Pencarian

Jumat, 14 April 2023

Menegakkan Hukum Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Akan banyak tantangan bagi orang yang membina akhlak al-karimah. Seringkali tidak mudah untuk melahirkan akhlak al-quran bagi orang-orang yang membinanya. Alquran seringkali akan memberikan tuntunan yang melampaui paradigma yang dipegang oleh masyarakat. Banyak manusia di sekitar mereka yang tidak dapat menerima kebenaran dari Al-quran manakala dibacakan kepada mereka, karena masyarakat telah mempunyai cara pandang sendiri terhadap semua permasalahan di antara mereka. Rasulullah SAW dan Orang-orang yang mengikuti Rasulullah SAW diperintahkan bersabar atas tanggapan dari kaumnya yang mungkin tidak dapat menerima apa yang mereka sampaikan dari Alquran.

﴾۸۴﴿فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَىٰ وَهُوَ مَكْظُومٌ
Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan tertekan (perasaan) (QS Al-Qalam : 48).

Hal ini tidak berarti membenarkan sikap tanpa akal dalam beramal sebagaimana yang seringkali diperbuat orang-orang tertentu yang mengikuti firqah khawarij dan turunannya dengan menggunakan ayat-ayat kitabullah untuk amal mereka. Yang dimaksud bersabar dalam ayat di atas adalah bersabar dalam memberikan penjelasan tentang ayat-ayat Allah yang dilakukan secara sinergis antara ayat kauniyah dan ayat dalam kitabullah. Ayat kitabullah merupakan ringkasan intisari dari ayat kauniyah, yang keduanya menuntun manusia pada satu hal yang sama yaitu mengenal Allah. Kaum khawarij menggunakan ayat kitabullah tanpa memahami kesatuan kehendak Allah hingga mereka terlempar jauh dari Islam.

Demikian pula hal ini tidak membenarkan sikap keras kepala membutakan diri terhadap penjelasan kebenaran oleh orang lain. Manakala orang lain bermaksud memberikan penjelasan kebenaran, hendaknya ia mendengarkan dengan sungguh-sungguh tidak mengabaikannya hanya mempercayai kebenarannya sendiri. Seringkali dalam kasus demikian sebenarnya kebenaran dirinya hanya ilusi kebenaran, bukan kebenaran dari sisi Allah. Bila kebenaran orang lain lebih baik, maka ia hendaknya mengikuti kebenaran yang baru dipahaminya. Bilamana suatu penjelasan orang lain bernilai salah, atau hanya bagian dari cakupan kebenaran yang dipahaminya, maka ia boleh dan hendaknya memberikan penjelasan yang lebih baik kepada orang lain tanpa menimbulkan sikap berbantah-bantahan. Bila perkataan orang lain mungkin mempunyai nilai kebenaran, hendaknya ia memikirkan kemungkinan kebenaran itu hingga dipahami duduk masalah secara kokoh.

Bersabar Bagi Hukum Allah

Rasulullah SAW dan orang-orang yang mengikuti beliau SAW hendaknya bersabar bagi hukum Allah. Allah telah menciptakan alam semesta seluruhnya dan memberikan penjelasan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di alam semesta melalui kitabullah Alquran. Orang yang memahami ayat Allah adalah orang yang melihat hukum Allah dalam bentuk ayat kauniyah sesuai dengan ayat kitabullah. Mereka itulah orang yang memahami hukum Allah. Rasulullah SAW adalah orang yang memahami keseluruhan hukum Allah, sedangkan makhluk lain hanya memahami sebagian yang menjadi bagian dirinya. Manakala memahami hukum Allah yang diberikan sebagai bagian dirinya, hendaknya mereka bersabar atas sikap umat yang boleh jadi akan menolaknya atau tidak dapat memahami hukum itu.

Kesabaran dalam urusan demikian terdapat pada dua hal. Dirinya sendiri harus tetap bersabar menempuh hukum Allah yang mempunyai implikasi kebaikan bagi umatnya walaupun bila ia akan sendirian pada jalan itu, dan ia harus bersabar tetap memberikan peringatan dan kabar gembira dari hukum yang dipahaminya dari Alquran kepada umatnya. Ia tidak boleh meninggalkan umatnya untuk menempuh jalan yang mempunyai implikasi buruk bagi mereka. Umat harus diberi pemahaman tentang hukum Allah yang mempunyai akibat yang baik bagi umat manusia, sedangkan ketidakpahaman atas hukum tersebut akan mendatangkan kerusakan terhadap mereka.

Kesabaran dalam urusan demikian seringkali dituntut sangat intensif. Seringkali umat mereka akan menghalanginya dari menempuh jalan yang ditetapkan Allah hingga urusan yang sangat pribadi. Misalnya bila ia mengetahui landasan keberhasilan amalnya pada rumahtangganya, syaitan akan merusak rumah tangganya menggunakan orang-orang pada umatnya yang tidak menggunakan akal. Manakala ia berusaha melaksanakan perintah Allah, syaitan mengubah atau membalikkan akibat perintah itu menjadi sesuatu yang justru merusak rumah-tangga, maka bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi tambahan kerusakan pada landasan amal dirinya sendiri. Hal sedemikian itu dapat dilakukan syaitan manakala mereka mempunyai sekutu yang cukup kuat dari kalangan manusia. Hendaknya orang yang mengikuti Rasulullah SAW bersabar bagi hukum Allah dengan tetap menempuh hukum Allah dan memberikan peringatan dan berita gembira dari Allah kepada umatnya.

Gambaran bagi orang-orang yang tidak bersabar dalam menerapkan hukum Allah bagi umat mereka akan seperti nabi Yunus ketika beliau a.s berada dalam perut ikan. Beliau a.s tidak bersabar atas kebebalan umatnya terhadap seruan yang dilakukan, maka ia pergi dari umatnya. Ketidaksabaran itu merupakan selubung yang akan meliputi dan memberikan tekanan kepada hamba Allah. Dalam peristiwa nabi Yunus a.s, beliau memperoleh wujud ketidaksabaran itu berupa ikan yang menelan hingga beliau terliputi dan tersempitkan di dalamnya.

Ketidaksabaran nabi Yunus a.s adalah meninggalkan umatnya ketika umatnya tidak memperhatikan hukum Allah yang dijelaskan. Banyak masalah ketidaksabaran yang mempunyai sifat lebih halus dari hal demikian. Kadang timbul keinginan dalam hati seseorang untuk membiarkan umatnya mengetahui akibat dari perbuatan mereka karena amal yang mereka kerjakan menyalahi perintah Allah. Kadangkala timbul keinginan melampiaskan kekecewaan karena landasan upayanya menyampaikan hukum Allah dirusak oleh orang lain. Dalam intensitas tekanan yang tinggi, kadangkala timbul prasangka terhadap orang lain bahwa mereka akan merusak semesta dirinya karena mereka tidak mempunyai pengetahuan, hingga prasangka itu mengecewakan orang lain. Hanya dengan sedikit perkataan, bayangan kerusakan itu dapat timbul dalam pikiran seseorang yang tertekan, walaupun ia berusaha di jalan Allah. Itu merupakan bentuk-bentuk lain yang bisa menjadi contoh ketidaksabaran, dan banyak bentuk lain yang bisa ditemukan.

Ketidaksabaran merupakan sifat manusiawi yang harus dikelola dengan baik. Hendaknya diperhatikan bahwa kesabaran tidak sama dengan sifat mengabaikan orang lain, tetapi bagaimana mensikapi dengan baik tanggapan mereka yang buruk. Boleh jadi orang lain sebenarnya yang menyampaikan kebenaran sedangkan ia menolaknya, tetapi ia merasa bersabar dengan sikap yang dilakukan itu. Itu bukanlah kesabaran. Bila mampu hendaknya ia bersabar. Bila tidak mampu, hendaknya ia menahan perasaannya, tidak melampiaskan dengan terburu-buru. Bila ia melepaskan tekanan itu terburu-buru, hendaknya ia mencari jalan memperbaiki akibatnya. Bila ketidaksabaran tidak dikelola, ketidaksabaran itu akan mendatangkan akibat yang menyesakkan.

Bersabar dalam hukum Allah tidak berarti mengalah kepada kebathilan. Setiap orang harus memberikan pengetahuan Allah yang terbaik dari dirinya kepada orang lain hingga mereka mengikuti kebenaran dari Allah. Berjuang dengan sungguh-sungguh dalam hal pengetahuan tentang kehendak Allah merupakan kesabaran walaupun bertentangan dengan orang lain, bila itu dilakukan dengan cara yang baik.

Penggelinciran dengan Bashirah

Banyak di antara orang kafir berkeinginan menggelincirkan orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam menyampaikan hukum Allah. Orang-orang kafir akan menggelincirkan orang beriman dari kitabullah. Mereka melakukan penggelinciran itu dengan bashirah-bashirah yang mereka miliki.

﴾۱۵﴿وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُون
Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan penglihatan-penglihatan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia benar-benar orang yang gila". (QS Al-Qalam : 51)

Yang dimaksud dalam ayat di atas sebagai orang kafir adalah orang-orang yang berbuat kufur. Perbuatan kufur itu timbul bila seseorang berkomitmen atas suatu kekufuran. Di jaman modern saat ini, barangkali seseorang tidak sepenuhnya termasuk golongan orang kafir tetapi ia berkomitmen terhadap perbuatan kufur, maka ia termasuk dalam kategori orang yang berbuat kufur. Demikian pula perbuatan yang bertentangan dengan tuntunan kitabullah termasuk dalam kekufuran, dan orang yang berkomitmen melakukan perbuatan demikian termasuk dalam kategori orang yang berbuat kufur yang disebutkan ayat di atas. Sebagian dari orang-orang yang berbuat kufur tersebut berusaha untuk menggelincirkan orang-orang yang mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Upaya mereka menggelincirkan dilakukan dengan menggunakan bashirah-bashirah yang mereka miliki. Visi-visi yang dimiliki oleh seseorang merupakan bentuk bashirah-bashirah. Sebagian orang membangun visi mereka berdasarkan hawa nafsu menggunakan data-data kontemporer untuk melihat masalah dan merumuskan rencana untuk masa depan. Sebagian bashirah muncul dari penglihatan bathiniah akan tetapi penglihatan itu tidak digunakan untuk memahami kehendak Allah dengan kesucian nafs mereka. Selama tidak mempunyai landasan pemahaman terhadap kitabullah secara tepat, suatu bashirah tetap bernilai bashirah bukan akal. Bashirah bukanlah keburukan dan bersifat netral cenderung baik kecuali visi kejahatan, tetapi sebagian besar manusia keliru memberikan bobot nilai terlalu besar terhadap bashirah. Orang-orang yang berbuat kufur akan berusaha menggelincirkan orang yang mengikuti kitabullah dengan bashirah-bashirah yang mungkin mereka miliki.

Upaya penggelinciran itu dapat dilihat oleh orang-orang beriman manakala orang-orang yang berbuat kufur mendengarkan bacaan ayat-ayat Allah dan kemudian mereka mengatakan orang yang membacakannya sebagai orang gila. Orang yang memahami kitabullah akan mempunyai bashirah melampaui bashirah yang diperoleh orang kebanyakan karena kitabullah, dan bashirah itu seringkali tidak terpahami dengan pikiran orang kebanyakan. Seseorang yang memahami kitabullah akan memahami kaitan bashirah mereka dengan kitabullah, tetapi mempunyai keterbatasan dalam cara menyampaikan pemahaman mereka. Bila orang-orang kebanyakan itu kemudian mengatakan bahwa seseorang yang menjelaskan kitabullah itu sebagai orang gila, maka mereka itulah orang kafir yang menggelincirkan manusia dari kitabullah.

Secara umum, ketergelinciran terjadi pada sesuatu yang tampak halus. Demikian pua ketergelinciran dalam urusan demikian dilakukan melalui hal-hal yang tampak halus dalam pandangan manusia. Bila hal yang menggelincirkan itu merupakan kesalahan yang mencolok mata manusia, maka syaitan akan menjadikannya sesuatu yang indah dalam pandangan manusia. Hendaknya seseorang tidak sekali-kali mengambil perkataan yang bertentangan dengan firman Allah sebagai kebenaran walaupun perkataan itu tampak baik.

Orang-orang beriman hendaknya berhati-hati dengan penggelinciran yang dilakukan dengan menggunakan bashirah-bashirah yang dimiliki oleh orang-orang yang berbuat kufur. Manakala seseorang membacakan ayat-ayat kitabullah sesuai dengan kedudukan masing-masing ayat, hendaknya mereka berusaha memahami pembacaan itu dengan menggunakan pikiran dan akalnya. Bila ada orang lain dengan mudah mengatakan pembaca ayat itu sebagai orang gila karena sesuatu yang dipahami pembacanya, maka itu sangat mungkin merupakan penggelinciran oleh orang-orang yang berbuat kufur. Bila ia mengikuti perkataan orang tersebut dan meninggalkan Alquran, maka ia termasuk pada kelompok orang yang tergelincir.

Selasa, 11 April 2023

Bertaubat Mengikuti Kitabullah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Akhlak al-karimah akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW.

Orang-orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW membentuk akhlak al-karimah akan menjadi golongan orang-orang islam. Keislaman itu akan memulai tumbuhnya agama bagi mereka. Bila mereka mengikuti Rasulullah SAW dengan sungguh-sungguh, akan timbul keimanan dalam hati mereka dan keihsanan dalam ibadah kepada Allah. Dengan terbentuknya keislaman, keimanan dan keihsanan tersebut, maka agama akan terbentuk dalam diri seseorang. Setiap orang yang berusaha mengikuti Rasulullah SAW termasuk dalam golongan orang islam. Keislaman seseorang akan menjadikan dirinya menempati kedudukan tertentu dalam pandangan Allah.

Allah tidak menjadikan orang-orang islam itu sama dengan para pendosa. Adanya keinginan dalam diri mereka untuk mengikuti Rasulullah SAW menjadikan mereka berbeda dalam pandangan Allah dibandingkan dengan orang orang yang tidak mempunyai keinginan, terutama dengan para pendosa. Orang yang berkeinginan mengikuti Rasulullah SAW akan berusaha membina akhlak al-karimah hingga dijauhkan dari keinginan berbuat dosa. Apabila mereka khilaf melakukan dosa, mereka akan mudah kembali kepada tujuan akhlak mulia karena ikrar syahadat mereka. Orang yang tidak mempunyai keinginan mengikuti Rasulullah SAW akan mudah tergoda untuk menempuh jalan kegelapan untuk memenuhi hasrat yang timbul dalam diri mereka terhadap kehidupan dunia dan hawa nafsu mereka.

﴾۵۳﴿أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ
﴾۶۳﴿مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
(35) Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? (36)apakah (dasarnya) bagi kalian (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan?(QS Al-Qalam : 36)

Allah menjadikan orang islam mempunyai derajat yang berbeda dari orang-orang yang mengikuti hasrat diri mereka sendiri tanpa suatu arah dan kendali hingga perbuatan mereka seringkali membuat kerugian bagi orang lain. Sayangnya tidak semua orang mengetahui hal ini termasuk barangkali sebagian dari kalangan orang-orang islam sendiri. Ayat di atas diturunkan dalam bentuk redaksi pertanyaan, “Maka apakah Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa?”. Allah memfirmankan keheranan-Nya kepada orang-orang yang menganggap Allah menjadikan orang-orang islam sama dengan orang-orang yang berdosa.

Sebagian Bentuk Akhlak Buruk

Ayat-ayat di atas berbicara tentang akhlak buruk yang terbentuk pada sebagian manusia yang ditunjukkan dengan fenomena dimana mereka memperlakukan orang-orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap para pendosa. Hal demikian itu mengungkapkan terbentuknya akhlak yang keliru pada golongan tersebut. Kitabullah Alquran tidak semata-mata menggolongkan dua jenis manusia dalam iman dan kufur, tetapi berfungsi menuntun umat manusia untuk kembali kepada Allah hingga selamat. Ia akan meluruskan orang-orang yang keliru dalam menempuh perjalanan. Ayat ini merupakan pelurusan akhlak yang keliru. Hendaknya setiap orang memperhatikan ayat ini, apakah dirinya termasuk orang yang memperlakukan orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap pendosa. Bila demikian, ada akhlak buruk yang terbentuk dalam dirinya.

Secara prinsip, terbentuk kesalahan dalam diri orang yang berbuat demikian dalam cara musyahadah atau pengenalan mereka terhadap Allah. Cara pengenalan mereka terhadap Allah menjadikan mereka berbuat yang keliru. Akhlak seorang muslim mempunyai dasar berupa pengenalan terhadap Allah, dan kemudian ia berupaya mewujudkan pengenalan terhadap Allah dalam amal-amal termasuk kepada orang lain. Allah bertanya kepada mereka tentang kedua hal tersebut dalam satu pertanyaan, yaitu tentang pengenalan mereka terhadap Allah dan tentang perbuatan yang terlahir dari cara pengenalan mereka itu. Bila mereka berbuat demikian, maka hendaknya mereka berusaha mencari dengan sungguh-sungguh pedoman untuk dapat mengenal Allah dengan benar.

Untuk membina akhlak al-karimah, setiap orang harus membina sikap kasih sayang sebagai pondasi. Tetapi wujud yang keluar dari pondasi itu akan berbeda-beda bergantung pada objek yang dihadapi. Para pendosa adalah orang-orang yang hanya peduli terhadap keinginan mereka sendiri dan rela melakukan perbuatan buruk untuk kepentingan mereka, sedangkan orang islam adalah orang yang mempunyai iktikad membina akhlak mengikuti Rasulullah SAW. Di jaman modern, lebih sulit melihat batas yang membedakan antara. orang islam dengan pendosa. Banyak di antara manusia memberikan keterangan identitas dirinya sebagai islam tetapi tidak mempunyai kepedulian terhadap tuntunan Rasulullah SAW, dan mereka berkomitmen terhadap dosa bahkan dalam hal yang ditampilkan sebagai amal kebaikan.

Setiap orang islam yang sebenarnya mempunyai pandangan melampaui kepentingan mereka sendiri. Sebagian orang islam terbina pandangan mereka hingga pandangan mereka mencapai ‘arsy Allah, sebagian terbina pandangannya hingga ke surga, sebagian mampu memandang jalan kehidupan mereka hingga akhirat, hingga pandangan pendek sebagian orang islam yang membangun benteng-benteng penyelamat kehidupan dunia mereka tanpa ingin berbuat dosa. Di antara mereka ada yang menjaga pandangan dengan tepat dan akurat, dan sebagian lainnya membiarkan pandangannya ke segala arah. Sikap seseorang terhadap orang lain yang dimunculkan sebagai wujud akhlak mulia seharusnya tidak sama untuk setiap kasus.

Memperlakukan orang islam sama seperti para pendosa merupakan suatu gejala kesalahan dalam pembinaan akhlak. Bila seseorang memperlakukan orang islam seperti perlakuan terhadap pendosa, ada kesalahan dalam pengenalan mereka terhadap Allah sehingga terbentuk akhlak yang keliru. Setiap keinginan orang islam untuk kebaikan atau menjadi baik seharusnya disikapi dengan baik oleh orang yang mengikuti Rasulullah SAW, dipahami dan disuburkan, tidak disikapi sebagaimana hamburan hasrat duniawi para pendosa. Pengaruh hawa nafsu pada inisiatif kebaikan yang timbul dalam diri orang-orang islam seharusnya diperhatikan dan dipisahkan dari keinginan baiknya dengan seksama hingga mereka dapat melihat keinginan baik mereka yang murni. Pengaruh hawa nafsu itu hendaknya tidak dijadikan sebagai penghakiman keburukan atas diri mereka. Bila tidak dapat mensikapi dengan baik, hendaknya ia tidak mensikapi keinginan saudaranya dengan buruk sebagaimana sikapnya pada para pendosa.

Berusaha mensikapi orang islam dengan baik akan membina adab yang baik di antara masyarakat. Akan terbina keterampilan sosial di antara umat islam baik keterampilan dirinya sendiri ataupun sahabatnya dan pada akhirnya umat secara keseluruhan. Keterampilan sosial ini akan membangun adab masyarakat yang baik. Bila seseorang dapat merasakan kebaikan yang diungkapkan oleh sahabatnya, ia dapat mengikuti kebaikan itu untuk terbentuknya adab masyarakat yang baik. Bila seseorang tidak dapat merasakan kebaikan yang muncul dari sahabatnya, akan terbentuk masyarakat yang pekak terhadap kebaikan. Bila terbentuk budaya prasangka buruk, maka akan terbentuk adab masyarakat yang buruk dan tidak nyaman.

Orang-orang islam yang mempunyai pandangan lebih dekat kepada Allah dan akurat seharusnya disikapi dengan lebih baik daripada muslim yang lain, dan orang islam yang tidak mempunyai pandangan mendekat kepada Allah tidak boleh disikapi dengan buruk kecuali pada perbuatan-perbuatan dosa mereka agar tidak tumbuh subur. Seringkali suatu kebaikan muncul dari salah satu pihak dan diikuti oleh orang lainnya daripada setiap orang menemukan objek kebaikan mereka sendiri, sedangkan lebih banyak inisiatif manusia muncul dari hawa nafsu.

Perbedaan sikap demikian ini pada dasarnya mengikuti pensikapan sebagaimana perbedaan sikap terhadap islam dan pendosa, tetapi pada tingkatan yang lebih halus. Bila orang yang mempunyai pandangan lebih dekat kepada Allah disia-siakan, mereka akan tidak mengetahui kebaikan dalam dirinya sendiri, dan tidak akan mengetahui manakala langkah mereka melenceng dari kebenaran. Ketidakmampuan mensikapi orang yang dekat kepada Allah menunjukkan keadaan akhlak diri seseorang atau keadaan akhlak kaum tersebut, mungkin berakhlak rendah atau ada akhlak yang tidak benar. Akhlak yang benar pada suatu kaum akan menjadikan mereka mengerti makna kebenaran dan kedekatan kepada Allah, tidak hanya membuta dalam menilai kebenaran.

Berpegang Pada Kitabullah

Tidak benarnya akhlak menunjukkan pertumbuhan jiwa yang keliru. Pada ayat berikutnya Allah mempertanyakan kepada orang-orang demikian : “apakah (alasan) kalian (berbuat demikian)?” disambungkan dengan pertanyaan : “maka bagaimanakah kalian mengambil keputusan?”. Bila mereka terus menumbuhkan akhlak demikian, mereka akan menjadi orang-orang yang tersesat. Boleh jadi sebenarnya mereka telah tersesat, maka hendaknya mereka segera mencari pedoman untuk kembali ke jalan yang benar dalam membina akhlak.

Hal ini ditunjukkan dengan fenomena dimana hukum yang berlaku di antara mereka berantakan. Seseorang bisa bertindak tanpa suatu pedoman yang jelas dan dikatakan sebagai kebenaran, dan sebaliknya suatu kebenaran mungkin tidak mempunyai tempat berpijak di antara mereka. Allah mempertanyakan kepada mereka, atas dasar apa mereka memperlakukan orang islam layaknya perlakuan mereka terhadap pendosa, dan bagaimana cara mereka mengambil hukum.

﴾۶۳﴿مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
apakah (dasarnya) bagi kalian (berbuat demikian)?, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?(QS Al-Qalam : 36)

Bagi umat islam, setiap orang dituntut untuk berhukum dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Kedua tuntunan tersebut merupakan sumber hukum utama bagi umat islam. Dari kedua tuntunan tersebut dapat diturunkan berbagai hukum terkait dengan segenap bidang kehidupan umat islam. Tata kehidupan bernegara dan hukum lainnya hingga terkait dengan amaliah pribadi dapat diturunkan umat islam dari kedua sumber hukum tersebut. Alquran dan sunnah Rasulullah SAW dapat digunakan untuk pedoman menempuh perjalanan kembali kepada Allah hingga seorang muslim mencapai kemuliaan akhlak yang layak hadir di hadirat-Nya. Kedua tuntunan itu akan menunjukkan jalannya dan cara menempuhnya, serta mencegah kesesatan dalam menitinya. Dengan berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, seseorang dapat menempuh perjalanan dengan aman.

Ada perintah dan larangan yang menuntun langkah manusia. Ada pula ketentuan halal dan haram yang merupakan pagar pembatas rentang langkah yang dapat ditempuh setiap orang. Ketentuan ini harus dipatuhi agar tidak keluar dari batas sehinngga setiap orang tetap dapat melihat jalan taubatnya dengan jelas. Manakala keluar dari batas itu, maka seseorang akan kehilangan bagian penglihatan terhadap jalan yang dapat ditempuh. Melanggar batas itu akan mengaburkan pandangan seseorang dari jalannya. Sebagian orang terbalik-balik pandangannya dengan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Hal demikian dapat menimbulkan fitnah yang sangat besar bagi umat manusia karena membalikkan pandangan manusia terhadap kebenaran, dan hal ini menyebabkan terbentuknya akhlak buruk hingga boleh jadi mereka memperlakukan orang islam layaknya perlakuan terhadap pendosa.

Sebenarnya tidak ada orang yang dapat menempuh perjalanan kembali kepada Allah tanpa mengikuti kedua tuntunan tersebut. Pertanyaan Allah pada ayat di atas terkait dengan melencengnya seseorang dari tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sebagai sumber hukum primer bagi umat islam. Manakala mereka menempuh jalan mereka sendiri untuk kembali kepada Allah, maka akan terjadi kekacauan dalam pengenalan terhadap Allah dan dalam proses melahirkan amal-amal sehingga mereka menjadikan sikap mereka terhadap orang islam sama dengan terhadap para pendosa. Seseorang tidak bisa merasa aman menempuh jalan kepada Allah dengan bersandar pada dirinya sendiri, tetapi harus melaui apa yang Dia turunkan kepada hambanya.

Seseorang tidak dapat mengukur kebenaran langkah mereka sendiri tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Melencengnya perjalanan seseorang pada tingkat lanjut boleh jadi terjadi bahkan dalam bentuk terjebak pada keakraban yang diberikan Allah kepada dirinya, sedangkan sebenarnya Allah merencanakan sesuatu yang tidak dapat diketahui orang tersebut. Hal demikian ini samasekali tidak menunjukkan Allah berbuat merugikan hamba-Nya karena telah jelas ketentuannya, yaitu bila seseorang tidak berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka ia akan celaka.

﴾۵۴﴿وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ
dan Aku memberi imla’ (dikte) kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS Al-Qalam : 45)

Kedekatan yang ditunjukkan Allah kepada seseorang tidak selalu menunjukkan kecintaan pada orang tersebut. Boleh jadi kedekatan itu mengandung tipu daya Allah karena seseorang tidak berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bahkan Allah akan memberikan tuntunan-Nya kepada seseorang dalam bentuk dikte sedangkan tuntunan itu mengandung tipu daya. Setiap orang yang memperoleh tuntunan Allah secara langsung haruslah memeriksa tuntunan tersebut kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Semua tuntunan yang diturunkan Allah kepada seorang hamba akan bernilai hidayah manakala tuntunan itu membuka pemahaman terhadap suatu kandungan kitabullah. Tanpa mengetahui kandungan kitabullah, tuntunan itu boleh jadi bahkan hanya suatu rencana Allah yang mengandung tipu daya.

Hujjah seseorang berdasarkan dikte Allah kepadanya tidak dapat digunakan untuk menyelisihi kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bukan siapa pendikte itu yang menjadi masalah, tetapi telah jelas ketetapan Allah, bila seseorang bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW maka ia tersesat. Sekalipun seseorang memperoleh dikte Allah, ia tidak boleh diikuti manakala bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW karena akan menuntun mereka pada kesesatan tipu daya Allah. Kesalahan dalam kasus demikian sangat besar potensinya menyeret umat

Rabu, 05 April 2023

Membentuk Akhlak Alquran

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Beliau SAW menempuh perjalanan dari alam dunia hingga mencapai ufuk yang tertinggi di alam semesta di hadirat-Nya, karena itu beliau menjadi tauladan yang tertinggi bagi seluruh makhluk dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

Akhlak al-karimah tertinggi akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW. Akhlak mulia yang lain berada pada tingkatan yang berbeda dengan seseorang yang berakhlak alquran, dan setiap orang yang mengikuti Alquran akan terbentuk akhlak mulia dalam dirinya. 

Rasulullah SAW diperintahkan untuk membacakan apa yang diwahyukan kepada beliau berupa Alquran kepada umat manusia, di antaranya agar manusia membentuk akhlaknya selaras dengan Alquran.

﴾۷۲﴿وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu dari kitab Tuhanmu (Al Quran) tidak ada (seorangpun) yang mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya. (QS Al-Kahfi : 27)

Kalimat Allah pada ayat di atas menunjukkan pada tumbuhnya akhlak Alquran pada diri seorang hamba hingga mencapai kematangan untuk memberikan buahnya. 

Pada dasarnya ayat Alquran hanya dapat disentuh oleh seseorang yang disucikan Allah. Sekalipun firman Allah dalam Alquran berupa kata-kata yang dapat dipahami oleh pikiran manusia, sebenarnya lebih banyak kandungan Alquran yang tidak akan dapat tersentuh oleh pikiran manusia saja. Kandungan itu hanya disentuh oleh orang-orang yang disucikan. Kebanyakan makhluk hanya mempunyai kemampuan untuk memahami makna dzahir yang tersurat dalam Alquran sedangkan makna yang berada pada tingkatan yang lebih tinggi tidak banyak tersentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan Allah. Keseluruhan kandungan Alquran itu membentuk satu kesatuan yang akan memperkenalkan makhluk terhadap keagungan Allah.

Di antara orang-orang yang hatinya disucikan Allah, ada yang diberi tugas untuk meneruskan tugas para rasul membacakan kitabullah kepada umat manusia. Mereka adalah para syaikh yang membacakan ayat-ayat Allah kepada para muridnya, mensucikan nafs mereka dan mengajarkan kitabullah dan hikmah. Mengikuti pembacaan seorang syaikh akan sangat membantu seseorang memulai upaya memahami Alquran. Hal ini hanya dapat dilakukan bila seseorang mengikuti pula pensucian nafs. Para syaikh itu hanya mengajarkan ayat-ayat Allah dan kitabullah di atas landasan tazkiyatun-nafs. Mereka tidak mengajarkan kata-kata mutiara kepada setiap orang, tetapi hanya mengajarkan ayat-ayat Allah dan kitabullah kepada orang-orang yang menempuh langkah pensucian nafs.

Para syaikh demikian itulah yang merupakan penerus para rasul. Ayat-ayat kauniyah dikaji di atas landasan kitabullah dan disampaikan kepada para murid yang menempuh pensucian nafs mereka. Manakala para murid belum memperoleh landasan yang mencukupi, para syaikh itu hanya mengajarkan landasan pensucian nafs mereka saja tanpa menyentuh ayat kauniyah, hingga muridnya memahami landasan pensucian jiwa itu dengan kokoh sesuai firman Allah. Bila firman Allah yang menjadi landasan itu telah dipahami secara mencukupi oleh muridnya, maka sang syaikh akan mengajarkan pembacaan ayat kauniyah selaras dengan ayat kitabullah, yang dilakukan secara integral. Pada pokoknya, syaikh akan mengajarkan hingga murid dapat mengenal kauniyahnya terhubung dengan kitabullah, selanjutnya muridnya yang mencari bagian dirinya dalam kitabullah. Bila syaikh menyimpan pengajaran demikian karena ke(tidak)siapan murid, itu tidak menyalahi amanat Allah yang diberikan kepada syaikh itu. Biasanya sang syaikh tetap akan menyimpan dan mewariskan pembacaan ayat-ayat Allah, walaupun mungkin belum sempat mengajarkannya kepada seorangpun dari muridnya.

Setiap orang harus terus berusaha menemukan bagian Alquran yang diperuntukkan bagi dirinya tidak hanya berhenti pada dasar-dasar yang diajarkan syaikh. Syaikh akan memberikan ilmu dimulai dari dasar-dasar pengetahuan yang harus difahami murid. Kadangkala seorang murid berjalan terlalu perlahan hingga sang syaikh tidak mempunyai kesempatan untuk mengajarkan pembacaan ayat Allah dan ayat kitabullah yang menjadi landasan amanah bagi sang murid, maka hendaknya murid terus menempuh pensucian jiwa dan mencari pembacaan ayat Allah dan kitabullah melalui penerus yang ditunjukkan oleh syaikh terdahulu. Bilamana tidak sempat memperoleh pengajaran ayat Allah dan kitabullah dari syaikh, seorang murid dapat mencari bagian dirinya berupa pengajaran ayat Allah dan ayat kitabullah melalui warisan yang ditinggalkan sang syaikh. Warisan yang belum diajarkan sang syaikh merupakan bagian dari amanat syaikh yang harus disampaikan kepada murid. Manakala murid tidak berpegang pada ayat yang diajarkan syaikh, seringkali ia tidak dapat menemukan bagian Alquran bagi dirinya, atau boleh jadi pemahaman yang seharusnya terbangun sebagai landasan ketakwaan dirinya menjadi berantakan.

Amanat yang harus ditunaikan seorang syaikh adalah murid mencapai pengenalan terhadap dirinya sendiri (ma’rifatu an-nafs). Itu adalah ketetapan Allah bagi setiap manusia sejak sebelum kelahirannya di bumi. Manakala seseorang bersungguh-sungguh memperhatikan ayat Allah yang diperuntukkan bagi dirinya dan menumbuhkan nafs mereka berdasarkan ayat itu, mereka akan tumbuh sebagai seseorang yang mengenal jati dirinya, yaitu sebagai kalimah Allah. Ia menumbuhkan firman Allah dalam dirinya hingga ia menjadi kalimah Allah yang memberitakan asma Allah kepada makhluk yang lain.

Tidak ada seseorang yang dapat mengubah ketetapan itu. Demikian pula sang syaikh tidak dapat mengubah ketetapan itu melalui pengajaran yang dilakukannya. Ayat di atas menekankan perhatian pada fungsi ini. Sang syaikh bertugas membina perkembangan akal para murid hingga mereka mengenal nafs mereka masing-masing dengan memberikan pembacaan ayat kauniyah dan ayat kitabullah yang sesuai bagi muridnya. Bila sang syaikh tidak memberikan pembacaan ayat yang tepat, ketetapan itu tidak berubah akan tetapi murid akan cenderung terlihat bebal karena mengikuti kecenderungan nafs-nya sendiri, maka hendaknya para syaikh memperhatikan kecenderungan itu tanpa melupakan tugas menjaga para murid dari mengikuti sepenuhnya hawa nafsu mereka.

Kebebalan seorang atau para murid kadang-kadang bukan timbul dari tidak memperhatikan kebenaran yang disampaikan syaikh, tetapi karena murid mempunyai kecenderungan tersendiri terhadap nafs-nya. Kadang seorang murid kelak harus terhubung kepada washilah melalui jalur tertentu yang lain sehingga tidak bisa dekat sepenuhnya dengan syaikh dibandingkan dengan murid yang lain, tetapi bukan berarti ia tidak berusaha mengikuti ajaran syaikh. Tidak ada yang bisa mengubah ketetapan kalimat Allah yang harus dilaksanakan oleh para murid.

Bersujud dengan Kalimat Allah

Sujudnya seorang hamba sangat terkait dengan pelaksanaan kitabullah Alquran yang menjadi amanat bagi setiap diri seseorang. Bila seseorang mentaati Allah dengan melaksanakan bagian diri yang dikenalnya dari Alquran, maka itu merupakan sujud terbaiknya. Manakala ia bersujud, ia mempunyai pengetahuan untuk tunduk pada Allah karena mengenal keagungan Allah melalui perintah-Nya baginya. Sujudnya dalam shalat menyatu dengan sujudnya dalam amaliah harian. Tanpa pelaksanaan amanat dengan pedoman kitabullah Alquran, seseorang dapat melakukan sujud kepada Allah hanya dengan sujud yang ringan.

Seorang hamba tidak boleh memandang ringan pedoman amaliah dari kitabullah Alquran. Ia harus mencari pedoman amalnya dari kitabullah dan tidak boleh mendustakan sedikitpun apa yang disebutkan dalam kitabullah. Bila ia memandang ringan, maka ia tidak akan menemukan pedoman bagi dirinya dari kitabullah. Bila ia mendustakan, tidak ada lagi orang yang akan menyelamatkan mereka.

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk membiarkan orang-orang yang mendustakan kandungan kitabullah untuk berurusan dengan Allah sendiri. Perintah ini secara tersirat menunjukkan rumitnya urusan orang-orang yang mendustakan kandungan kitabullah, sedemikian seorang hamba tidak perlu memikirkan hingga ke dalam hati urusan pendustaan mereka karena Allah yang akan menghadapi mereka. Ini bukanlah larangan untuk menyeru shahabat mereka mengikuti kitabullah, tetapi perintah untuk tidak terlalu melibatkan perasaan dalam urusan pendustaan sahabatnya. Setiap pendustaan terhadap kitabullah bukanlah tanggung jawab orang yang menyeru pada kitabullah, tetapi orang yang mendustakannya. Orang yang mendustakan akan berurusan dengan Allah sendiri.

﴾۴۴﴿فَذَرْنِي وَمَن يُكَذِّبُ بِهٰذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
Maka serahkanlah kepada-Ku (perkara) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Kelak Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui (QS Al-Qalam : 44)

Ayat tersebut terkait dengan perintah bersujud. Seruan bersujud ditujukan kepada makhluk yang seharusnya mampu bersujud. Mendustakan ayat Alquran kadang tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kafir, akan tetapi juga oleh orang yang seharusnya dapat bersujud tetapi tidak mau bersujud. Gambaran demikian secara ekstrim dapat dilihat dalam keshalihan sosok Azazil sebelum menolak bersujud dan menjadi Iblis. Sebagian dari orang yang menolak bukanlah orang kafir, tetapi manakala diseru untuk lebih memperhatikan kitabullah Alquran dan mengikutinya, mereka tidak mau memenuhi seruan itu dan justru mendustakan. Itu termasuk bentuk perbuatan tidak memenuhi seruan bersujud, dan lebih mengandalkan pikiran sendiri daripada mengikuti perintah Allah.

Allah akan memberikan istidraj kepada orang yang mendustakan bagian dari kitabullah Alquran, sedangkan seharusnya mereka dapat bersujud dengan menjadikan ayat kitabullah sebagai pedoman untuk bersujud. Allah membiarkan mereka bebas untuk melakukan sesuatu dalam keadaan selamat di dunia ini. Mereka dapat melakukan sesuatu yang tampak sebagai kebaikan tanpa kandungan perintah Allah di dalamnya, dan mereka akan dibiarkan tetap hidup dengan damai sejahtera, sedangkan mereka akan menuju kebinasaan tanpa mereka mengetahuinya.

Di antara tanda orang mendustakan dengan cara demikian ditunjukkan oleh sikap mereka terhadap orang-orang islam, yaitu mereka memperlakukan orang islam layaknya memperlakukan orang-orang dari kalangan kaum pendosa. Boleh jadi hal demikian tidak terjadi secara massal, misalnya manakala hanya beberapa muslim berusaha menunaikan ketakwaannya mereka memperlakukan muslim tersebut layaknya pendosa yang berbuat dosa. Hukum yang diterapkan di antara mereka sangat membingungkan hingga seorang muslim yang menunaikan ketakwaannya diperlakukan layaknya pendosa yang berbuat dosa. Hal demikian mengherankan dalam pandangan Allah, yaitu dalam hal bagaimana suatu kaum menetapkan hukum di antara mereka, sedangkan Allah telah menurunkan kitabullah Alquran.

Bila seseorang berbuat demikian terus selama di dunia, mereka tidak akan dapat bersujud hingga kelak di akhirat. Mereka tertunduk pandangannya ke bawah dan diliputi perasaan rendah.

﴾۳۴﴿خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan damai sejahtera. (QS Al-Qalam : 43)

Izzah setiap manusia akan ditentukan dari bagaimana bersikap terhadap kitabullah. Manakala mereka mengambil hukum mereka mengikuti kitabullah, mereka akan memperoleh izzah melalui kitabullah sesuai dengan kadar mereka mengambilnya. Bila mereka menggantungkan izzah mereka pada pendapat mereka sendiri, kelak mereka akan mengetahui bahwa mereka akan terliputi oleh kerendahan. Demikian pula manakala mereka mengangkat pandangan mereka kepada kitabullah, pandangan mereka akan mengikuti kitabullah. Bila mereka mengangkat pandangan mengikuti keinginan sendiri, mereka akan kehilangan arah pandangan dan kelak hanya dapat menundukkan pandangan mereka ke bawah tanpa menemukan arah memandang.

Keadaan damai sejahtera di kehidupan alam dunia tidak dapat menjadi tolok ukur keselamatan seseorang atau suatu kaum di akhirat. Kesejahteraan di akhirat bagi seseorang hanya dapat diukur melalui ketaatan mereka dalam mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Boleh jadi seseorang melihat kehidupan dirinya atau orang lain di dunia dalam keadaan damai sejahtera (salim) tanpa mengikuti atau justru bertentangan kitabullah, maka itu tidak menjadi jaminan kehidupan akhirat akan demikian. Boleh jadi Allah membiarkannya (istidraj) dalam keadaan damai sejahtera (salim) di dunia. Boleh jadi seseorang menemukan kehidupan dirinya berantakan sedang ia berusaha mengikuti pedoman kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka itu lebih baik untuk kehidupan akhiratnya. Berpegang pada kitabullah lebih baik daripada mengikuti pendapat sendiri, sekalipun barangkali tidak memperoleh kehidupan yang baik di alam dunia.

Senin, 03 April 2023

Mencari Keridhaan Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia sebagai rahmat bagi seluruh alam dengan membawa kitabullah Alquran. Beliau SAW adalah Alquran yang berjalan, dan Alquran merupakan wujud dari seluruh firman Allah yang hendak Dia perkenalkan kepada seluruh makhluk. Allah akan mengeluarkan orang-orang dari kegelapan menuju cahaya dengan kitabullah tersebut, memberikan petunjuk kepada jalan-jalan yang selamat kepada mereka dan memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus.

﴾۶۱﴿يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاط مُّسْتَقِيمٍ
Allah memberi petunjuk dengan (kitab) itu orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS Al-Maidah : 15-16)

Orang-orang yang hendak diberi petunjuk Allah dengan kitabullah Alquran adalah orang-orang yang mengikuti keridhaan Allah. Mereka adalah orang-orang yang berusaha untuk memahami kehendak Allah atas diri mereka dengan berusaha memahami kitabullah dan mengikuti apa yang dipahaminya sebagai keridhaan Allah. Manakala mereka mengetahui hal yang tidak disukai Allah, mereka menghindari apa yang tidak disukai-Nya, dan manakala mereka mengetahui hal yang disukai Allah, mereka berusaha melakukan apa yang disukai Allah. Barangkali mereka belum mengetahui secara pasti keridhaan Allah, akan tetapi mereka berusaha mengikuti apa yang mungkin menjadi keridhaan Allah. Dengan keadaan semacam itu, mereka dikatakan sebagai orang-orang yang mengikuti keridhaan Allah.

Bila seseorang berusaha mengikuti keridhaan Allah, maka Allah akan memberikan kepada mereka petunjuk dengan kitabullah kepada jalan yang selamat, mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dan memberikan kepada mereka petunjuk kepada jalan yang lurus. Ini adalah pemberian Allah yang diberikan kepada orang yang mengikuti keridhaan Allah dengan kitabullah. Boleh jadi mereka akan menemukan hal-hal tersebut secara bertahap hingga mengenal shirat al-mustaqim yang ditetapkan bagi mereka. Bila seseorang bergaul dengan kitabullah untuk tujuan yang lain atau tujuan yang keliru, pemberian ini mungkin tidak berlaku. Seseorang bisa jadi menemukan jalan yang penuh fitnah, atau tetap berada dalam kegelapan tanpa cahaya Allah, dan tidak menemukan jalan yang lurus.

Ditinjau sebaliknya, apabila seseorang atau suatu kaum tidak menemukan shirat al-mustaqim, tidak menemukan cahaya Allah hingga mereka tetap dalam kegelapan duniawi, atau mereka tidak menemukan jalan kehidupan yang selamat, boleh jadi mereka kurang bersungguh-sungguh mengikuti keridhaan Allah atau tidak bersungguh-sungguh mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila seseorang bersungguh-sungguh mengikuti keridhaan Allah dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW maka jalan yang selamat akan terbuka, keterbukaan cahaya Allah yang menerangi kegelapan duniawi mereka akan terlihat, dan pada akhirnya menemukan jalan yang lurus yang ditetapkan Allah bagi mereka.

Sungguh-sungguh dalam mengikuti keridhaan Allah harus diukur dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak berdasarkan suatu prasangka. Sangat mudah bagi seseorang tergelincir dari jalan yang selamat karena mengikuti keridhaan Allah berdasarkan prasangka. Bila seseorang tergelincir dalam perkara itu, maka umat akan mengalami masalah yang rumit. Umat boleh jadi akan menyangka bahwa mereka mengikuti keridhaan Allah sedangkan sebenarnya Allah tidak ridha atau bahkan murka kepada mereka. Kebenaran akan bercampur aduk dengan kesesatan, maka orang-orang akan mabuk akalnya mengikuti kebenaran mereka sendiri. Hal demikian merupakan persoalan yang rumit. Boleh jadi tidak ada niat buruk dalam nafs mereka, tetapi mereka mengikuti langkah syaitan karena mereka tidak menggunakan pikiran untuk berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Tahapan Pencarian

Menemukan shirat al-mustaqim merupakan tahap paling dekat sebelum seseorang memperoleh ridha Allah. Shirat al-mustaqim adalah jalan yang ditetapkan Allah bagi setiap manusia sebagai jalan paling singkat untuk mencapai kedudukan yang dijanjikan baginya di sisi Allah. Tanpa shirat al-mustaqim, setiap orang akan menempuh jalan yang sangat panjang untuk sampai pada kedudukan dirinya di sisi Allah, yang harus ditempuh dari kehidupan di dunia, alam barzakh, alam makhsyar hingga akhirat kelak, dan kebanyakan manusia tidak mencapai kedudukan yang ditetapkan baginya hingga akhirat. Dengan shirat al-mustaqim, seseorang dapat mencapai kedudukan dirinya di sisi Allah sebagaimana Rasulullah SAW ketika mi’raj ke sidrat al-muntaha, tentu dalam kedudukan yang berbeda.

Memperoleh tempat yang terang dalam kehidupan dunia merupakan pendahuluan sebelum seseorang mengetahui shirat al-mustaqim bagi dirinya. Dengan cahaya Allah, seseorang tidak terkungkung dalam gelapnya kehidupan dunia, mengetahui cahaya Allah yang menerangi kehidupan dunia mereka dalam makna-makna ilahiah. Boleh jadi permasalahan dunia tetap melingkupi mereka, akan tetapi mereka mengetahui cahaya Allah yang terkait dengan masalah mereka itu. Pengetahuan demikian tidak bersifat subjektif, tetapi mempunyai sandaran dari kitabullah. Mereka mengetahui fenomena kauniyah yang terjadi di sekitar mereka dalam kacamata kitabullah. Mereka mengetahui bagian kitabullah yang terkait dengan permasalahan mereka, baik permasalah pribadi mereka maupun permasalahan yang melingkupi umat mereka. Banyak orang yang merasa mendapatkan cahaya Allah tanpa mengetahui ayat dalam kitabullah terkait cahaya itu. Itu merupakan prasangka. Boleh jadi prasangka itu benar atau boleh jadi prasangka itu hanya ilusi.

Menemukan shirat al-mustaqim merupakan konsekuens dari menemukan cahaya Allah yang menerangi kehidupan duniawi. Seseorang tidak dapat menemukan shirat al-mustaqim tanpa menemukan cahaya Allah yang menerangi kehidupan diri mereka terlebih dahulu. Setiap orang harus berusaha memahami ayat-ayat kauniyah mereka dalam kacamata Alquran dan sunnah Rasulullah SAW terlebih dahulu untuk dijadikan modal untuk menemukan shirat al-mustaqim. Tanpa hal ini, menemukan shirat al mustaqim bisa menjadi hanya suatu angan-angan tanpa suatu jalan mewujudkannya.

Pada dasarnya ayat Alquran hanya dapat disentuh oleh seseorang yang disucikan Allah, akan tetapi seseorang tidak perlu merasa terlalu takut untuk keliru dalam memahami Alquran selama tidak bertentangan dengan nash Alquran dan tidak berkeras kepala dengan pemahamannya, dan ia berusaha mensucikan hatinya melalui tazkiyatun-nafs. Mengikuti pembacaan seorang syaikh akan sangat membantu memulai upaya memahami Alquran, akan tetapi setiap orang harus terus berusaha menemukan bagian Alquran yang diperuntukkan bagi dirinya tidak hanya berhenti pada dasar-dasar yang diajarkan syaikh. Syaikh akan memberikan dasar-dasar pengetahuan yang harus difahami murid. Manakala murid tidak berpegang pada ayat yang diajarkan syaikh, seringkali ia tidak dapat menemukan bagian Alquran bagi dirinya, atau boleh jadi pemahaman yang seharusnya terbangun sebagai landasan ketakwaan dirinya menjadi kacau.

Untuk mencapai keadaan-keadaan di atas, setiap orang harus menemukan jalan yang selamat. Terdapat banyak jalan dalam kehidupan di bumi. Sebagian orang menempuh jalan kehidupan yang gelap hingga ia tenggelam dalam tipu daya duniawi atau bahkan mengikuti jalan syaitan. Sebagian besar manusia berusaha menemukan jalan kehidupan yang selamat, dan di antaranya benar-benar mengikuti jalan yang selamat, sedangkan sebagian orang lainnya mengira bahwa mereka telah mencari jalan yang selamat tanpa mengukur dengan sungguh sungguh keselamatan yang mereka dapatkan. Setiap orang dapat memperoleh jalan yang selamat dengan mencari jalan itu melalui kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Banyak jalan di antara manusia yang dapat diikuti, dan hanya orang yang benar-benar mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW yang merupakan jalan yang selamat. Apabila seseorang mengikuti suatu jalan, hendaknya ia menempuhnya dengan memperhatikan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Hendaknya manusia memilih jalan yang paling baik dalam pandangan dirinya, dan kemudian mengikutinya dengan memperhatikan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Setiap syaikh pada dasarnya mempunyai tugas menyatukan muridnya dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, maka syaikh yang paling baik dalam berupaya menyatukan para murid dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW itulah syaikh yang paling baik menunjukkan jalan.

Tanpa memperhatikan kedua tuntunan tersebut, manusia dapat terjebak memakan racun yang akan melemahkan akal mereka dalam menempuh jalan mencari ridha Allah. Mereka akan tertimpa suatu kotoran akal (ar-rijs) apabila tidak menggunakan akalnya untuk berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Suatu kotoran akal akan menutup seseorang dari tahapan lebih lanjut yang seharusnya ditempuh. Mereka tidak akan benar-benar keluar sepenuhnya dari kegelapan menuju cahaya, dan pada akhirnya tidak akan menemukan shirat al mustaqim. Masalah yang menutupi itu ada pada akal mereka, bukan pada ayat Allah yang dibacakan dan seharusnya dipahami. Dengan akal yang terkena kotoran, seseorang tidak mempunyai keberanian untuk mengikuti ridha Allah, tetapi hanya mengikuti pemahaman yang disampaikan kepada mereka. Mereka dapat berbicara tentang kebenaran dalam batas batas yang diinginkan, tetapi tidak dapat benar-benar memandang kehidupan mereka berdasarkan cahaya Allah, sebagaimana seseorang yang memandang dengan kacamata yang menimbulkan bias.

Berbagai Keadaan

Merasa benar dalam melangkah dapat menjadi hijab yang sangat kuat bagi seseorang terhadap kebenaran yang disampaikan kepada mereka. Karena hal itu kadang seseorang atau suatu kaum tidak dapat mengikuti petunjuk Allah yang tercantum dalam kitabullah. Yang mereka katakan sebagai kebenaran adalah kebenaran menurut mereka sendiri tanpa standar yang benar. Mereka tidak mengukur diri mereka dengan kitabullah.

Dalam mencari ridha Allah, setiap orang beriman harus mengukur diri masing-masing dengan tiga tahapan petunjuk Allah melalui kitabullah. Ayat di atas berbicara tentang hal ini. Ketiga tahap tersebut dapat menjadi tolok ukur bagi orang beriman dalam mengikuti keridhaan Allah. Mereka seharusnya menemukan jalan yang selamat, kemudian memperoleh cahaya yang menerangi kehidupan duniawi mereka, dan menemukan jalan yang lurus (shirat al-mustaqim). Hal ini harus diperhatikan dengan teliti. Dalam setiap tahap selalu ada celah bagi setiap orang untuk mengaku telah memperoleh keadaan tersebut karena merasa benar. Kadang-kadang suatu kaum berhenti langkahnya dalam mencari keridhaan Allah tanpa mengetahui bahwa mereka sebenarnya berhenti karena tidak memahami kitabullah.

Kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tidak benar-benar menjadi petunjuk bagi orang-orang yang merasa benar. Manakala mengatakan telah menemukan jalan yang selamat, mereka sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti bahwa barangkali mereka tidak selamat. Manakala mengatakan menemukan kehidupan dalam cahaya Allah, mereka tidak mengukur bahwa cahaya yang mereka lihat boleh jadi penuh dengan bias. Manakala mengatakan telah menemukan shirat al mustaqim, mereka boleh jadi sebenarnya tidak tahu ke arah mana harus berjalan di jalan itu. Bila mereka benar-benar mencari ridha Allah, mereka akan dapat melihat semua masalah itu dengan jernih melalui kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW karena Allah memberikan petunjuk kepada mereka.

Di sisi sebaliknya, Alquran akan menjadi sesuatu yang menakjubkan bagi orang-orang yang memperoleh ilmu. Orang-orang yang memperoleh ilmu akan memandang ayat-ayat Alquran sebagai suatu keajaiban kebenaran berupa al-haqq yang diturunkan kepada manusia tertinggi di alam semesta yang dapat memberikan petunjuk menuju jalan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

﴾۶﴿وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Dan orang-orang yang diberi ilmu melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah kebenaran (Al-haqq) dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS Saba’ : 6)

Alquran akan memunculkan kepada para pembacanya permasalahan yang tersembunyi atau kalimat-kalimat yang ditempatkan tidak pada tempatnya. Banyak pihak yang mempunyai kepentingan untuk menyembunyikan kebenaran atau memanfaatkan suatu kebenaran untuk kepentingan mereka sendiri dengan mengubah-ubah konteks kebenaran tidak pada tempatnya. Kadangkala kebenaran itu tersembunyi dan terubah konteksnya bukan karena ada suatu kepentingan tetapi hanya karena ada orang yang mengikuti hawa nafsu. Hal demikian itu akan terungkap bila pembaca Alquran melakukan pembacaannya untuk mengikuti keridhaan Allah. Bila dilakukan dengan tujuan yang lain, maka mereka akan tertutupi. Orang yang mengikuti keridhaan Allah melalui Alquran akan menemukan pemahaman yang kuat karena Allah memberikan petunjuk kepada mereka.