Pencarian

Kamis, 24 Oktober 2019

Bumi, Bulan dan Cinta


Manusia diciptakan Allah untuk dijadikan sebagai pemakmur bumi. Manusia diciptakan dari bumi dan dan dijadikan Allah SWT untuk menjadi pemakmurnya. 

۞وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ

Nabi Hud:61 - Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)". 
Pemakmuran bumi adalah bentuk penghambaan manusia kepada Allah. Allah SWT telah menciptakan manusia dari bumi sehingga manusia menjadi makhluk yang paling sesuai untuk menjadi pemakmurnya, karena manusia diciptakan dengan unsur yang sama dengan bumi, dan bumi merupakan unsur yang sama dengan manusia. Manusia menjadi makhluk yang paling mampu mengerti tentang bumi karena bumi adalah bentuk perluasan dari dirinya. 

Bumi merupakan hamparan yang akan memperkenalkan manusia akan kedudukan dirinya sebagai hamba Allah. Dengan mengenal bumi sebagai hamparan petunjuk Allah maka seorang manusia mampu menjadi pemakmurnya. Bumi adalah perluasan dari dirinya, dan dirinya adalah bumi dalam wujud yang lebih sempurna, mampu terhubung dengan penciptanya. 

Pemakmuran bumi dengan cara demikian merupakan bentuk penghambaan manusia bagi Allah SWT. Allah SWT samasekali tidak membutuhkan bentuk-bentuk penyembahan yang disyariatkan bagi makhluk, tetapi Dia SWT memberikan tatacara agar makhluk bisa menyempurnakan diri sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Dengan menjadi seperti kehendak-Nya maka Allah akan mencintainya, dan makhluk menjadi hamba yang sebenarnya. Jaman ini begitu banyak penyeru yang tidak mengetahui jalan pengabdian kepada Allah, menyerukan dakwah seolah dakwah menuju jalan Allah tetapi menjadikan manusia berpecah belah mengikuti syaitan. 

Penciptaan Bumi 

Allah SWT telah menciptakan bumi dan bumi dijadikan tempat hunian bagi makhluk hidup yang diciptakan-Nya. Bumi harus menyelenggarakan sarana kehidupan yang mendukung kesejahteraan makhluk yang berada padanya. Hal ini merupakan tugas yang sama dengan tugas seorang manusia. Tugas bumi adalah tugas manusia dalam tataran dasar. Tugas manusia merupakan langkah lebih lanjut dari tugas yang diberikan Allah kepada bumi. 

Untuk menyelenggarakan sarana bagi para penghuninya, bumi harus melaksanakan tugas berupa gerakan rotasi dan revolusi. Bumi melakukan putaran rotasi pada sumbunya, dan melakukan putaran revolusi mengelilingi matahari. Dengan melakukan putaran rotasi dan putaran revolusi, bumi menyelenggarakan sarana hunian yang luar biasa bagi para makhluk, sebuah planet dengan hunian dan kehidupan yang paling ajaib di jagat raya. Semua penghuni bumi dapat menjalani kehidupan dengan penuh kenyamanan. 

Namun bumi tidak akan dapat melaksanakan tugas rotasi dan revolusi tanpa bulan. Rotasi dan revolusi bumi dapat terlaksana dengan baik karena bulan yang setia mendampingi bumi untuk melaksanakan rotasi dan revolusi. Tanpa bulan, bumi akan bergerak tanpa sebuah aturan yang baik, sehingga penyelenggaraan sarana hunian yang baik bagi kehidupan makhluk tidak akan terjadi. Dahulu sebelum bulan terbentuk, bumi merupakan planet yang sangat keras yang tidak memungkinkan kehidupan terjadi. 

Bulan adalah bagian dari bumi yang terpisah. Material pembentuk bulan adalah material pecahan dari bumi yang kemudian menyatu menjadi satelit bagi bumi. Bulan menjadi satelit yang selalu setia mendampingi bumi melaksanakan tugasnya. Dengan adanya satelit ini bumi dapat melaksanakan tugas rotasi dan revolusi dengan ajeg, sehingga bumi menjadi tempat yang luar biasa ajaib bagi kehidupan para makhluk Allah. Seluruh mata makhluk memandang bumi sebagai tempat ciptaan-Nya yang paling makmur di jagat raya. 

Bulan merupakan petunjuk dan penjelas bahwa bumi adalah dua planet yang menyatu. Sebelum bulan terbentuk, matahari mempunyai dua puluh planet. Dua buah planet diantaranya kemudian disatukan menjadi satu planet yang sekarang disebut bumi. Tumbukan dua planet tersebut meninggalkan pecahan-pecahan material di angkasa yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah satelit berupa bulan. 

Maka bulan merupakan bagian dari bumi yang dipisahkan untuk menjadi pendamping bagi bumi agar terselenggara hunian yang baik dan nyaman bagi makhluk Allah. Bulan menjadi sebuah petunjuk dan penjelas bahwa bumi merupakan dua entitas yang menyatu, dan bahwa bumi dan bulan merupakan satu entitas yang terpisah. Bumi tidak akan seperti yang terlihat saat ini tanpa bulan yang setia mendampingi. 

Bulan dengan setia dalam perintah-Nya melakukan rotasi dan revolusi terhadap bumi, mendampingi bumi melaksanakan rotasi dan revolusi. Wajah bulan selalu menghadap kepada bumi tanpa pernah berpaling sedikitpun sebagai konsekuensi rotasi dan revolusi bulan. Kadangkala kedudukan bulan terhadap matahari berada di belakang bumi, maka terjadilah bulan purnama yang memantulkan seluruh cahaya matahari yang diterima. Kadangkala kedudukan bumi berada di belakang bulan, maka terjadilah hilal atau bulan tua yang memantulkan sedikit cahaya matahari ke bumi. 

Penciptaan Manusia 

Manusia diciptakan sebagai makhluk yang mampu menghubungkan antara kehendak dan Amr Allah SWT hingga mencapai bumi. Manusia diciptakan dari bumi, dan penciptaan manusia sangat menyerupai penciptaan bumi. Hukum-hukum yang berlaku bagi penciptaan manusia sangat menyerupai penciptaan bumi, sehingga manusia dapat menjadi makhluk yang paling mengenal bumi sesuai kehendak dan Amr Allah. 

Adam diciptakan Allah dari bumi, akan tetapi dalam dirinya terdapat entitas langit berupa jiwa yang mampu mengenal Tuhannya. Hal ini serupa dengan bumi yang diciptakan dari dua planet. Dari diri Adam diciptakan pasangan yang akan membantu dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas pemakmuran bumi. Hal ini serupa dengan bulan yang diciptakan sebagai bagian dari bumi. Siti Hawa merupakan bagian dari Adam yang dipisahkan, sebagaimana bulan merupakan bagian dari bumi yang dipisahkan, keduanya untuk membantu pelaksanaan pemakmuran bumi. Demikian pula keturunan Adam diciptakan sebagai makhluk yang berpasangan untuk melaksanakan pemakmuran bumi. 

Pernikahan akan menunjukkan kepada manusia tentang dirinya. Laki-laki akan menyadari dengan kehadiran istrinya bahwa dirinya diciptakan sebagai makhluk multidimensi yang mampu mengenal rabb-nya. Wanita akan memandu laki-laki bahwa dirinya adalah makhluk yang haus akan kasih sayang, dan pada akhirnya memperkenalkan sang pemilik kasih sayang, yaitu Ar-rahman. Hal ini sebagaimana bulan tercipta sebagai penunjuk dan penjelas penciptaan bumi dari penyatuan dua planet. 

Hukum dalam penciptaan bumi dan bulan merupakan role model, model panutan, bagi keislaman, keberserah-dirian pasangan manusia. Bumi dan bulan merupakan makhluk berpasangan yang sangat berserah diri kepada Allah, mengikuti seluruh ketetapan Allah bagi mereka, maka mereka menunjukkan keberserah-dirian yang sangat baik bagi manusia. Hal itu akan menunjukkan manusia kepada agama, sebagaimana pernikahan adalah setengah dari agama. Pasangan yang ingin berserah diri dapat melihat contoh pada keberpasangan bumi dan bulan. 

Beberapa Contoh Hukum 

Hukum-hukum dalam pernikahan banyak yang serupa dengan hukum antara bumi dan bulan. Keberpasangan manusia itu seperti keberpasangan bumi dan bulan, karena manusia diciptakan dari bumi untuk menjadi pemakmurnya. Beberapa hadits Rasulullah Saw menceritakan hubungan yang harus terbangun di antara suami dan isteri. Contoh berikut menunjukkan kemiripan relasi suami istri terhadap hubungan antara bumi dan bulan. 

Rasulullah bersabda : Seandainya aku memerintahkan seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya (HR Tirmidzi no.1159, Ibnu Hibban no. 1291) 
Hal ini sangat menyerupai bulan yang selalu menghadapkan wajahnya kepada bumi. 

dari ‘Abdullah bin Abi Aufa bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّى الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّّهَا حَتَّى تُؤَدِّى حَقَّ زَوْجِهَا وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ 

“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (isteri) tidak boleh menolak.” Ibnu Majah (no. 1853), Ahmad (IV/381), Ibnu Hibban (no. 1290- al-Mawaarid) 

Bulan pun melakukan rotasi dan revolusi terhadap bumi untuk memenuhi kebutuhan bumi melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 

Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah Saw karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi saw bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.” 

Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: 
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.

“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” 

Hukum hukum tersebut adalah untuk membimbing manusia membentuk keberpasangan yang bisa membuat manusia menjadi pemakmur bumi yang sebenarnya, sebagaimana keberpasangan bumi dan bulan untuk memakmurkan sarana hunian makhluk. Keberpasangan manusia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh keberpasangan apapun yang lain, berupa pengenalan rahmaniah Allah SWT. Ada kasih sayang yang sangat intensif menyentuh nama-Nya yang tertinggi dalam keberpasangan manusia dalam pernikahan, yaitu Ar-rahman. 

Bagi pemilik bashirah, pernikahan akan mengantarkan dirinya mengenal Ar-rahman. Cahaya Ar-rahman akan terpantul dalam diri istrinya, sehingga seseorang dapat melihat kehendak dan Amr Allah bagi dirinya. Dengan demikian dirinya melihat kebenaran melalui pernikahannya. 

Berbagai Sikap Berpasangan 


Perlu sikap yang benar dalam pernikahan agar cahaya Ar-rahman terlihat dalam pernikahan. Sikap itu tercermin dalam hubungan bumi dan bulan. Bumi adalah pemimpin dan bulan adalah satelit. Laki-laki adalah pemimpin dan istrinya sebagai pendamping. 

Seorang laki-laki tidak boleh menempatkan istrinya di hadapan dirinya sebagai tujuan. Demikian pula seorang wanita tidak boleh menempatkan laki-laki sebagai tujuan. Tujuan pernikahan adalah murni untuk Allah. Ini merupakan kethayyiban dalam pernikahan. Rusaknya tujuan karena hal semacam itu akan menghijab laki-laki untuk mengenal Allah, sebagaimana bulan akan membuat gerhana matahari, ataupun bumi membuat gerhana bulan bilamana bulan terletak pada garis lurus yang menghubungkan bumi dan matahari. 

Suami harus berusaha menjadi pemimpin dan istri harus berusaha mengikuti suaminya di belakang. Suami sebisa mungkin menunjukkan bahwa dirinya berjalan menuju Allah untuk diikuti, dan istrinya berusaha untuk benar-benar mengenal bahwa suaminya memimpin dirinya menuju rabb-nya. Semakin baik derajat keimaman yang terbentuk, semakin jelas cahaya rahmaniah Allah terpantul dalam pernikahan itu. 

Seorang wanita yang benar-benar meyakini suaminya sebagai imam bagi dirinya menuju rabb-nya adalah bagaikan bulan purnama yang memantulkan seluruh cahaya matahari yang diterimanya bagi bumi. Dirinya mengikuti di belakang sang imam menuju rabb-nya. Wanita seperti ini menjadi pemantul cahaya rahmaniah Allah yang sempurna bagi bashirah suaminya, sehingga suaminya mengenal kebenaran darinya. Dalam pandangan suaminya, wanita semacam itu adalah wanita berkerudung rapi dan menghadapkan seluruh wajah dan badannya kepada suaminya. Rasa cinta ilahi suaminya kepada istrinya akan tumbuh sempurna sebagaimana kesempurnaan bulan purnama. 

Sebaliknya seorang istri yang memandang remeh suaminya adalah bagaikan bulan tua yang sulit dilihat pantulan cahaya matahari darinya. Dirinya merasa pantas berada di depan suaminya. Sekalipun seorang wanita merasa berbakti kepada Allah, tapi bila memiliki sikap demikian maka sebenarnya wanita itu tidak memiliki kebaktian kepada Allah kecuali sekadar dengan derajat pantulan cahayanya. Bakti wanita adalah memantulkan cahaya rahmaniah Allah bagi suaminya. Tanpa pantulan cahaya yang memadai, sulit bagi bashirah suaminya untuk melihat keutamaan istrinya. Bagi bashirah suaminya, wanita semacam ini tampak sebagai wanita tanpa kerudung dengan sikap semaunya. Tidak banyak cinta ilahi yang dapat terbit dan diharapkan ada dalam hati suaminya. 

Tanpa suami berusaha benar untuk berjalan menuju rabb-nya, sulit bagi wanita untuk menjadikan dirinya sebagai imam. Namun demikian seorang wanita tidak boleh memandang remeh suaminya karena ia adalah jalan pengabdian kepada Allah. Setiap wanita harus menumbuhkan sikap kasih sayang, kesuburan dan keinginan kembali kepada suaminya, karena itu adalah kriteria bagi wanita untuk masuk surga. Rasulullah Saw bersabda : 

وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛ اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

“Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha. 

Seorang wanita yang tidak peduli pada suaminya adalah kegelapan sebagaimana bulan yang tidak terlihat. Bila dirinya berusaha untuk memperhatikan suaminya, dirinya akan berubah sebagaimana bulan sabit yang tumbuh membesar. Bagi bashirah suaminya, wanita itu akan terlihat semakin rapih dan menghadapkan diri pada suaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar