Pencarian

Minggu, 10 Januari 2016

Tawakkal

Secara bahasa, Tawakkal artinya mewakilkan, yaitu menampakkan kelemahan dan bersandar atau bergantung kepada orang lain Bertawakkal kepada Allah bermakna mewakilkan segenap urusan dirinya kepada Allah. 

Tawakkal kepada Allah adalah sebuah jalan bagi orang-orang yang benar-benar beriman untuk mengenal Allah SWT. Tawakkal  merupakan tindakan lebih lanjut dari sikap keberserahdirian dan keberimanan seseorang untuk bertaubat menuju Allah SWT. Hal ini diceritakan dalam kisah nabi Musa a.s mengajak bani Israel keluar dari mesir dan ketika menaklukkan benteng filistin.

“…Dan hanya kepada Allâh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”[al-Mâidah/5:23]

Berkata Musa,"Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allâh, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". [Yûnus/10:84]

Islam, keberserahdirian, adalah sebuah prasyarat awal seseorang untuk menempuh langkah taubat. Keislaman seseorang ditandai dengan kelapangan dada untuk menerima kebenaran yang diberikan Allah kepada hamba yang dikehendaki. Selanjutnya, setelah hamba di lapangkan dadanya untuk menerima kebenaran, maka Allah akan memberikan cahaya kepada hamba tersebut, berupa cahaya iman. Tawakkal merupakan perintah bagi orang yang benar-benar beriman untuk mensyukuri cahaya iman yang telah diberikan.

Islam


Islam adalah kelapangan dada yang diberikan Allah kepada hamba yang dikehendaki untuk menerima dan mengamalkan kebenaran.   

Maka barangsiapa dikehendaki Allah untuk mendapat petunjuk-Nya, Dia akan melapangkan dadanya untuk berserahdiri, dan barang siapa dikehendaki sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia mendaki ke langit. Demikianlah Dia menimpakan kotoran kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS 6:125)

Maka apakah orang-orang yang dilapangkan dadanya untuk berserahdiri  kemudian dia mendapat cahaya dari tuhannya? Maka celakalah orang-orang yang membatu hatinya dari mengingat Allah. Mereka dalam kesesatan yang nyata (QS 39:22)

Ayat-ayat Allah tersebar di muka bumi. Beberapa orang menerima kebenaran dan hatinya menjadi lapang karena kebenaran yang diterimanya, dan sebaliknya banyak pula manusia tidak menerima kebenaran karena hawa nafsu dan ilmu yang salah. Kebenaran yang datang kepada seseorang sering tidak terpahami atau bahkan ditolak karena hawa nafsu dan kebodohan.

Keberserahdirian seseorang adalah berupa keluasan hati dalam menerima kebenaran, dan kelapangan hati itu akan mendatangkan cahaya dari allah swt berupa keimanan. Sebaliknya kesesatan adalah penolakan atau ketidakmengertian akan kebenaran karena hawa nafsu atau kebodohan.

Kebodohan merupakan lawan bagi pengetahuan. Seseorang yang tidak berpengetahuan dikatakan sebagai orang bodoh. Akan tetapi kebodohan tidak selalu karena tidak berpengetahuan. Boleh jadi seseorang memiliki pengetahuan tentang kitab, namun memahami dengan cara yang salah tanpa merasa ada yang salah. Hal itu termasuk kebodohan walaupun pengetahuannya berdasarkan dalil-dalil kitab. 

Hal yang seringkali menyebabkan kesalahan pemahaman itu muncul adalah  faktor hawa nafsu, atau karena adanya kepentingan duniawi dibalik pemahamannya. Kebodohan semacam ini lebih sulit untuk diobati, dan dikatakan dalam ayat di atas sebagai : dadanya sempit seakan-akan dia mendaki ke langit. Orang seperti ini mengira bahwa dirinya berilmu agama padahal tidaklah demikian, dan pengetahuan itu menghalangi dirinya untuk menerima kebenaran.

Bahkan pengetahuan itu menjadi kotoran yang menimpa orang-orang bodoh semacam itu. Ilmu dari kitab suci yang dimilikinya malah menjadi stempel buruk bagi kalangan itu dengan segenap kerusakan yang ditimbulkan. Tidak ada kebaikan yang diberikan  oleh ilmu itu bagi pemiliknya, dan orang lainpun tidak dapat memperoleh manfaat dari ilmu itu sebaliknya madlarat yang diterimanya, karena ilmu itu hanyalah kotoran yang ditimpakan oleh Allah bagi kalangan yang tidak beriman.

Iman


Iman adalah cahaya Allah yang menerangi  orang-orang beriman. Dengan cahaya itu orang-orang beriman berada dalam kehidupan yang terang. Orang-orang beriman harus  berpengetahuan ketuhanan sesuai dengan cahaya yang diberikan.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS. Al Baqarah : 257)

Dijelaskan dalam alquran bagi mereka mereka yang meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madlarat, Yang mengatur segala urusan, agar memikirkan tentang  Allah dengan segala sesuatu yang terjadi  di hadapannya.  Alquran surat yunus menyebutkan : 

"Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Alloh'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa." (QS: Yunus: 31)

Manfaat Iman


Keimanan yang diberikan Allah harus disyukuri oleh untuk menumbuhkan pengenalan terhadap Allah dengan cara mengenal diri sendiri. Manusia yang mensyukuri keimanan untuk mengenal Allah SWT diibaratkan sebagai pohon  yang baik yang tumbuh dengan akar menghunjam ke dalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang ke langit mencari cahaya Allah.

Surat Annuur ayat 35 menjelaskan bahwa Allah adalah cahaya petala langit dan bumi. Sedangkan dalam surat Ibrahim ayat 24, Allah mengambil permisalan kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya menghunjam ke dalam bumi dan cabang-cabangnya menjulang di langit. Sedangkan kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk tercerabut akarnya  dari bumi tidak dapat tegak. Pohon itu adalah perumpamaan manusia yang mensyukuri keimanan.

Tidakkah engkau perhatikan bagaimana Allah mengambil permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Memberikan buahnya setiap saat dengan ijin tuhannya. Dan Allah mengambil pemisalan itu bagi manusia  agar mereka selalu berdzikir. Dan permisalan pohon yang buruk adalah seperti pohon yang buruk, tercerabut akarnya dari bumi tanpa dapat tegak. (QS Ibrahim 24-26)

Pohon adalah permisalan bagi manusia. Allah adalah cahaya, sedangkan kalimah thayyibah manusia adalah semisal pohon.  Pohon adalah makhluk yang mampu menangkap dan mengolah cahaya (matahari) menjadi energi yang bisa dimanfaatkan baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Buah adalah hasil pepohonan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak lain yang dihasilkan dari sinar matahari. Seumpama pohon, manusia beriman seharusnya bisa menangkap cahaya Allah untuk memakmurkan bumi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk makhluk yang lain.

Pohon yang baik mempunyai akar yang teguh menghunjam ke dalam bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit. Jiwa manusia adalah aspek cabang pohon yang ada di langit, menjulang ke atas mencari cahaya Allah, sedangkan jasad manusia adalah aspek akar pohon yang menghunjam ke bumi. Cabang dan akar merupakan satu entitas, tidak bisa dipisahkan, dan hasilnya adalah buah. Itulah misal bagi manusia yang baik, manusia yang mengenal diri sendiri.

Taqwa dan Tawakkal


Taqwa dan Tawakkal adalah hal yang diperintahkan kepada orang-orang beriman dengan sungguh-sungguh. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa bertaqwa dan bertawakkal adalah perintah bagi orang-orang yang : 

1. Dadanya dilapangkan untuk menerima kebenaran, yaitu berserah diri
2. Kehidupannya mempunyai arah yang jelas, karena berada dalam cahaya Allah, yaitu beriman.

Indikator menerima kebenaran adalah kelapangan dada. Orang-orang yang gemar dengan perdebatan-perdebatan dan merasa diri paling benar, merasa diri paling baik dan lain-lain adalah indikasi bahwa tidak ada kebenaran yang dimiliki. Orang yang dilapangkan dadanya untuk menerima kebenaran akan selalu berprinsip memberikan kasih-sayang bagi orang lain tanpa berniat buruk untuk menjatuhkan orang lain atau merasa diri lebih baik. Seandainya orang benar berdebat, keinginannya adalah memberikan kasih-sayang bagi orang lain, bukan menjatuhkan pihak lain dan merasa diri paling benar.

Orang yang beriman berada dalam cahaya. Kehidupannya mempunyai arah yang jelas, yaitu kembali kepada Allah dari kehidupan dirinya di dunia, atau taubat. Tujuan akhir dari taubat yang ingin dicapainya yaitu kesempurnaan cahaya dari Allah, berupa dua cahaya di antara kedua tangan dan di sebelah kanannya. Sebenarnya tidak ada akhir dari taubat karena kesempurnaan cahaya dari Allah tidak akan pernah berhenti. Taqwa dan tawakkal adalah langkah untuk mencari dan meminta kedua cahaya itu. Tawakkal akan mengantarkan seseorang memperoleh cahaya di antara kedua tangannya, sedangkan taqwa akan mengantarkannya untuk memperoleh cahaya di sebelah kanan dirinya.

Dunia ini diciptakan Allah dan dikuasakan kepada iblis hingga hari agama. Manusia hidup di alam dunia dan harus bertaubat kembali kepada Allah untuk menempati kursi, kedudukan sebagaimana telah ditetapkan sebelum kelahirannya. Iblis yang menguasai dunia akan menghalang-halangi langkah manusia untuk bertaubat kepada Allah, sedangkan Allah menyediakan sebuah jalan untuk kembali kepada-Nya. Dalam alquran dijelaskan sebagai berikut :

Dan orang-orang yang berjihad di dalam Kami, Kami akan benar-benar memberi mereka petunjuk tentang  jalan-jalan Kami, dan sungguh Allah bersama orang-orang yang berbuat ihsan (QS 29:69)

Bertawakkal dan bertaqwa adalah perjuangan  “di dalam Kami”. Bertawakkal adalah jihad, melakukan perjuangan untuk mengenal perbuatan-Nya, sedangkan bertaqwa adalah jihad, perjuangan menghidupkan jiwanya untuk menghayati dan meneladani asma dan shifat-Nya.  Seseorang yang benar-benar bertawakkal tidak akan melihat bahwa apa yang diperoleh adalah hasil pekerjaan dirinya, tetapi Allah lah yang memberikan. Begitu juga orang bertaqwa akan melihat bahwa dirinya tidak  berperan secara signifikan dalam mendapatkan jalan keluar dan rizki bagi dirinya, tetapi Allah yang memberikannya.

“...Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allâh, niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)nya...” [ath-Thalâq/65:2-3]

Pada tahap berikutnya, orang yang bertaqwa akan benar-benar beriman kepada Allah dengan derajat Al-mu’minuun. Pengenalannya terhadap Allah menjadi besar dengan keyakinan yang tinggi. Hati mereka mencintai dan sangat berharap untuk mendengar nama Allah hingga bila disebutkan nama-Nya hati mereka bergetar. Bila dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya dan mereka semakin bertawakkal kepada Rabbnya. Hal itu diceritakan dalam ayat berikut :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal”. [al-Anfâl/8:2]

Jaminan Bagi orang yang bertawakkal


Allah telah menciptakan dunia ini tidak semata-mata seperti yang terlihat bagi makhluk. Penciptaan manusia dipandang rendah oleh iblis karena manusia diciptakan dari tanah. Begitu juga para malaikat tidak mengetahui dengan sempurna ciptaan-Nya yang berupa manusia. Begitupun alam dunia diciptakan tidak semata seperti yang terlihat oleh makhluk. Manusia sebagai makhluk duniawi terikat oleh aturan-aturan dunia, namun ada jalan sempit yang melepaskan dari ikatan aturan dunia.

Tawakkal, berjuang mengenal perbuatan-Nya, berusaha tanpa menyandarkan hasil terhadap usaha dirinya tetapi menyandarkannya kepada Allah, adalah salah satu rahasia yang digelar di dunia. Benar-benar ada sebuah jalan rizki bagi orang yang bertawakkal. Dari Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allâh dengan sungguh-sungguh tawakkal kepada-Nya, sungguh kalian akan diberikan rizki oleh Allâh sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut keluar dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya (I/30, 52); at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 2344))

Dengan jelas alquran menerangkan tentang dabbah yang tidak membawa rezekinya sendiri, tetapi Allah-lah yang memberi rizki kepadanya. Dabbah adalah makhluk berjasad yang terpengaruh oleh bumi, dan manusia adalah salah satu dabbah yang ada di bumi. Terkait dabbah dan manusia yang bertawakkal alquran menjelaskan dalam ayat berikut :

Dan berapa banyak  daabbah  yang tidak  membawa  rezekinya sendiri. Allâh-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu. Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” [al-‘Ankabût/29:60]

Rasulullah memerintahkan manusia agar berusaha dengan baik untuk mencari rizki. Sebelum mencari rezeki, hal yang pertama diperintahkan beliau adalah agar kita bertakwa. Manusia adalah makhluk berakal yang diperintahkan untuk memahami Allah baik asma-Nya maupun perbuatan-Nya. Dengan hijab fenomena-fenomena duniawi, manusia diperintahkan untuk bertawakal dalam berusaha mencari rezeki, yaitu berusaha dengan cara yang baik meninggalkan yang haram dan mengambil yang halal.  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Allâh dan berusahalah dengan cara yang baik ! Sesungguhnya satu jiwa itu tidak akan mati hingga rizkinya diberikan secara sempurna, walaupun lambat. Oleh karena itu bertakwalah kalian kepada Allâh Azza wa Jalla dan berusahalah dengan cara yang baik ! Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.”

Tidak semata-mata di dunia, bahkan tawakkal akan membawa manusia memasuki surga tanpa hisab. Jalan taqwa dan tawakkal membentang dari alam dunia ini hingga akhirat kelak, sebuah jalan sempit yang dimasuki oleh tujuh puluh ribu orang dari ummat nabi Muhammad SAW hingga masuk surge tanpa hisab. Hal ini diceritakan dalam sebuah kisah berikut : Tujuh puluh ribu orang dari ummatku akan masuk surga tanpa hisab. Mereka (Para sahabat) berkata, ‘Siapa mereka wahai Rasûlullâh ?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak bertathayyur (merasa sial dengan sesuatu), tidak melakukan kayy (berobat dengan besi panas), dan mereka bertawakkal kepada Rabb mereka.

Alquran menjanjikan bagi orang-orang yang bertawakal surga di tempat yang tinggi., sebaik-baik balasan untuk orang-orang yang mengerjakan sesuatu.

Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih benar-benar akan Kami tempatkan mereka di suatu tempat yang tinggi di surge yang mengalir dibawahnya sungai-sungai  mereka kekal didalamnya. Itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal. Yaitu orang-orang yang bersabar dan kepada rabb-nya mereka bertawakal (QS 29:58-59)