Pencarian

Kamis, 29 Desember 2022

Rahmat Allah, Petunjuk dan Perselisihan

Allah menciptakan manusia di alam dunia yang jauh dari sumber cahaya Aah agar menjadi pemakmurnya. Untuk memakmurkan bumi, mereka harus menjadi khalifatullah dengan melaksanakan amanah berupa amal-amal yang telah dikalungkan di leher mereka sejak sebelum dilahirkan ke bumi. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui amanah yang telah ditetapkan Allah. Agar dapat mengetahui amal-amal yang menjadi amanah, mereka harus kembali bertaubat mendekat kepada Allah agar memperoleh cahaya yang menerangi makna kehidupan mereka.

Pada dasarnya Allah tidak mendzalimi manusia ketika menempatkan manusia dalam kegelapan. Kegelapan akan menjadikan makhluk mengetahui makna cahaya. Allah selalu berkehendak untuk memberikan kepada setiap jiwa manusia petunjuk-petunjuk mereka masing-masing hingga mereka mengetahui makna kehidupan mereka sehingga dapat melaksanakan amanah-amanah mereka. Hanya saja manusia harus benar-benar berupaya menyadari penciptaan dirinya dan alam semesta mereka secara komprehensif, tidak terjebak dalam pengetahuan-pengetahuan parsial yang membuat seseorang terhijab hatinya. Kegelapan dunia akan menjadikan manusia memahami makna cahaya, akan tetapi kegelapan itu seringkali justru menjebak manusia dalam kegelapan dirinya.

Telah sempurna firman Allah dalam penciptaan makhluk-Nya, tidak akan berubah hakikatnya. Manusia harus mengenal makna cahaya Allah, tidak terjebak dalam kegelapan yang dihadirkan dalam diri mereka. Orang-orang yang terjebak dalam kegelapan akan menjadi pengisi neraka jahannam bersama dengan jinn yang menyerupai mereka, sedangkan Allah menghendaki agar manusia mengikuti cahaya yang diturunkan Allah hingga mereka dapat berjalan menuju alam yang terang dan berbagi cahaya yang dikenalinya kepada orang-orang yang bersama mereka.

﴾۳۱﴿وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا وَلٰكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuknya, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari-Ku: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama". (QS As-Sajdah : 13)

Allah selalu berkehendak memberikan kepada setiap jiwa petunjuk yang khusus bagi mereka, akan tetapi kebanyakan manusia menghijab diri mereka dengan hal-hal semu. Tidak hanya dengan kegelapan diri, kebanyakan manusia tertutupi pula oleh upaya syaitan untuk menyesatkan mereka. Sumpah Allah untuk mengisi neraka jahannam dengan jin dan manusia bersama-sama merupakan sumpah yang Dia firmankan manakala mengusir Iblis dari hadirat-Nya di alam kudus bersama-sama dengan para syaitan yang mengikuti mereka.

Mengharapkan Rahmat

Setiap manusia harus berhati-hati terhadap natur kegelapan penciptaan dirinya dan campur tangan tipu daya syaitan melalui kegelapan diri tersebut. Setiap diri harus lebih berharap kepada rahmat Allah tidak mengandalkan kekuatan dirinya semata dalam menempuh kehidupan karena syaitan selalu mengintai mereka. Bila mengandalkan kekuatan diri, mereka harus mewaspadai diri mereka sendiri karena ada kegelapan dalam diri mereka yang seharusnya menjadikan manusia mengerti arti cahaya tetapi selalu dimanfaatkan syaitan untuk menipu. Menaklukkan diri sendiri ini merupakan upaya yang hampir tidak dapat dilakukan manusia, maka hendaknya manusia lebih mengharap kepada rahmat Allah.

Ciri manusia berharap kepada rahmat Allah adalah keinginan untuk menyatukan diri dalam kebenaran bersama dengan orang lain dalam wadah umat wahidah. Orang-orang yang termasuk dalam umatan wahidah adalah orang-orang yang bersaudara dan berkasih sayang satu sama lain dalam kebenaran, terhubung dalam urusan Allah melalui jalinan al-arham sebagai makmum bagi Rasulullah SAW. Umat wahidah itu merupakan umat manusia yang dikehendaki Allah. Allah menghendaki manusia agar berupaya menjadikan diri mereka termasuk dalam golongan umat wahidah, maka Allah akan menjadikan demikian.

﴾۸۱۱﴿وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS Huud : 118)

Upaya demikian harus ditempuh dengan menyatukan diri dalam kebenaran berupa pengetahuan diri dalam landasan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Untuk berpegang pada kebenaran, seseorang harus berusaha mencetak kualitas dirinya sesuai dengan akhlak Rasulullah SAW. Banyak jalan yang ditempuh manusia untuk berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tetapi tidak semua jalan itu merupakan jalan yang benar. Banyak manusia keliru caranya dalam berpegang pada kitabullah sehingga tidak memperoleh rahmat Allah. Sebagian berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW untuk mengunggulkan dirinya di antara manusia, sebagian berpegang pada kitabullah untuk menelisik kesalahan orang lain dan mencela kesalahan itu tanpa keinginan menunjukkan jalan yang lebih baik, dan banyak cara lain berpegang pada petunjuk Allah secara salah. Cara demikian itu tidak akan menjadikan manusia mengerti kebenaran tetapi akan mengantarkan menuju neraka.

Banyak kegelapan dalam diri manusia yang akan menjebaknya menuju kegelapan di atas kegelapan. Syaitan pun telah mempersiapkan diri mereka untuk membimbing manusia menempuh kegelapan langit dan bumi menuju neraka. Setiap orang harus berharap rahmat Allah dalam upaya mereka mencari kebenaran. Untuk harapan manusia demikian, Allah telah menurunkan berbagai cahaya-Nya menjangkau lapis terluar diri manusia, berupa firman Allah yang hadir dalam wujud tulisan serta tauladan dalam sosok Rasulullah SAW.

Bila seseorang berusaha mencetak kualitas dirinya sesuai dengan akhlak Rasulullah SAW, mereka akan memperoleh rahmat Allah. Mereka tidak akan selalu berselisih dengan orang lain, baik ia benar ataupun keliru. Bila dirinya benar, ia akan memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik agar orang lain mengenal kebenaran dan mengikuti kebenaran itu, bukan dimaksudkan untuk mengikuti dirinya, dan tidak bermaksud mencela kesalahan yang dilakukan orang lain kecuali dengan celaan yang benar manakala kesalahan itu membahayakan umat manusia. Bila ia keliru, ia bersegera memperbaiki dirinya agar terbentuk akhlak mulia dalam dirinya selaras dengan tauladan Rasulullah SAW.

﴾۹۱۱﴿إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذٰلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Telah sempurna kalimat Tuhanmu: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia semuanya.(QS Huud : 119)

Orang-orang yang memperoleh rahmat Allah tidak berselisih dengan orang lain dengan memperturutkan hawa nafsu mereka. Hal demikian harus dijadikan tauladan oleh setiap manusia untuk mencapai keadaan yang sama dengan orang yang diberi rahmat, yaitu dengan menahan hawa nafsu untuk berselisih dengan orang lain. Ciri utama seseorang yang mengikuti hawa nafsu ketika berbeda pendapat adalah bila ia tidak mampu atau tidak mau memahami perkataan orang lain karena hanya ingin mengikuti perkataan sendiri. Hal ini tidak selalu tampak dalam suasana perbincangan. Kadangkala seseorang terlihat emosional dalam perbincangan tetapi sebenarnya masih bisa memahami perkataan lawan bicara, bisa menilai benar dan salahnya serta baik dan kurangnya, dan sebaliknya kadangkala seseorang tenang sedangkan ia sudah tidak bisa memahami perkataan lawan bicaranya karena hanya ingin mengikuti perkataannya sendiri. Manakala satu pihak tidak dapat atau tidak ingin memahami perkataan pihak lain, maka perbincangan di antara mereka sebenarnya tidak lagi mempunyai manfaat dan seharusnya perbincangan itu ditinggalkan.

Banyak macam perselisihan yang harus dihindari oleh setiap manusia, namun kadangkala seseorang harus menyampaikan amar ma’ruf nahy munkar ketika berbeda pendapat dengan orang lain. Selama ada seseorang yang mampu menentukan duduk perkara masalah dalam kebenaran, maka hendaknya ia berusaha memberikan penjelasan itu agar perselisihan tidak berkepanjangan hingga nyata apakah ia tidak menambah perselisihan. Bila seseorang tidak dapat menerima, hendaknya ia tinggalkan perselisihan setelah memberikan penjelasan. Seorang atasan harus berusaha dengan sungguh-sungguh agar terselenggara diskusi dalam timnya tanpa memperturutkan hawa nafsu, karena kemajuan suatu jamaah atau organisasi akan diperoleh bila terselenggara musyawarah tanpa memperturutkan hawa nafsu.

Menghindari Perselisihan

Telah sempurna firman Allah bahwa orang yang gemar berselisih akan menjadi isi neraka jahannam. Orang yang berharap rahmat Allah lah yang mempunyai kesempatan untuk tidak menjadi ahli neraka, dan mereka adalah orang-orang yang tidak menyukai perselisihan. Dalam beberapa aspek, kegemaran berselisih merupakan wujud buruknya akhlak yang ada dalam diri seseorang, karena itu mereka menjadi ahli neraka. Dalam aspek lain, orang yang gemar berselisih menunjukkan kosongnya keinginan untuk memahami kehendak Allah dengan benar, tetapi hanya ingin mengikuti keinginan diri sendiri. Kegemaran berselisih merupakan pertanda buruk tentang keadaan seseorang dalam pandangan Allah.

Banyak bentuk perselisihan yang merupakan tanda bahwa seseorang merupakan ahli neraka. Syaitan membangkitkan suatu kaum musyrik dari kalangan umat Rasulullah SAW, yang ditandai dengan kegemaran mereka membangkitkan perselisihan di antara umat, menjadikan umat bergolongan-golongan, dan setiap golongan berbangga-bangga dengan kebenaran yang mereka ikuti. Mereka mengungkit kesalahan-kesalahan pihak lain dan menonjolkan kebenaran kepercayaan mereka tanpa membentuk akhlak mulia mengikuti Rasulullah SAW. Mereka adalah para khawarij yang akan menjadi anjing-anjing neraka. Perselisihan yang menjadi tanda bahwa seseorang merupakan ahli neraka tidak hanya dari golongan khawarij. Kebanyakan orang yang menyukai perselisihan termasuk dalam golongan ahli neraka.

Orang yang gemar perselisihan cenderung mudah memunculkan konflik karena sifat gemar berselisih, dan mudah memunculkan rasa kecewa orang lain. Suatu jamaah atau organisasi akan sulit memperoleh kemajuan bila orang yang gemar berselisih tidak ditangani dengan tepat. Seringkali suatu program hanya berjalan berputar-putar di sekitar hawa nafsu orang yang gemar berselisih tersebut, menghambat penyatuan pemikiran anggota yang lain dari jamaah atau organisasi tersebut. Penanganan itu kadangkala harus dilakukan secara mendasar dengan membangun nafs manusia untuk mengharapkan rahmat Allah, tidak dapat terus dipaksakan agar memperoleh kemajuan jamaah atau organisasi. Sekalipun menempati kedudukan paling ahli, kegemaran berselisih akan menghambat penyatuan pemikiran orang lain, dan organisasi hanya akan tumbuh sebagai pemikiran seseorang bukan tumbuh sebagai pemikiran jamaah.

Seringkali dijumpai pemikiran-pemikiran seseorang sebenarnya hanya merupakan sebuah benih ide prematur yang hanya dapat dilahirkan bila disatukan bersama dalam pemikiran jamaah. Itu bisa terjadi bila ide tersebut benar. Bila ide tersebut tidak mempunyai landasan pengetahuan sunnatullah atau bahkan menyalahi sunnatullah, maka ide tersebut sulit atau tidak akan dapat diwujudkan. Orang yang gemar berselisih seringkali tidak dapat memahami sunnatullah yang digelar di alam semesta, dan kadang kehilangan rasa bahwa idenya tidak mempunyai landasan pengetahuan sunnatullah. Hal ini kadangkala diperburuk manakala seseorang menempuh jalan pencarian ilmu yang melibatkan alam lain yang buruk. Ini harus diperhatikan oleh para pengelola organisasi atau jamaah. Pengetahuan yang benar akan lebih mudah disusun oleh orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah.

Dalam beberapa hal, seseorang yang benar-benar mencari kebenaran secara teliti seringkali tampak bersikap seolah-olah mereka menyukai perselisihan, sedangkan keinginannya adalah memperoleh sudut pandang yang paling tepat terhadap suatu masalah. Hal demikian tidak menunjukkan dirinya menyukai perselisihan, selama ia bisa memahami kebenaran yang disampaikan pihak lainnya. Bila ia terhijab tidak bisa memahami kebenaran perkataan orang lain, hendaknya ia berhati-hati bahwa ia menyukai perselisihan. Kadangkala seseorang harus berusaha menempatkan diri secara tepat menurut keadaan orang lain, karena sikap demikian dapat memunculkan perselisihan.

Petunjuk akan terbuka bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan dengan petunjuk itu seseorang akan memperoleh jalan untuk menyatukan diri dalam umat yang satu. Petunjuk demikian itu merupakan petunjuk Allah dan dengannya ia akan dapat membaca ayat Allah dalam kitabullah. Orang yang memperturutkan hawa nafsu sering pula menerima petunjuk, atau dapat dikatakan lebih sering, tetapi hanya merupakan bunga-bunga hawa nafsunya, dan petunjuk Allah yang sebenarnya justru tersembunyi. Allah sebenarnya selalu berkehendak memberikan petunjuk kepada setiap nafs, akan tetapi tertutupi oleh hawa nafsu manusia yang dijadikan media oleh syaitan untuk menyesatkan, terwujud dalam fenomena keinginan berselisih.

Rahmat Allah terkait erat dengan umatan wahidah. Rahmat Allah akan diberikan kepada orang-orang yang mengupayakan penyatuan diri dalam umatan wahidah melalui turunan jalannya, dan rahmat Allah akan menjadikan seseorang termasuk dalam umatan wahidah. Sebagian orang menyeru manusia untuk mengikuti jalan Rasulullah SAW dan nabi Ibrahim a.s, mereka itulah orang yang benar dalam mengharap rahmat Allah. Sebagian orang membangkitkan angan berharap rahmat Allah, kemudian mereka tergerak untuk menemukan jalan berharap rahmta tersebut. Sebagian orang menjadikan manusia berselisih, suami dan isteri bertengkar, atau membuat fitnah terhadap orang lain dan mengatakan mereka mengikuti perintah Allah dan berharap rahmat-Nya, maka mereka itu boleh jadi orang yang tersesat jalannya atau tidak memahami perkataan mereka sendiri. Perselisihan bukanlah jalan yang merupakan turunan dari berharap rahmat Allah. Setiap orang harus berusaha menemukan umatan wahidah dan turunan darinya untuk dijadikan sebagai media jalan mengharap rahmat Allah.

Minggu, 25 Desember 2022

Mendzikirkan Asma Allah

Allah menjadi wali bagi orang-orang yang beriman, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya. Ketika manusia terlahir ke dunia, mereka sebenarnya masuk di alam ciptaan yang paling gelap dari cahaya Allah. Manakala mereka beriman, Allah memperjalankan mereka dari kegelapan duniawi menuju alam yang lebih dipenuhi cahaya dengan cahaya Allah. Perjalanan itu akan diberikan kepada orang yang beriman. Beriman merupakan tahap keadaan lebih lanjut dari berserah diri (islam). Orang-orang islam harus berusaha memahami ajaran-ajaran kitabullah dan menempuh jalannya agar mereka termasuk orang-orang yang diberi cahaya iman. Orang-orang yang tidak beriman akan tetap tinggal di alam yang gelap tanpa mengetahui cahaya Allah, terhijab dalam semua fenomena duniawi tanpa mengetahui sumber dari semua fenomena tersebut.

Allah telah mengutus rasul-rasul untuk mengajarkan kepada manusia kandungan kitabullah yang merupakan firman Allah. Mereka mensucikan jiwa manusia agar dapat memahami ayat-ayat Allah dan hikmah-hikmah yang diturunkan Allah. Tanpa mensucikan diri, seseorang tidak akan dapat memahami ayat-ayat Allah dan hikmah dengan benar karena semua pemahaman itu akan terkotori dengan hawa nafsu dan syaitan. Tidak ada rasul yang diutus Allah mengajarkan ayat-ayat Allah tanpa mengajarkan jalan pensucian diri. Hendaknya setiap orang mencari jalan mencari ilmu melalui orang-orang yang mengajarkan jalan pensucian diri karena mereka menyadari pentingnya pensucian diri dan pentingnya mengikuti jalan para rasul yang diutus Allah. Tanpa menempuh jalan pensucian diri, seorang muslim tidak akan memperoleh derajat beriman karena iman hanya masuk ke dalam hati yang disucikan Allah.

Dzikir dan Syukur

Ada hal yang harus diupayakan seseorang ketika menempuh jalan pensucian diri agar memperoleh jalan menuju cahaya Allah. Pensucian diri merupakan jalan untuk memperoleh sesuatu, bukan jalan untuk dipandang menjadi orang suci. Hal yang harus diupayakan oleh setiap orang yang menempuh pensucian diri adalah agar ia dapat memahami dan memanifestasikan ajaran Allah, serta ia dapat menerima semua ketentuan yang diberikan Allah dengan rasa syukur tidak mensikapi dengan kufur.

﴾۲۵۱﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS Al-Baqarah : 152)

Dzikir kepada Allah adalah upaya memahami kehendak Allah dan memanifestasikannya bagi semesta mereka. Dzikir demikian harus dijadikan tujuan bagi orang yang menempuh jalan pensucian diri, karena demikian itulah kehendak Allah menciptakan manusia, yaitu Allah menciptakan manusia untuk menjadi hamba-Nya. Hamba Allah yang sebenarnya adalah hamba yang memahami kehendak tuhannya dan memanifestasikan kehendak itu, bukan semata-mata dengan melakukan ritual syariat. Syariat harus dilakukan setiap hamba karena menjadi jalan utama untuk memahami, tetapi penghambaan diri hanya diperoleh bila seseorang memahami dan memanifestasikan kehendak Allah dengan benar.

Ketika seseorang mendzikirkan Allah maka Allah akan mengingat dirinya. Sebagai makhluk di alam yang rendah, seseorang akan sulit untuk dapat memahami sesuatu yang berada di alam yang tinggi. Tetapi hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Allah akan mengingat seseorang yang berdzikir kepada-Nya agar hamba itu dapat memahami kehendak Allah dengan benar. Ia berada di atas segala sesuatu, mengajarkan kebenaran melampaui semua bias yang mungkin terjadi. Misalnya bila syaitan berupaya menyesatkan, Allah dapat mengajarkan hal yang benar kepada hamba-Nya menghapus semua kesesatan yang dibuat oleh makhluk, yaitu bila seseorang berusaha mendzikirkan Allah. Segala kesesatan dari alam yang tinggi hingga alam terendah dapat diterangi bila seseorang mendzikirkan Allah.

Hal lain yang harus diupayakan seseorang dalam menempuh jalan pensucian diri adalah bersyukur dan tidak bersikap kufur. Allah akan menempatkan orang-orang beriman dalam keadaan yang dikehendaki-Nya. Sebagian orang beriman tetap diberi banyak pilihan dalam kehidupan mereka, dan sebagian disempitkan pilihannya. Kadang Allah menghendaki menempatkan mereka dalam keadaan yang sempit sedemikian hingga mereka tidak memperoleh pilihan lain kecuali apa yang ditentukan bagi mereka. Sebenarnya keadaan itu merupakan keadaan terbaik yang disebut sebagai hari-hari Allah. Pada masa itu, seseorang dituntut untuk hanya menjalani ketentuan Allah, tidak menjalani bentuk kehidupan lain. Terdapat sangat banyak ayat-ayat yang terkandung dalam hari-hari Allah. Allah akan menjelaskan banyak ayat-ayatnya pada masa hari-hari Allah, dan dengan ayat-ayat itu seseorang akan dipindahkan dari kegelapan menuju cahaya Allah.

Syukur dan Kufur Nikmat

Hal demikian berlaku bagi orang-orang yang bersabar dan bersyukur. Tanpa bersabar dan bersyukur, seseorang tidak akan dapat membaca ayat-ayat Allah atau bahkan terjatuh pada sisi sebaliknya yaitu mereka kufur karena ketentuan Allah yang berlaku bagi dirinya. Bilamana seseorang kufur terhadap ketentuan Allah, maka sesungguhnya adzab Allah sangat pedih.

﴾۷﴿وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim : 7)

Bersyukur merupakan sikap bathin seseorang berupa rasa senang menerima dan menjalani ketentuan Allah yang akan membawa mereka pada cahaya Allah. Pada dasarnya setiap rasa senang menerima ketentuan Allah adalah rasa syukur, tetapi yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah ketentuan Allah yang akan membawa seseorang pada cahaya Allah khususnya melalui hari-hari Allah. Bila seseorang akan melalui hari-hari itu, Allah akan memberitahukan kepada hamba-Nya "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu kufur (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Adzab Allah akan ditimpakan bagi orang yang kufur ketika dan setelah melalui hari demikian.

Hal itu sebenarnya berlaku pula pada tingkatan kekufuran nikmat sebelumnya, tidak hanya berlaku pada saat hari-hari Allah, dengan adzab yang berbeda sesuai dengan tingkatannya. Kadangkala seorang beriman memperoleh sesuatu yang akan mengantarkannya pada jalan Allah. Itu termasuk dalam nikmat Allah atau bayangan nikmat Allah dalam tingkatan yang cukup dekat dengan hari-hari Allah. Ini tidak boleh disikapi dengan sikap kufur, karena sikap kufur itu akan mendatangkan adzab Allah sesuai dengan tingkat kekufurannya. Demikian dalam segala hal yang diberikan Allah dalam kehidupan mereka hendaknya disikapi dengan sikap senang dalam menerima ketentuan itu tidak mengeluhkan. Tidak ada seseorang dapat bersyukur bila tidak dapat mensyukuri hal-hal yang kecil.

Seringkali seseorang memerlukan waktu berpikir untuk mensikapi suatu ketentuan Allah karena tidak mempunyai pengetahuan tentang ketentuan itu, maka dalam keadaan itu seseorang hendaknya tidak bersikap kufur atau tergelincir dalam sikap kufur. Hendaknya seseorang mengupayakan dengan sikap bathinnya hingga berhasil memperoleh pengetahuan bahwa ketentuan itu benar-benar pantas bagi dirinya, atau setidaknya ia memperoleh celah untuk mengetahui bahwa ketentuan itu benar. Kadangkala seseorang tidak mengetahui nilai ketentuan itu, maka itu menunjukkan adanya suatu rezeki Allah yang ditahan karena keadaan dirinya. Bila ia menjalaninya, rezeki itu akan mengalir secara bertahap sesuai keadaan dirinya, dan bila ia mengingkari ia telah membuang rezeki tersebut. Bila ia menghinakan ketentuan itu, hal itu menunjukkan adanya ketidaklurusan pada akalnya. Bukan ketentuan Allah itu yang tidak pantas, tetapi akalnya-lah yang tidak lurus dalam bersyukur terhadap nikmat Allah.

Bila seseorang menghinakan pemberian Allah yang akan mengantarkannya untuk memperoleh pemahaman terhadap ayat-ayat Allah dan mendzikirkan asma Allah, maka perbuatan itu termasuk dalam perbuatan kufur terhadap nikmat Allah. Boleh jadi seorang beriman tergelincir menjadi penghuni neraka selama-lamanya tanpa pernah keluar darinya karena sikap kufur demikian, yaitu bila ia tidak bertaubat dan mengusahakan kembalinya nikmat Allah itu. Ada neraka paling ringan di antara semua bentuk neraka diperuntukkan bagi umat Rasulullah SAW, akan tetapi tidak ada kenikmatan dalam neraka itu. Di antara penghuninya adalah orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Ada banyak tingkatan bentuk kufur terhadap nikmat Allah, dan bentuk menghinakan nikmat Allah barangkali termasuk bentuk kufur nikmat yang sangat besar. Bila ia bertaubat, barangkali Allah akan mengubah adzab itu menjadi adzab di dunia hingga kembalinya pemberian Allah tersebut, atau menghapuskannya bila Allah berkehendak.

Dalam hal ini, seseorang harus menghilangkan kesombongan dalam dirinya sebagai pendahuluan agar ia dapat melihat bahwa pemberian Allah itu bukan sesuatu yang boleh dihinakan sama sekali, baru kemudian ia dapat mensyukurinya. Tanpa menghilangkan pandangan penghinaan pada pemberian Allah, seseorang akan terseret dalam kehidupan yang berat akibat adzab Allah karena kekufuran, dan harus disadari itu merupakan kesombongan yang merupakan sifat syaitan. Syaitan sangat menyukai kerusakan dalam diri manusia, sedangkan mereka menjaga bumi dari kerusakan kecuali ketika mereka dapat merusak manusia.

Kesombongan adalah mengabaikan kebenaran dan meremehkan manusia. Bila seseorang lebih mempercayai pendapatnya sendiri atau kelompoknya dibandingkan ayat kitabullah atau sunnah Rasulullah SAW, maka ia termasuk dalam orang yang sombong atau kelompok orang-orang yang sombong. Seringkali orang-orang yang demikian merasa menjadi kelompok pembawa kebenaran, sedangkan sebenarnya mereka hanya mengikuti syaitan. Seandainya Allah mengutus rasul-Nya, mereka akan menjadi orang-orang yang mendustakan rasul tersebut sebagaimana Abu Jahal mendustakan Rasulullah SAW. Sikap sombong terhadap kebenaran dan terhadap orang lain berjalan berpasangan dan bertimbal balik. Bila seseorang mengabaikan kebenaran, ia akan meremehkan orang lain yang membawanya, dan bila seseorang meremehkan orang lain maka ia akan mengabaikan kebenaran yang dibawanya. Seringkali kesombongan menimbulkan kesengsaraan kepada orang lain tanpa menyadarinya karena pengabaian kebenaran. Ada banyak bentuk kesombongan yang derajatnya di bawah mendustakan ayat kitabullah, tetapi seluruhnya tetaplah kesombongan yang merupakan tiruan pakaian syaitan.

Sikap sabar dan syukur merupakan pembuka bagi ayat-ayat Allah yang digelar pada masa hari-hari Allah. Ayat-ayat Allah akan mengantarkan seseorang berpindah dari kegelapan duniawi menuju cahaya Allah. Para rasul merupakan pemimpin manusia yang bertugas untuk membina orang-orang yang berkeinginan mensucikan diri untuk memahami ayat-ayat Allah hingga mereka memperoleh cahaya Allah. Banyak penerus para rasul yang melanjutkan amanah para rasul untuk mengajarkan kepada manusia pensucian diri dan membaca ayat-ayat Allah, sehingga manusia di setiap jaman selalu memperoleh jalan untuk mensucikan diri dan memahami ayat-ayat Allah.

Peran Rasul dan Penerusnya

Mendzikirkan asma Allah dan bersyukur merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing orang beriman. Para rasul atau penerus rasul akan membantu agar setiap orang beriman yang mengikuti mereka untuk dapat berdzikir dan bersyukur, dan menjaga mereka agar tidak tergelincir dalam dzikir dan syukur karena hawa nafsu mereka ataupun karena tipuan syaitan. Kadangkala mereka bersikap keras kepada pengikutnya dalam masalah yang terlihat remeh dalam pandangan para pengikutnya. Sikap itu seringkali terlahir karena hal yang terlihat remeh itu kadang merupakan pangkal yang akan menumbuhkan medan berdzikirnya dan pangkal rasa syukur pengikutnya, dimana apabila pangkal itu terpotong maka pengikutnya itu akan menjadi kufur terhadap nikmat Allah, sedangkan pengikutnya tidak mengetahui masalah itu. Kadang para rasul atau penerusnya bersikap keras dalam hal yang menyimpang karena tipuan syaitan. Tergelincir dan melencengnya para pengikut akan menjadi persoalan sangat berat di hadapan Allah bagi para rasul atau penerus para rasul  yang harus mereka pertanggungjawabkan kelak.

Setiap rasul atau penerusnya akan membina para pengikut untuk mengikuti langkah uswatun hasanah kembali kepada Allah dalam batasan bidang masing-masing. Seorang rasul mungkin bertugas untuk membina umatnya dengan mensucikan diri mereka dan berhijrah hingga mencapai tanah suci pengenalan diri masing-masing sebagaimana nabi Musa a.s menghijrahkan bani Israel menuju tanah yang dijanjikan. Perjalanan hijrah itu merupakan bagian dari millah Ibrahim a.s sebagaimana nabi Ibrahim a.s menghijrahkan siti Hajar r.a dan Ismail ke tanah suci makkah, sedangkan sempurnanya millah Ibrahim a.s adalah tegaknya bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah yang dilambangkan dalam wujud tegaknya bayt al-haram. Dengan tegaknya bayt demikian, seseorang dapat berharap Allah memberikan mi’raj hingga kedudukan dirinya di hadirat Allah sebagaimana sunnah Rasulullah SAW.

Mendzikirkan dan meninggikan asma Allah selayaknya menjadi tujuan akhir yang dapat dicapai oleh setiap orang beriman dalam upaya mereka dalam kehidupan dunia. Hal itu dapat dilakukan hanya dengan rasa syukur, tidak dapat dicapai bila seseorang menyimpan sikap kufur terhadap nikmat Allah. Seseorang tidak dapat berupaya untuk melakukan apa yang lebih dari mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Seseorang tidak dapat mengupayakan mi’raj walaupun boleh saja ia menyimpan harapan itu dan memohon kepada Allah, bila ia mengetahui kedudukannya dalam tahapan millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW. Bila ia tidak mengetahuinya, sebenarnya ia tidak mengetahui jalan untuk didekatkan kepada Allah, maka boleh jadi banyak makhluk yang mau mengangkatnya menuju kedudukan yang tinggi sedangkan itu bukan jalan untuk dekat kepada Allah. Dalam banyak hal, syaitan dapat memberi kepada manusia hal-hal yang mereka inginkan melalui jalan-jalan asbab langit, tetapi jalan langit itu berupa kesesatan. Misalnya dalam hal harta, syaitan dapat menunjukkan jalan kedermawanan yang telah diubah bentuknya kepada orang tertentu yang menginginkannya, sedangkan mereka tidak benar-benar ingin memperbaiki hatinya. Hal demikian berlaku dalam banyak hal sebanyak pengetahuan syaitan tentang jalan asbab di langit.





Kamis, 15 Desember 2022

Mengikuti Tauladan Uswatun Hasanah

Allah menjadikan Ibrahim a.s sebagai uswatun hasanah yang menjadi panutan bagi umat manusia untuk kembali kepada Allah. Dengan mengikuti millah Ibrahim a.s, seseorang akan menemukan jalan kembali kepada Allah dengan jarak yang paling singkat. Menempuh perjalanan kembali kepada Allah merupakan perjalanan yang sangat panjang bagi setiap manusia, banyak persimpangan dan percabangan-percabangan jalan yang bisa membuat setiap orang tersesat. Dengan memahami dan mengikuti millah Ibrahim a.s, maka seseorang akan dapat merasakan bobot jalan yang harus ditempuh pada setiap persimpangan dan percabangan, sehingga ia tidak tersesat dalam menempuh perjalanan mereka.

Di antara millah Ibrahim a.s adalah pelaksanaan manasik haji di tanah haram. Manasik haji merupakan millah yang dicontohkan nabi Ibrahim a.s yang memberikan tuntunan kepada setiap manusia untuk berhijrah menemukan tanah suci masing-masing berupa jati diri. Setiap manusia diciptakan untuk tujuan tertentu dengan amal-amal tertentu, setiap orang berjalin berkelindan dengan sahabatnya, dan bersama-sama merupakan bagian dari umat Rasulullah SAW. Manasik haji merupakan tauladan agar setiap orang berhijrah untuk menemukan jati diri mereka sebagai bagian dari umat Rasulullah SAW.

Tidak hanya tentang berhijrah, manasik haji juga mengandung banyak tauladan tentang etika dan akhlak yang harus dipenuhi seseorang ketika telah sampai pada jati diri mereka. Pengenalan jati diri seseorang kadangkala mendatangkan pula suatu bahaya berupa kekufuran. Nikmat Allah terbuka kepada seseorang manakala ia mengenal jati dirinya, dan hal itu disertai pula dengan kebathilan yang bisa menipu mereka. Bila tidak berhati-hati ketika mengalami pengenalan diri, seseorang dapat beriman terhadap kebathilan dan kembali kufur terhadap nikmat Allah. Maka setiap orang hendaknya memahami etika dan akhlak yang dicontohkan oleh nabi Ibrahim a.s berupa manasik haji.

Di antara bentuk kufur setelah manasik haji adalah mengharapkan dan mengupayakan fadhilah-fadhilah Allah hanya dalam bentuk kehidupan duniawi. Mereka terlupa akan tujuan lebih lanjut yang harus ditempuh setelah mereka mengetahui jati diri mereka, dan mereka menghadap kepada kebaikan-kebaikan duniawi melupakan kebaikan-kebaikan akhirat. Karena penghadapan mereka, mereka di akhirat tidak memperolah bagian akhirat yang mereka upayakan.

﴾۰۰۲﴿فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Apabila kamu telah menyelesaikan manasikmu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut bapak-bapakmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia", dan tiadalah baginya bahagian di akhirat. (QS Al-Baqarah : 200)

Pengenalan jati diri akan menjadikan seseorang mempunyai bekal untuk mencari fadhilah Allah, baik untuk urusan duniawi maupun untuk urusan akhirat. Hal ini akan diketahui seseorang bila ia telah mengerti dan menuntaskan perjalanan mereka melakukan manasik haji. Tidak ada dosa bagi setiap orang untuk mengupayakan fadhilah-fadhilah Allah baik urusan duniawi ataupun ukhrawi, akan tetapi ada hal utama harus dipegang, yaitu hendaknya mereka mendzikirkan asma Allah dalam kehidupan mereka. Yang dimaksudkan dzikir adalah memahami dan mensyiarkan asma Allah yang harus dimanifestasikan bagi semesta mereka.

Setiap orang yang telah menuntaskan manasik mereka hendaknya berupaya memahami dan menghayati petunjuk Allah yang harus dimanifestasikan kepada semesta mereka. Hendaknya mereka berusaha memahami kehendak Allah dengan berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana mereka sebelumnya berpegang pada panutan mereka dan bapak-bapak mereka, atau lebih kuat lagi dalam berpegang kepada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW melebihi pada panutan mereka. Sebelumnya barangkali mereka memahami asma Allah dari panutan mereka. Setelah manasik itu mereka akan dapat memahami sendiri firman Allah. Manakala bapak-bapak mereka benar, mereka akan melihat kebenarannya melalui firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, dan pengetahuan itu akan ditambah dengan kebenaran yang terbuka kepada dirinya sesuai dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Manakala mereka menemukan panutan mereka salah, maka mereka harus lebih kuat berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, bukan pendapatnya sendiri.

Pemahaman dan penghayatan yang benar terhadap petunjuk Allah itulah hal utama yang harus dimanifestasikan oleh orang-orang yang telah menuntaskan manasik mereka. Seseorang tidak boleh terlalaikan lebih mengupayakan kebaikan-kebaikan duniawi dengan melupakan dzikir mereka kepada Allah, hingga mereka tidak memperoleh bagian yang mereka upayakan di akhirat kelak. Dalam beberapa hal, keadaan ini ditandai dengan peristiwa seseorang mengikuti pendapatnya sendiri meninggalkan ajaran bapak-bapak atau panutan mereka, dan tidak pula berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak berdzikir dengan asma Allah dan tidak pula berdzikir dengan ajaran bapak-bapak dan panutan mereka, tetapi hanya mengikuti pendapatnya sendiri.

Penentang yang Keras

Ada beberapa tanda orang-orang yang terlalaikan oleh upaya memperoleh kebaikan di dunia dengan melupakan kebaikan di akhirat manakala mereka telah mencapai fase tanah suci mereka. Mereka melupakan hal pokok berupa dzikir kepada Allah dan lebih mengutamakan pemakmuran bumi, sehingga mereka terlupa bahwa mereka tidak mendapatkan bagian di akhirat. Secara umum, hal ini ditandai dengan terhentinya langkah mereka tidak berlanjut mengikuti millah Ibrahim a.s dan sunnah Rasulullah SAW.

Beberapa fenomena yang dilakukan orang demikian diterangkan dalam ayat-ayat berikutnya.

﴾۴۰۲﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. (QS Al-Baqarah : 204)

Mereka mempunyai perkataan yang menakjubkan tentang kehidupan dunia berupa hasanah-hasanah kehidupan dunia tanpa menyadari bahwa hasanah itu akan lenyap dalam kehidupan mereka di akhirat. Hasanah seharusnya merupakan bahan membentuk akhlak di dunia hingga akhirat, yaitu hasanah manakala seseorang mengikuti kedua uswatun hasanah untuk kembali dekat kepada Allah. Manakala hasanah itu muncul dari seseorang yang menghadapkan wajahnya kepada hasanah-hasanah duniawi, maka hasanah itu tidak akan menjadi akhlak yang baik di akhirat kelak. Mereka lebih mengandalkan diri sendiri untuk mengumpulkan hasanah-hasanah dan menjadikan diri sebagai tauladan, sedangkan Allah telah menjadikan Rasulullah SAW dan Ibrahim a.s sebagai uswatun hasanah.

Dengan hasanah duniawi itu, mereka menjadikan Allah sebagai saksi terhadap kebenaran yang ada dalam hati mereka, sedangkan mereka sebenarnya penentang yang paling berat bagi kebenaran yang dicontohkan oleh para uswatun hasanah. Mereka memegang suatu hasanah yang tampak benar dalam pandangan mereka hingga mereka dapat mempersaksikannya di hadapan Allah tanpa terbetik suatu rasa salah karena merasa benar, tetapi sebenarnya bila ditimbang dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW maka mereka merupakan penentang terberat yang menghalangi tauladan uswatun hasanah dari pandangan manusia untuk kembali kepada Allah. Pandangan manusia terhadap tauladan uswatun hasanah terhalang oleh hasanah yang mereka susun dengan cara mereka sendiri tidak mengikuti uswatun hasanah.

Merusak Ladang dan Penerus

Ketika mereka memperoleh kuasa, mereka berusaha di bumi dengan membuat kerusakan, menghancurkan ladang-ladang ( الْحَرْثَ ) dan generasi penerus ( النَّسْلَ). Hal-hal itu merupakan dampak yang dapat dilihat atau diperkirakan manusia dari apa-apa yang mereka upayakan dengan menghadapkan diri kepada hasanah-hasanah duniawi melupakan tauladan kedua uswatun hasanah dalam bertaubat kepada Allah. Mungkin umat manusia akan memandang baik orang-orang itu bila tidak menimbang dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, akan tetapi dalam pandangan orang yang mengetahui, kerusakan itu akan tampak jelas.

﴾۵۰۲﴿وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
Dan apabila ia mempunyai kuasa, ia berupaya di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak ladang-ladang dan generasi penerus, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS Al-Baqarah : 205)

Ladang dan generasi penerus merupakan penanda kerusakan yang akan muncul. Yang dimaksud ladang pada ayat tersebut menunjuk pada peran wanita terhadap laki-laki, setingkat dengan kedudukan generasi penerus sebagai bagian dari laki-laki. Generasi penerus menunjukkan pada entitas yang akan memanjangkan jejak keberadaan seseorang sebagai pemikul amanah Allah. Merusak ladang-ladang dan generasi penerus menunjukkan pada upaya merusak semesta seorang laki-laki dalam menunaikan diri amanah Allah yang dipikulnya.

Seorang perempuan adalah ladang tempat tumbuh berkembang pohon thayyibah suaminya. Bila seseorang menjadikan perempuan berkhianat kepada suaminya, maka itu merupakan perusakan ladang yang paling nyata dan sangat besar kerusakan yang ditimbulkannya. Perusakan ladang tidak hanya dalam bentuk demikian. Setiap perempuan pada dasarnya merupakan ladang bagi laki-laki baik ia bersuami ataupun tidak bersuami. Tanpa bersuami, seorang perempuan dapat dirusak peran dirinya sebagai ladang dengan merusak konsep diri melalui hal-hal yang menyimpang dari tuntunan kedua uswatun hasanah. Barangkali mereka kemudian menjadi tidak subur bagi pasangannya karena ilmu yang membentuk akhlak mereka. Atau mungkin karena pengetahuan mereka, mereka akan mengejar hal-hal yang berasal dari hawa nafsu berupa rasa cinta ataupun harta sedangkan mereka menginginkan untuk kembali kepada Allah. Konsep diri mereka dalam bertaubat tidak selaras dengan apa yang seharusnya mereka lakukan menurut uswatun hasanah.

Jalan kembali kepada Allah adalah yang dicontohkan uswatun hasanah. Setiap orang harus membina diri untuk menyatu dengan kebenaran yang diturunkan Allah. Jalan mengenal kebenaran itu terdapat dalam tauladan uswatun hasanah yang dipanjangkan hingga mencapai setiap diri manusia berupa kesatuan nafs wahidah membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Itulah jalan yang dicontohkan uswatun hasanah. Dengan menempuh jalan itu, seseorang akan memahami kebenaran di alam yang tinggi dalam bentuk musyahadah yang sebenarnya bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah SAW. Bila seseorang mengenal musyahadah itu, mereka akan mengenali kebenaran yang menjadi turunan dari risalah beliau SAW yang ada di jalannya. Barangkali tidak seluruh kebenaran dapat dikenalinya, tetapi ia akan mengenali kebenaran yang ditemukan. Bila manusia menempuh jalan menyatukan diri melalui hawa nafsu-hawa nafsu, mereka akan tersesat dari jalan Allah.

Kerusakan peran ladang pada diri wanita seringkali tidak terlihat nyata. Tanda kerusakan itu seringkali hanya ditunjukkan dari gejala bahwa para laki-laki yang shalih menjadi tampak tidak/kurang berguna. Yang tampak subur dari umat yang mengalami kerusakan ladang seringkali berwujud prestasi duniawi parsial tetapi tidak terhubung dengan urusan yang diturunkan Allah melalui Rasulullah SAW. Gejala demikian itu sebenarnya itu merupakan kerusakan yang besar karena masing-masing hamba Allah gagal membuahkan amanah Allah yang seharusnya ditunaikan, akan tetapi kerusakan yang sebenarnya tersembunyi dari pandangan manusia.

Selain merusak perempuan sebagai ladang, terjadi pula kerusakan pada generasi penerus. Generasi penerus ( النَّسْلَ) menunjukkan kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan turunan sebagai pemikul amanah Allah dengan amanah pada diri seseorang. Di hari kiamat, ketika sangkakala telah ditiup, orang-orang akan mencari jalan kepada Allah melalui hubungan-hubungan amanah Allah yang mereka emban di muka bumi hingga mereka menemukan hubungan mereka kepada Rasulullah SAW. Demikian pula seseorang akan mencari dan mengajak penerus urusan mereka di antara manusia untuk bersegera kembali kepada Allah. Ketersambungan urusan Allah di antara umat manusia itu dikatakan sebagai النَّسْلَ. Orang-orang yang melupakan hasanah di akhirat dan hanya mengharapkan hasanah duniawi akan menimbulkan kerusakan pada hubungan-hubungan amanah yang seharusnya diemban oleh umat manusia, terutama pada umat manusia pada jamannya.

Kerusakan pada perempuan sebagai ladang berkaitan erat dengan perusakan generasi penerus. Perusakan ladang menyebabkan jalinan shilaturrahmi yang seharusnya terbina di antara umat manusia terputus. Ketika seseorang telah menemukan hubungan ( النَّسْلَ) kepada Rasulullah SAW, ia tidak dapat membina hubungan yang seharusnya dibina seseuai dengan perintah Allah untuk dihubungkan, yang disebabkan karena kerusakan ladang dirinya. Layaknya sebuah pohon, setiap manusia adalah pohon thayyibah yang seharusnya hidup bersama pohon thayyibah lainnya dalam sebuah jalinan yang terjalin melalui ladang mereka. Bilamana ladang itu telah dirusak, maka jalinan itu tidak dapat terbentuk.

Dalam kasus lain, seseorang dapat merusak hubungan ( النَّسْلَ) tanpa terkait dengan kerusakan ladang. Ketika seseorang yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah SAW telah berusaha membangun hubungan ( النَّسْلَ) dengan orang-orang lain sesuai dengan perintah Allah, tiba-tiba seseorang menyeret orang-orang yang dibina menuju sebuah upaya tersendiri tanpa sebuah hubungan ( النَّسْلَ) yang jelas kepada Rasulullah SAW. Maka orang yang menyeret kumpulan orang itu tanpa  النَّسْلَ sebenarnya telah merusak النَّسْلَ.  Mereka membina kehidupan berdasarkan hasanah duniawi saja tanpa terbangun hasanah di akhirat karena tidak mempunyai النَّسْلَ kepada uswatun hasanah. Di akhirat kelak, mereka akan mengalami kebingungan untuk menemukan hubungan yang seharusnya mencapai Rasulullah SAW. Bisa saja mereka akan menemukan patron mereka dahulu tidak mau mengakui hubungan yang dahulu dibinanya, baik secara parsial ataupun keseluruhan hubungan mereka.

Tingkat kerusakan generasi penerus karena kerusakan ladang sangat bervariasi. Kadangkala kerusakan hanya terjadi pada hubungan sosial, kadangkala terjadi hingga kerusakan generasi penerus berupa keluarga. Pada masa kehamilan misalnya, kerusakan itu dapat menyebabkan kerusakan fisik dan emosional pada bayi, atau bahkan hilangnya bayi dari kandungan bila syaitan tertentu dilibatkan. Pada masa keterikatan emosional yang kuat antara anak dengan ibu saat penyusuan hingga tujuh tahun, kerusakan ladang itu dapat menyebabkan kerusakan pertumbuhan emosional anak. Pada masa setelah itu, kerusakan ladang itu seringkali hanya mengganggu suasana pertumbuhan dimana suasana lingkungan terasa tidak nyaman sebagai rumah bagi mereka. Hal ini akan terkurangi bila setiap orang tua berusaha bersikap sebaik-baiknya, akan tetapi mereka tidak dapat mendidik generasi penerus dengan sebaik-baiknya bila terjadi kerusakan pada peran ladang seorang ibu rumah tangga.

Kerusakan pada aspek-aspek diri manusia akan menyebabkan kerusakan di alam duniawi. Sangat penting untuk melakukan perbaikan aspek diri setiap manusia dengan jalan mengikuti uswatun hasanah untuk dekat kepada Allah. Manusia tidak dapat mengandalkan hanya pengetahuan hasanah-hasanah yang dikumpulkannya sendiri untuk memakmurkan bumi mereka, karena hasanah itu bisa jadi hanya bermanfaat untuk aspek duniawi yang tidak mendatangkan kebaikan di akhirat. Setiap manusia harus mengikuti kedua uswatun hasanah untuk dapat mewujudkan hasanah-hasanah di dunia dan akhirat.

Aspek paling utama mengikuti kedua uswatun hasanah adalah tumbuhnya cinta kasih di antara umat manusia dan seluruh makhluk. Setiap orang yang menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap yang lain sebenarnya sedikit banyak telah mengikuti langkah kedua uswatun hasanah. Akan tetapi terdapat perbedaan manfaat yang banyak antara orang yang benar-benar menumbuhkan diri mengikuti uswatun hasanah atau hanya tidak sengaja mengikuti. Orang yang benar-benar mengikuti uswatun hasanah akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi semesta mereka. Hal ini akan akan terlihat manakala seseorang mengenal penciptaan diri mereka. Akan tetapi setiap orang harus tetap berhati-hati ketika mengikuti uswatun hasanah karena syaitan selalu berupaya menyesatkan. Dalam urusan pengenalan diri, setiap orang harus menuntaskan proses itu hingga pelemparan jumrah mengusir syaitan yang menyisipkan kesesatan dalam pengetahuan mereka, maka mereka dapat bergerak menuju pemakmuran bumi.

Senin, 05 Desember 2022

Agama Terbaik dan Fitnah Besar Syaitan

Allah menciptakan manusia untuk menjadi pemakmur bumi. Mereka menjadi khalifatullah yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi sesuai dengan kehendak Allah. Tetapi banyak manusia yang tidak melaksanakan hal tersebut. Sebagian besar manusia tidak mengetahui cara pemakmuran yang dikehendaki Allah, dan hanya sebagian kecil manusia yang mengetahui jalan yang menjadi kehendak Allah. Orang yang mengenal jalan pemakmuran bumi sesuai kehendak Allah adalah orang-orang yang memperoleh agama mereka, yaitu mereka mengetahui tujuan penciptaan dirinya di hadapan Allah.

Di antara orang-orang yang mengenal tujuan penciptaan dirinya, ada orang-orang yang menunaikan agamanya (ad-diin) dengan cara yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti millah Ibrahim a.s sebagai sarana yang paling utama untuk menunaikan agama mereka. Mereka berserah diri kepada Allah dengan berusaha sungguh-sungguh mengenal kehendak Allah melalui tazkiyatun-nafs (pensucian diri) dan melakukan amal-amal yang mereka kenali sebagai kehendak Allah dengan menggunakan millah Ibrahim a.s sebagai sarana untuk menunaikan agama mereka. Mereka itulah orang-orang yang terbaik dalam menunaikan agama mereka.

﴾۵۲۱﴿وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif? Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai khalil-Nya (QS An-Nisaa’ : 125)

Ayat tersebut difirmankan dalam bentuk pertanyaan agar setiap orang yang terkait menanyakan pada dirinya sendiri. Orang yang telah membentuk dan beramal dengan millah, atau mereka yang telah berusaha mengikuti millah barangkali akan menjawab : Labbaika ya Allah. Orang yang mengenal penciptaan diri dan berjuang dengan caranya sendiri barangkali akan menjawab: Engkau-lah yang Maha Mengetahui. Sedangkan orang-orang yang kembali berbalik setelah mencapai tanah sucinya hendaknya memikirkan kembali ke mana perjalanannya dan apa yang telah diperbuat bagi agamanya. Pengenalan diri bukanlah terminal akhir yang harus dicapai dalam perjalanan kehidupan, karena setiap orang harus mengikuti seruan Rasulullah SAW kembali kepada Allah dengan beramal di dunia mengikuti metode millah nabi Ibrahim a.s. Pengenalan diri hanyalah titik pertama pengenalan terhadap jalan Allah.

Millah Ibrahim a.s yang paling sempurna adalah terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Bayt tersebut merupakan wujud kesatuan nafs wahidah bersama dengan bagian-bagian yang terserak dari dirinya dalam upaya berdzikir dan meninggikan asma Allah. Bagian terdekat yang terserak dari nafs wahidah adalah nafs isteri-isterinya, maka seseorang harus membina isterinya untuk bersama dirinya menyatu selaras meninggikan asma Allah. Penyatuan nafs-nafs itu akan menyatukan bagian lain yang terserak dari diri mereka berupa jalinan sosial mereka di antara masyarakat, hingga harta benda yang dapat mendukung upaya mereka berdzikir dan meninggikan asma Allah.

Bayt itu merupakan sarana melaksanakan agama dengan mengikuti millah Ibrahim a.s.  Mereka dapat mengenal kehendak Allah dan mengusahakan amal dengan menggunakan sarana bayt mereka. Banyak hal yang merupakan turunan dari terbentuknya bayt sebagai millah Ibrahim a.s, dan yang sempurna adalah bayt. Dengan membina bayt, seseorang dapat berdzikir dan meninggikan asma Allah bagi masyarakat mereka. Dengan memberikan layanan dengan sarana bayt kepada orang yang ingin kembali kepada Allah, maka seseorang dapat berharap agar Allah mengangkat dirinya sebagai hamba yang didekatkan, mengikuti Rasulullah SAW dimi’rajkan pada kedudukan masing-masing.

Fitnah Besar Syaitan

Jalan pemakmuran bumi sesuai dengan kehendak Allah sebagai agama terbaik ini selalu menjadi sasaran perusakan oleh syaitan. Orang yang berusaha menjalankan agama mengikuti millah Ibrahim a.s akan menjadi sasaran syaitan. Hal yang akan dilakukan syaitan untuk menimbulkan fitnah terbesar bagi umat manusia adalah dengan cara memisahkan seorang isteri dari suaminya. Cara ini digunakan untuk mencegah manusia menjalankan amanahnya dengan agama yang terbaik mengikuti millah Ibrahim a.s.

﴾۲۰۱﴿وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan atas kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir , hanya syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya fitnah, sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka (syaitan) mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan ilmu itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang dengan isterinya. Dan mereka itu (para syaitan) tidak memberi mudharat dengan (ilmu) itu kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka (para manusia) mempelajari sesuatu yang mendatangkan mudharat kepada mereka dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barangsiapa yang membelinya, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat buruklah perbuatan mereka menjual dirinya dengan ilmu itu kalau mereka mengetahui. (QS Al-Baqarah : 102)

Fitnah terbesar bagi umat manusia itu berupa suatu bentuk negara syaitan yang sangat kafir. Syaitan membuat suatu konsep negara sangat kafir yang mereka ajarkan kepada para wali mereka, dan mereka mengatakan bahwa konsep negara yang diajarkan itu adalah bentuk kerajaan nabi Sulaiman a.s. Konsep kerajaan itu sama sekali bukan prinsip yang diikuti oleh Sulaiman a.s, sedangkan segenap kekufuran yang ada di dalamnya benar-benar disusun oleh syaitan. Negara itu akan membuat suatu mushibah besar bagi umat manusia. Banyak manusia akan tertarik dan memandang baik konsep negara itu dalam menjalankan sendi-sendi kehidupan, akan tetapi sebenarnya akan mendatangkan madharat yang sangat besar bagi mereka.

Kunci mereka untuk meruntuhkan kepekaan umat manusia terhadap kecurangan yang ada pada konsep negara itu adalah memisahkan seseorang dari isterinya. Sebuah perkara mikro dalam lingkup kecil berupa pernikahan menjadi sebuah kunci yang menentukan keselamatan umat manusia dari fitnah terbesar syaitan. Barangkali tidak semua pernikahan berdampak demikian. Telah banyak kejadian perceraian antara seorang laki-laki dengan isterinya akan tetapi sebagian seolah-olah tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap dunia mereka, tidak menimbulkan fitnah yang sangat besar, bahkan kadang kedua pihak merasa senang dengan perceraian yang mereka lakukan. Tanpa mengabaikan bahwa perceraian selalu menimbulkan dampak negatif, bila ditelusuri dengan baik, terbukanya kunci fitnah ini sebenarnya terkait dengan tercabiknya agama terbaik yang akan ditempuh oleh hamba Allah.

Tanda dari tercabiknya agama terbaik demikian adalah penggunaan ilmu Harut dan Marut untuk memisahkan seseorang dari isterinya. Syaitan menggunakan ilmu malaikat karena sasaran mereka dalam urusan ini terutama orang-orang yang berusaha memperoleh agama yang terbaik, bukan orang-orang biasa. Sihir guna-guna syaitan sendiri tidak akan dapat menundukkan hati orang beriman baik laki-laki atau perempuan untuk berkhianat atau berpisah dari pasangannya, maka mereka menggunakan ilmu pengasihan dua malaikat Harut dan Marut untuk memisahkan seseorang dari isterinya, maka mereka dapat mencabik agama yang terbaik dari kalangan terbaik orang beriman.

Ilmu dua malaikat itu merupakan fitnah. Apa yang tampak baik sebenarnya mendatangkan bahaya dan tidak bermanfaat. Segala sesuatu yang seharusnya dibentuk melalui pembinaan bayt mengikuti millah Ibrahim a.s dapat terbentuk secara instan dengan menggunakan ilmu Harut Marut, tetapi hal yang tumbuh itu hanya berlaku di dunia tidak melampaui alam akhirat. Seseorang bisa mendapatkan jubah ketakwaan di dunia tanpa landasan ketakwaan sebenarnya, sehingga jubah itu hanya berlaku di dunia tidak melampaui akhirat. Kasih sayang yang terbentuk karena menggunakan ilmu Harut dan Marut hanya berlaku di alam dunia ini saja, sedangkan mereka kelak di akhirat tidak mendapatkan akhlak itu. Kasih sayang di antara suami dan isteri, jalinan sosial yang baik di antara umat manusia, dan hal lain yang dihasilkan oleh ilmu itu akan lenyap kelak di akhirat dan barangkali akan berganti dengan hujatan-hujatan satu dengan yang lain. Kebanyakan orang tidak mengetahui hal ini. Bila seseorang mengetahui hal ini, mereka akan mengetahui bahwa perbuatan mereka membeli ilmu Harut Marut ini sangatlah buruk.

Ada kesulitan tertentu menimpa orang yang menggunakan ilmu Harut dan Marut. Mereka akan mendapatkan kesulitan untuk mengukur apa yang sebenarnya telah tumbuh dalam dirinya berdasarkan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW, dan membedakannya dengan sesuatu yang tumbuh secara instan dalam dirinya tanpa landasan yang sebenarnya. Kedua hal itu akan tampak sama dalam pandangannya, sehingga ia mudah terjebak memandang baik apa yang ada pada dirinya. Syaitan akan memperoleh pijakan kuat pada bagian pertumbuhan tanpa landasan pada dirinya. Penting bagi setiap orang untuk kembali berpegang pada firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sepenuhnya, tidak memperturutkan segala sesuatu yang diketahuinya. Ketaatan kepada guru akan sangat membantu seseorang untuk dapat membedakan pertumbuhan dengan landasan yang benar dan pertumbuhan yang instan.

Bila terjadi peristiwa penggunaan ilmu Harut dan Marut di kalangan orang-orang beriman, umat manusia perlu bersegera berhati-hati terhadap tipuan besar syaitan lainnya. Demikian pula orang-orang beriman hendaknya bersegera mempersiapkan keadaan untuk mengurangi dampak fitnah besar oleh syaitan. Setiap orang hendaknya berusaha untuk memahami dengan benar urusan Rasulullah SAW untuk jamannya berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, karena tidak akan ada hal lain yang dapat membuka fitnah yang terselubung dalam keindahan tipuan syaitan. Semakin berlama umat manusia terlena dalam upaya semu yang mereka yakini memakmurkan, semakin berkurang waktu untuk mengurangi dampak fitnah syaitan. Berserah diri hendaknya tidak dilakukan dengan mengembalikan masalah kepada Allah saja, akan tetapi setiap orang harus berusaha memahami tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan benar. Upaya memahami dan bertindak sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah SAW itulah berserahdiri yang sebenarnya, sedangkan mengembalikan masalah kepada Allah hendaknya dilakukan setelah berusaha memahami tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW sebagaimana seseorang bertawakal setelah mengikat untanya.

Akan sangat banyak upaya yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti bacaan syaitan tentang kerajaan Sulaiman a.s yang dirumuskan oleh syaitan. Tujuan akhirnya adalah terbentuknya kerajaan syaitan yang dikatakan sebagai kerajaan Sulaiman. Segala sesuatu yang terkait dengan sendi-sendi kenegaraan akan diupayakan agar dapat membentuk negara itu secara berangsur tanpa disadari oleh umat manusia. Segala upaya mereka itu pada puncaknya dilakukan dengan merusak kunci agama berupa pernikahan untuk membentuk bayt. Segala upaya merusak tatanan masyarakat sebenarnya merupakan turunan di bawah upaya merusak pernikahan. Gencarnya upaya pengakuan dan pengesahan LGBTQ merupakan contoh upaya merusak tatanan umat manusia dengan dampak kerusakan yang dahsyat. Banyak upaya lain yang lebih halus dari hal itu yang telah dilakukan oleh para pengikut syaitan, seperti komunisme dan bayak hal-hal lain yang menarik bagi manusia.. Hal itu dapat diantisipasi bila umat manusia menata kembali makna pernikahan dan menghidupkan semangatnya sesuai dengan tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Tanpa menggali arti agama terbaik dengan sunnah Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s, sangat sulit bagi umat manusia menahan upaya perusakan umat manusia semacam gerakan LGBTQ tersebut.

Rabu, 30 November 2022

Millah Ibrahim a.s dan Agama yang Terbaik

Rasulullah SAW bersama orang-orang yang mengikuti beliau menyeru umat manusia untuk kembali kepada Allah. Umat manusia dapat mengikuti langkah perjalanan beliau SAW untuk kembali kepada Allah dengan meningkatkan kemuliaan akhlak, yaitu dengan menghayati kemuliaan asma-asma-Nya yang baik dalam sikap mereka setiap waktu. Penghayatan ini tidak akan terjadi bila seseorang hidup secara bebas mengikuti hawa nafsu, hanya bisa dilakukan dengan baik oleh seseorang bila ia menempuh kehidupan sesuai dengan garis kehidupan yang telah dikehendaki Allah baginya.

Kehidupan yang dikehendaki Allah bagi setiap manusia merupakan agama (ad-dien). Setiap manusia dapat menempuh sangat banyak kemungkinan jalan kehidupan yang disediakan baginya. Walaupun banyak, tetapi ada batas amal yang dapat dilakukan seseorang. Di antara sekian banyak jalan, hanya satu jalan kehidupan yang yang dikehendaki Allah, jalan kehidupan yang dijadikan sebagai agama bagi dirinya. Jalan kehidupan itu akan dikenali oleh seseorang manakala ia mengenal tujuan penciptaan dirinya.

Di antara orang-orang yang mengenal tujuan penciptaan dirinya, ada orang-orang yang menunaikan agamanya (ad-diin) dengan cara yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti millah Ibrahim a.s sebagai sarana yang paling utama untuk menunaikan agama mereka. Mereka berserah diri kepada Allah dengan berusaha sungguh-sungguh mengenal kehendak Allah melalui tazkiyatun-nafs (pensucian diri) dan melakukan amal-amal yang mereka kenali sebagai kehendak Allah dengan menggunakan millah Ibrahim a.s sebagai sarana untuk menunaikan agama mereka. Mereka itulah orang-orang yang terbaik dalam menunaikan agama mereka.

﴾۵۲۱﴿وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti millah Ibrahim yang hanif? Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai khalil-Nya (QS An-Nisaa’ : 125)

Nabi Ibrahim a.s adalah manusia yang dijadikan Allah sebagai khalilullah. Khalilullah merupakan makhluk yang dicintai Allah karena keadaan dan upaya mereka dalam kehidupan di bumi. Nabi Ibrahim a.s menjadi makhluk yang dijadikan khalilullah karena cara hidup beliau a.s patut dijadikan panutan bagi seluruh makhluk untuk memperoleh kecintaan Allah. Pada derajat yang lebih tinggi, Allah berkehendak menunjukkan manifestasi rahmat-Nya berupa risalah diri Rasulullah SAW. Beliau SAW merupakan makhluk yang dijadikan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam karena kesempurnaan akhlak beliau SAW. Kedua insan mulia tersebut merupakan uswatun hasanah bagi segenap makhluk, sedemikian tidak akan tersesat manusia bila mengikuti sepenuhnya kedua insan mulia tersebut.

Millah Ibrahim a.s yang paling sempurna adalah terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Bayt tersebut merupakan wujud kesatuan nafs wahidah bersama dengan bagian-bagian yang terserak dari dirinya dalam upaya berdzikir dan meninggikan asma Allah yang mereka kenal. Bagian terdekat yang terserak dari nafs wahidah adalah nafs isteri-isterinya, dan penyatuan nafs-nafs itu akan menyatukan bagian lain yang terserak berupa jalinan sosial mereka hingga harta benda yang dapat mendukung upaya mereka berdzikir dan meninggikan asma Allah.

Seorang laki-laki yang mengenal nafs wahidah tanpa disertai penyatuan nafs isteri dalam langkah yang sinergis tidak akan dapat meninggikan asma Allah bagi semesta mereka. Seorang laki-laki tidak akan dapat memberikan pertolongan bagi urusan Rasulullah SAW dengan baik sekalipun ia mengenal urusan itu, yaitu bila isterinya tidak mengikuti suaminya dalam menempati kedudukan diri mereka. Misalnya bila ia menempatkan suaminya atau diri mereka menjadi penolong bagi orang lain dalam hubungan washilah yang berbeda dengan yang dipahami akal suaminya, maka sulit untuk meninggikan asma Allah melalui keluarga. Kedua insan dalam pernikahan harus menyatukan akal mereka dalam memahami kedudukan diri mereka agar terbentuk bayt. Sangat penting bagi setiap orang untuk menempatkan diri mereka sesuai sesuai dengan tatanan Allah.

Shilaturrahmi Mengikuti Millah

Salah satu hal yang menjadikan seseorang mengetahui kedudukan diri sesuai tatanan Allah adalah hubungan shilaturrahmi. Dengan shilaturrahmi, seseorang memperoleh arah pencarian kedudukan dirinya dalam urusan Allah melalui para washilahnya, dan memperoleh cermin dari para sahabatnya. Shilaturrahmi merupakan turunan utama millah Ibrahim a.s dalam membentuk bayt.

Allah memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk dalam derajat yang paling tinggi dalam wujud manifestasi Ar-rahman dan Ar-rahiim. Beliau a.s merupakan insan yang paling mengenal asma Ar-rahiim, karena itu beliau menjadi washilah tertinggi sebelum Rasulullah, tauladan bagi manusia untuk membentuk perilaku yang baik. Dengan kedudukan beliau, seseorang bisa memperoleh jalan untuk terhubung kepada Allah, maka mereka dapat meninggikan asma Allah dengan sebenarnya.

dari Abu Hurairah r.a , ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda:
إَنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ:هَذَا مَقَامُ الْعَائِذُ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: َنعَمْ, أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ وَأَقْطَعَ مَنْ َقطَعَكَ؟ قَالَتْ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ لَكَ.
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari (menciptakan) mereka, Ar-rahim berdiri seraya berkata: inikah kedudukan orang yang berlindung kepada-Mu dari memutuskan.’ Dia berfirman: ‘Benar, apakah engkau ridha bahwa Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau? Ia menjawab, ‘ya.’ Allah berfirman, ‘Itulah untukmu.’( Muttafaqun ‘alaih, 10/349 dan 13/392, Muslim no. 2554)

Ar-rahim merupakan entitas yang dijadikan Allah sebagai sarana washilah agar makhluk mampu mengupayakan untuk terhubung, sedangkan Ar-rahman merupakan wajah-Nya yang hendak diperkenalkan Allah kepada makhluk. Keduanya saling bersambung dalam kedudukan yang berbeda. Manusia dapat mengupayakan washilah dirinya kepada Allah melalui Ar-rahim, dan upaya itu dapat dilakukan dengan mengikuti millah Ibrahim a.s. Seseorang yang menyambung washilah kepada Ar-rahim akan memperoleh washilah kepada Ar-rahman, diperkenalkan kepada tajalli Ar-rahman sehingga ia memperoleh pengetahuan tentang Allah dengan batas kemampuan dirinya.

Karena membangun hubungan dengan Ar-rahim, terbentuk hubungan tertentu antara seorang hamba dengan Allah, yaitu orang yang terhubung washilahnya dengan Ar-rahim akan terhubung kepada Allah, sedangkan orang yang memutuskan hubungan dengan Ar-rahim akan diputuskan hubungannya kepada Allah. Kebanyakan manusia berusaha mencari washilah kepada Allah tetapi tidak mengetahui apakah dirinya terhubung atau tidak. Hendaknya setiap orang berhati-hati agar dirinya tidak memutuskan hubungan dengan Ar-rahim, karena Allah akan memutuskan hubungan dengan-Nya. Tidak ada orang yang memutuskan hubungan dengan Ar-rahim dapat memperoleh washilah kepada Allah melalui jalan yang lain.

Membina hubungan dengan Ar-rahim harus dilakukan melalui hubungan di alam dunia. Manusia harus berusaha mengenali urusan jamannya dan mengetahui para pembawa urusan jaman sebagai washilahnya kepada Ar-rahim. Itu merupakan shilaturrahmi secara vertikal. kemudian ia menyambungkan urusan yang dikenalinya itu kepada orang lain sebagai shilaturrahmi secara horizontal. Tanpa mengetahui pembawa urusan, sulit bagi seseorang untuk mengenali urusan jamannya dengan tepat, dan sulit untuk mengenali kedudukan dirinya dalam urusan Allah. Mengenal pembawa urusan jaman hanya bersifat mengambang bila tidak mengenali urusan jaman dengan tepat. Bila seseorang durhaka dalam hubungan shilaturrahmi secara vertikal, ia telah keluar dari amr Allah, dan orang yang mengikutinya akan memperoleh shilaturrahmi yang terputus. Shilaturrahmi secara vertikal akan menentukan ketepatan seseorang dalam mengenali urusan jamannya, dan shilaturrahmi secara horizontal akan membentuk jalinan sosial yang harus dibina berdasarkan perintah Allah.

Hubungan yang diperintahkan Allah mempunyai pokok berupa pernikahan. Ikatan pernikahan adalah hubungan yang diperintahkan Allah dan menjadi pangkal tumbuhnya hubungan-hubungan lain yang diperintahkan Allah, dan merupakan tunas bagi terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Hubungan sosial shilaturrahmi yang dikehendaki Allah berpangkal pada pernikahan, yang mungkin saja tidak tumbuh bila pernikahan rusak. Setiap orang harus memperhatikan pernikahannya sebagai pangkal tumbuhnya hubungan sosial dirinya bersama isterinya, baik untuk mencapai keadaan pernikahan sebagai bayt ataupun memperhatikan dari gangguan yang akan merusak.

Yang dikatakan sebagai orang yang berhasil membina washilah adalah orang yang telah menyambungkan shilaturrahmi yang diputus-putus dari dirinya. Orang yang hanya membalas kebaikan orang lain tidak dikatakan sebagai orang yang terhubung washilahnya. Banyak orang yang ingin membangun washilah kepada Allah melalui hubungan dengan sesama, akan tetapi tidak bisa mengukur hasil dari upaya dirinya tersebut. Banyak orang yang berusaha membangun washilah tetapi tidak diketahui kedudukannya hingga ia benar-benar menyambungkan shilaturrahmi yang dipotong-potong dari dirinya. Sebagian orang mengetahui shilaturrahmi yang terpotong dan harus dibina sesuai perintah Allah, tetapi belum berhasil menyambungkan shilaturrahmi tersebut.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash r.a , dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Orang yang menyambung (tali silaturrahim) bukanlah orang yang membalas, akan tetapi orang yang menyambung (tali silaturrahim) adalah yang apabila diputuskan hubungan (silaturrahim)nya, ia menyambungnya.” (HR. al-Bukhari 10/355, Abu Daud no. 1697, dan at-Tirmidzi no. 1909)

Orang yang paling utama menyambungkan shilaturrahmi adalah orang-orang yang mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang harus dibinanya bersama orang lain berdasarkan perintah Allah. Seseorang yang mengenal penciptaan dirinya akan mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang harus dibina berdasarkan perintah Allah, akan tetapi syaitan ataupun orang lain dapat memotong-motong hubungan yang harus dibina demikian. Ia akan terhubung kepada Ar-rahim manakala ia telah membina hubungan yang dipotong-potong tersebut. Bila ia tidak bersungguh-sungguh membina hubungan yang diperintahkan Allah tersebut, maka sedemikianlah keadaan washilahnya kepada Ar-rahim.

Membina Akhlak dan Shilaturrahmi

Setiap orang harus memperhatikan akhlak dalam dirinya agar mereka dapat menumbuhkan shilaturrahmi yang diperintahkan Allah. Terputusnya shilaturrahmi banyak terjadi karena akhlak buruk di antara masyarakat. Shilaturrahmi hanya akan terbentuk manakala setiap orang membangun akhlak mulia. Akhlak mulia merupakan dasar yang harus dibangun pada diri setiap manusia, sedangkan shilaturrahmi merupakan akhlak yang dibangun secara komunitas, satu orang membantu orang lainnya untuk menumbuhkan akhlak mulia. Sifat khianat dan sifat sombong akan menghambat tumbuhnya shilaturrahmi di antara umat. Itu adalah contoh akhlak sangat buruk yang akan merusak shilaturrahmi.

Akhlak buruk akan menjadi potensi penyebab shilaturrahmi di antara manusia terputus. Sahabat atau pasangan yang memperoleh sikap buruk demikian hendaknya tidak serta-merta mengambil sikap membalas dengan sikap buruk. Bilamana seseorang bersikap buruk dengan niat untuk mendzalimi maka hendaknya orang yang didzalimi berpaling dari yang bersikap buruk tersebut. Bila orang tersebut bersikap buruk karena keburukan dalam dirinya maka hendaknya mereka disambung shilaturrahminya agar ikut serta kembali membina akhlak mulia. Kadangkala seseorang bersikap buruk dan mengakibatkan orang lain terdzalimi sedangkan ia tidak berkeinginan mendzalimi, maka hendaknya orang lain tidak berpaling dari dirinya dan berusaha tetap menyambung shilaturrahmi. Orang yang akan terhubung kepada Ar-rahiim adalah orang yang berusaha menghubungkan shilaturrahmi dalam keadaan demikian.

dari ‘Uqbah bin ‘Amir r.a , aku berkata, ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang utama,’ maka beliau SAW bersabda:
صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Wahai ‘Uqbah, sambunglah orang yang memutuskan (hubungan dengan)mu, berilah kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan berpalinglah dari orang yang berbuat zalim kepadamu.”

Kadangkala syaitan memperoleh jalan untuk menarik seseorang untuk bersikap khianat atau sombong, baik secara paksa maupun dengan sifat yang ada secara intrinsik dalam diri seseorang. Kedua sifat itu barangkali merupakan bagian ujung akhlak buruk yang dapat terjadi pada diri seseorang. Tanpa ada keinginan berkhianat, seseorang dapat ditarik syaitan untuk bersikap khianat kepada orang dekatnya. Adakalanya orang yang ditarik syaitan itu tidak menyukai sikap dirinya tetapi tidak mampu untuk melawan dorongan itu, dan kadangkala seseorang menyukai sikap khianatnya karena melihat kesenangan yang banyak dari sikap khianatnya itu. Demikian pula seseorang kadangkala ditarik syaitan untuk bersikap sombong, tanpa menyadari munculnya sikap sombong dalam dirinya. Hal demikian bisa terjadi di antara manusia, dan hendaknya setiap orang selalu berusaha menyambungkan shilaturrahmi.

Puncak millah Ibrahim a.s adalah terbentuknya bayt untuk berdzikir dan meninggikan asma Allah. Dengan terbentuknya bayt inilah maka seseorang akan memperoleh tingkatan agama yang terbaik dalam menunaikan amanah Allah yang tersimpan dalam dirinya. Hal itu dapat terbentuk bila seseorang menumbuhkan shilaturrahmi, terutama melalui pernikahan mereka. Setiap keluarga hendaknya menumbuhkan aspek-aspek yang mendukung terbentuknya jalinan fungsi sosial melalui pernikahan mereka. Seorang isteri merupakan ladang yang menjadikan pohon diri suaminya tumbuh menghunjam ke bumi di antaranya berupa membentuk jalinan sosial bersama umat manusia. Suami akan memahami cahaya Allah untuk mengolah segenap potensi yang ada di bumi sesuai dengan kehendak Allah atas diri mereka, sedangkan isteri akan mendatangkan khazanah kebumian yang seharusnya mereka olah. Bilamana pernikahan buruk karena hubungan yang buruk, maka bayt itu akan sulit terbentuk.