alquran tentang urusan itu, maka urusan itu adalah urusan yang dapat menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Semakin dekat perbuatan itu dengan alam yang tinggi, semakin besar kerusakan yang dapat ditimbulkan.

Manakala seorang yang beriman mengabaikan Alquran dalam menjalankan urusan mereka, maka kerusakan lah yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka. Mungkin kerusakan itu tidak tampak secara dzahir, hingga hanya ada dalam hati. Kadangkala Allah memberikan kekuasaan kepada orang-orang beriman, sedangkan mereka tidak memperhatikan Alquran, maka akan terwujudlah kerusakan itu di permukaan bumi. Kerusakan itu tidak lagi hanya tersimpan dalam diri mereka. Orang-orang beriman harus memperhatikan Alquran agar tidak mengalami kerusakan diri ataupun menimbulkan kerusakan di muka bumi.

﴾۲۲﴿فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan al-arham kalian? (QS Muhammad : 22)

Puncak kerusakan itu akan dialami orang beriman manakala mereka memotong-motong al-arham di antara mereka. Al-arham merupakan jalinan rahmat Allah yang diturunkan hingga mencapai alam mulkiyah. Rasulullah SAW adalah puncak al-arham bersama dengan nabi Ibrahim a.s. Ada washilah di antara para mukminin yang menghubungkan mereka hingga tersambung kepada puncak jalinan rahmat itu, dan jalinan itu menjadikan mereka termasuk dalam jalur yang mengalirkan rahmat Allah ke alam mulkiyah mereka. Termasuk dalam jalinan rahmat itu adalah pernikahan antara seseorang dengan isterinya.

Manakala terjadi perusakan terhadap jalinan Al-arham di antara orang beriman, maka itu adalah tanda terjadinya puncak kerusakan di muka bumi. Pada tingkatan atas, seseorang laki-laki mungkin dihalangi langkahnya untuk mengikuti langkah kedua uswatun hasanah menuju Allah. Pada tingkatan jasadiah, mungkin pernikahan seorang laki-laki yang shalih dengan isterinya dirusak. Kedua hal itu merupakan perbuatan yang sama walaupun berbeda bentuk. Itu merupakan contoh-contoh perbuatan memotong-motong al-arhaam di antara umat manusia. Hal-hal itu dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar di muka bumi karena berkaitan langsung dengan jalinan rahmat Allah.

Kerusakan itu akan termanifestasi lebih nyata manakala seseorang diberi kekuasaan. Namun bilamana tidak dilimpahi kekuasaan, kerusakan itu tetaplah ada. Ada gembok-gembok yang menutup sumber kebaikan yang seharusnya mengalirkan khazanah Allah melalui Alquran, dan menutupi mengalirnya rahmat Allah melalui Al-arhaam. Manakala seorang yang beriman lebih mengharapkan wahyu-wahyu lain dengan tidak memperhatikan Alquran, maka hendaknya dia menyadari bahwa mungkin sebenarnya terpasang gembok-gembok yang mengunci hati mereka dari khazanah Allah. Mereka harus menghilangkan gembok-gembok itu untuk menjalankan urusan Allah yang diturunkan kepada mereka.

Menghilangkan gembok-gembok itu dapat dilakukan dengan mentaati Alquran dan memperoleh pengetahuan yang ma’ruf dengan Alquran. Hendaknya orang beriman membangun keshiddiqan kepada Allah dengan Alquran, tidak membangun pengetahuan dengan mengharapkan wahyu-wahyu yang lain tanpa terkait dengan Alquran. Itu akan mengantarkan seseorang untuk shiddiq kepada Allah.

Kamis, 23 Desember 2021

Memahami Alquran Dengan Akal

Allah telah menurunkan Alquran agar manusia memperoleh sarana bertafaqquh dalam agamanya. Untuk bertafaqquh, setiap orang harus menggunakan akalnya, tidak boleh menggantungkan kebenaran kepada orang lain tanpa merenungkan makna yang sebenarnya. Setiap orang harus berusaha dapat memahami sendiri kehendak Allah dengan akalnya berdasarkan firman Allah dalam kitabullah Alquran. Tidak setiap orang dapat memperoleh pemahaman secara langsung melalui kitabullah, tetapi setiap orang harus berusaha memahami kitabullah dengan benar. Upaya itu dapat dilakukan dengan mengikuti bacaan orang-orang yang memperoleh pemahaman, disertai dengan berusaha merenungkan keselarasan bacaan dengan teks alquran dan keadaan yang dapat dipahaminya.

Allah telah menjadikan Alquran sebagai warisan yang sangat berharga bagi hamba-hamba yang dipilih. Mereka memperoleh pemahaman terhadap sebagian dari ayat-ayat Alquran untuk menjadi bekal untuk berbuat kebaikan bagi lingkungan mereka. Akan tetapi tidak semua hamba yang memperoleh warisan berupa alquran itu kemudian berbuat kebaikan. Sebagian di antara mereka kemudian menjadi dzalim terhadap diri mereka sendiri, sebagian di antara mereka berusaha berbuat kebaikan sesuai dengan keadaan mereka, dan sebagian berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dengan izin Allah.

﴾۲۳﴿ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS Faathir : 32)

Yang terbaik di antara hamba-hamba yang memperoleh warisan kitabullah adalah orang-orang yang berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan warisan yang diberikan kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang diijinkan Allah untuk berbuat demikian, dan mereka tidak mampu berbuat demikian kecuali atas ijin Allah. Ada syarat yang harus diusahakan oleh hamba yang memperoleh warisan kitabullah Alquran untuk menjadi golongan hamba yang berlomba-lomba berbuat kebaikan, di antaranya adalah membentuk bayt yang diijinkan Allah untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalamnya.

Sebagian di antara orang yang memperoleh warisan Alquran tidak dapat berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Mereka hanya dapat berbuat kebaikan sebatas apa yang dapat diusahakannya, dan mereka terbatasi dengan berbagai kendala alam duniawi yang mengikat keadaan mereka. Akan tetapi mereka tetap berjalan pada jalan yang lurus sesuai dengan semua ketetapan Allah bagi mereka tanpa ada keinginan untuk berjalan di atas keinginan mereka sendiri melebihi ketetapan Allah bagi mereka.

Sebagian orang yang memperoleh warisan Alquran menjadi dzalim atas diri mereka sendiri. Apa yang terbuka bagi mereka kemudian menyebabkan mereka menjadi dzalim terhadap diri mereka sendiri. Keterbukaan nafs mereka terhadap Alquran tidak disertai dengan kekokohan ubudiyah tetapi masih tercampur dengan nuansa hawa nafsu. Hal itu kemudian membuat nuansa hawa nafsu ikut menguat dan menyebabkan mereka mendzalimi diri sendiri.

Tidak ada jaminan bahwa jalan yang ditempuh seseorang adalah jalan yang benar sekalipun seseorang memperoleh warisan Alquran. Ada orang yang mendzalimi diri mereka sendiri dengan warisan Alquran yang diberikan kepada mereka. Hamba semacam ini semisal dengan Adam ketika tergoda untuk mendekati dan memakan buah khuldi. Bilamana ia terus berbuat dalam kedzalimannya, ia akan menjadi orang-orang yang merugi. Ia kehilangan keutamaan yang sangat besar dari sisi Allah tanpa menyadarinya. Bilamana ia menyadari kesalahannya dan bertaubat kepada Allah, boleh jadi Allah akan melimpahkan ampunannya. Ada sedikit perbedaan yang harus disadarinya untuk bertaubat, bahwa ia tergolong menjadi orang dzalim terhadap nafsnya sendiri (dzalimun li nafsihi), tidak sekadar telah berbuat dzalim terhadap nafsnya (dzalama nafsahu) sebagaimana Adam dahulu.

Apapun yang terjadi terhadap ahli waris Alquran, warisan Alquran yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya merupakan keutamaan yang sangat besar. Setiap orang harus berusaha mempelajari warisan tersebut. Hanya saja setiap orang harus menggunakan akalnya dalam berusaha memahami alquran dan berbuat kebaikan, tidak boleh menggantungkan pemahamannya kepada orang lain tanpa menggunakan akalnya. Kadangkala pemahaman seseorang yang memperoleh warisan Alquran bercampur dengan kedzaliman, maka seseorang harus menggunakan akalnya untuk memahami Alquran agar ia mengetahui campuran kedzaliman yang ada. Perkara kedzaliman yang dilakukan seorang hamba yang memperoleh warisan itu adalah urusannya dengan rabb-nya dan orang-orang yang bertanggungjawab atas mereka. Bahkan ketika mengikuti seseorang yang diijinkan Allah berlomba dalam kebaikan, setiap orang harus menggunakan akalnya, karena pertumbuhan dirinya sepenuhnya tergantung pada pertumbuhan akalnya. Tanpa menggunakan akal, tidak ada keselamatan bagi seseorang yang mengikuti orang lain. Setiap orang harus mempertanggungjawabkan sendiri semua keadaan dirinya di hadapan Allah. Untuk itu, setiap orang harus menumbuhkan akalnya.

Menggunakan akal dalam mempelajari ayat Allah bukanlah berarti bersikap membantah atau menentang apa-apa yang tidak diketahuinya. Setiap orang harus berusaha memahami apa-apa yang diajarkan dari kitabullah, tetapi tidak boleh mengikuti apa yang diketahuinya bertentangan dengan kitabullah atau sunnah Rasulullah SAW. Hal yang berselisih dengan kitabullah harus dilihat dari berbagai sudut pandang yang terbaik untuk memperoleh pemahaman yang paling tepat, tanpa sedikitpun mencederai redaksi suatu ayat. Sedangkan dalam hal yang bertentangan sepenuhnya dengan kitabullah dalam satu perkara, maka ia harus mengikuti kitabullah. Demikian beberapa kaidah dalam menggunakan akal.

Mengharap Izin Allah

Keadaan terbaik seseorang yang memperoleh warisan Alquran adalah memperoleh izin Allah untuk berlomba dalam kebaikan. Ada hal yang harus diusahakan agar memperoleh izin Allah, yaitu berupa terbentuknya bayt yang diijinkan Allah untuk didzikirkan dan ditinggikan asma Allah di dalam bayt tersebut. Rumah tangga orang tersebut harus mencapai keadaan sakinah bersama isterinya, atau isteri-isterinya.

Sakinah dalam rumah tangga adalah suatu keadaan dimana kehendak Allah dipahami oleh pemilik rumah. Allah menurunkan sakinah-Nya ke dalam hati seorang laki-laki yang dikehendaki-Nya. Dengan sakinah yang diturunkan tersebut, seorang laki-laki akan memahami kehendak Allah bagi kehidupan mereka. Keadaan sakinah tersebut harus dibentuk turunannya bersama isterinya. Bilamana isteri atau isteri-isterinya dapat mengerti kehendak Allah atas keluarga mereka, maka akan terbentuk keluarga yang sakinah. Dengan terbentuknya keluarga sakinah, maka dapat diharapkan akan terbentuk bayt yang diijinkan Allah untuk didzikirkan dan ditinggikan asma Allah dalam bayt tersebut.

Kepahaman seseorang atau sepasang manusia yang menikah terhadap kehendak Allah bukanlah fungsi dari logika. Kepahaman itu muncul karena terbentuknya akhlak yang mulia berupa tumbuhnya pohon thayyibah pada orang atau pasangan tersebut. Pohon thayyibah-lah yang mengerti cahaya Allah yang diterima jiwanya. Tanpa adanya pohon thayyibah yang tumbuh, cahaya Allah yang terpancar pada semesta tidak akan dimengerti.

Pertumbuhan pohon thayyibah dipengaruhi oleh kualitas seseorang dalam pernikahan. Pernikahan merupakan media yang paling baik untuk menumbuhkan pohon thayibah. Seorang laki-laki adalah pembawa benih pohon thayyibah sedangkan perempuan merupakan ladang bagi pertumbuhan benih pohon thayyibah yang dibawa suaminya. Bila seorang laki-laki memperhatikan dengan baik pernikahan mereka, maka ia akan tumbuh mengerti kehendak Allah yang ada di antara mereka. Bila seorang perempuan memperhatikan dengan baik pernikahan mereka, maka ia akan tumbuh menjadi perempuan subur yang dicintai suaminya. Dalam pernikahan, masing-masing pihak dapat tumbuh sendiri-sendiri tergantung sikap dirinya tanpa bergantung sikap pihak lainnya, akan tetapi ada hal besar yang tumbuh manakala keduanya tumbuh bersama dalam meninggikan asma Allah.

Perkembangan pernikahan sebagai media pertumbuhan pohon thayyibah dapat diukur dalam parameter pertumbuhan thayyibat dan sakinah di antara pasangan menikah. At-thayyibat adalah pengetahuan seseorang terhadap urusan Allah yang diturunkan melalui pernikahan mereka, sedangkan as-sakinah merupakan kehadiran bantuan Allah yang menuntun jalan kembali menuju Allah. Parameter itu akan tumbuh di atas landasan pengorbanan. Pasangan yang masing-masing mementingkan diri sendiri tidak akan menumbuhkan thayyibat dan sakinah. Thayyibat yang tumbuh bersama-sama di antara suami dan isteri akan membuka jalan rejeki bagi mereka, baik rezeki bagi jiwa mereka maupun rezeki dalam wujud duniawi, dan itu adalah jalan rejeki yang terbaik.. Rusaknya at-thayyibat akan merusak salah satu jalan rejeki bagi mereka.

Pertumbuhan at-thayyibat juga akan menumbuhkan sifat mawaddah dan rahmah di antara pasangan suami isteri. Mawaddah dan rahmah di dalam pernikahan sangat menyerupai rasa cinta pasangan pada umumnya, tetapi dapat tumbuh semakin besar seiring pertumbuhan at-thayyibat di antara suami isteri. Rasa cinta dapat tumbuh pada berbagai fakultas hidup manusia. Jasmani seseorang dapat mencintai pasangannya karena kekayaan, kecantikan dan hal-hal material lainnya. Hawa nafsu seseorang dapat mencintai pasangannya karena perhatian palsu, kehormatan, kecerdasan dan hal-hal lain yang menyenangkan hawa nafsunya. Mawaddah dan rahmah adalah kecintaan nafs seseorang terhadap pasangannya yang terbentuk seiring at-thayyibat yang tumbuh di antara mereka. Rasa cinta demikian akan semakin tumbuh dengan bertambahnya usia, berbeda dengan cinta pada tingkat jasmani ataupun hawa nafsu yang akan padam ketika terjadi perubahan keadaan.

Pada titik tertentu, seorang laki-laki akan mengalami keterbukaan pemahaman terhadap penciptaan dirinya. Ia mengerti jalan ubudiyah yang ditetapkan bagi dirinya. Tidak hanya pemhaman, tetapi juga terjadi transformasi bathin dalam menempuh perjalanan mengikuti rasulullah SAW. Kadang-kadang terbuka pula pengetahuan tentang hal-hal yang ditetapkan bagi dirinya, berupa jalan kematiannya, jodohnya atau rejekinya. Pemahaman terhadap jalan ubudiyah yang ditetapkan baginya itu merupakan akibat sakinah yang diturunkan Allah ke dalam hatinya. Pemahaman dan transformasi bathin itulah yang harus dibentuk turunannya bersama isteri atau isteri-isterinya untuk membentuk keluarga sakinah, sehingga terbentuk bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah di dalamnya.

Kamis, 09 Desember 2021

Akal dan Indera Sebagai Alat Akal

Allah menciptakan akal dalam diri manusia. Dengan akal, setiap manusia dapat menempuh perjalanan kembali kepada Allah di dunia hingga bertemu Allah kelak di akhirat. Tanpa akal, seseorang akan tersesat atau tidak akan mengetahui arah dalam perjalanan tersebut. Alam dunia dan alam langit sangatlah luas dan sangat banyak tipuan yang dapat menyesatkan perjalanan manusia.

﴾۹۷۱﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raaf : 179)

Akal bukanlah kecerdasan jasadiah manusia, tetapi kemampuan manusia untuk memahami kehendak Allah. Kemampuan akal ditunjukkan dengan kesatuan pemahaman terhadap setiap bentuk ayat Allah baik berupa ayat qauliyah Al-quran, ayat kauniah semesta maupun ayat yang tersimpan dalam nafs mereka. Kadangkala seseorang dapat memahami alam kauniyah tanpa terhubung dengan bentuk ayat yang lain, kadang seseorang mempelajari ayat alquran tanpa keterhubungan dengan keadaan kauniyah semesta, kadang seseorang terlalu mengikuti kata hati sendiri tanpa mengetahui dasar dari Alquran dan kadang tidak selaras dengan kenyataan di sekitarnya. Hal itu merupakan bayangan parsial dari akal yang harus disempurnakan, dan penyempurnaan itu adalah dengan berusaha menemukan kesatuan pemahaman terhadap ketiga bentuk ayat Allah yang dimanifestasikan bagi mereka.

Alquran merupakan kitab induk yang menjelaskan segala hal terkait tujuan kehidupan manusia. Ayat Alquran itulah barometer kebenaran yang sebenarnya. Namun Alquran dapat dipahami secara keliru bila akal seseorang lemah. Setiap orang seharusnya memperoleh bagian pada suatu tempat dalam Alquran dan setiap orang harus berusaha menemukan bagian Alquran yang diperuntukkan bagi diri. Upaya seseorang menyatukan pengetahuan dan kehidupan terhadap ayat qauliyah Alquran merupakan upaya tafaqquh. Bila seseorang tidak berusaha memperoleh dan menyatukan kehidupan diri dengan firman Allah, ia termasuk orang yang tidak berusaha memahami (laa yafqahuun).

Tanpa upaya tafaqquh, seseorang akan tersesat dalam perjalanannya kepada Allah. Hati, penglihatan bathin dan pendengaran bathin harus digunakan untuk melakukan upaya tafaqquh. Semua hal di atas sebenarnya tidak berguna kecuali bila disertai upaya tafaqquh, karena kesesatan dengan hal tersebut lebih jauh daripada kesesatan jasmaniah saja. Dalam ungkapan jawa, disebutkan sebuah istilah “tesmak bathok, senajan mlorok ora ndelok” yang berarti “berkacamata tempurung kelapa, walaupun matanya melotot tidak dapat melihat”. Tanpa tafaqquh, tidak ada jaminan orang yang mempunyai penglihatan bathin dapat melihat realitas yang benar, karena boleh jadi yang dilihat hanyalah sebuah realitas virtual (virtual reality) pada tempurung kacamata mereka yang diprogram Allah untuk menyesatkan atau diprogram syaitan untuk menipu manusia. 

 

Ayat Allah, Akal dan Thaghut

Allah telah mengutus Rasulullah SAW untuk mengajarkan kepada manusia cara menyatukan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Di antara umat rasulullah SAW, ada orang-orang yang mengikuti langkah beliau dengan benar. Mereka itu dapat menjadi contoh tentang cara membaca ayat-ayat Allah dengan benar mengikuti rasulullah SAW. Hendaknya ayat-ayat yang mereka bacakan itu diperhatikan dan dipahami. Banyak orang tidak mau memperhatikan ayat-ayat Allah ketika dibacakan sebagaimana rasulullah membaca. Boleh jadi Allah telah meletakkan tutupan atas hati dan sumbatan pada telinganya.

﴾۵۲﴿وَمِنْهُم مَّن يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِن يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّىٰ إِذَا جَاؤُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, tetapi Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka untuk memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu". (QS Al-An’aam : 25)

ayat tersebut bercerita tentang keadaan suatu kaum yang bersumpah atas nama Allah bahwa mereka bertuhan kepada Allah dan mereka tidak pernah sebelumnya termasuk dalam golongan musyrik, tetapi dalam pandangan Allah sebenarnya mereka tergolong dalam golongan musyrik. Ada hal-hal yang membuat mereka terjatuh dalam golongan orang-orang musyrik tanpa mereka mengetahui bahwa ada hal-hal yang telah menjadikan mereka musyrik.

Yang menjadikan mereka terjatuh dalam golongan musyrik adalah perkataan dusta yang mereka buat tentang Allah dan pendustaan mereka atas ayat-ayat Allah. Mereka bermaksud beribadah kepada Allah, tetapi hampir-hampir tergelincir menghamba pada suatu pemikiran mereka sendiri tanpa berusaha memahami firman Allah dengan benar. Sebagian dari golongan demikian terseret dalam pemahaman mereka sedemikian hingga menjadikan mereka sebagai orang yang musyrik tanpa mereka menyadarinya. Keadaan mereka sebenarnya tidak lagi berusaha beribadah dengan benar kepada Allah, tetapi mempertuhankan perkataan mereka sendiri tentang Allah. Mereka tidak lagi memperhatikan ayat-ayat Allah yang seharusnya menerangi kehidupan mereka dalam beribadah kepada Allah.

Apabila seseorang beribadah kepada Allah hanya dengan mengikuti perkataannya atau perkataan golongan mereka sendiri tanpa memperhatikan firman Allah, maka mereka dapat tergelincir menjadi golongan orang-orang musyrik. Seseorang tidak boleh memperturutkan perkataannya sendiri dalam menghamba kepada Allah, karena Allah telah menurunkan agama secara sempurna melalui Rasulullah SAW. Setiap orang harus berusaha mengerti jalan yang harus ditempuh melalui apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Setiap orang dapat tergelincir dalam hal yang demikian, bahkan sekalipun orang yang mempunyai hati, mata bathin dan telinga bathin sekalipun. Ayat 179 surat Al-a’raaf bukanlah bercerita tentang orang-orang yang kafir, tetapi tentang orang-orang yang mempunyai hati, mempunyai mata bathin dan mempunyai telinga bathin, tetapi mereka tidak memperhatikan ayat-ayat Allah sehingga mereka tidak memahami, tidak melihat dan tidak mendengar kebenaran dari Allah.

Ketika ayat Allah dibacakan, sebagian di antara mereka sebenarnya mempunyai ketertarikan yang besar terhadap bacaan ayat tersebut. Mereka berusaha mendengarkan bacaan itu dengan penuh perhatian (istima’), tetapi hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat karena hanya mau mengikuti perkataan mereka sendiri. Allah-lah yang meletakkan tutupan pada hati mereka dan sumbatan pada telinga, yaitu manakala mereka menyukai sikap membuta mengikuti perkataan mereka sendiri. Manusia dapat menduga betapa sikap mereka terhadap ayat Allah menjengkelkan, sehingga Allah menutup hati mereka dan menyumbat telinga mereka. Dengan tutupan dan sumbatan demikian, mereka tidak dapat mengikuti dan tidak dapat mendengar kebenaran ayat-ayat Allah yang dibacakan. Sekalipun kaum demikian melihat kebenaran dalam setiap bacaan yang disampaikan kepada mereka, mereka tidak mau beriman kepada ayat-ayat tersebut.

Dengan ketertutupan hati dan sumbatan telinga, sebagian dari mereka akan datang kepada orang yang membacakan ayat Allah untuk membantah. Sungguh mengherankan keadaan mereka, mereka mungkin mengetahui setiap kebenaran pada ayat yang dibacakan, tetapi tidak mau beriman bahkan mereka datang untuk membantah kebenaran itu. Sebagian dari orang yang membantah adalah orang-orang yang kufur, dan mereka akan mengatakan bahwa Alquran itu hanyalah dongengan orang-orang terdahulu. Mereka adalah orang-orang musyrik dalam pandangan Allah, walaupun mereka tidak pernah beribadah kepada selain Allah. Mereka bersembah pada thaghut yang mengeluarkan mereka dari terangnya cahaya Allah menuju kegelapan.

﴾۷۵۲﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah adalah wali bagi orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, wali-walinya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (QS Al-Baqarah : 257)

Thaghut merupakan kesalahan pemahaman dalam mengikuti entitas pembawa cahaya Allah. Bukan pembawa cahaya itu yang salah, tetapi karena manusia tidak menggunakan akalnya. Nabi Isa a.s menjadi thaghut bagi sekian banyak pengikutnya karena pemahaman pengikutnya yang salah. Bukan nabi Isa a.s yang salah, tetapi kekurangan akal yang membuat thaghut itu muncul. Ayat Alquran dapat menjadi thaghut manakala seseorang tidak menggunakan akalnya untuk memahami kehendak Allah melalui ayat tersebut. Manakala seseorang menggunakan Alquran sebagai pelayan dirinya tidak sebagai imam, Alquran itu akan menyeretnya menuju neraka. Thaghut itu akan membawa manusia dari cahaya Allah menuju kegelapan.