Pencarian

Jumat, 28 Agustus 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (9)

Menahan Amarah 


Salah sifat jalal yang disematkan kepada Allah adalah sifat marah. Marah atau gadlab dalam terminologi Alquran lebih menunjukkan kemarahan dalam konteks kemarahan yang benar, sebuah sifat marah yang timbul di atas dasar kasih sayang. Rasulullah, para nabi, dan Allah akan mengalami kemarahan bilamana ada seseorang yang akan membuat dirinya atau umat manusia celaka. Kemarahan ini bukanlah karena pengaruh perbuatan seseorang terhadap beliau atau Allah, tapi agar orang tersebut agar tidak celaka atau menjadi buruk. 

Dalam banyak hal, kemarahan para nabi dan Allah timbul bila seseorang mengikuti langkah-langkah syaitan. Nabi Musa a.s marah kepada umatnya karena mereka mengikuti langkah syaitan bersembah kepada patung anak sapi emas. Hal ini menjatuhkan akhlak mereka, membuat mereka hanya mampu mengenal Allah dalam citra dan cara yang salah. Mereka menganggap bahwa patung anak sapi emas adalah ilah yang benar, sedangkan anak patung sapi emas itu dan ilahnya Musa a.s merupakan ilah yang sama. Mereka jatuh dalam akhlak yang buruk. Untuk memperbaiki keadaan mereka, Allah memerintahkan mereka membunuh diri mereka. Bila ada yang baik, Allah menghidupkan kembali mereka, sedangkan orang yang buruk tetap dibiarkan mati. 

Demikian pula Rasulullah SAW marah kepada dua muslim yang mempertentangkan satu ayat dan ayat lainnya. Beliau SAW melemparkan kerikil kepada mereka sebagaimana nabi Ibrahim melemparkan kerikil kepada syaitan. Beliau tampaknya memang melempar syaitan yang berusaha menyesatkan dua muslim tersebut, dengan mengarahkan mereka memperdebatkan ayat-ayat Allah. Bila mengikuti ajakan syaitan, kedua manusia itu akan tertimpa kesesatan berupa memperkatakan sesuatu tentang Allah tanpa pengetahuan. Itu yang akan terjadi pada dua orang yang mempertentangkan satu ayat dengan ayat lain, walaupun masing-masing berpegang pada ayat-ayat yang tercantum dalam kitabullah. 

Marah (gadlab) yang benar harus dilakukan oleh para nabi untuk menyelamatkan umatnya. Kemarahan para nabi merupakan pertanda akan munculnya kemarahan Allah, bila kemarahan itu tidak diperhatikan. Ciri kemarahan yang benar demikian adalah bersamaan dengan marahnya ada pengampunan. Bila orang yang ditimpa kemarahan memohon ampunan dan menghindarkan dirinya dari penyebab kemarahan Allah, maka akan segera terbit rasa pengampunan tidak ada dendam atau kemarahan berkepanjangan. Hal demikian ini harus berusaha ditiru oleh setiap mukmin. 

وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ [ الشورى:37-37] 

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. [Ash-Shura:37] 

Ini berbeda dengan kemarahan yang biasa terjadi dalam diri kebanyakan manusia. Kemarahan kebanyakan manusia muncul karena adanya hawa nafsu yang kecewa terhadap sesuatu yang terjadi atas dirinya atau yang ditemuinya. Kemarahan jenis ini cenderung menutup bashirah manusia dan membelokkan manusia dari jalannya menuju Allah bila orang tersebut bertaubat. 

Mencapai Keihsanan 


Kemarahan jenis ini harus ditahan dan dikendalikan agar seseorang tetap dapat melihat jalannya untuk kembali kepada Allah. Seseorang tidak boleh selalu merasa kecewa atas segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya, dan melampiaskan kekecewaannya kepada orang lain. Seringkali komentar buruk dan pelampiasan kekecewaan itu menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat di sekitarnya, dan lebih buruk lagi, itu akan menutup bashirahnya kepada Allah. Hatinya akan terguncang dan tidak dapat menempuh perjalanan yang benar menuju Allah. 

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ [ آل عمران:134-134] 

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Al 'Imran:134] 

Menafkahkan harta di waktu sempit dan lapang, menahan kekecewaan dan amarah, serta memaafkan orang lain merupakan bekal bagi seseorang untuk memperoleh sifat ihsan. Seseorang tidak akan memperoleh sifat ihsan bilamana selalu memandang orang lain dengan cara buruk tidak berusaha memandang dengan bersih, atau membiarkan hatinya diliputi kekecewaan dan kemarahan terhadap segala sesuatu, atau tidak menginfakkan hartanya di waktu sempit atau lapang. Ketiga hal tersebut merupakan bekal agar seseorang dapat melihat wujud ayat-ayat ilahiah yang menghampiri dirinya. Ayat-ayat itu akan mengantarkan seseorang menuju sifat ihsan. 

Mencapai Derajat Muttaqin 


Keihsanan-keihsanan yang diperoleh seseorang akan mengantarkan seseorang menjadi seorang muttaqin bila orang tersebut menempuh perjalanan menuju Allah. Seorang muttaqin adalah orang yang menempuh perjalanan kembali kepada Allah dengan benar, tidak melenceng. 



وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةً أَوۡ ظَلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ ذَكَرُواْ ٱللَّهَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ لِذُنُوبِهِمۡ وَمَن يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ وَلَمۡ يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ [ آل عمران:135-135] 

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. [Al 'Imran:135] 

Ayat 134 dan 135 surat ali imran menceritakan kriteria seorang muttaqin yang mendapatkan janji ampunan dan surga sebagaimana disebutkan dalam ayat 133. Ayat 134 bercerita tentang kriteria pertama sebagai muttaqin, yaitu sifat muhsinin. Ayat 135 menceritakan tentang langkah lurus yang harus ditempuh oleh seorang muhsin. Ketika seorang telah mendapatkan keihsanan, mungkin saja ia berhenti tidak melangkah menuju Allah atau bahkan kembali ke alam dunia. Untuk mendapatkan kriteria sebagai muttaqin, seorang yang telah ihsan harus melangkah dalam jalan yang benar. 

Ketika orang yang memperoleh sifat ihsan terjebak dalam langkah yang bengkok atau tertarik kembali kepada dunia kemudian ia kembali mengingat Allah dan memohon kepada Allah ampunan bagi dosa-dosa mereka, mereka mungkin akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang muttaqin. Kehidupan dunia adalah kehidupan yang berat bagi makhluk yang berakal, yang menjebak mereka dalam dosa-dosa. Allah Maha Mengetahui keadaan tersebut, dan Allah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan yang dicintai-Nya karena permohonan ampunan yang mereka panjatkan bagi dosa-dosa mereka dalam kehidupan di dunia. Keihsanan dan permohonan ampun bagi dosa merupakan satu hal yang menjadi pengantar seseorang mencapai derajat muttaqin. 

Kadang-kadang seorang manusia yang telah mendapatkan keihsanan tidak menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam perbuatan keji, kadang hingga merasa menjadi seorang suci yang tidak tersentuh dosa. Perbuatan keji yang dilakukannya dipandang sebagai perintah Allah yang harus dilaksanakannya. Ini merupakan tipuan syaitan. Setiap orang harus menyadari bahwa dirinya diciptakan di alam dunia yang penuh kesamaran-kesamaran yang mungkin menjebak. 

Selama seorang yang ihsan yang terjebak dalam dosa kemudian mengingat Allah dan memohon ampunan bagi kesalahannya, maka mungkin ia akan dapat memperoleh derajat sebagai seorang muttaqin. Syarat tercapainya derajat itu adalah dirinya tidak meneruskan perbuatan kejinya, dan dirinya mengetahui kesalahan yang telah dilakukannya. Bila ia tidak meneruskan perbuatan kejinya tetapi tidak mengetahui perbuatan keji yang telah dilakukannya, ia belum termasuk dalam derajat muttaqin. Demikian pula bila ia mengetahui perbuatan kejinya tetapi tetap melakukannya, ia tidak termasuk dalam derajat muttaqin. Kedua hal itu harus dilakukan seluruhnya, tidak meninggalkan salah satu di antara keduanya. 

Kesempurnaan Sunnah Rasulullah SAW. 


Bila seseorang mencapai derajat muttaqin, ia akan mendapatkan ampunan Allah dan syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Di dalam surga tersebut, orang-orang tersebut akan memperoleh balasan-balasan yang terbaik bagi amal-amalnya di dunia. Di atas surga itu, kenikmatan yang diperoleh bukan lagi karena amal-amal perbuatan manusia, tetapi lebih karena kualitas diri seseorang sehingga Allah memberikan kenikmatan yang lebih baik berasal dari alam-alam selain yang berasal dari kehidupannya di alam dunia. 

أُوْلَٰٓئِكَ جَزَآؤُهُم مَّغۡفِرَةٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَجَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَنِعۡمَ أَجۡرُ ٱلۡعَٰمِلِينَ [ آل عمران:136-136] 

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. [Al 'Imran:136] 

Surga bagi golongan muttaqin adalah surga dimana amal-amal perbuatan manusia selama di dunia akan diganjar dengan pembalasan yang terbaik. Akan tetapi masih banyak tingkatan di atas surga tersebut. Setiap manusia diciptakan untuk sebuah kedudukan surga yang tertinggi, terlepas dari kenyataan bahwa tidak setiap manusia dapat mencapai kedudukan surga yang tertinggi tersebut, bahkan sangat banyak manusia yang terjatuh ke neraka. 

Manusia diciptakan di dunia ini sebagai masterpiece ciptaan-Nya. Rasulullah, khalilullah dan khalifatullah diciptakan dari kalangan manusia, makhluk yang diciptakan dari bumi yang merupakan alam terjauh dari sumber cahaya Allah. Setiap manusia sebenarnya juga diciptakan sebagai masterpiece ciptaannya pada kedudukan masing-masing, akan tetapi kebanyakan manusia melangkah menuju kegelapan. Bila seseorang mencapai kedudukan untuk apa penciptaannya, dirinya akan memperoleh sumber mata air di surganya. Sumber mata air ini merupakan hal yang lebih baik daripada sungai-sungai. 

Kedudukan ini dapat dicapai hanya dengan mengikuti Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s. Beliau berdua adalah uswatun hasanah bagi manusia yang paling mengenal dengan sebaik-baiknya rahmaniah dan rahimiah Allah. Mengikuti langkah uswatun hasanah adalah menginternalisasi sifat rahman dan rahim dalam jiwanya dan mewujudkannya dalam amal-amalnya. 

Pernikahan menjadi sunnah rasulullah SAW yang sangat ditekankan, karena itu yang akan mengantarkan seseorang dalam menginternalisasi dan menumbuhkan sifat rahman dan rahim Allah dalam jiwanya. Bila pernikahan rusak, seseorang yang baik mungkin akan tumbuh sebagai manusia yang bersifat rahman dan rahim, tetapi sifat-sifat itu hanya akan tumbuh kerdil tidak terlihat tumbuh besar. Sifat-sifat baiknya hanya akan terlihat kecil, walaupun berusaha keras untuk menjadi baik, ibarat tanaman yang media tumbuhnya buruk akan tumbuh tidak subur. 

Pernikahan akan memberikan jalan sunnah kepada manusia dari awal perjalanan hingga mencapai kedudukan tertingginya. Dalam posisi seseorang untuk mencapai muttaqin, seorang yang ihsan harus menghindari perbuatan keji. Gambaran keberadaan sifat keji dalam diri seseorang itu mudah terlihat jelas dalam pernikahan. Seorang perempuan harus bermakmum kepada suaminya tidak mencari imam bagi jiwanya dalam figur laki-laki lain. Seorang laki-laki tidak boleh menjalin hubungan batin dengan perempuan bersuami. Pernikahan merupakan perpanjangan wujud entitas ghaib dalam diri yang memudahkan manusia mengelola seluruh entitas dalam dirinya. Seluruh entitas itu merupakan tangga untuk berjalan menuju Allah. Jiwa merupakan imam bagi raga, ruh qudus menjadi imam bagi jiwa, sedangkan ruh qudus akan memperkenalkan seseorang pada kedudukan rasulullah SAW sebagai pemimpin segenap ciptaan. 

Ikatan pernikahan merupakan perpanjangan tangga yang paling nyata menuju Allah. Allah memanjangkan tangga itu dalam wujud suami sebagai imam dan istri sebagai makmum. Bila seseorang melakukan perbuatan melanggar ikatan pernikahan, itu adalah perbuatan keji walaupun tidak mewujud dalam perzinaan. Perzinaan merupakan wujud paling nyata dari perbuatan keji. Itu merupakan Bila hal itu terjadi, hendaknya setiap orang berusaha untuk mengenali bahwa perbuatan itu akan membelokkan perjalanannya menuju Allah.

Senin, 24 Agustus 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (8)

Memaafkan ketika Marah


Langkah ketiga untuk memperoleh kesenangan dari sisi Allah adalah memaafkan ketika marah. 

وَٱلَّذِينَ يَجۡتَنِبُونَ كَبَٰٓئِرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَٰحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُواْ هُمۡ يَغۡفِرُونَ [ الشورى:37-37] 

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. [Ash-Shura:37] 

Marah merupakan hal yang sering terjadi, baik pada orang-orang yang berakhlak buruk ataupun orang-orang yang berakhlak mulia. Bahkan rasulullah SAW juga mengalami rasa marah ataupun rasa senang sebagaimana manusia dapat mengalami rasa senang maupun rasa marah. 

Rasûlullâh SAW bersabda : 

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَرْضَى كَمَا يَرْضَى الْبَشَرُ وَأَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ الْبَشَرُ 

Aku ini hanya manusia biasa. Aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah. (HR Muslim, no. 2603). 

Hadits tersebut menjadi penjelasan bahwa rasulullah SAW juga mengalami rasa senang ataupun rasa marah sebagaimana manusia. Walaupun mengalami rasa marah dan senang yang sama, tetapi tentu ada perbedaan dalam segala sesuatu terkait rasa marah dan senangnya. 

Gambaran Marahnya Para Nabi 


Secara umum, kemarahan para nabi akan muncul bilamana umatnya mengalami penyesatan, baik karena perbuatan syaitan ataupun karena hawa nafsu umatnya. Hal yang paling membuat marah seorang nabi adalah perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kemurkaan Allah SWT. Itu adalah penyesatan. Demikian pula memperdebatkan kepingan-kepingan kebenaran tanpa berusaha untuk memahami kebenaran secara utuh sebagaimana kehendak Allah bagi manusia merupakan penyesatan melalui hawa nafsu manusia. Setiap orang harus berusaha bertindak mengikuti kebenaran yang diketahuinya dengan ikhlas, tidak memperdebatkan kebenaran itu dengan yang lain. Syaitan benar-benar berusaha agar manusia memperkatakan tentang Allah tanpa dasar pengetahuan. Demikian pula syaitan berusaha memerintahkan manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan keji dan perbuatan-perbuatan berdasarkan keburukan-keburukan manusia. 

Contoh penyesatan kaum seorang nabi diceritakan dalam kisah nabi Musa a.s ketika beliau meninggalkan umatnya untuk menghadap kepada rabb-nya. Nabi Musa a.s kembali dari gunung Sinai dalam keadaan marah besar kepada seluruh kaumnya yang telah berbuat mengikuti langkah syaitan yang akan menimbulkan kemurkaan Allah SWT. 



فَرَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ غَضۡبَٰنَ أَسِفٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ أَلَمۡ يَعِدۡكُمۡ رَبُّكُمۡ وَعۡدًا حَسَنًاۚ أَفَطَالَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡعَهۡدُ أَمۡ أَرَدتُّمۡ أَن يَحِلَّ عَلَيۡكُمۡ غَضَبٞ مِّن رَّبِّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُم مَّوۡعِدِي 

قَالُواْ مَآ أَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَكَ بِمَلۡكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلۡنَآ أَوۡزَارٗا مِّن زِينَةِ ٱلۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنَٰهَا فَكَذَٰلِكَ أَلۡقَى ٱلسَّامِرِيُّ 

[ طه:86-87] 

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?" 

Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kekuasaan kami sendiri, tetapi telah dibebankan kepada kami beban-beban perhiasan kaum tersebut, maka kami telah menumbuhkannya, demikian pula Samiri melemparkan", [Ta Ha:87] 

Suatu kaum akan berbuat sesuatu yang membuat Allah SWT murka bila kaum tersebut mengikuti langkah-langkah syaitan menyelisihi perjanjian dengan rasulullah. Seringkali kaum tersebut tidak merasa bahwa mereka telah mengikuti langkah-langkah syaitan, sebagaimana bani Israel tidak merasa menyelisihi perjanjian mereka dengan nabi Musa a.s. 

Langkah kesesatan mereka berawal dari tumbuhnya kecintaan pada perhiasan-perhiasan duniawi. Ketika bani Israel pergi dari negeri Mesir dan tiba di gunung Sinai, sebagian dari mereka membawa perhiasan-perhiasan dari negeri mesir. Perhiasan-perhiasan yang mereka bawa itu kemudian menumbuhkan kecintaan di dalam hati mereka, dan Samiri kemudian melemparkan kesesatan ke dalam hati melalui kecintaan terhadap perhiasan-perhiasan dunia yang telah tumbuh dalam hati mereka. 

Kesesatan tersebut kemudian diwujudkan oleh Samiri dalam suatu bentuk ilah (tuhan) berupa patung anak sapi emas yang mengeluarkan suara. Patung itu tampak dalam pandangan mereka sebagai tuhan (ilah) yang benar bagi mereka, dan bahkan dalam pandangan mereka seperti itu pula-lah tuhan (ilah) yang disembah nabi Musa a.s, akan tetapi nabi Musa a.s kemudian melupakannya. Mereka benar-benar menganggap patung anak sapi emas itu sebagai tuhan (ilah) yang benar. 

Hal ini dapat terjadi karena Samiri mencampurkan jejak-jejak rasul ke dalam patung anak sapi tersebut, dan karena bani Israel tidak terlepas dari pengaruh penyembahan patung Ba’al yang dilakukan oleh orang-orang mesir. Faktor pertama, jejak sang Rasul memberikan sedikit citra ilahiah pada patung anak sapi emas bagi bani Israel yang kemudian mengelabui pandangan mereka. Mencampurkan kebenaran bersama kebatilan merupakan persoalan yang sulit untuk dinilai dengan pandangan yang benar. Faktor lainnya, penyembahan patung Ba’al merupakan turunan dari penyembahan terhadap dewa matahari Ra, yang kemudian dianggap bani Israel sebagai sama dengan tuhannya Musa a.s. Bashirah bani Israel terkelabui oleh syaitan. Sebenarnya patung tersebut tidak menggambarkan bentuk Ba’al, tetapi hanya bentuk para iblis penguasa bumi pengikut Ba’al yang masih tersisa di bumi, yang banyak tinggal di daerah lautan liar. 

Murka Allah kepada manusia bukanlah karena keinginan-Nya untuk disembah. Segenap sembah sujud seluruh makhluk tidak akan mempunyai arti bagi keagungan diri-Nya sedikitpun. Makhluk diperintahkan beribadah hanya kepada-Nya semata-mata agar manusia menjadi makhluk yang layak dicintai-Nya tidak melenceng sedikitpun dalam meningkatkan kualitas dirinya dalam akhlak yang mulia. Akhlak al-karimah itu hanya akan terbentuk bila seorang makhluk berusaha untuk dekat kepada-Nya. Untuk dekat kepada-Nya, seseorang harus beribadah semata-mata hanya kepada Allah, tidak boleh mempunyai tujuan yang lain. Ibadah kepada wujud-wujud yang lain akan membuat akhlak menjadi buruk. Seluruh ibadah harus dimurnikan hanya kepada Allah agar manusia memiliki akhlak yang mulia. 

Kemarahan seorang nabi juga akan tampak bila suatu kebenaran dipahami dengan cara yang salah. Rasulullah SAW diceritakan merasa marah ketika beberapa sahabat mempertentangkan satu ayat dengan ayat yang lain. Beliau SAW memerah wajahnya karena marah akibat pertentangan itu dan kemudian melemparkan batu-batu kecil ke arah sahabat-sahabat yang berdebat. Beliau memerintahkan para sahabat untuk mengikuti segala sesuatu yang telah diketahuinya dan meninggalkan apa-apa yang belum diketahuinya, dan beliau SAW menjelaskan bahwa satu ayat dengan ayat yang lain adalah saling menguatkan, tidak untuk dipertentangkan. 

beberapa Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk-duduk di dekat rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallm, tiba-tiba di antara mereka ada yang menyebutkan salah satu dari ayat al-Qur-an, lantas mereka bertengkar sehingga semakin keras suara mereka, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dalam keadaan marah dan merah mukanya, sambil melemparkan kerikil dan bersabda: Tenanglah wahai kaumku! Sesungguhnya cara seperti ini (bertengkar) telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, yaitu mereka menyelisihi para Nabi mereka serta mereka ber-pendapat bahwa sebagian isi kitab itu bertentangan sebagian isi kitab yang lain. Ingat! Sesungguhnya al-Quran tidak turun untuk mendustakan sebagian dengan sebagian yang lainnya, bahkan ayat-ayat al-Quran sebagian membenarkan sebagian yang lainnya. Karena itu amalkanlah apa yang telah kalian ketahui darinya, dan tinggalkanlah apa yang kalian tidak ketahui darinya hingga kalian mengetahuinya.” HR. Ahmad (II/195, 196) 

Setiap orang harus berhati-hati untuk bertindak. Seluruh perbuatan manusia harus didasarkan pada suatu keinginan untuk memperoleh akhlak mulia, suatu bentuk jiwa yang layak hadir di hadapan Ar-rahman Ar-rahiim. Seluruh tindakan harus dilandaskan pada sifat rahman-rahiim, bukan berlandaskan penilaian dan perasaan benar-salah menurut hawa nafsu manusia. Manusia harus berusaha bertindak benar, akan tetapi pengetahuan kebenaran manusia sebenarnya terbatas. Syaitan sebenarnya juga menggiring manusia pada kepingan-kepingan kebenaran dan meyakinkannya bahwa mereka telah memperoleh kebenaran. Syaitan benar-benar memerintahkan manusia untuk memperkatakan tentang Allah dengan sesuatu yang tidak diketahuinya. 

Tindakan manusia harus bersesuaian dengan kitabullah. Syaitan sangat ahli menyeret manusia menuju kesesatan dengan perbuatan keji tanpa dirasakan oleh manusia, dengan mencampurkan kebenaran dengan kebatilan. Bani Israel telah merasakan bagaimana mereka telah menyelisihi perjanjian mereka dengan nabi Musa a.s tanpa merasa telah menyelisihinya. Dalam pandangan mereka, ubudiyah mereka ketika menyembah patung anak sapi dijadikan syaitan tampak sama dengan ubudiyah nabi Musa a.s kepada rabb-nya. Kecintaan terhadap perhiasan-perhiasan dunia telah menyeret mereka menyelisihi perjanjian mereka dengan nabi-Nya tanpa menyadarinya. 

Pada puncaknya, syaitan akan membuat fitnah dengan menjadikan perbuatan keji tampak sebagai perintah Allah. Fitnah ini derajatnya mendekati fitnah yang menimpa Adam a.s di surga ketika Allah SWT berkehendak menjadikan seorang khalifah di bumi. Syaitan mencampurkan kebenaran dengan kebatilan. Perempuan beriman dijadikan sebagai fitnah bagi laki-laki untuk perbuatan keji, tetapi manusia mengatakan bahwa perbuatan keji itu sebagai perintah Allah. Perempuan beriman dijadikan tampak sebagai perhiasan jiwa, padahal syaitan menarik manusia melakukan perbuatan keji. Kitabullah harus dijadikan pedoman agar manusia tidak tergelincir dalam perbuatan keji mengikuti langkah-langkah syaitan. 

Memaafkan Bila Marah 


Demikianlah gambaran rasa marah para nabi terhadap umatnya. Kemarahan mereka bukan kemarahan karena hawa nafsu yang salah, tetapi karena benar-benar merasakan bahwa umatnya terancam. Bila ada pihak yang dirugikan karena sikap atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang, maka para nabi akan marah. Demikian pula bila ada gejala pada umatnya mengarah ketersesatan, nabi akan menampakkan kemarahannya. Seluruh makhluk harus diajak untuk menuju keselamatan dan kemuliaan melalui jalan-Nya, bila makhluk tersebut mendengarkan. 

Umat manusia hendaknya berusaha mengikuti langkah para nabi. Secara umum, manusia diperintahkan untuk menahan kemarahannya karena kebanyakan rasa marah timbul karena hawa nafsu rendah yang memperjuangkan hal duniawi, harga diri dan lain-lain. Menahan rasa marah akan mengantarkan seseorang untuk bersabar, yaitu bersikap benar karena mendapatkan pengetahuan tentang kehendak Allah dalam segala musibah yang menimpa dirinya. Tanpa pengetahuan tentang kehendak Allah dalam musibah yang menimpanya, seseorang belum dikatakan bersabar, walaupun menahan marahnya. 

Sebaliknya, kemarahan para nabi bukanlah lawan dari sikap tidak sabar. Kemarahan mereka adalah marah berdasarkan pengetahuan terhadap kehendak Allah. Kemarahan mereka adalah bentuk kesabaran mereka, karena berdasarkan pengetahuan terhadap kehendak Allah. Barangkali bentuk kemarahan itu sama dengan bentuk kemarahan orang kebanyakan sebagaimana sabda nabi, akan tetapi esensi dari kemarahan itu sangat berbeda dengan kemarahan kebanyakan orang. 

Bilamana seseorang bisa memperoleh kesabaran sebagaimana kesabaran para nabi, maka hendaknya dia bersikap dengan selayaknya. Marahnya harus disampaikan bilamana Allah menghendaki dia marah, dan harus segera memaafkan bilamana Allah menghendakinya untuk memaafkan. Bilamana seseorang tidak memperoleh khabar yang lengkap tentang sesuatu yang menimpa dirinya, maka hendaknya dia menahan amarahnya dan memberikan maaf bila seseorang menerbitkan amarah dalam dirinya. Bilamana dia mengetahui khabarnya akan tetapi tidak mengetahui apa yang menjadi kehendak Allah atas peristiwa itu, maka hendaknya dia memerintahkan berbuat makruf dan mencegah kemungkaran.

Kamis, 13 Agustus 2020

Jalan Kehidupan Bagi Manusia

Kehidupan manusia di bumi menuntut manusia untuk bekerja mengusahakan rezeki. Allah menciptakan banyak jalan-jalan kehidupan bagi setiap manusia, jalan kehidupan yang dapat ditempuh di bumi sehingga manusia mendapatkan rezeki. Jalan kehidupan di bumi ini diberikan kepada setiap manusia dalam wujud yang banyak. 

Jalan kehidupan yang banyak itu diberikan kepada manusia dan makhluk-makhluk berakal di muka bumi. Mungkin ini berbeda dengan makhluk-makhluk di bumi yang tidak berakal. Makhluk bumi yang tidak berakal hanya menjalani garis kehidupan yang tunggal. Binatang dan tumbuhan hanya menjalani kehidupan dalam satu garis jalan kehidupan yang ditentukan bagi mereka, sedangkan seorang manusia seringkali dihadapkan dalam berbagai pilihan jalan kehidupan, dan dapat memilih di antara beberapa jalan kehidupan yang diberikan kepada mereka. Demikian pula makhluk-makhluk berakal selain manusia dapat memilih beberapa jalan kehidupan. 

وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَ وَمَن لَّسۡتُمۡ لَهُۥ بِرَٰزِقِينَ [ الحجر:20] 

Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi jalan-jalan kehidupan, dan makhluk-makhluk berakal yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. [Al Hijr:20] 

Ada banyak makhluk berakal di muka bumi selain manusia. mereka hidup di dunia ini pada alamnya yang tidak terasakan oleh manusia. Manusia tidak memberikan rezeki kepada mereka dan mereka tidak dapat meminta rezeki kepada manusia. Mereka mencari rezeki mereka kepada Allah melalui jalan-jalan kehidupan yang diperuntukkan bagi mereka. 

Setiap manusia dapat memilih satu jalan di antara jalan-jalan kehidupan yang diperuntukkan bagi mereka. Walaupun jalan yang diberikan Allah kepada manusia banyak, tetapi manusia hanya dapat memilih jalan tertentu yang diperuntukkan bagi mereka, tidak dapat menjalani jalan kehidupan yang diperuntukkan bagi orang lain. Seseorang tidak dapat berandai-andai untuk menjadi seperti orang lain. 

Pada dasarnya, jalan kehidupan yang disediakan bagi manusia dapat dikategorikan dalam dua keadaan. Keadaan yang dikenal oleh kebanyakan manusia adalah jalan kehidupan sistem tertutup, sedangkan sebagian di antara orang-orang beriman mengenal jalan kehidupan sistem terbuka. Keadaan sistem tertutup adalah keadaan dimana jalan kehidupan hanyalah jalan kehidupan yang berdasar pada sumber daya alam di bumi. Bumi dipandang sebagai seluruh sumber kehidupan, tanpa mengenal adanya sumber kehidupan yang lain. Jalan kehidupan ini terbatasi aturan-aturan duniawi. Dunia ini mempunyai keterbatasan dalam menyediakan sumber kehidupan bagi manusia, dan cenderung menyeret manusia menuju kejahatan. Karena jumlah manusia yang semakin bertambah dan sumber daya alam bersifat tetap, maka setiap manusia harus bersaing untuk memperoleh sumber kehidupan bagi mereka. Ini merupakan keadaan sistem tertutup yang dikenal oleh kebanyakan manusia. 

Sebagian orang-orang beriman memilih jalan kehidupan sistem terbuka. Sumber kehidupan dalam sistem ini tidak terbatasi pada material bumi saja, akan tetapi alam semesta yang lebih luas. Pada puncaknya, sistem yang terbuka adalah sistem yang menerima rezeki dari Allah, bukan sistem yang mempunyai sumber daya dalam jumlah terbatas di bumi. Rezeki bukanlah muncul semata-mata dari sumber daya alam di dunia ini, akan tetapi manusia dapat menemukan jalan bagaimana membuat sumber daya alam yang terbatas itu menjadi bernilai tinggi dan produktif sesuai hakikat penciptaan sumber daya alam tersebut. Hal ini dapat dilakukan seseorang karena pengetahuan manusia terhadap jalan yang diajarkan Allah. Jalan kehidupan sistem terbuka semacam ini tidak akan dibukakan kepada orang-orang yang mempunyai banyak penyakit hati. Orang yang banyak berpenyakit hati hanya akan menempuh jalan kehidupan sistem tertutup. 

Kebanyakan orang-orang beriman mengatakan bahwa rezeki yang diberikan kepada mereka diberikan Allah, akan tetapi cara pandang mereka terhadap kehidupan sebenarnya masih merupakan cara pandang kehidupan sistem tertutup. Dalam kasus ini, ia hanyalah diijinkan untuk mendapatkan rejeki berdasarkan jalannya di bumi. Hal semacam ini harus disyukuri, dengan membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebenarnya ada tarikan bagi setiap orang-orang beriman untuk beralih dari cara pandang kehidupan sistem tertutup untuk menuju cara pandang kehidupan sistem terbuka. Setiap orang beriman secara bertahap seharusnya menemukan jalan kehidupan sistem terbuka berdasarkan apa yang diajarkan Allah pada jiwa mereka. 

Kebaikan dalam Sistem Terbuka 


Allah akan memanjangkan bumi bagi orang-orang yang berusaha beralih dari cara pandang kehidupan sistem tertutup menuju cara pandang kehidupan sistem terbuka. 

وَٱلۡأَرۡضَ مَدَدۡنَٰهَا وَأَلۡقَيۡنَا فِيهَا رَوَٰسِيَ وَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡزُونٖ [ الحجر:19-19] 

Dan bumi telah Kami panjangkan dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [Al Hijr:19] 

Bumi bagi orang-orang beriman akan dipanjangkan, tidak semata-mata terlihat sebagai gundukan yang berharga rendah. Mereka melihat segala ciptaan dengan penghargaan yang sepatutnya, dan kemudian mengerjakan segala sesuatu berdasarkan penghargaan yang diperlihatkan kepada mereka. Seorang yang beriman tidak diperbolehkan memandang segala sesuatu dengan pandangan rakus untuk menguasai bagi diri mereka sendiri, tetapi harus berusaha menemukan manfaat dari segala sesuatu berdasarkan kebenaran yang dikenali, yang kemudian dapat diberikan kepada lingkungan mereka. Dengan cara demikian maka bumi akan terlihat meluas. Bilamana segala sesuatu dipandang dengan pandangan serakah, maka bumi akan terlihat sempit tidak cukup bahkan untuk kehidupan dirinya. 

Cara pandang sistem terbuka demikian akan menumbuhkan akal di dalam dirinya. Akal itulah yang akan menjadi pasak yang menenteramkan kehidupan dirinya, sebagaimana gunung-gunung menjadi pasak bagi tenangnya permukaan bumi. Dengan akal yang tumbuh, maka akan muncul kesuburan dalam dirinya, sebagaimana gunung yang menyuburkan dan menumbuhkan segala sesuatu bagi umat manusia. Segala sesuatu akan tumbuh berdasarkan mizan yang diperoleh orang tersebut. 

Kejahatan dalam Sistem Tertutup 


Sebagian manusia melakukan kejahatan terhadap orang lain untuk keserakahan mereka terhadap kehidupan duniawi. Mereka berpijak pada jalan kehidupan sistem tertutup untuk melakukan kejahatan terhadap orang lain. Jalan kehidupan sistem terbuka adalah sebuah ancaman bagi keserakahan mereka. Karenanya mereka kemudian membuat tata aturan sistem kehidupan dengan sistem tertutup untuk mengamankan jalan kehidupan mereka, dan seluruh umat manusia dijebak untuk mengikuti aturan kehidupan mereka. Sistem yang mereka buat sangat komprehensif dalam pandangan manusia. 

Orang Yahudi merupakan contoh manusia yang melakukan hal demikian. Mereka membuat tata kehidupan yang mengikat setiap manusia secara komprehensif hingga seolah-olah manusia hanya dapat hidup berdasarkan tata kehidupan yang mereka tentukan. Mereka seolah-olah menjadi pengatur rejeki bagi setiap manusia, hingga  mereka memandang bahwa mereka berhasil menjadikan tangan Allah terbelenggu untuk memberikan rejeki. 

وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ غُلَّتۡ أَيۡدِيهِمۡ وَلُعِنُواْ بِمَا قَالُواْۘ بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيۡفَ يَشَآءُۚ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُم مَّآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ طُغۡيَٰنٗا وَكُفۡرٗاۚ وَأَلۡقَيۡنَا بَيۡنَهُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ كُلَّمَآ أَوۡقَدُواْ نَارٗا لِّلۡحَرۡبِ أَطۡفَأَهَا ٱللَّهُۚ وَيَسۡعَوۡنَ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَسَادٗاۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ [ المائدة:64-64] 

Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. [Al Ma’idah:64] 

Barangkali yang dapat dirasakan oleh kebanyakan manusia terhadap perilaku mereka adalah sistem keuangan ribawi yang menguasai kehidupan setiap manusia, sedemikian sehingga orang-orang yang berpihak kepada permodalan menjadi pemenang dalam kehidupan duniawi. Orang yang tidak mengikuti sistem mereka akan terlihat menjadi orang yang kalah. Dengan sistem itu, orang-orang yahudi memandang bahwa mereka telah berhasil membuat tangan Allah terbelenggu untuk memberikan rezeki kepada makhluknya. Sistem yang mereka buat sepenuhnya berpijak pada sistem kehidupan tertutup. 

Sebenarnya sepak terjang mereka tidak terbatas pada dunia keuangan. Dalam setiap sendi kehidupan mereka merumuskan tata aturan secara berkelindan satu dengan yang lain, yang membuat manusia terbelenggu untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Untuk pertanian misalnya, mereka membuat intensifikasi pertanian dengan berpijak pada sistem tertutup yang membutuhkan banyak modal dan sumber daya agar hasil pertanian dianggap layak dan dapat bersaing. Tata aturan dan undang-undang pertanahan, kebijakan tentang pertanian dan dan hal-hal lain terkait kehidupan petani dibuat tidak berpihak pada petani yang lemah tetapi lebih berpihak pada pemodal, dalam sebuah bentuk aturan yang sulit disangkal atau ditemukan kelemahannya dalam logika kehidupan sistem tertutup. 

Permasalahan semacam ini tidak akan cukup diatasi dengan membuat langkah berlawanan dengan segala tata aturan yang mereka rumuskan. Intensifikasi pertanian misalnya, tidak dapat dilawan dengan metode pertanian tradisional. Metode tradisional tidak akan dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk kehidupan moderen yang mempunyai rasio sumber daya terhadap jumlah manusia dengan nilai lebih kecil. Setiap orang harus memindahkan cara pandang sistem kehidupan mereka dari sistem kehidupan tertutup menuju sistem kehidupan terbuka. 

Menggeser Cara Pandang 


Dalam cara pandang sistem terbuka, tanaman, sumber daya bumi, dan seluruh energi-energi kosmis harus dilihat sebagai satu kesatuan yang bekerja secara sinergis satu sama lain. Tanaman harus dipandang sebagai pengubah sumber daya bumi dan energi-energi kosmis menjadi energi yang bermanfaat bagi lingkungannya. Itu merupakan contoh langkah menuju sistem kehidupan terbuka, yang akan mengantarkan seseorang untuk mengetahui bahwa Allah memberikan rezeki dalam nilai yang tidak terhingga. Pertanian seharusnya tidak dilakukan dengan cara pandang sistem tertutup, bahwa usaha pertanian harus dilakukan dengan metode memberikan input hanya berupa usaha manusia saja tanpa terintegrasi dengan bumi dan sumber energi kosmis. 

Mengubah cara pandang kehidupan sebagaimana melihat tanaman sebagai makhluk yang terintegrasi secara kosmis merupakan turunan dari pengenalan seseorang terhadap jati dirinya. Tanaman merupakan ibarat dari jiwa seorang manusia. Tanaman yang baik adalah ibarat jiwa yang baik, dan tanaman yang buruk adalah ibarat jiwa yang buruk. Jiwa yang baik merupakan tanaman yang berakar kuat ke dalam bumi dan dahannya menjuntai ke langit mencari cahaya-cahaya langit. Setiap orang hendaknya berusaha mengenali jati dirinya, sebagai makhluk yang harus terintegrasi dengan bumi dan memperoleh energi-energi dari alam langit. Seseorang tidak bisa hanya semata-mata mengakar ke dalam bumi, atau hanya semata-mata menjadi makhluk yang mencari petunjuk-petunjuk langit. Seseorang harus mengetahui keadaan bumi dirinya, dan mengetahui petunjuk-petunjuk langit dan mengintegrasikan keduanya dalam kehidupannya. 

Kadang-kadang seseorang mengetahui terperinci tata aturan di bumi tetapi tidak mengerti kaitan dengan petunjuk langit. Boleh jadi seseorang menguasai teori dan perhitungan ekonomi dan keuangan moderen secara detail, tetapi tidak mengetahui apa hakikat teori ekonomi dan keuangan yang dikuasainya. Ilmu yang dikuasainya tidak terintegrasi dengan petunjuk kitabullah. Hal demikian seharusnya tidak terjadi. Pengetahuannya harus bertransformasi hingga dirinya mengetahui makna petunjuk langit bagi pengetahuan yang dikuasainya. Tidak terbatas hanya ilmu yang artifisial saja, ilmu-ilmu yang aplikatif dalam kehidupan pun telah terkorupsi dalam sebuah cara pandang kehidupan sistem tertutup. Pertanian misalnya, terkorupsi dalam paradigma kehidupan sistem tertutup. Keadaan ini harus bertransformasi menuju kehidupan sistem terbuka. Kemajuan pertanian tidak akan terjadi dengan menerapkan praktek-praktek masa lalu tanpa menggeser secara fundamental cara pandang terhadap pertanian, menuju cara pandang kehidupan sebagai sistem yang terbuka. 

Menggeser cara pandang dan merealisasikan kehidupan menuju kehidupan sistem terbuka hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang membangun dirinya secara utuh, seseorang yang raganya terintegrasi dengan buminya dan jiwanya mampu mencari petunjuk-petunjuk langit untuk raganya. Kadang seseorang berkembang sebagai makhluk yang ahli dalam mengelola aspek kebumian dengan sistem tertutup. Ia dapat berkompromi dan bahkan terintegrasi dengan baik dengan tata aturan duniawi. Kadangkala seseorang mengerti kehendak Allah, mengerti apa yang ada dalam kitabullah akan tetapi tidak dapat merealisasikan dalam kehidupannya di bumi. Kedua hal itu merupakan contoh perkembangan  manusia secara parsial. Seharusnya seseorang dapat berkembang secara paripurna baik jiwa maupun raganya. 

Untuk membangun jiwa raga yang demikian, seseorang harus menyadari bahwa dirinya juga diciptakan dalam wujud yang berpasangan, berpasangan sebagai makhluk jiwa dan makhluk raga, dan berpasangan sebagai laki-laki dan perempuan.  Keberpasangan laki-laki dan perempuan merupakan penjelas tentang jati diri seseorang sebagai makhluk dengan jiwa dan raga. Membangun jiwa dan raga manusia hanya akan terjadi bila aspek keberpasangan itu berkembang bersama. Seorang laki-laki merupakan representasi jiwa yang diberi kemampuan memahami kehendak langit dengan akalnya, sedangkan perempuan adalah representasi raga yang membawa khazanah-khazanah bumi. Kesadaran tentang keberpasangan itu harus diwujudkan dalam sebuah pernikahan, karena tanpa pernikahan, keberpasangan itu justru akan menjebak manusia dalam perbuatan keji. Pernikahan adalah setengah bagian dari agama. 

Sabtu, 08 Agustus 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (7)

Syaitan di Shirat Al-Mustaqim 


Syaitan selalu berusaha menyesatkan manusia dan menghalang-halangi manusia untuk menempuh shirat al mustaqim. Pada tahap awal, mereka menyesatkan manusia dengan sayyiah mereka. Setelah menempuh perjalanan, manusia disesatkan dengan perbuatan-perbuatan yang keji. Selama perjalanan menuju Allah, syaitan senantiasa berusaha menyesatkan dengan perkataan-perkataan tentang Allah tanpa dasar pengetahuan. 

Upaya itu tidak berhenti hingga seseorang mengenal shirat al-mustaqimnya. Pada saat seorang manusia mengenali shirat al-mustaqim yang diperuntukkan baginya, sebenarnya syaitan telah bertengger menanti pada kedudukan orang tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan iblis ketika menempati kedudukan tersebut, diantaranya mungkin untuk menghalang-halanginya menempuh shirat al-mustaqim, atau menyisipkan upayanya melawan umat manusia melalui seseorang ketika menempuh shirat al mustaqim. Hal ini diceritakan dalam ayat berikut : 

قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ [ الأعراف:16] 

(Iblis) berkata: "Maka karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan duduk bagi mereka pada jalan Engkau yang lurus, [Al A'raf:16] 

Ayat itu adalah sumpah iblis di hadapan Allah ketika dihukumi sebagai makhluk yang tersesat. Iblis akan mendahului seseorang pada kedudukannya di shirat al mustaqim, sebelum orang tersebut memasuki jalan itu. Iblis akan berupaya memperoleh tempat berpijak dalam diri seseorang pada shirat al-mustaqimnya. Ketika seseorang baru tiba pada tahap mengenal untuk apa dirinya diciptakan, mengenal amal shalih yang harus dikerjakan sebagai jalan ibadahnya kepada Allah, mengingat kembali perjanjian dengan rabb sebelum penciptaannya dahulu, sebenarnya syaitan juga sedang berupaya memperoleh tempat berpijak di shirat al-mustaqim orang tersebut. Ada perjuangan yang harus dilakukan seseorang agar gerbang shirat al-mustaqim itu dapat terbuka dengan benar dan bersih bagi dirinya. 


Upaya Menghalangi dari Jalan Allah 


Upaya syaitan itu sebenarnya tidak hanya memperoleh kedudukan di shirat al-mustaqim saja. Jauh sebelum seseorang mengenal shirat al-mustaqim, syaitan telah berusaha menghalang-halangi perjalanan seorang manusia. Ketika seseorang mulai mencium aroma bidang amal shalihnya, syaitan akan berusaha keras menghalang-halanginya agar tidak berlanjut. Misalnya ketika berusia 34 atau 35 tahun, seorang laki-laki mungkin akan mulai merasakan kecenderungan terhadap bidang amal shalihnya, secara umum. Pada saat itu, boleh jadi orang tersebut akan bertemu dengan syaitan yang berusaha menyesatkannya, syaitan dari kalangan iblis dengan bentuk menyerupai manusia dengan warna kulit merah tua dengan tattoo menyelimuti tubuh. 

Bila iblis itu tersenyum menyeringai, itu bukan senyum sambutan perjumpaan bagi manusia. Itu mungkin senyum kemenangan. Ada dua hal yang menjadi sasaran utama iblis dalam menghalangi manusia, yaitu kesesatan seorang laki-laki dan pemisahan laki-laki itu dari istrinya. Mungkin laki-laki itu telah tertipu untuk mengikuti bujukannya sehingga tersesat, atau mungkin iblis telah berhasil memisahkan istrinya dari laki-laki itu. Kedua hal itu akan membuat iblis bergembira, tidak menyembunyikan senyum kegembiraannya walaupun hanya dalam senyum seringai yang tipis. Hendaknya setiap orang memeriksa keadaan dirinya dan keadaan istri-istrinya. 

Bila iblis itu merasa kesal dan orang itu mempunyai kelemahan, iblis akan melampiaskan rasa kesalnya kepada orang tersebut. Boleh jadi orang itu menjadi bulan-bulanan di tangannya. Bila tidak ada kelemahan dalam diri seseorang baginya dan iblis itu merasa sangat kesal karena orang yang akan disesatkannya, iblis itu mungkin akan mengucapkan sumpah serapah. Hal itu sebenarnya menguntungkan manusia, karena akan mempermudah mengenali sepak terjang yang akan dilakukan iblis itu. Akan tetapi perlu waspada bahwa sumpah serapah iblis itu tidak terbatas pada apa yang dimengertinya. Misalnya boleh jadi seseorang menilai bahwa sumpah serapah iblis itu terkait dengan orang jauh di luar dirinya, kenyataannya sumpah serapah itu terkait dengan orang yang sangat dekat dengan dirinya, atau bahkan masih menyasar dirinya bukan menyasar orang lain. 

Ketika seseorang mengenal dirinya, iblis yang dahulu menolak bersujud kepada adam akan turun tangan, berusaha untuk mendompleng menempati kedudukan orang itu di shirat al mustaqim. Allah memberikan gambaran bagaimana dia memulai usahanya mendompleng melalui peristiwa tertipunya Adam dengan pohon khuldi. Barangkali peristiwa pohon khuldi itu adalah puncak tipuan iblis terhadap manusia. Pastilah banyak jenis tipuan-tipuan yang bisa diperbuat iblis bagi seseorang ketika memasuki gerbang pengenalan dirinya. 


Membuka Celah Berpijak 


Dalam peristiwa pendomplengan ini, iblis tidak akan terlihat dalam wujud aslinya oleh manusia, sebagaimana dalam peristiwa khuldi Adam dan Hawa tidak melihat wujud asli Iblis. Akan tetapi akan terlihat nasihat yang dimunculkan Iblis bagi orang itu bila orang itu mencermati. Nasihat Iblis itu sangatlah halus, tidak terlihat ada yang salah. Misalnya, bisa jadi iblis hanya memberikan visi tambahan hingga seseorang memperoleh visi kehidupannya di akhirat yang abadi. Boleh jadi visi yang diberikan iblis itu benar, akan tetapi visi itu tidak memberikan bekal dan kesegaran ubudiyah bagi jiwanya, dan mungkin hanya akan melambungkan hawa nafsunya. Kadang iblis meluaskan visi tentang urusan Allah bagi orang tersebut melampaui batasan urusan seharusnya bagi dirinya, sehingga urusannya bertabrakan dengan urusan yang harus dipikul sahabatnya. Bukan perebutan amal shalih itu inti masalahnya, tetapi intinya iblis berusaha membuka tempat berpijak untuk mendompleng kedudukan seseorang di shirat al mustaqim. Iblis mempunyai keleluasaan bertindak bila mendapatkan tempat berpijak dalam diri seseorang yang berada di shirat al mustaqim. 

Peristiwa pengenalan shirat al-mustaqim oleh seseorang diceritakan dalam surat alfath : 

إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكَ وَيَهۡدِيَكَ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا [ الفتح:1-2] 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu keterbukaan yang nyata. 

supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memberikan petunjuk bagimu jalan yang lurus, [Al Fath:1-2] 

Pengenalan seseorang terhadap shirat al-mustaqim ditandai dengan keterbukaan dalam jiwa seseorang tentang jati dirinya. Kebenaran akan terlihat sangat jelas, dan ayat-ayat alquran berbicara tentang segala sesuatu yang perlu diketahui oleh dirinya. Allah menunjukkan amal-amal shalih yang perlu dilakukan oleh orang tersebut agar Allah melimpahkan ampunan-Nya kepadanya sehingga segala dosa-dosa yang terdahulu dan yang akan datang mendapat ampunan. Perbuatan-perbuatan itu juga akan menyempurnakan nikmat Allah yang akan dilimpahkan kepadanya. Melalui keterbukaan itu seseorang akan melihat shirat al-mustaqim yang diperuntukkan baginya. 

Akan tetapi setiap orang harus berhati-hati. Iblis besar selalu menunggu setiap peristiwa tersebut bila terjadi pada seseorang, untuk membuka kesempatan memperoleh kedudukan di shirat al-mustaqim. Iblis hanya menambah atau menyisipkan sedikit tambahan dalam keterbukaan itu. Mungkin banyak hal yang menjadi tujuan iblis menempati kedudukan seseorang di shirat al-mustaqim. Yang jelas, syaitan adalah musuh yang akan mencelakakan setiap manusia. Menghalang-halangi seseorang dari shirat barangkali hanya salah satunya. Setiap orang harus bertakwa ketika mengenal untuk apa dirinya diciptakan, agar syaitan tidak memperoleh pijakan untuk menipu dirinya. Tanpa kehati-hatian, orang itu dapat tergelincir di shirat al mustaqim. 


Upaya Lebih Lanjut 


Bila orang itu lolos dari tipuan iblis di gerbang shirat al mustaqim, maka iblis kemudian akan mendatangi orang tersebut dari arah depan, belakang kanan dan kirinya, mengusahakan agar orang itu menjadi orang yang tidak bersyukur kepada Allah. 

ثُمَّ لَأٓتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَٰنِهِمۡ وَعَن شَمَآئِلِهِمۡۖ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَٰكِرِينَ [ الأعراف:17] 

kemudian aku akan mendatangi mereka dari hadapan mereka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. [Al A'raf:17] 

Orang yang lulus adalah orang yang ikhlas, dan hanya karena pertolongan Allah bukan usahanya sendiri. Sebenarnya ketika hal itu terjadi, orang tersebut telah memilih kehidupan yang menanjak terjal untuk menuju Allah. Jalan terjal itu adalah jalan yang disediakan Allah baginya. Syaitan tidak bisa menjadikan orang itu mengalami kesulitan atau bencana. Syaitan hanya akan mendatangi orang itu dari depan, belakang, kanan dan kirinya untuk menjadikan orang itu tidak bersyukur. Karena hal ini, seseorang yang telah memilih jalan kepada Allah hendaknya tidak pernah sedikitpun mengeluh karena segala sesuatu terjadi atas ijin Allah, sedangkan keinginan mengeluh selalu dibangkit-bangkitkan oleh syaitan. Orang itu harus mensyukuri keadaan dengan berbuat sesuai dengan kehendak Allah. 

Tidak mengeluh tidak berarti hanya berdiam diri. Amar ma’ruf dan nahy munkar harus ditegakkan sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan dirinya, tidak membiarkan semua kemungkaran terjadi tanpa usaha melarang. Setelah memilih jalan lurus kepada Allah, seseorang akan dihadapkan pada banyak kemungkaran di sekitarnya, di depan belakang kanan dan kirinya. Kemungkaran itu akan terbuka dan terlihat semakin lama semakin bertambah dekat jarak dengan dirinya. Itu adalah jalan menanjak yang harus ditempuh dengan rasa syukur kepada Allah, sedangkan syaitan akan berusaha menjadikannya mengeluh. Syaitan dari kalangan Iblis itu akan berhadapan dengan dirinya dalam jarak yang sangat dekat. Setiap orang harus selalu bersyukur apapun keadaan yang dihadirkan kepada dirinya, walaupun harus berjalan sendirian di antara keramaian.

Selasa, 04 Agustus 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (6)


Teknik Syaitan Menguasai Manusia


Manusia harus kembali kepada Allah dengan menempuh jalan yang lurus bersama orang-orang yang memperoleh nikmat Allah dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh jalan yang lurus. Mengikuti mereka akan mengantarkan seseorang untuk memperoleh jalan yang lurus.

Terdapat kelompok lain selain orang yang berjalan di atas shirat al-mustaqim, yaitu orang-orang yang jalannya tersesat dan orang-orang yang mendapatkan murka dari Allah. Orang yang tersesat adalah orang-orang yang berjalan kepada Allah namun syaitan menyesatkan mereka dengan tipuan-tipuannya. Hal ini terjadi karena ada pijakan bagi syaitan yang tidak dibersihkan ketika seseorang berjalan kepada Allah, ada ketidaktaatan terhadap kitabullah atau tidak memperoleh mizan yang tepat dari rasulullah SAW berupa pemahaman-pemahaman terhadap kebenaran secara salah. Hal ini akan dapat menyebabkan seseorang tersesat dalam perjalanannya. Syaitan akan terus berusaha menarik kelompok ini perlahan-lahan hingga tersesat dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.

Syaitan menggunakan beberapa metode untuk menguasai dan memerintah manusia, yaitu memerintahkan dengan sayyiah (keburukan jiwa), dengan perbuatan keji (fahsya’) dan dengan perkataan yang tidak disertai dengan pengetahuan tentang Allah. Ketiga metode itu digunakan syaitan untuk menyesatkan umat manusia sehingga tidak dapat berjalan menuju Allah dengan benar. 


إِنَّمَا يَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلۡفَحۡشَآءِ وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ [ البقرة:169-169]

Sesungguhnya (syaitan itu) hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. [Al Baqarah:169]

 Untuk mengikuti orang-orang yang berada di jalan yang lurus, seseorang harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut. Sayyiah adalah keburukan-keburukan yang ada dalam jiwa. Setiap orang memiliki sayyiah yang tumbuh seiring usianya. Setiap sayyiah akan digunakan oleh syaitan untuk memerintahkan manusia menuju kesesatan. Pada tahap awal, syaitan hanya mencegah seseorang untuk tidak mengikuti orang-orang yang berada di shiratal mustaqim. Pada tahap lanjut, syaitan akan memerintahkan untuk melawan orang-orang yang benar. 

Perbuatan keji (fakhsya’) adalah dorongan untuk melenceng dari jalan yang ditentukan Allah. Seorang istri yang mengalami dorongan untuk membangun hubungan dengan laki-laki lain merupakan contoh perbuatan keji. Perbuatan keji ini tidak terbatas pada perempuan, tetapi laki-laki pun akan terdorong untuk berbuat keji. Hubungan yang keliru dalam rumah tangga merupakan representasi perbuatan keji yang paling jelas, karena rumah tangga merupakan turunan yang paling nyata dari jalan menuju Allah, menjadi setengah bagian dari agama. Akan tetapi perbuatan keji tidak terbatas pada hubungan rumah tangga saja. Setiap dorongan yang membuat manusia melenceng dari jalan menuju Allah adalah perbuatan keji (fakhsya’) yang harus dihindari. 

Hal yang jarang diperhatikan oleh umat manusia dalam upaya penyesatan oleh syaitan adalah perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. Syaitan benar-benar menggunakan perkataan-perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan untuk menyesatkan umat manusia, dalam derajat yang nyata berupa adanya otoritas pengendali akidah manusia, padahal akidah itu tidak mempunyai dasar pengetahuan tentang Allah. Hal ini membuat manusia tidak dapat melihat dengan jelas arah dan tujuan kehidupannya, atau justru menuju tuhan yang salah berupa taghut yang akan menyesatkan mereka. 

Perkataan Yang Benar Tentang Allah 

Setiap orang akan didatangi syaitan untuk disesatkan. Sebagian orang-orang yang tersesat jalannya dijadikan orang yang menghalangi orang lain dari kebenaran, sebagian dijadikan orang yang menyesatkan orang lain. Mereka membuat perkataan-perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan dan mengajarkannya kepada manusia, dan kemudian mendustakan ayat-ayat yang dibacakan kepada mereka dengan benar. Orang-orang yang sesat demikian menjadi kelompok orang-orang yang berada dalam kegelapan paling gelap hingga menjadi kelompok yang mendapatkan murka Allah. Mereka menjadi golongan yang digunakan syaitan untuk menyebarkan perkataan-perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. 

Sangat penting bagi setiap orang untuk membangun pengetahuan tentang tujuan kehidupannya, yaitu bertemu dengan Allah. Pengetahuan ini harus dijadikan visi dalam mengikuti orang-orang yang berada di shiratal mustaqim. Setiap orang harus membangun pengetahuan tentang Allah dengan hatinya secara benar, dan meneliti setiap perkataan tentang Allah yang tidak berdasar pada pengetahuan. Pengetahuan tentang Allah ini harus dibangun berdasarkan kitabullah dengan landasan hati yang bersih, tidak terkungkung dalam sebuah teori yang dibangun manusia untuk menghalangi manusia dengan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. 

Bukan sebuah dosa bagi seseorang untuk mengajarkan kepada manusia tentang pengenalannya terhadap Allah dengan hati yang bersih di atas dasar Alquran dan sunnah nabi SAW, akan tetapi seseorang tidak boleh mengajarkan tanpa dasar Alquran dan sunnah nabi SAW dan menganggap bahwa dirinya adalah orang yang sepenuhnya mengenal Allah. Tidak boleh ada sikap bahwa pengetahuannya adalah pengetahuan final yang tidak akan ada kesalahannya. Iblis pernah bertemu dengan Allah, akan tetapi sebenarnya dia tidak mengenal Allah. 

Seluruh pengenalan alam semesta terhadap Allah akan selalu berada dalam batas pengenalan rasulullah SAW terhadap Allah, tidak lebih sedikitpun. Tidak ada pengenalan terhadap Allah yang benar bila menyalahi Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Dalam beberapa kasus, pengenalan seseorang terhadap Allah dengan pengenalan orang lain berbeda, akan tetapi tidak pernah ada pengenalan seseorang keluar dari yang diajarkan rasulullah SAW. Kadang seseorang terjatuh mengajarkan perkataan yang salah tentang Allah padahal ia merasa benar. 


Menegakkan Perkataan yang Benar Tentang Allah 

Menegakkan perkataan yang benar tentang Allah merupakan hal yang besar, tugas bagi orang-orang yang ikhlas. Orang yang ikhlas lah yang akan mendapat lindungan Allah tidak tersentuh upaya penyesatan syaitan. Orang tersebut akan berhadapan dengan syaitan, karena usahanya berlawanan langsung dengan usaha syaitan dalam menyesatkan manusia. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh orang dalam kriteria lain. Kadangkala seseorang yang telah berpengetahuan merasa telah mengenal amr Allah dan berusaha menegakkan perkataan yang benar tentang Allah, akan tetapi sebenarnya Allah mempertanyakan keadaannya. Sebuah ayat dalam Alquran menjadi contoh hal ini: Apakah engkau mengatakan terhadap Allah dengan sesuatu yang tidak engkau ketahui? (qs 7:28). 

Untuk urusan demikian Allah akan selalu mengutus seseorang setiap seratus tahun untuk memperbarui agama bagi umat islam. Sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: 


إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا

Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud no. 4291).

 Kadangkala pembaruan agama dalam setiap seratus tahun tidak tampak di mata manusia. Hal ini tidak menunjukkan tidak adanya pembaruan dalam agama, tetapi umat manusia tidak mengenali pembaruan yang diturunkan Allah bagi mereka. Manusia terkurung dalam dogma-dogma agama tidak mencoba mengenali kebenaran dengan hatinya, termasuk terkurung dalam perkataan-perkataan tentang Allah yang tidak berdasar pada pengetahuan. Dalam beberapa ratus tahun terakhir, umat islam terkurung dalam sebuah dogma tentang tauhid yang tidak pernah berubah sedikitpun, padahal dogma tauhid itu hanya mengurung manusia dalam perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. 

Kebenaran pada dasarnya akan membuat peradaban manusia maju, akan tetapi umat islam pada zaman kegelapan banyak yang tidak berusaha mengenali kebenaran sehingga peradaban umat manusia tidak mengalami kemajuan. Umat manusia kebanyakan tidak melihat pembaharuan agama dalam setiap seratus tahun yang dijanjikan Allah. Setiap orang harus membangun mental sebagai pencari kebenaran. Menemukan pembaharu tersebut merupakan sebuah barakah bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Hendaknya apa yang ditunjukkan untuk menuju Allah diperhatikan dan diikuti agar seseorang menemukan shirat al mustaqim. 

Sabtu, 01 Agustus 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (5)

Perbuatan Keji dan Kehidupan Umat

Kelebihan Manusia

Syaitan memerintahkan manusia untuk berbuat keji, sedangkan Allah memerintahkan manusia untuk berjalan dengan kesetimbangan. Perbuatan keji akan membuat manusia berjalan tanpa kesetimbangan dan pada akhirnya membuat manusia tersesat dari jalan menuju Allah. Untuk berjalan secara setimbang, setiap manusia harus mengikuti kitabullah dan memperoleh mizan sesuai dengan tuntunan rasulullah SAW, berupa pemahaman terhadap kebenaran.

Perbuatan keji akan membuat manusia tersesat di jalan Allah. Manusia diciptakan Allah di alam bumi yang jauh dari sumber kebenaran, dan diperintahkan untuk kembali kepada Allah. Terdapat banyak kelebihan-kelebihan yang disediakan Allah bagi setiap manusia yang berjalan kembali kepada Allah. Allah memberikan kepada manusia sebuah sarana berupa shirat al mustaqim sebagai jalan kembali yang paling dekat kepada Allah.


۞وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا [ الإسراء:70-70]
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. [Al Isra":70]
Manusia adalah makhluk yang diciptakan di alam yang terjauh dari sumber kebenaran. Allah adalah zat yang Maha Tinggi yang tidak akan dapat dikenali oleh seluruh makhluk. Akan tetapi Dia berkehendak untuk dikenal oleh makhluk-Nya, maka diciptakanlah makhluk dalam berbagai lapisan sebagai wujud penurunan agar Dia dapat di kenal makhluk. Sebagian makhluk diciptakan di alam yang tinggi yang lebih dekat dengan sumber kebenaran, dan sebagian makhluk diciptakan di alam yang rendah yang lebih jauh dari sumber kebenaran. Tingkat kesejatian masing-masing alam diciptakan semakin turun dari alam yang tinggi hingga alam yang rendah, akan tetapi tidak pernah hilang hingga alam yang terendah. Sedangkan tingkat kebathilan semakin meningkat dari alam yang tinggi hingga alam yang rendah. Kebathilan itu ada dari alam muqarrabun yang dahulu ditempati oleh iblis hingga demikian banyak kebathilan di alam dunia.

Manusia diciptakan secara unik, diciptakan di alam terjauh dari sumber kebenaran dan dituntut untuk kembali pada sumber kebenaran. Alam dunia merupakan alam yang terjauh dari sumber kebenaran, dan harus kembali menempuh jalan menuju sumber kebenaran dengan sedemikian banyak hal-hal yang bathil menggoda sepanjang perjalanannya, mengalihkan tujuan pada hal-hal yang semu. Karena tantangan yang sangat besar, manusia dimuliakan atas kebanyakan makhluk. Allah menyediakan jalan bagi manusia agar manusia memperoleh anugerah-Nya, manusia diberi rizki yang thayyib dan diberi kelebihan yang sempurna atas segenap makhluk.

Pengaruh Perbuatan Keji bagi Umat Manusia

Allah senantiasa memanggil manusia untuk kembali kepada-Nya bilamana manusia mendengar. Sebagian manusia sama sekali tidak terpanggil untuk kembali kepada Allah, tetapi justru tenggelam dalam kehidupan dunia memperturutkan hawa nafsu dan syahwat. Mereka adalah orang-orang yang terjebak dalam kegelapan dunia berupa dzulumat. Sebagian manusia terpanggil kembali kepada Allah hingga memperoleh shirat al-mustaqim dan menempuh jalan yang dekat kepada Allah. Sebagian manusia terpanggil untuk berusaha menempuh jalan kembali kepada Allah, akan tetapi syaitan menyesatkan mereka dengan petunjuk-petunjuk yang palsu melalui hawa nafsu dan syahwat manusia sehingga mereka tersesat di jalan Allah. Kelompok manusia ini termasuk dalam golongan orang-orang yang tersesat (adh-dhaallin).

Syaitan menggunakan perbuatan keji sebagai senjata untuk memporak-porandakan umat manusia. Syaitan akan selalu berusaha menyesatkan umat manusia dengan perbuatan keji, dan akan dijadikan sebagai media untuk membangkitkan perpecahan di antara umat manusia, khususnya terhadap orang-orang yang berjalan kembali kepada Allah.


فَرِيقًا هَدَىٰ وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيۡهِمُ ٱلضَّلَٰلَةُۚ إِنَّهُمُ ٱتَّخَذُواْ ٱلشَّيَٰطِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ [ الأعراف:30-30]
Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. [Al A'raf:30]
Ayat tersebut bercerita tentang akibat yang terjadi pada umat manusia karena perbuatan iblis dalam menggunakan perbuatan keji untuk menggelincirkan umat manusia ketika berjalan menuju Allah. Umat manusia yang berjalan menuju Allah akan tercerai berai dalam kelompok-kelompok. Sebagian kelompok akan mendapatkan petunjuk untuk kembali ke jalan yang benar, dan sebagian manusia akan menetap dalam kesesatan akibat syaitan. Itu semua terjadi pada umat yang kembali kepada Allah.

Seluruh umat yang kembali itu akan merasa bahwa mereka adalah kelompok yang mendapatkan petunjuk, baik orang yang benar-benar mendapatkan petunjuk maupun orang-orang yang tetap bagi mereka kesesatan. Orang-orang yang berada dalam kesesatan itu adalah orang-orang yang menjadikan Allah dan sekaligus para syaitan sebagai wali bagi mereka. Ini adalah persoalan kesesatan yang sangat halus yang mungkin terjadi pada orang-orang yang kembali kepada Allah, sedemikian halus sehingga mereka tidak dapat membedakan antara petunjuk Allah dengan petunjuk-petunjuk syaitan. Mereka menjadikan syaitan sebagai wali bagi mereka, sekaligus menjadikan Allah juga sebagai wali.

Persoalan ini terjadi karena ketidaktaatan terhadap kitabullah dan tidak berusaha mendapatkan mizan yang tepat dalam kehidupan mereka sehingga tidak dapat berjalan dengan kesetimbangan menuju Allah, dan kemudian terjerat dalam perbuatan keji. Dalam kacamatanya, bukan perbuatan keji yang mereka lakukan, padahal sangat jelas itu adalah perbuatan keji. Mereka melihat bahwa perbuatan keji itu adalah perintah Allah, dan mereka menemukan bahwa para panutan mereka melakukan perbuatan yang mereka lakukan. 

وَإِذَا فَعَلُواْ فَٰحِشَةٗ قَالُواْ وَجَدۡنَا عَلَيۡهَآ ءَابَآءَنَا وَٱللَّهُ أَمَرَنَا بِهَاۗ قُلۡ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَأۡمُرُ بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ أَتَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ [ الأعراف:28-28]
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? [Al A'raf:28]
Ayat ini berbicara tentang orang-orang yang disesatkan syaitan dalam perjalanan kepada Allah dengan perbuatan keji. Hanya orang-orang yang kembali kepada Allah yang berbicara tentang amr Allah, sedangkan orang-orang yang berada dalam kegelapan tidak akan berbicara tentang amr Allah karena tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka. Sebagian orang yang kembali akan melakukan perbuatan keji, dan menganggap perbuatan keji yang mereka lakukan adalah amr dari Allah. Hendaknya manusia yang berjalan kembali kepada Allah menolak tipuan demikian dengan membangun keyakinan bahwa Allah tidak pernah memerintahkan manusia dengan perbuatan keji. Dalam beberapa hal, orang-orang yang mengalami kejadian demikian tidak memperoleh mizan yang baik untuk memahami kehendak Allah, sehingga Allah mempertanyakan pengenalan mereka kepada Allah : apakah engkau mengatakan terhadap Allah apa-apa yang tidak engkau ketahui?.

Persoalan semacam ini akan mengguncangkan umat manusia. Hal ini barangkali tidak akan terlalu mengguncangkan orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran dengan membangun mizan yang tepat sesuai dengan tuntunan rasulullah SAW. Dengan mizan yang tepat, seseorang akan melihat dengan cara yang benar terhadap persoalan yang terjadi pada dirinya dan sahabat-sahabat dalam perjalanan menuju Allah. Mereka akan melihat petunjuk Allah dengan bashirahnya. Namun demikian, mereka akan tetap tergetar melihat akibat yang mungkin menimpa umat manusia karena tipuan syaitan yang demikian itu.

Namun hal itu akan berakibat buruk bagi orang yang tidak mempunyai mizan yang benar. Sebagian manusia yang berjalan kepada Allah akan tertimpa kesesatan yang tetap karena mereka mengambil syaitan-syaitan sebagai wali bagi mereka. Kebiasaan mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk tanpa mencari kaitan dengan asas dasarnya dari kitabullah akan membuat mereka menganggap petunjuk-petunjuk yang datang kepada mereka adalah kebenaran, padahal mungkin saja syaitan berperan menyisipkan sesuatu dalam turunnya petunjuk itu. Dengan keadaan demikian, mereka secara tidak sadar menjadikan syaitan sebagai wali-wali bagi mereka, sedangkan mereka menganggap bahwa mereka adalah golongan yang mendapatkan petunjuk.

Tipu Daya Syaitan Membangkitkan Perbuatan Keji

Kesesatan yang diakibatkan oleh petunjuk-petunjuk syaitan sangatlah halus. Mereka bersama orang yang mengikuti mereka menggunakan tatacara yang sangat halus dalam melakukan perusakan dan penyesatan umat manusia. Mereka melakukan pembunuhan terhadap anak-anak laki-laki dan memelihara kehidupan anak-anak perempuan. Hal ini tampak sebagaimana upaya Fir’aun dalam mempertahankan kekuasaannya pada masa menjelang kelahiran Musa. Dalam kehidupan masa kini, anak-anak itu tidak hanya menunjuk wujud anak-anak. Pada hakikatnya, anak-anak perempuan adalah representasi pemakmuran-pemakmuran bumi di tataran jasadiah, sedangkan anak-anak laki-laki adalah representasi pengenalan-pengenalan dan upaya manusia untuk kebenaran ilahiah.

وَإِذۡ نَجَّيۡنَٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَسُومُونَكُمۡ سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُونَ نِسَآءَكُمۡۚ وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ [ البقرة:49-49]
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari keluarga Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang buruk, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. [Al Baqarah:49]
Tidak ada yang tampak salah dalam memelihara kehidupan anak-anak perempuan. Manusia sebagai makhluk bumi akan melihat bahwa pemakmuran-pemakmuran kehidupan jasadiah adalah kebaikan. Pemakmuran-pemakmuran bumi secara parsial tanpa mempertimbangkan masalah secara menyeluruh sesuai dengan kebenaran dari sisi Allah benar-benar akan dibiarkan oleh syaitan dan orang-orang yang mengikuti mereka atau bahkan mereka memberikan inspirasi-inspirasinya.

Penyesatan dan perusakan itu akan dapat disadari manakala manusia memperhatikan bahwa ada upaya pembunuhan terhadap anak-anak laki-laki bersamaan dengan memelihara anak-anak perempuan. Penegakan perkataan yang benar tentang Allah, upaya pencegahan manusia dari perbuatan-perbuatan keji (fahsya’) dan perbuatan-perbuatan buruk merupakan wujud anak-anak laki-laki. Demikian pula pencegahan dan perlawanan terhadap dosa dan dosa besar berupa riba, syirik, sihir, pembunuhan, lari dari perang, memakan harta anak yatim dan qadzaf terhadap mukminat yang menjaga diri. Itu merupakan sebagian wujud dari anak-anak laki-laki yang menjadi musuh bagi syaitan dan golongannya.

Bilamana seseorang memperoleh petunjuk-petunjuk tentang pemakmuran bumi, hendaknya diperhatikan pula anak-anak laki yang harus dipeliharanya juga. Bila terlihat adanya pembunuhan terhadap anak-anak laki-laki, maka itu kemungkinan adalah petunjuk dari syaitan. Bila seseorang mengatakan bahwa penegakan perkataan yang benar tentang Allah dan pencegahan perbuatan-perbuatan keji adalah amal yang tidak kongkret, dan hanya menganggap amal shalih adalah perbuatan yang melahirkan pemakmuran jasadiah yang kongkret saja, maka itu adalah wujud dari pembunuhan terhadap anak-anak laki-laki dan pemeliharaan anak-anak perempuan. Sangat mungkin itu adalah petunjuk dari syaitan yang datang secara halus. Setiap orang harus berhati-hati untuk menerima petunjuk.

Sebenarnya pemakmuran terhadap bumi tidak akan terjadi dengan benar manakala tidak mempertimbangkan aspek kebenaran dari sisi Allah. Pemakmuran-pemakmuran itu akan membawa kerusakan-kerusakan tanpa disadari oleh manusia. Manusia hanya akan terjebak dalam penampilan-penampilan fisik tanpa menyadari kerusakan yang akan terjadi karena upaya-upaya pemakmuran secara parsial tersebut.

Manusia sebagai makhluk bumi pasti akan memulai segala upaya berdasarkan pengetahuan jasadiah. Ini sebenarnya cenderung akan membuat kerusakan di muka bumi tanpa disadari. Bilamana ada seorang laki-laki yang mengenal Allah, seharusnya semua hal terkait urusan laki-laki tersebut dijadikan sumber urusan bagi masyarakat di sekitarnya. Itu akan menumbuhkan kemakmuran bumi yang sebenarnya. Akan tetapi kadangkala laki-laki tersebut terkurung sendiri tanpa mempunyai akses terhadap semestanya. Syaitan dapat memisahkan laki-laki itu terhadap semestanya melalui upaya memisahkannya dengan istrinya. Istrinya merupakan pembawa semesta dan sumber khazanah bagi suaminya, bilamana dia dipisahkan maka masyarakat akan mengalami kerugian. Setiap laki-laki yang mengenal Allah harus mempunyai istri, lebih baik dengan yang shalihah agar dapat memperoleh semesta yang tepat. Bila istrinya tidak shalihah, setidaknya laki-laki itu mempunyai sumber inspirasi walaupun tidak menghadirkan semestanya.