Pencarian

Kamis, 17 Juni 2021

Hasanah dan Sayyiah

 Manusia adalah makhluk berakal yang diciptakan dari bumi dan harus hidup di bumi. Kehidupan semacam itu membuat manusia sangat terikat pada hal-hal yang bersifat kebumian. Bumi merupakan tempat paling jauh dari sumber cahaya kebenaran Allah, dan karena jauhnya itu menjadikan kehidupan di bumi bodoh dari cahaya Allah. Manusia diciptakan sebagai makhluk berakal untuk bertempat di bumi sebagai pemakmurnya. Dengan kedudukan yang istimewa di bumi, manusia diberi kemampuan untuk berbuat berdasarkan kemampuannya, sebagai makhluk bodoh yang bisa menjadi pandai.

Allah menggelar ayat-ayat-Nya di seluruh semesta alam, termasuk alam bumi yang paling jauh dari sumber kebenaran. Akan tetapi ayat-ayat Allah itu bercampur dengan kebatilan bagi akal yang lemah. Seorang manusia dapat terjebak dalam kebatilan-kebatilan duniawi yang sangat banyak, dan seorang iblis terjebak dalam kebatilan yang tersamar di alam yang tinggi. Semua hal diciptakan dengan suatu kebenaran dari sisi Allah, akan tetapi akal setiap makhluk dapat terjebak dalam sisi bathil ciptaan-Nya.

Segala kebathilan muncul dari sisi akal makhluk, sedangkan Allah menciptakan setiap makhluk berdasarkan suatu hakikat tertentu. Setiap manusia memiliki sisi sayyi’ah yang menumbuhkan pengetahuan yang salah terhadap segala sesuatu yang ada di semesta mereka. Seorang perempuan dapat terjebak dalam pikiran buruknya sendiri karena sayyiah yang berkembang dalam hatinya ketika mensikapi rekan, tetangga dan segala yang ada pada semesta mereka. Seorang laki-laki dapat terjebak dalam upaya tanpa mengenal etika dan kebaikan dalam pencarian harta dan kedudukan di bumi, padahal segala sesuatu yang ada di bumi akan lenyap bagi dirinya. Itu adalah sayyiah yang dapat menyesatkan setiap orang. Kecerdasan makhluk akan menuntunnya dalam kegelapan bila dirinya hanya memperturutkan sayyiah yang ada pada dirinya.

Hati Sebagai Sumber Hasanah

Allah menurunkan petunjuk bagi manusia agar manusia dapat berjalan kembali kepada-Nya dengan benar dari kehidupan di bumi. Dari tempat yang temaram dari cahaya Allah, manusia harus dapat mengenali cahaya-Nya yang sesungguhnya. Bila tidak berhasil mengenali cahaya Allah di muka bumi, maka kehidupan seorang manusia akan terjebak dalam kegelapan dunia dan tidak akan dapat kembali kepada Allah dengan selamat. Kegelapan dunia itu akan berlanjut dalam kehidupan selanjutnya, tergantikan dalam bentuk kegelapan-kegelapan yang lain. Di alam kubur, ia akan terjebak dalam kegelapan barzakh, dan begitu pula kegelapan pada alam-alam berikutnya.

Keadaan berbeda akan terjadi pada seseorang yang mengenal cahaya Allah ketika di bumi. Ia akan dapat terus meniti jalan kembali kepada Allah dengan cahaya itu selama ia tidak meninggalkan petunjuknya. Kadang seseorang mengenal cahaya Allah dalam kilasan yang membuatnya mengerti tentang kebenaran yang diperkenalkan Allah bagi dirinya. Hal itu akan membuatnya bahagia dan menganggapnya berharga. Bila ia terus berusaha mencari kebenaran Allah, maka akan terbuka kebenaran itu bagi dirinya. Sebaliknya bila ia meninggalkan kebenaran itu, ia akan terseret kembali kepada sayyiah yang menyesatkannya.

Cahaya Allah berupa kebenaran yang dikenal oleh hati seseorang itu disebut sebagai hasanah, sedangkan pengetahuan yang menjebak seseorang dalam kegelapan dunia dan pikiran sendiri disebut sebagai sayyiah. Kedua hal itu merupakan dua pengetahuan yang saling menghilangkan satu dengan yang lain. Seseorang yang terjebak pada sayyiah akan kehilangan hasanah yang diperuntukkan baginya. Seseorang yang memperoleh hasanah akan menghapus pengetahuan yang salah dalam dirinya sehingga ia mengenal cahaya Allah untuk kehidupan yang abadi. Hanya dengan al-hasanah seseorang dapat menempuh jalan kembali kepada Allah dengan selamat. Tanpa mengenal hasanah, maka seseorang akan terjebak dalam sayyiah yang menuntunnya menuju kegelapan.

﴾۴۱۱﴿وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya kebaikan-kebaikan (al-hasanat) itu menghapuskan keburukan-keburukan (al-sayyiaat) Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS Huud : 114)

Shalat akan menjadikan akal hati seseorang mampu memahami hasanah. Tanpa melakukan shalat, hati manusia akan tumpul tidak peka terhadap cahaya Allah sehingga ia sulit memahami hasanah. Allah memerintahkan kepada manusia untuk mendirikan shalat agar hatinya dapat mengenali hasanah yang diperuntukkan bagi dirinya. Hasanah akan menjadikan akal seseorang memperoleh arah dan mendekat kepada Allah, dan hal itu akan menghapus sayyiah-sayyiah yang ada dalam diri seseorang, sehingga teranglah kehidupannya untuk kembali kepada Allah.

Tidak setiap orang mampu mengenali hasanah bagi dirinya karena akal seseorang kadangkala sangat lemah dalam memahami cahaya Allah. Besarnya nilai hasanah yang dapat dikenali seseorang tergantung kepada kekuatan akal seseorang dalam memahami cahaya Allah. Kadangkala dalam sebuah peristiwa kecil seseorang dapat mengenal hasanah yang tinggi, dan kadangkala dalam sebuah peristiwa besar seseorang malah terjerumus dalam sayyiah tidak memperoleh hasanah. Besar atau kecilnya nilai hasanah ditentukan oleh kekuatan akal seseorang.

Menemukan Pelajaran

Hasanah dapat diperkenalkan oleh orang lain kepada diri seseorang. Setelah menjalankan syariat yang ditentukan oleh agama, seseorang perlu belajar kepada orang lain yang mengenal hasanah untuk menemukan jalan untuk kembali kepada Allah dengan benar. Dirinya harus menemukan guru yang benar yang dapat menunjukkan hasanah hingga dirinya mengenali jalan kehidupannya. Seseorang yang menyeru orang lain untuk kembali kepada Allah dengan hasanah merupakan perkataan yang paling baik. Hampir tidak ada perkataan yang lebih baik dari seruan seseorang yang menunjukkan jalan untuk kembali kepada Allah.

﴾۳۳﴿وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (QS Fusshilat : 33)

Setiap orang harus mentaati dan mengerjakan syariat agama sebagai syarat keberserah-dirian. Tidak ada keislaman pada seseorang yang tidak mengerjakan syariat, dan syariat tidak dapat ditinggalkan oleh seorang manusia pun untuk perjalanannya kembali kepada Allah. Syaitan sangatlah lihai dalam menipu manusia hingga tersesat sejauh-jauhnya. Menunjukkan hasanah hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang berserah diri dan mengenal amal shalihnya. Mungkin seseorang dapat mengungkap suatu hasanah kepada orang lain tanpa menyadarinya, akan tetapi seseorang tidak boleh merasa mengetahui suatu hasanah bagi orang lain tanpa mengetahui amal shalih dirinya sendiri.

Hasanah merupakan cahaya yang menerangi jiwa manusia, mempunyai sifat berbeda dengan pengetahuan biasa. Misalnya, suatu kebaikan yang dikerjakan seseorang dan ia tidak mengungkit amal itu. Sangat mungkin amal itu akan membuat hatinya berbahagia. Itu adalah hasanah bagi dirinya. Sebaliknya suatu teks ajaran agama bisa diputarbalikkan syaitan untuk menyesatkan manusia, sebagaimana kaum khawarij dibangkitkan dengan ajaran agama. Dalam hal ajaran agama, pemahaman akal terhadap teks agama yang berharga nilainya dalam jiwa itulah yang merupakan hasanah, bukan teori agamanya saja. Jiwa yang cergas akan mengenali suatu hasanah dan kemudian selalu bergerak untuk mengumpulkan hasanah lain untuk kembali kepada Allah melalui jalan yang lurus. Jiwa yang baik akan mengenali dan menyajikan suatu hasanah bagi orang lain atau umatnya.

Hanif Mencari Hasanah

Seseorang tidak boleh mengikuti suatu perbuatan tanpa memiliki pengetahuan, demikian pula hendaknya ia tidak berhenti pada suatu pengetahuan tertentu yang menghalanginya untuk mendekat kepada Allah. Ketika seseorang berhenti pada pengetahuan tertentu dalam mengikuti seseorang, maka pengetahuan itu akan menjadi suatu sayyiah baginya. Jiwa manusia akan selalu membutuhkan pengetahuan baru yang akan mengantarkannya untuk berjalan kembali kepada Allah, pengetahuan cahaya Allah yang harus selalu bertambah seiring dengan langkah perjalanannya. Bilamana ia berhenti pada suatu pengetahuan tertentu, sebenarnya pengetahuan itu boleh jadi hanya diperuntukkan baginya pada tahapan yang telah lampau.

﴾۶۳﴿وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولًا
Dan janganlah kamu berhenti (pada) apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Israa’ : 36)

Pada sisi lain, seseorang tidak boleh terus mengikuti secara membuta orang yang memperkenalkan dirinya pada satu pengetahuan yang tidak bertambah, dan tidak boleh sama sekali mengikuti perkataan yang membuat akalnya menjadi lemah. Kaum khawarij menjadi contoh kaum yang akalnya dilemahkan oleh pembacaan teks agama dengan cara yang salah. Boleh jadi orang yang diikutinya itu sebenarnya tidak memperkenalkan hasanah kepada dirinya, tetapi hanya suatu teks tanpa pemahaman. Atau paling parah justru panutannya menjerumuskan pada suatu taghut. Taghut adalah kepingan kebenaran yang tidak menjadi suatu hasanah tetapi menjadi sayyiah atau justru menjadi kegelapan. Hal ini tentu hanya dapat ditentukan bila dirinya telah memeriksa keadaan hatinya, apakah ada keikhlasan dalam hatinya. Suatu dosa seringkali menutup sebagian nilai suatu hasanah, tetapi kadangkala hasanah itu tidak hilang seluruhnya bila ada keikhlasan dalam hatinya. Hawa nafsu lebih banyak menutupi nilai hasanah bagi seseorang.

Hati seseorang harus berusaha menjadi cergas untuk bergantung kepada Allah, tidak terus selalu bergantung pada makhluk untuk memperoleh hasanah. Dalam tataran praktisnya, Allah menurunkan cahaya-Nya melalui firman-Nya dan para makhluk yang dipilih-Nya sebagaimana disebutkan dalam rukun iman. Apa yang disebutkan dalam rukun iman harus difungsikan untuk dapat mengenali cahaya Allah hingga dirinya dapat bergantung sepenuhnya kepada Allah. Seseorang harus berusaha hingga diketahuinya benar-benar bahwa makhluk yang dijadikan sarana turunnya cahaya Allah itu tidak berselisih dengan kehendak Allah, dan dalam keadaan tertentu mengerti kedudukan dirinya bagi mereka. Tingkat pengetahuan ini menentukan derajat keshadiqan yang menjadikan seseorang dapat membenarkan kebenaran yang disampaikan melalui makhluk pilihan Allah tersebut.