Pencarian

Kamis, 24 September 2020

Pohon dan Memakmurkan Bumi

Integritas Pengetahuan




وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ﴿٦١﴾

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)". (QS Huud : 61)


Alam semesta dan bumi diciptakan Allah untuk penciptaan manusia. Allah memberikan lingkungan dan komposisi yang sangat baik dalam penciptaan bumi agar manusia dapat tinggal dan memakmurkan buminya. Allah memberikan litosfir (tanah), atmosfir (udara), dan hidrosfir (air) dalam kadar sebaik-baiknya pada penciptaan bumi, dan menempatkannya pada jarak yang tepat dari sumber energi panas berupa matahari.

Dari bumi yang demikian itulah manusia diciptakan dan ia dijadikan sebagai pemakmurnya. Dan manusia dijadikan sebagai masterpiece ciptaan Allah, bukan para malaikat mulia yang selalu taat. Ada sebuah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia berupa bagian dirinya yang diciptakan dari bumi, yaitu jasadnya. Dengan kelebihan itu, setiap manusia dapat mengerti sepenuhnya perilaku alam jasadiah yang harus dimakmurkannya. Kelebihan itu tidak dapat dimengerti oleh malaikat yang tidak mempunyai bagian yang diperoleh dari bumi.

Akan tetapi tidak semua manusia dapat mengerti tentang tujuan penciptaan dirinya. Kebanyakan manusia malah terjerat dalam tarikan alam duniawi melalui bagian dirinya yang diciptakan dari bumi. Manusia kebanyakan tidak berusaha mengerti tentang penciptaan dirinya sehingga terjebak dalam kehidupan dunia mengikuti syaitan yang memerintah berdasarkan sayyiah manusia, kekejian dan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan..

Selain itu, ada alam syaitan yang mengarahkan manusia agar manusia terjerat dalam pemahaman parsial tentang buminya. Perkembangan ilmu pengetahuan manusia jaman ini tidak terlepas dari jeratan pemahaman-pemahaman parsial terhadap lingkungannya. Sangat jarang manusia yang benar-benar berusaha untuk memahami alamnya dengan pemahaman yang komprehensif hingga dapat menemukan jalan untuk memakmurkan buminya, dan kemudian memahami kehendak Allah dalam penciptaan dirinya. Seringkali usaha-usaha pemakmuran bumi yang dilakukan manusia sebenarnya tidak melepaskan umat dari jeratan tabiat dunia yang dipilihkan oleh para syaitan bagi manusia berdasarkan sayyiah manusia, kekejian dan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan.

Tidak banyak terlihat adanya hasil yang nyata dalam pemakmuran bumi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada jaman ini. Yang banyak tampak dalam kehidupan modern ini bukanlah perbaikan bumi tetapi malah tampak nyata kerusakan-kerusakannya, baik oleh masyarakat awam ataupun justru oleh para ahli. Ini tidak terlepas dari pengetahuan yang dirumuskan untuk membuat pemahaman parsial terhadap alamnya.

Ilmu pengetahuan harus kembali diarahkan untuk memahami alam semesta secara komprehensif dan integral dengan kebenaran sehingga setiap manusia dapat memahami kedudukannya dalam kehidupan di bumi, tidak terjebak untuk berbuat hanya demi kepentingan materi bagi dirinya. Pengetahuan yang integral dengan kebenaran ini merupakan salah satu sarana bagi manusia bertaubat kepada Allah.

Pohon Yang Baik sebagai Panduan


Untuk memahami alamnya, ilmu pengetahuan tentang keempat unsur pembentuk manusia berupa litosfir, atmosfir, hidrosfir dan energi kosmis dari langit harus dibangun dengan baik, dan syukur bila dapat dilakukan secara komprehensif. Saat ini kebanyakan manusia memandang matahari hanya sebagai bola api yang memancarkan cahaya membuat bumi mengalami siang dan malam. Demikian pula tidak banyak orang mengerti keterkaitan antara bumi tempatnya berpijak dengan atmosfir yang berada di atasnya. Tidak banyak yang mengerti keterkaitan antar unsur pembentuk manusia, sehingga kebanyakan perbuatan manusia justru merusak bagi alamnya.

Tentu tidak semua manusia harus turut membangun pengetahuan itu, tetapi harus ada orang yang membangunnya, dan setiap orang harus berusaha memahami dengan benar sesuai dengan kedudukan dirinya. Permasalahan saat ini, tampaknya belum ada kelompok yang berusaha membangun pengetahuan itu dengan baik dan integral. Masing-masing manusia hanya bergelut secara parsial dalam bidangnya masing-masing, sementara kerusakan alam terjadi semakin ganas karena perkembangan teknologi.

Sebagai pedoman, harus disadari bahwa Allah mempunyai sebuah tujuan dalam penciptaan makhluk. Pada puncak penciptaan, Allah berkehendak untuk memperkenalkan suatu bentuk tiupan ruh (nafakh ruh) kepada seluruh ciptaannya. Itu adalah tujuan penciptaan manusia.

Sebenarnya Allah telah banyak memperkenalkan fenomena ruh dalam wujud kehidupan di alam jasad sebelum penciptaan manusia. Ini adalah pengantar untuk memahami tiupan ruh bagi manusia. Kehadiran ruh membuat materi yang tampak mati kemudian menjadi tampak hidup. Para malaikat diciptakan dari kehidupan, sehingga wujud kehadiran ruh tidak tampak nyata, sedangkan tanaman dan hewan diciptakan dari materi yang relatif tidak mempunyai kehidupan, dan terlihat hidup ketika ruh hadir.

Wujud paling baik yang menampakkan kehadiran ruh di alam jasadiah adalah pohon yang baik. Itu adalah perumpamaan yang disebutkan dalam Alquran, dijadikan ibarat bagi pertumbuhan jiwa yang baik. Secara jasadiah, bila manusia memperhatikan, akan tampak jelas bahwa pohon merupakan agen yang membawa kehidupan yang makmur di bumi.

Pohon menjadi agen yang mengubah energi matahari dan energi-energi kosmis lainnya menjadi energi yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk-makhluk lain. Akarnya yang menghunjam ke dalam bumi menggerakkan unsur-unsur dan atom-atom yang ada di dalamnya, menjadikan bumi hidup dan subur dengan dinamika kehidupan. Demikian pula atmosfir menjadi subur dengan pertukaran-pertukaran molekul-molekul kehidupan yang memberikan kesegaran bagi kehidupan yang berlangsung di permukaannya. Dengan pohon terbentuk hidrosfir yang kaya berlimpah sehingga dapat dijadikan penyangga kehidupan bagi makhluk-makhluk di atasnya.

Ke-empat unsur diciptakan Allah bagi kehidupan di bumi. Litosfir, Hidrosfir, Atmosfir dan bola-bola api dan materi yang ada di angkasa raya disediakan sebagai sumber energi bagi kehidupan di bumi. Allah menciptakan keterkaitan dinamika yang erat di antara ke-empat unsur pembentuk kehidupan tersebut. Dengan panas matahari, terbentuk arus di lautan yang mempengaruhi pembentukan awan di permukaan bumi, terbentuk angin di atmosfir yang menggerakkan awan-awan dan membentuk kehidupan di litosfir bumi. Setiap unsur mempunyai keterkaitan dengan unsur yang lain yang tidak mungkin di sebutkan satu per satu dalam satu tulisan. Yang disayangkan, tampaknya ilmu pengetahuan jaman ini dirumuskan secara terlalu parsial sehingga integralitas dengan pemakmuran bumi tercerabut. Setiap pihak dibina secara parsial hingga tidak memperhatikan dengan baik tujuan yang harus dicapai bersama-sama, dan hal itu membuat kerusakan yang besar di muka bumi.

Seluruh keterkaitan antara unsur-unsur itu pada dasarnya disiapkan Allah bagi manusia agar dapat memakmurkan buminya. Sebagai pembuka jalan, pohon yang baik (thayyibah) dijadikan ibarat dan pedoman bagi manusia. Secara jasadiah, proses-proses penghidupan di muka bumi sangat terkait dengan kehadiran pohon-pohon. Tanpa pohon, tanah akan menjadi gersang, udara menjadi panas dan air menjadi banjir dan kemudian menghilang, sementara cahaya matahari akan memanaskan permukaan bumi secara ekstrim. Proses-proses penghidupan dan pemakmuran yang terjadi pada litosfir, hidrosfir dan atmosfir, serta proses-proses antar unsur akan sangat dipengaruhi kehadiran pohon pada tempat tersebut. Allah menjadikan pohon sebagai permisalan/prototype bagi kehadiran ruh dalam tingkatan jasadiah, sedangkan manusia dijadikan sebagai prototype bagi tiupan ruh yang lebih sempurna bagi alam semesta. Tiupan ruh itulah yang hendak diperkenalkan Allah kepada seluruh makhluk-Nya.

Syaitan mencegah pengetahuan tentang hal itu, dan manusia diarahkan pada pengetahuan-pengetahuan parsial terpisah dari kebenaran dan mencegah pemahaman secara integral. Saat ini sangat sedikit penelitian manusia dalam memahami alam yang bersifat terintegrasi dengan kebenaran dari Allah. Manusia kebanyakan tidak cukup mengerti dinamika elektromagnetik, optik, pancaran materi dan lain-lain yang terjadi di matahari, apalagi pengaruhnya terhadap pohon dan kehidupan di bumi. Demikian pula manusia tidak cukup mengerti terhadap dinamika pertukaran molekul-molekul kehidupan di atmosfir dan hidrosfir karena adanya kehadiran pohon berupa oksigen, nitrogen, karbon dioksida, kalsium, magnesium dan molekul kehidupan yang lain. Pengetahuan manusia dalam hal-hal itu tidak terlalu maju sebagaimana kemajuan pengetahuan yang bersifat parsial. Pengaruh kehadiran pohon terhadap dinamika air, unsur materi dan atom di lapisan litosfir tampaknya juga masih gelap bagi umat manusia. Para engineer sumber daya air hanya diajari teknik untuk menghitung pemanfaatan air yang tersedia, tidak diajari untuk melakukan pelestarian hidrosfir di bumi selaras dengan naturnya. Sarjana kehutanan mungkin lebih piawai menghitung nilai rupiah hutan daripada menghitung interdependensi kehidupan tanaman yang ada di hutan, sedangkan sarjana pertanian mungkin hanya diarahkan untuk memperoleh produktifitas pertanian dalam jangka pendek, sedangkan kerusakan alam menghadang di masa depan.

Pengetahuan yang integral tentang alam sangat dibutuhkan oleh umat manusia, karena hanya dengan memahami alamnya maka seseorang dapat memahami kehidupan dirinya, tidak terjebak dalam jerat kehidupan dunia.

Syajarah Thayyibah Sebagai Pengontrol


Manusia diciptakan dengan kemudahan untuk memahami bumi dan alam karena manusia diciptakan darinya. Jiwanya diciptakan dalam wujud hakikat asal pohon, yang derajatnya lebih tinggi dari hakikat pohon itu sendiri. Dengan penciptaan yang demikian, seharusnya manusia dapat memahami bumi dan semestanya dengan sangat baik. Tidak ada makhluk yang diciptakan seperti demikian. Dirinya adalah pohon yang memiliki semesta dalam dirinya. Akan tetapi tidak setiap manusia dapat memahami hal itu dengan baik. Perlu jiwa yang tumbuh baik untuk mengerti pohon yang baik beserta semesta yang mendukungnya.

Untuk menumbuhkan jiwa yang baik, benih yang ada dalam diri seorang laki-laki harus ditumbuhkan dengan menanamnya pada ladang yang tepat. Pernikahan adalah media untuk menumbuhkan benih jiwa.


نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴿٢٢٣﴾

Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan dahulukanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.(QS Al-baqarah : 223).

Annisaa’ adalah perempuan yang dinikahi. Ia adalah tempat bercocok tanam bagi pohon thayyibah berupa jiwa suaminya, tidak untuk laki-laki yang lain. Wanita itu membawa khazanah Allah berupa urusan suami yang harus ditunaikan di bumi, sebagaimana ladang mengandung unsur hara bagi tanaman untuk berbuah. Bilamana pohon thayyibah suaminya tumbuh dengan baik, khazanah yang dibawa istrinya akan terbuka baginya, dan dirinya mengerti apa yang menjadi amal shalih yang harus ditunaikan. Kitab dirinya akan terbuka melalui istrinya, dan hal itu bercerita tentang bagian dirinya dari Alquran.

Kadangkala seorang laki-laki mendapatkan singkapan tentang khazanah yang dibawa oleh wanita yang bukan istrinya. Hal itu bisa menjadi rezeki bilamana prosesnya terjadi secara halal, misalnya wanita itu belum bersuami dan laki-laki itu tidak sedang mengarahkan pandangan secara batil terhadap wanita itu, dan tidak mengarahkan pandangan dengan sungguh-sungguh padahal tidak menikahinya. Dalam kasus ini, seringkali wanita itu adalah pasangan yang sesuai baginya untuk dinikahi. Hal terbaik yang perlu dilakukan adalah menikahkan keduanya, karena itu merupakan sifat keberpasangan yang baik berupa kesuburan. Kadangkala hanya butuh sedikit interaksi untuk membuat seorang laki-laki melihat khazanah dalam diri seorang wanita yang sesuai baginya, dan kemudian penglihatan itu membuka visi dan pemahaman terhadap amal shalih yang harus dilakukan laki-laki itu.

Alquran secara khusus memberikan perintah untuk menikahkan orang-orang yang menemukan jodohnya dengan cara demikian pada ayat 32 dan 33 surat Annuur. Orang yang sendirian dan mendekati fadhilah Allah hendaknya dinikahkan sedangkan orang yang tidak menemukan jodoh hendaknya menjaga diri hingga Allah memberikan kekayaan melalui keutamaan (fadhilah) Allah. Di antara fadhilah Allah adalah mengenal khazanah dari pasangannya, suatu keadaan yang mengiringi pengenalan diri seseorang. Bilamana mereka fakir, sebenarnya Allah hendak memberikan kekayaan kepada mereka melalui fadhilah-Nya.


وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴿٣٢﴾

Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang shalih dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan fadhilah-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nuur : 32)

Bilamana salah satu tidak menghendaki menikah, khazanah itu halal bagi sang laki-laki, akan tetapi barangkali penyingkapan khazanah itu tidak akan berlanjut. Singkapan itu bisa menjadi kotoran dalam hati bila seorang laki-laki tidak bertakwa. Penyingkapan khazanah yang dimaksudkan adalah penyingkapan isi kitabullah, bukan penyingkapan duniawi. Dengan penyingkapan itu, seorang laki-laki mengerti kitab dirinya, yang merupakan bagian dari alquran, akan tetapi kemudian tumbuh penyakit lain dalam dirinya karena ketidaktaqwaan.

Penyingkapan itu menjadi ujian yang besar bilamana wanita itu bersuami. Daya tarik dalam perkara ini lebih kuat daripada daya tarik jasadiah, yang dapat menyeret dengan kuat pada perbuatan keji. Setiap laki-laki harus berusaha menahan pandangannya dari wanita yang bukan istrinya, dan demikian pula bagi wanita, dengan tambahan harus menyembunyikan perhiasan dalam dirinya kecuali perhiasan yang telah terlihat. Hal itu akan menjaga kesucian hati orang-orang beriman.


قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ﴿٣٠﴾
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat" (QS An-Nuur : 30).

Pernikahan yang baik akan membuka hakikat yang lebih tinggi tentang pohon daripada hakikat pohon di alam jasadiah. Akan tetapi kebanyakan manusia membutuhkan pengetahuan jasadiah yang lebih bisa dijangkau akalnya agar dapat melakukan perbaikan di muka bumi, atau menghindari perbuatan merusak bumi. Pengetahuan tentang pohon dan peranannya dalam perbaikan di bumi harus terumuskan dengan baik agar umat manusia mengetahui tujuan kehidupannya dan penciptaannya di bumi melalui perantaraan pemahaman terhadap ibarat bagi jiwanya. Integritas pengetahuan jasadiah terhadap kebenaran akan lebih mudah dirumuskan oleh orang yang pohon thayyibahnya tumbuh dengan baik.

Ada keterkaitan yang erat antara menumbuhkan pohon jiwa dengan memahami kehidupan pohon. Hal itu bisa menjadi kunci untuk membuka jalan rezeki yang lebih luas. Kualitas kehidupan manusia akan berubah bilamana setiap orang mengetahui proses kehidupan yang berlangsung di semestanya. Misalnya manusia akan dapat mendapatkan hasil pertanian lebih baik dan lebih berkualitas dengan memahami proses yang terjadi di matahari, hidrosfir, litosfir dan atmosfir.

Kamis, 17 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (13)

Berharap Ridha Allah


Dalam peristiwa penyembahan patung anak sapi emas oleh bani Israel, ada sebuah peristiwa pendahuluan yang diabadikan dalam Alquran. Nabi Musa a.s mendahului kaumnya menuju Allah. Allah kemudian menegur Musa a.s, menanyakan perihal kedatangan yang lebih cepat dari kaumnya. Nabi Musa a.s menjawab bahwa dirinya bersegera kepada Allah agar Allah memberikan ridla kepadanya, sedangkan umatnya sedang mengikuti dirinya untuk tujuan yang sama.


وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَىٰ﴿٨٣﴾

قَالَ هُمْ أُولَاءِ عَلَىٰ أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ﴿٨٤﴾



Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)".

Allah menimpakan ujian kepada umat nabi Musa a.s dan Samiri menyesatkan mereka ketika Musa a.s mendahului mereka untuk memperoleh ridha Allah. Allah menunjukkan kepada Musa a.s bahwa setiap orang harus memperhatikan orang lain untuk memperoleh ridha-Nya. Allah berkehendak untuk didekati dengan jiwa yang baik, tidak berkehendak untuk dicintai dengan pujaan-pujaan yang berasal dari kualitas jiwa yang kurang baik, atau bahkan sekadar kurang kepeduliannya. Rupanya bukan kehendak Allah bagi manusia untuk berharap ridha-Nya sedangkan dirinya tidak peduli orang lain. Allah tidak menginginkan dipuja manusia tanpa jiwa yang peduli dengan orang lain. Keinginan seseorang untuk memperoleh ridha Allah hendaknya disertai dengan usaha untuk memperhatikan orang lain secara sungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. 

Kecintaan kepada Allah adalah mencintai segala sesuatu sebagaimana kehendak Allah mencintai. Allah menciptakan entitas yang paling dicintai-Nya yang dijadikan sebagai wasilah untuk kembali kepada-Nya, maka hendaknya manusia mencintainya demikian. Demikian pula Allah menciptakan makhluk lemah agar manusia mensejahterakan, maka hendaknya manusia mencintai dengan cara demikian. Tidak boleh seseorang mencintai Allah dalam bentuk waham, cinta kepada Allah tanpa sebuah akhlak mulia dalam jiwanya.

Dahulu setelah terusir dari surga, Iblis masih sering berdoa dan bermunajat kepada Allah karena kerinduan dan cinta. Akan tetapi karena doa dan munajat itu berasal dari kualitas diri dan pemahaman yang salah, maka doa itu tidak berjawab. Dari semua doa dan munajat yang dipanjatkan Iblis kepada Allah SWT, hanya sebuah jawaban yang didengar oleh Iblis bagi doa dan munajatnya, yaitu ketika Iblis bermunajat : "Allah, aku telah berdosa terhadap Engkau dan sorga, aku tidak layak lagi disebutkan golongan-Mu." Allah tampaknya berkenan dengan doa itu, akan tetapi Iblis kemudian menyingkirkan semua kesadarannya yang benar itu, dan kemudian memilih jalannya sendiri.

Cinta Iblis kepada Allah adalah bentuk cinta yang salah, dimana cintanya hanya merupakan bentuk kecintaan diri. Iblis mencintai Allah secara egoistik, sehingga dia tidak mencintai sebagaimana kehendak Allah mencintai. Ketika diperintahkan Allah untuk bersujud kepada Adam, timbul iri dengki dan kesombongannya terhadap manusia. Hal itu disebabkan kecintaannya yang bersifat kecintaan kepada diri sendiri. Manusia diciptakan berpasangan agar menyadari bahwa kecintaannya kepada Allah harus dibangun sesuai dengan kehendak Allah, bukan kecintaan egoistik sebagaimana kecintaan Iblis.

Kepedulian Terhadap Umat


Untuk membangun kecintaan sebagaimana kehendak Allah, seseorang akan menemukan bahwa Allah memberikan kepadanya bekal pada saat menemukan jati dirinya dalam perjalanan kepada Allah.

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَىٰ رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ﴿٢٢﴾

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ﴿٢٣﴾



Dan tatkala ia menghadapkan wajah ke tempat tujuan Madyan ia berdoa : "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang sempurna".
Dan tatkala ia sampai di sumber air Madyan ia menjumpai di sana umat manusia yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai selainnya dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".

Ayat-ayat tersebut mengisahkan Musa ketika menghadapkan wajahnya ke sebuah tempat tujuan di Madyan. Beliau berharap bilamana telah mencapai negeri Madyan, Allah menunjukkan kepadanya jalan kehidupan yang sempurna. Pada saat itu Musa berada dalam kegelapan kehidupan dan berharap menemukan kota Madyan. Ini merupakan ibarat/gambaran seseorang yang berada dalam kegelapan dan berharap mencapai sebuah keadaan terangnya agama. Madyan dapat berarti tempat agama. Apa yang dilakukan oleh Musa pada saat itu menggambarkan sebuah fase ketika seseorang berharap menemukan sebuah keadaan yang terang, dimana Allah menunjukkan jalan kehidupan yang sempurna kepada dirinya.

Musa berjalan menuju Madyan. Di Madyan, beliau dipertemukan sumber air Madyan. Di sumber air itu Musa menjumpai umat manusia dan dua orang wanita. Umat manusia itu memberikan minum ternaknya, sedangkan dua wanita itu menghambat ternaknya.
Ini merupakan gambaran bagi orang yang berjalan menuju Allah dengan arah yang benar. Dirinya akan menemukan sebuah fase tertentu, fase dimana Allah membukakan sumber air pengetahuan kepada dirinya. Sumber pengetahuan itu terkait dengan dua hal lain, yaitu umat manusia yang harus diserunya dan dua orang wanita yang seharusnya menjadi pasangannya. Di fase itu ada tiga hal ditampakkan kepadanya, yaitu 1) mata air pengetahuan, 2)umatnya dan 3)pasangannya.

Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan yang harus digunakannya sebagai bekal untuk kembali kepada Allah. Dengan ketiga hal tersebut seseorang dapat kembali kepada Allah dengan baik. Tanpa memperhatikan dengan baik ketiga hal tersebut, seseorang tidaklah benar-benar akan memperoleh ridla Allah, alih-alih Allah mungkin menimpakan fitnah-Nya.

Mata air pengetahuan itu merupakan sumber ilmu Allah yang diperlukan umat manusia agar dapat memelihara kehidupan sebagai bekal kembali kepada Allah. Kedua wanita itu merupakan pasangan yang akan memberikan pertolongan kepada seorang laki-laki untuk mengalirkan pengetahuan bagi umatnya. Wanita itu adalah kunci agar seseorang dapat mengalirkan ilmu bagi umatnya dan dapat menghadirkan umat dan keadaannya kepadanya. Mata air dan dua wanita itu merupakan dua hal yang menjadi bekal seorang laki-laki untuk beramal bagi umatnya, sedangkan menyeru umat menuju Allah menjadi bekal untuk bertemu Allah. Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan untuk kembali kepada Allah dengan benar, sehingga dapat memperoleh ridha-Nya, tidak melenceng ke arah yang tidak dikehendaki Allah. Menuju Allah harus dilakukan di atas jalan cinta, baik cinta yang khusus kepada istri ataupun cinta kepada umat.

Membangun Baitullah

Pengenalan tiga hal tersebut di atas merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada fase ketika seseorang mencapai tanah haramnya, selain pengenalan terhadap amal, rezeki, ajal dan kesedihan dan kebahagiaan yang ditetapkan baginya. Hal ini harus dilanjutkan dengan membangun baitullah sebagaimana Ismail membangun baitullah di tanah haram. Cinta kepada istri merupakan syarat untuk membangun baitullah dalam hati. Harus terbentuk hubungan yang baik antara suami istri agar terbangun baitullah yang kokoh di dalam hati, bait yang dilakukan dzikir dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya.

Mengenali pasangan wanita adalah mengenali khazanah yang dikandungnya. Setiap wanita membawa khazanah pengetahuan tertentu yang bisa dikenali oleh suaminya, dan akan membawa kesuburan bagi pohon thayyibah suaminya bila mengerjakan khazanah tersebut. Sebaliknya khazanah itu juga akan menumbuhkan rasa mawaddah sifat subur dalam jiwa pasangannya, dan keinginan untuk selalu kembali tidak mudah meminta perceraian. Hal itu terjadi bila akal istrinya juga berkembang.

Jumlah wanita pasangan yang dikenali seorang laki-laki adalah dua bersaudara. Hal ini menunjukkan khazanah aspek jiwa dan aspek raga. Kadangkala pasangan seorang laki-laki hanya satu orang wanita tetapi telah membawa khazanah kedua aspeknya. Tidak sedikit yang harus beristri dua atau lebih membawa khazanah aspek masing-masing. Bila pasangan jiwanya dua wanita, kedua wanita itu akan tampak bersaudara di mata laki-laki, membawa khazanah yang sama dari satu ayah tetapi masing-masing tumbuh lebih menonjol pada salah satu aspek. Musa memilih salah satu dari dua bersaudara, karena Musa memanifestasikan salah satu aspek dari dirinya, yaitu aspek perjalanan jiwa menuju Allah.

Akan tetapi setiap laki-laki harus bertakwa dalam masalah pengenalan ini. Pengenalannya terhadap seorang wanita belum tentu benar dan belum tentu harus terjadi pernikahan. Keberpasangan ini adalah sebuah bekal untuk suatu tujuan, bukan tujuan yang harus terwujud. Mengusahakannya harus sebagaimana mengusahakan bekal, bukan mengusahakan sebuah tujuan. Tidak boleh seseorang mengusahakan pernikahan dengan merusak salah satu atau semua jalan mencapai tujuan. Tujuan pernikahan adalah membina baitullah bagi pasangan tersebut, dan itu perlu diusahakan oleh kedua pihak yang terlibat pernikahan melalui jalan yang ditentukan Allah.

Untuk melihat kebenaran pengenalan itu, secara prinsip sebenarnya wanita itu yang akan datang kepada laki-laki dengan malu-malu setelah memperoleh pengetahuan dari laki-laki. Bisa jadi akan dibuka petunjuk kepada sang wanita, atau bila sang wanita terhijab hatinya petunjuk akan datang kepada wali wanita itu untuk mengusahakan pernikahan. Akan tetapi mungkin juga setiap orang di lingkungan wanita terhijab hatinya. Semua harus bertakwa dalam masalah keberpasangan. Orang-orang di sekitar seorang gadis harus peduli terhadap gadis itu dengan menggali kecenderungannya, karena mungkin pasangan yang sesuai baginya tersembunyi dalam hati karena malu. Mungkin perlu orang yang menjembatani agar seorang gadis dapat memperoleh pasangan laki-laki yang sesuai baginya berdasarkan hatinya.

Petunjuk itu kadangkala datang tanpa sebuah sebab, hanya karena Allah memberikan petunjuk kepada hati wanita yang bersih. Itu adalah petunjuk yang kuat, walaupun petunjuk sejenis itu kadang muncul karena obsesi. Kadangkala petunjuk tidak datang demikian. Seorang wanita tidak boleh langsung menolak laki-laki yang hadir kepadanya, tetapi memperhatikan pengetahuan yang dapat diberikan laki-laki itu kepadanya. Itu akan membuka timbangan bagi jiwanya apakah laki-laki itu orang yang tepat baginya. Wali harus memperhatikan kecenderungan hati wanita, tidak memaksakan keberpasangan baginya. Bila keduanya memperoleh petunjuk, maka petunjuk wanita yang digunakan. Pernikahan harus menghasilkan langkah yang seirama antara suami dan isteri.

Setiap orang harus bertakwa dalam perkara ini. Petunjuk pasangan merupakan modal yang sangat besar dan harus diusahakan dengan sebaik-baiknya. Seorang wanita, juga laki-laki harus diusahakan memperoleh pasangan yang terbaik, tidak asal berpasangan, agar terbentuk bait yang sempurna baginya dimana dilakukan dzikir dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya. Setiap pihak harus mengusahakan yang terbaik dalam perkara ini, mengorbankan semua syahwat dan hawa nafsu untuk menemukan jalan Allah.

Minggu, 13 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (12)

Upaya Syaitan Menyesatkan Pejalan 


Syaitan senantiasa berusaha menyesatkan manusia yang berusaha kembali kepada Allah. Ketika Musa a.s mengajak dan kemudian mendahului bani Israel menuju bukit Thursina untuk bertemu rabb mereka, syaitan menyesatkan bani Israel hingga mereka bersembah kepada tuhan-tuhan palsu berupa patung anak sapi emas. Mereka benar-benar menganggap bahwa patung anak sapi emas tersebut adalah ilah bagi mereka dan juga ilahnya Musa a.s akan tetapi nabi Musa a.s melupakannya. 

فَأَخۡرَجَ لَهُمۡ عِجۡلٗا جَسَدٗا لَّهُۥ خُوَارٞ فَقَالُواْ هَٰذَآ إِلَٰهُكُمۡ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ [ طه:88-88] 

kemudian (Samiri) mengeluarkan untuk mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka (bani israel) berkata: "Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". [Ta Ha:88] 

pada saat itu, bani Israel sedang dalam perjalanan mengikuti jejak Musa a.s untuk bertemu Allah. Musa a.s mendahului kaumnya bertemu rabb-nya agar mendapatkan ridla. Akan tetapi Allah menimpakan fitnah kepada kaumnya ketika Musa a.s mendahului kaumnya. Samiri menyesatkan bani Israel dengan mencampurkan jejak Rasul dengan perhiasan-perhiasan dunia. 

Penyesatan Samiri kepada bani Israel itu dapat dilakukan sedemikian jauh hingga bani Israel menyembah patung anak sapi emas. Mereka menganggap patung anak sapi emas itu sebagai ilah bagi mereka, dan menganggap bahwa patung itu pula ilah yang disembah Musa a.s tetapi Musa a.s melupakannya. 

Harun a.s pada saat itu ada bersama mereka, dan beliau telah memperingatkan bani Israel bahwa mereka telah tertimpa fitnah. Beliau menegaskan kepada bani Israel bahwa rabb mereka adalah Ar-rahmaan. Hendaknya mereka mengikuti Harun a.s dan mentaati urusannya agar mereka mendapatkan jalan untuk kembali beribadah kepada Ar-rahmaan. Tampaknya perkataan Harun a.s yang telah menunjukkan kebenaran tentang ilah, tidak dinilai bani Israel sebagai sesuatu yang kokoh kebenarannya. 

Penyesatan Terhadap Bani Israel 


Peristiwa tersebut tidak terlepas dari perbuatan syaitan terhadap umat manusia. Awal permasalahan yang menimpa bani Israel saat itu adalah ketidaksetiaan bani Israel terhadap nabi Musa a.s yang memimpin mereka berjalan menuju Allah. Bani Israel menyelisihi perjanjian dengan nabi Musa. Bani Israel pada saat itu telah menerima janji Allah, dan mengikat perjanjian dengan nabi Musa a.s akan tetapi kemudian bani Israel menyelisihi perjanjian tersebut. 

Bani Israel tidak merasa menyalahi perjanjian dengan nabi Musa. Mereka merasa bahwa mereka merasakan berat membawa perhiasan-perhiasan dunia milik kaum mereka. Timbul kesukaan mereka terhadap perhiasan-perhiasan itu kemudian Samiri melemparkan penyesatan ke dalam hati mereka. Maka mereka tersesat sejauh-jauhnya bersembah pada patung anak sapi emas tanpa merasa bersalah, bahkan ketika diperingatkan oleh Harun a.s. agar mereka bersembah hanya kepada Ar-rahmaan. 

Ada bentukan yang salah pada akal masyarakat bani Israel. Ini tidak terlepas dari upaya syaitan untuk membengkokkan akal. Terdapat tiga hal yang digunakan syaitan untuk membengkokkan umat manusia, yaitu keburukan-keburukan yang terdapat dalam diri manusia, perbuatan keji dan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. 

إِنَّمَا يَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلۡفَحۡشَآءِ وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ [ البقرة:169-169] 

Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. [Al Baqarah:169] 

Demikianlah yang dilakukan syaitan terhadap bani Israel saat itu. Ketika Musa a.s meninggalkan bani Israel, Samiri mengolah keburukan-keburukan (sayyiah) yang ada pada jiwa bani Israel, kemudian membuat bani Israel menyelisihi perjanjian dengan nabi Musa a.s, hingga mereka mengatakan tentang Allah dengan perkataan yang sangat bodoh yaitu mengatakan bahwa ilahnya Musa a.s sama dengan patung anak sapi emas yang mereka sembah. Itu merupakan wujud nyata upaya syaitan memerintahkan manusia untuk melakukan keburukan-keburukan, perbuatan keji dan mengatakan tentang Allah tanpa pengetahuan, dalam wujud yang ekstrim. Akal mereka demikian rusaknya dalam waktu yang cepat karena mengikuti langkah-langkah syaitan. 

Kerusakan akal yang demikian sangatlah merusak manusia. Ketika menantikan ketetapan Allah atas kerusakan ini, Musa a.s memilih 70 orang di antara kaumnya yang berakal baik bersamanya. Nabi Musa a.s bertanya mengapa Allah tidak membinasakan mereka yang berakal rusak bersama diri Musa a.s sendiri sebelum bani Israel melakukan perbuatan menyembah patung anak sapi emas. Dengan demikian Musa a.s tidak perlu merasa takut orang yang akalnya masih baik akan turut dibinasakan. Musa a.s mengetahui bahwa Allah tidak akan membinasakan orang-orang yang akalnya masih baik karena perbuatan orang yang akalnya rusak, akan tetapi dirinya tetap merasa khawatir mereka yang masih berakal baik akan turut dibinasakan bersama karena perbuatan orang yang berakal rusak. 

وَٱخۡتَارَ مُوسَىٰ قَوۡمَهُۥ سَبۡعِينَ رَجُلٗا لِّمِيقَٰتِنَاۖ فَلَمَّآ أَخَذَتۡهُمُ ٱلرَّجۡفَةُ قَالَ رَبِّ لَوۡ شِئۡتَ أَهۡلَكۡتَهُم مِّن قَبۡلُ وَإِيَّٰيَۖ أَتُهۡلِكُنَا بِمَا فَعَلَ ٱلسُّفَهَآءُ مِنَّآۖ إِنۡ هِيَ إِلَّا فِتۡنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَن تَشَآءُ وَتَهۡدِي مَن تَشَآءُۖ أَنتَ وَلِيُّنَا فَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَاۖ وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلۡغَٰفِرِينَ [ الأعراف:155] 

Dan Musa memilih kaumnya tujuh puluh orang untuk waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: "Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan (cobaan) itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah wali kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya". [Al A'raf:155] 

Seorang nabi mungkin akan berangan-angan Allah membinasakan dirinya dengan gempa ketika umat yang dipimpin rusak akalnya. Tetapi itu tidak akan terjadi. Demikianlah Musa a.s berharap Allah membinasakan dirinya. Tidak banyak peran beliau dalam rusaknya akal umatnya, yaitu hanya mendahului umatnya untuk bertemu rabb-nya. Agak sulit bagi Musa a.s menerima kenyataan bahwa Allah tidak membinasakannya, sehingga ketika Izrail a.s menjemput untuk meninggalkan dunia dengan baik, beliau  a.s menghantam wajah malaikat mulia itu dengan keras. Izrail merupakan pemimpin tertinggi para malaikat maut yang menjemput ruh orang-orang mulia saja. Tidak seorangpun mengetahui bagaimana nabi Musa a.s meninggal dan dimakamkan.

Kerusakan akal bani Israel sangatlah besar sedemikian peringatan Harun a.s tidak terlihat sebagai sebuah kebenaran yang kokoh. Nabi Harun a.s benar-benar memperingatkan dengan pengetahuan yang benar tentang Allah, bahwa Allah yang harus mereka sembah adalah Ar-rahmaan. Bagi akal yang rusak, peringatan Harun a.s dengan pengetahuan yang benar tidak mempunyai makna yang kokoh dan hanya mempercayai apa yang bisa ditampakkan oleh Musa a.s, padahal apa yang akan ditampakkan Musa a.s bagi mereka adalah hukuman yang keras dari Allah. 

Langkah pertama yang harus dilakukan  untuk kembali adalah memahami kebenaran, sebuah jihad besar bagi orang yang akalnya rusak. Sebuah kebenaran tidak boleh didustakan atau dianggap remeh, karena pendustaan itu akan menutup langkah berikutnya atau bahkan mengundang azab, sebagaimana bani Israel menganggap remeh perkataan Harun a.s tentang Ar-rahmaan menyebabkan bani Israel mendapatkan hukuman. Bani Israel lebih mengharapkan apa yang akan dikatakan Musa a.s bagi mereka daripada peringatan Harun a.s tentang Ar-rahmaan, padahal apa yang dilakukan Musa a.s adalah menurunkan hukuman bagi mereka. Kedua hal itu adalah kebenaran yang sama bagi sikap yang berbeda. Langkah berikutnya untuk kembali dari akal yang rusak itu adalah mengikuti orang dengan pengetahuan yang benar tentang Allah, dan mentaati urusan orang tersebut 

Peristiwa penyembahan patung anak sapi emas oleh bani Israel merupakan contoh penyesatan syaitan terhadap umat manusia dalam skala besar dan intensif. Barangkali syaitan tidak lagi melakukan penyesatan sedemikian massif dan intensif, akan tetapi syaitan tidak pernah berhenti untuk menyesatkan manusia dengan semua cara-cara yang bisa dilakukannya. Manusia memiliki keburukan-keburukan dalam jiwanya yang dapat diolah syaitan. Demikian pula syaitan masih mempunyai celah sangat besar untuk menggoda hati manusia dengan kekejian yang dijadikan indah dalam pandangan manusia. Barangkali manusia berpikir bahwa perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan telah musnah tak akan muncul lagi, tetapi sebenarnya kesempatan itu masih sangat terbuka karena kebodohan masih selalu ada di antara manusia. 

Penyesatan Pada Masyarakat Umum 


Setiap orang harus bersikap setia terhadap setiap perjanjian yang telah diikat di jalan Allah. Ketidaksetiaan pada perjanjian yang diikat dijalan Allah merupakan kekejian. Pernikahan merupakan perjanjian tertinggi jenis tersebut. Setiap istri harus berusaha dengan sungguh-sungguh mencari urusan Allah melalui suaminya, sebagaimana Asiyah mencari urusan Allah melalui Fir’aun. Tidak ada alasan sedikitpun bagi seorang istri untuk meninggalkan suaminya tersia-siakan untuk mencari urusan Allah melalui laki-laki lain. Demikian pula setiap suami harus selalu berusaha menemukan urusan Allah melalui istri-istrinya, tidak mengumbar kasih dan perhatiannya terhadap sembarang wanita tanpa melakukan ikatan pernikahan, sedangkan istrinya mungkin tersingkirkan dari perhatiannya. Pernikahan adalah mitsaqan ghalidza yang sangat kuat antara hamba dalam pandangan Allah. 

Perbuatan keji di dalam rumah tangga pada dasarnya sama dengan perbuatan keji bani Israel menyelisihi perjanjian dengan nabi Musa a.s. Pernikahan adalah sebuah mitsaqan ghalidza yang bahkan setara dengan perjanjian antara nabi dengan Allah. Melakukan perbuatan keji di dalam rumah tangga akan berakibat sama dengan perbuatan keji bani Israel. Akal seseorang akan bengkok bila melakukan perbuatan keji. 

Akal seseorang akan bengkok atau rusak bilamana menganggap biasa untuk melakukan perbuatan keji. Seorang laki-laki akan menjadi perpanjangan tangan syaitan untuk merusak umat manusia bila tidak merasa bersalah dalam melakukan perbuatan keji. Hendaknya setiap orang kembali mengingat Allah dan memohon ampunan bila jatuh terlibat dalam kekejian. Setiap orang harus berusaha berhenti dari kekejian, dan berusaha memperoleh pengetahuan dari kesalahannya terlibat kekejian. Pengetahuan ini penting karena seorang laki-laki diberi kemampuan untuk memahami kehendak Allah, berbeda dengan penciptaan perempuan dengan kemampuan sebagai ahli surga. 

Seorang perempuan mungkin akan merasa menemukan surga ketika terlibat dalam jalinan perasaan yang keji dengan laki-laki lain. Itu adalah tipuan syaitan untuk merusak akalnya. Bagi laki-laki beriman, wujud akal istrinya adalah sifat mawaddah, subur dan keinginan kembali kepada suami. Seorang suami adalah jalan bagi seorang perempuan untuk menemukan urusan Allah, dan memperoleh surga. Sifat ahli surga harus tumbuh hanya bagi suaminya. Akal perempuan harus menemukan urusannya dalam diri suaminya, sedangkan syaitan membelokkan akalnya untuk menemukan urusannya pada laki-laki lain. 

Kadangkala seorang wanita dapat menemukan penglihatan tentang surga ketika terlibat jalinan perasaan intensif yang keji dengan laki-laki lain. Bila surga itu bukan surga bersama suaminya tetapi milik laki-laki lain, itu adalah tipuan syaitan. Syaitan lah yang mengipaskan intensitas perasaan itu, untuk membuat tiruan jalan menuju surganya yang seharusnya dibangun bersama suami. Ini hampir setara dengan pembengkokan syaitan terhadap akal laki-laki bani Israel hingga mengatakan bahwa patung sapi emas adalah ilah bagi mereka, dan juga ilahnya Musa a.s. 

Ketika seorang istri merasa menemukan surga melalui laki-laki lain, maka hal sebaliknya yang akan terlihat oleh suaminya. Suaminya akan melihat istrinya yang demikian sebagai ahli neraka. Kadangkala Allah memberikan percikan gadlab-Nya dalam hati suaminya, sehingga rasa murka membara. Bila suaminya orang yang kembali kepada Allah, rasa murka itu mungkin dapat teratasi dengan pemaafan, tetapi akan sulit bagi yang tidak benar-benar ingin kembali kepada Allah. Hal ini tidak akan tertutupi walaupun terlihat kebaikan ibadah-ibadah istri tersebut kepada Allah. Dalam hal ini, apa yang dilihat oleh suaminya lah yang sebenarnya terjadi. Rasulullah SAW memberikan perintah kepada setiap wanita untuk memperhatikan kedudukannya di mata suaminya, karena pandangan mata suaminya itu yang merupakan surga atau neraka bagi wanita. 

Kerusakan akal pada seorang perempuan akan berimbas pada keluarganya, dan umat suaminya. Seorang perempuan akan mengalami kesulitan untuk memahami suaminya bila akalnya rusak. Sifat mawaddah, subur dan kembali kepada suaminya hilang, karena itu merupakan bentuk akal seorang isteri. Kadang intensitas perusakan akal itu sangat tinggi sehingga seorang wanita merasa sangat kepayahan dan kesulitan ketika berusaha keras kembali kepada suaminya. Seorang suami akan kehilangan penolong yang menghadirkan urusan dunianya dan kehilangan media untuk menumbuhkan pohon thayyibahnya. Seorang nabi bisa dianggap hanya sebagai orang kecil oleh masyarakatnya bila ia ditinggalkan istrinya, sebagaimana Nuh a.s dan Luth a.s. Ilmunya hanya dipahami oleh dirinya sendiri. Bukan hanya sang nabi yang dirugikan, tetapi umat sang nabi juga dirugikan. Nilai kerusakan akal itu sama bagi laki-laki dan perempuan, seperti kebinasaan bagi bani Israel sama seperti kebinasaan sodom atau kaum Nuh.

Jumat, 11 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (11)

Upaya Syaitan Menyesatkan Manusia 


Allah menyeru manusia untuk kembali kepada-Nya. Sebagian manusia memenuhi panggilan itu dan berusaha bersungguh-sungguh dengan menjalani kehidupan untuk kembali kepada-Nya dengan benar. Terdapat sangat banyak tipuan bagi setiap manusia dalam perjalanan untuk kembali dengan benar kepada Allah. Tipuan itu diperbuat oleh syaitan untuk membengkokkan jalan seorang manusia dengan cara membengkokkan akalnya. 

Syaitan sangatlah pandai menipu. Mereka menipu manusia dimanapun mereka berada bahkan hingga manusia yang berada di shirat al mustaqim. Adam a.s ditipu oleh syaitan ketika berada di surga, dengan tipuan berdasarkan jati dirinya sendiri. Sangat penting bagi setiap manusia untuk benar-benar mencapai akhlak mulia yang mempunyai akal yang lurus dan kuat. Tanpa akal yang lurus dan kuat, syaitan akan mudah menipu manusia. 



فَوَسۡوَسَ إِلَيۡهِ ٱلشَّيۡطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلۡ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلۡخُلۡدِ وَمُلۡكٖ لَّا يَبۡلَىٰ [ طه:120] 

Kemudian syaitan membisikkan kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" [Ta Ha:120] 

Syaitan menipu Adam a.s dengan pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa. Dalam pandangan orang kebanyakan, mungkin tidak ada yang tampak salah dalam tipuan iblis tersebut. Pohon khuldi tersebut adalah pohon thayyibah bagi Adam a.s kelak di surga, sedangkan kerajaan yang tidak akan binasa itu merupakan manifestasi pohon khuldi yang terlahir melalui kebersamaannya dengan Hawa. Syaitan hanya menunjukkan jati diri dan wujud yang akan terlahirkan dari jati dirinya kepada Adam. Iblis tidak berbuat lebih dari menunjukkan pohon itu, dan kemudian Adam dan Hawa memakan buahnya. 

Hal ini sebenarnya terkait dengan penjelasan tentang kualitas diri Adam, dan Allah menunjukkan peristiwa itu kepada manusia agar menjadi pengingat. Adam yang diciptakan dan hidup di surga sebenarnya memang harus turun ke dunia agar tumbuh di dalam diri Adam suatu azimah yang kuat untuk kembali kepada Allah. Azimah yang kuat itu merupakan pendukung kemuliaan akhlak. Adam harus lebih mengenal Allah, karenanya beliau harus turun ke bumi untuk mengenal Allah dengan azimah sebagai sumber segala kebaikan bagi seluruh makhluk. Azimah diharapkan tumbuh bila dia mengetahui keadaan dirinya dan mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. 

Membangun Azimah 


Di bumi, manusia berada dalam kegelapan namun diberi sarana pada jiwanya untuk mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Manusia dapat menghadapkan wajahnya kepada Allah untuk memberinya petunjuk, dan dapat menghadapkan wajahnya ke bumi. Ketika menghadapkan wajahnya ke bumi, sebagian manusia tergelincir dalam syahwat dan hawa nafsu yang membuat dirinya melekat dan tenggelam di bumi, sebagian melihat kebenaran di balik kegelapan material. Bila seseorang terus mencari kebenaran di bumi dan sering menghadapkan wajahnya kepada Allah, akan tumbuh keinginannya untuk mengenal dan memperkenalkan sang Sumber Cahaya kepada makhluk yang berada dalam kegelapan. Keinginan untuk lebih mengenal-Nya dan memperkenalkan-Nya itu adalah bibit azimah yang harus ditumbuhkan manusia di bumi. 

Mengenal Allah merupakan tujuan yang hakiki. Mengenal Allah dengan benar itu diberi segel berupa pengenalan kepada rasulullah SAW. Allah merupakan Zat yang tidak tidak dapat dikenal oleh makhluk, tetapi berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya hingga alam mulkiyah yang dihuni oleh binatang dan benda-benda material. Untuk itu Dia mengutus seorang rasul dari alam material. Rasul itu adalah rasulullah SAW. Beliau menjadi transformator bagi makhluk untuk mengenal Allah dengan benar. Mengenal hakikat rasulullah SAW merupakan sebuah segel pengenalan seorang makhluk kepada Allah. 

Lebih lanjut Allah memberikan sebuah pertanda di dalam jiwa bahwa seseorang mengenal rabb-nya. Pertanda itu adalah mengenal fitrah dirinya. terdapat empat hal yang melekat dalam fitrah diri seseorang yang ditetapkan ketika jasadnya telah terbentuk pada usia 120 hari, yaitu amalnya, rezekinya, ajalnya, dan kesedihan serta kebahagiaannya. Ke-empat hal tersebut merupakan bagian dari pohon thayyibah dirinya. Pengenalan terhadap fitrah diri ini merupakan awal dari agama. 

Adam harus turun ke bumi untuk mengenal Allah. Mengenal Allah adalah tujuan penciptaan manusia. Pengenalan diri Adam bukanlah sebuah tujuan akhir penciptaannya, dan syaitan dapat menjatuhkannya berdasarkan pengenalan dirinya. Jembatan yang menghubungkan antara pengenalan diri dan pengenalan kepada Allah adalah azimah yang tumbuh di dalam jiwa seorang manusia. Azimah itu dapat diperoleh seseorang dalam kehidupannya di bumi, tidak di kehidupan yang lain, dan Azimah itu merupakan tanda kokoh dan lurusnya akal seorang manusia. 

Jati Diri Sebagai Pertanda 


Masalah jati diri harus disikapi dengan tepat sesuai dengan petunjuk dalam kitabullah dan sunnah nabi. Hal ini merupakan pisau bermata dua, senjata yang dapat mengiris pemiliknya sendiri. Mengenal jati diri dijadikan sebuah pertanda antara benarnya perjalanan seseorang menuju Allah, akan tetapi syaitan juga menyesatkan seseorang dengan jati dirinya sendiri. Manusia tidak boleh menjadikan pengenalan jati diri ini sebagai tujuan. Tujuan terakhir manusia adalah mengenal Allah. 

Jati diri manusia merupakan pertanda bagi benarnya perjalanan seseorang di tingkat jasadiah. Amal, rezeki, ajal dan kesedihan dan kebahagiaan dituliskan bagi jasad seseorang ketika berada dalam perut ibunya pada usia 120 hari. Iblis yang memimpin para syaitan mengetahui jati diri manusia yang dilahirkan ke bumi, karena jati diri manusia dicatatkan bagi jasadiahnya. Dengan pengetahuannya, Iblis dengan senang hati akan menunjukkan manusia kepada jati dirinya, akan tetapi dengan maksud agar melanggar perintah Allah. Tidak semua manusia akan ditunjukkan syaitan kepada pohon dirinya, tetapi hanya manusia yang memiliki karakter ahli surga. Itulah yang diperingatkan Allah dalam kisah tergelincirnya Adam dari surga. 
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

 

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643).

Manusia diciptakan untuk mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Untuk itu manusia diciptakan berdasarkan suatu nafs wahidah. Nafs wahidah itulah entitas yang dapat mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Iblis dahulu sering bertemu dengan tuhannya, akan tetapi Iblis tidak mengenal Zat Maha Mulia yang pernah bertemu dengan dirinya. Pernah bertemu itu tidak berarti seseorang mengenal. Sebenarnya para malaikatpun tidak terlalu mengenal-Nya. Manusia merupakan makhluk yang paling mampu untuk mengenal Dia, karenanya para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada manusia ketika ditiupkan nafakh ruh kepada Adam. 

Untuk pengenalan terhadap Ar-rahmaan Ar-rahiim itulah setiap manusia diciptakan berpasangan pada tingkatan jiwanya. Dari setiap satu nafs wahidah, diciptakan turunan nafs yang dijadikan sebagai nafs pasangannya. Nafs wahidah itu adalah nafs laki-laki dan nafs yang diciptakan darinya merupakan nafs perempuan yang seharusnya menjadi pasangannya. Pengenalan seseorang terhadap pasangannya merupakan penanda yang lebih tinggi daripada pengenalan seseorang terhadap jati dirinya. Pengenalan terhadap pasangan itu berada pada tingkat nafs wahidah, sedangkan pengenalan jati diri berada pada tingkat jasadiah. 

Melampaui Jati Diri 


Seseorang yang mengenal jatidirinya tidak boleh berhenti pada amal-amal yang harus dilakukan. Dirinya harus melanjutkan perjalanan menuju Ar-rahmaan Ar-rahiim dengan membangun baitullah dalam dirinya. Harus terbentuk sebuah bait yang Allah ijinkan di dalamnya untuk ditinggikan nama-Nya. Membangun bait itu adalah dengan membangun sakinah di antara suami dan istri. Dengan bait itulah sepasang manusia dapat mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Pengenalan terhadap pasangan merupakan pertanda yang lebih tinggi daripada pengenalan terhadap jati diri, karena menunjukkan kedekatan yang lebih terhadap pengenalan Ar-rahmaan Ar-rahiim. 

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ [ النّور:36-36] 

Di rumah-rumah yang telah diijinkan Allah untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36] 

Orang yang mengenal jati dirinya masih dapat disesatkan jalannya untuk mengenal Allah, sedangkan orang yang membangun kasih sayang lebih sulit untuk disesatkan. Karena itulah syaitan akan menunjukkan kepada orang tertentu jati dirinya, tetapi merusak semua ikatan suami isteri orang-orang yang baik. Syaitan telah mengendus aspek keberpasangan manusia itu sejak penciptaan Adam dan Hawa, tetapi pengetahuannya tentang hal itu masih samar-samar. Agak sulit, atau mungkin syaitan tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap keberpasangan manusia yang demikian. 

Keberpasangan tersebut merupakan media untuk menumbuhkan azimah. Isteri merupakan pembawa khazanah mulkiyah bagi suaminya, tetapi tidak diberi akal yang cukup kuat untuk memahami kehendak Allah. Suami diberi akal yang kuat untuk memahami kehendak Allah dan membimbing istrinya menuju surga. Sebenarnya bukan hanya istri yang dibimbing, tetapi seluruh khazanah yang dibawa istri juga akan memperoleh bimbingannya, selama istri tidak memisahkan diri atau terpisahkan dari suaminya. Syaitan akan berusaha sangat keras untuk memisahkan pasangan suami istri untuk memutuskan mengalirnya khazanah pengetahuan Ar-rahman Ar-rahim kepada alam mulkiyah. Itu merupakan sunnah yang diajarkan oleh rasulullah SAW.

Kamis, 10 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (10)


Menjawab Seruan Allah 


Allah berkehendak memberikan kepada manusia kesenangan-kesenangan (mata’) dari sisi-Nya, kesenangan yang lebih baik dari kesenangan di alam dunia. Di antara langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh kesenangan dari sisi-Nya adalah menjawab seruan Allah, mendirikan shalat, memusyawarahkan amr Allah di antara mereka dan menafkahkan rezeki yang diberikan kepada mereka. 

وَٱلَّذِينَ ٱسۡتَجَابُواْ لِرَبِّهِمۡ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمۡرُهُمۡ شُورَىٰ بَيۡنَهُمۡ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ [ الشورى:38] 

Dan (bagi) orang-orang yang menjawab seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. [Ash-Shura:38] 

Allah melalui rasulullah SAW menyeru manusia untuk kembali kepada Allah. Sebagian orang mengikuti seruan itu, sebagian berusaha mengikuti namun dengan pemahaman yang salah dan sebagian besar manusia tidak mempunyai gambaran apa yang dimaksud sebagai seruan tersebut. 

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ [ يوسف:108] 

Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [Yusuf:108] 

Rasulullah SAW bersama orang-orang yang mengikuti beliau akan menyeru manusia kembali kepada Allah. Menyeru adalah sebuah keniscayaan bagi pengikut rasulullah SAW, sebagai manifestasi dari keadaan diri mereka yang berada dalam kecintaan kepada Allah. Mereka mengetahui bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan, dan kebaikan hanya akan keluar dari orang-orang yang berusaha kembali kepada Allah. 

Perjalanan Kepada Allah 


Setiap orang harus menempuh perjalanan panjang kembali kepada Allah. Ada bagian perjalanan yang harus diusahakan oleh setiap manusia, dan sebagian (besarnya) merupakan hadiah dari Allah kepada hamba_di dunia yang dikehendaki-Nya. Bentuk perjalanan kembali kepada Allah mungkin tidak terpahami bagi sebagian manusia. Sebenarnya rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana seseorang kembali kepada Allah ketika beliau mi’raj bertemu dengan rabb-nya. Demikian pula orang-orang yang mengikuti beliau SAW melakukan perjalanan menuju Allah, baik tercapai ketika di dunia maupun harus ditunda untuk bertemu kelak di makhsyar. 

Bila manusia mengusahakan sendiri perjalanannya menuju Allah, perjalanan itu adalah perjalanan paling panjang terbentang sejak dari penciptaan dirinya hingga nanti bertemu rabb-nya di alam makhsyar. Itu adalah perjalanan ribuan tahun dengan beban perjalanan yang sangat berat. Sebagian manusia berharap agar Allah memperjalankan mereka. Rasulullah SAW diperjalankan Allah untuk bertemu wajah-Nya ketika mi’raj di ufuk yang tertinggi. Para pengikut beliau yang benar juga akan diperjalankan untuk bertemu dengan rabb-nya. Sebagian manusia dapat mencapainya ketika masih hidup di dunia, dan sebagian besar perlu waktu hingga kelak di alam makhsyar. Sebagian orang mencapainya dalam waktu yang lebih singkat daripada orang lain. 

Mengusahakan Perjalanan Kembali Kepada Allah 


Bagian yang harus diusahakan manusia itu adalah akhlak mulia. Setiap orang harus berusaha untuk mencapai akhlak mulia. Bilamana Allah berkenan, Allah akan memberikan kepadanya kemudahan dalam menempuh perjalanan kembali kepada Allah. Tanpa berusaha untuk memperoleh akhlak mulia, Allah tidak akan memberikan kemudahan baginya dalam menempuh perjalanannya. 

Di antara tanda terbangunnya akhlak mulia adalah terbangunnya baitullah di dalam hati. Membangun baitullah di dalam hati merupakan tugas bagi setiap manusia, sehingga seseorang dapat beribadah kepada Allah dengan sebenarnya dengan jiwanya, tidak hanya ibadah dalam bentuk-bentuk luar saja. Ketika seseorang berhasil mendirikan baitullah dalam hatinya, bila Allah berkenan maka Allah akan memperjalankan orang tersebut untuk isra’ dan mi’raj hingga perjalanannya menuju Allah tercapai. Kelak di alam makhsyar, ia tidak termasuk dalam kelompok orang-orang yang kesulitan untuk hadir di hadapan Allah, sementara kehidupan di alam makhsyar sangatlah panjang dan berat selama 50 ribu tahun. 

Membangun baitullah dicontohkan oleh nabi Ibrahim a.s dan Ismail dalam wujud fisik bangunan ka’bah di kota suci makkah. Baitullah itu dibangun di atas tanah suci al-haram. Itu adalah sebuah monumen yang berfungsi mengingatkan kepada manusia agar membangun baitullah dalam hatinya. Bait dalam hati itu adalah baitullah yang sebenarnya. Sebagaimana Ismail a.s membangun kakbah di tanah suci, setiap manusia harus menemukan tanah suci yang diperuntukkan baginya untuk mendirikan baitullah. 

أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا ءَامِنٗا وَيُتَخَطَّفُ ٱلنَّاسُ مِنۡ حَوۡلِهِمۡۚ حَوۡلِهِمۡۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَكۡفُرُونَ [ العنكبوت:67] 

Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah? [Al 'Ankabut:67] 

Ayat ini harus dibaca bersama dengan beberapa ayat sebelumnya agar dapat memahami penjelasannya. Tanah suci al-haram pada ayat di atas menunjuk kepada sebuah daratan yang ditemukan oleh seseorang setelah dirinya menempuh perjalanan dalam kapal di lautan. Daratan dan lautan itu merupakan permisalan perjalanan manusia menuju Allah. Lautan adalah wujud-wujud duniawi dimana manusia dapat tenggelam di dalamnya bila tidak menaiki kapal, sedangkan daratan adalah wujud-wujud kehidupan yang lebih hakiki. 

Ketika seseorang berjalan kembali kepada Allah, dia memulainya dari alam dunia yang dapat menenggelamkannya. Ia harus mempunyai kapal untuk berlayar. Kapal untuk mengarungi dunia adalah berupa syariat rasulullah SAW agar yang membuat manusia tidak tenggelam dalam kehidupan dunia, dan dapat menemukan bentuk kehidupan yang lebih hakiki. Ketika dirinya mengenal bentuk kehidupan yang hakiki, ia telah menemukan daratan. 

Daratan yang ditemukan itu adalah tanah haram yang diberikan Allah kepada seseorang. Tanah haram itu adalah penemuan fitrah diri, dimana seseorang akan mengenal bentuk kehidupan yang seharusnya dilaksanakan, bentuk kehidupan yang lebih hakiki. Orang yang sampai kepada tanah haramnya akan mengenal fitrah dirinya berupa amal shalih yang harus dilaksanakan, rezeki yang ditetapkan baginya, bagaimana seharusnya dirinya mencapai husnul khatimah pada ajalnya, serta mengenal kesedihan dan kegembiraan yang harus dilaluinya dalam kehidupan. Di atas fitrah diri itu seseorang harus membangun baitullah. 

Ketika  menemukan tanah haramnya, sebagian orang bersyukur dengan melanjutkan membangun baitullah dalam dirinya, melanjutkan perjalanan menuju Allah. Namun tidak sedikit orang yang kemudian terjebak kembali ke dalam kebathilan-kebathilan. Bentuk kebathilan itu berupa menjalani fitrah diri untuk tujuan-tujuan duniawi, terlupa bahwa dirinya harus melanjutkan perjalanan untuk kembali kepada Allah dengan membangun baitullah dalam dirinya. Mereka akan terlihat sukses di dunia dalam bidang masing-masing karena menemukan hal yang dimudahkan, akan tetapi perjalanan mereka sebenarnya berbalik kembali menuju kepada dunia. 

Penolong dalam Perjalanan 


Baitullah dalam hati harus dibangun dengan membina diri hingga akhlaknya bersesuaian dengan jati diri yang dikehendaki Allah. Seringkali seseorang perlu berjuang keras dalam waktu lama untuk membina diri sesuai dengan fitrah dirinya. Ketika mengenal fitrah diri, seseorang kadang terkaget melihat kenyataan diri yang sangat berbeda dengan ketetapan yang digariskan baginya. Amal shalih yang ditetapkan kadang-kadang terlihat sangat jauh dari keadaan dan kemampuan dirinya. Untuk hal itu Allah memberikan penolong kepada manusia. 

Walaupun keadaannya berbeda dari yang digariskan, tidak berarti seseorang dapat keluar dari  keadaan yang tercatat di lauh al-mahfudz. Dirinya hanya berada pada garis kehidupan yang tidak menjadi kehendak Allah sebagai shirat al-mustaqim. Dirinya harus berusaha mengarahkan kehidupannya menuju shirat al-mustaqim. Usaha itu harus dilakukan dengan membangun baitullah dalam dirinya pada  tanah haramnya, yaitu fitrah dirinya.

Bagian besar lain dari fitrah diri adalah mengenali pasangan yang diciptakan dari jiwanya sendiri. Seringkali itu adalah istrinya sendiri, walaupun tidak mustahil berupa wanita lain. Dari setiap jiwa seorang laki-laki, diciptakan darinya jiwa seorang perempuan yang seharusnya menjadi istrinya. Istri yang demikian adalah ladang suci bagi pohon thayyibah jiwanya, yang setara dengan tanah suci untuk mendirikan baitullah dalam hatinya. Ayat di bawah ini saling terkait dengan ayat tentang tanah suci di atas, dengan disebutkannya kalimat : Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?". Kedua ayat berbicara tentang hal yang sama yaitu nikmat Allah dan kebathilan. 

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ [ النحل:72] 

Allah menjadikan bagi kamu dari jiwa kalian isteri-isteri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?" [An Nahl:72] 

Terkait fitrah diri, seorang istri akan mendatangkan kepada laki-laki hal-hal terkait fitrah dirinya. Rezeki yang dijanjikan akan mendatangi seorang laki-laki bila menikah dengan pasangannya dan terbentuk hubungan thayyibah di antara keduanya. Bila tidak menikah atau tidak terbentuk hubungan thayyibah, saluran rezeki itu tidak terbentuk dengan baik. Demikian pula amal-amal shalih yang ditentukan baginya akan terlahirkan bila menikah dengan pasangan yang ditentukan. Dalam peristiwa tenggelamnya kan’an putra nuh a.s, anak disebut sebagai amal yang tidak shalih. Pada ayat di atas, disebutkan juga tentang anak-anak yang juga merupakan ungkapan kelahiran amal-amal shalih. 

Dengan perempuan pasangannya itulah seseorang harus menikah dan melaksanakan ketetapan yang ditentukan sebagai fitrah dirinya. Wanita tersebut adalah ladang bagi pohon thayyibah jiwanya dan tanah haram tempat mendirikan baitullah dalam hatinya. Dengan perempuan tersebut akan terbentuk bait yang diijinkan Allah untuk meninggikan nama-Nya. Tanpa menikah dan membangun rumah tangga dengan perempuan tersebut, seorang laki-laki yang mengenal fitrah dirinya tidak tumbuh dengan baik, bagaikan pohon yang dibonsai. Akan sulit membangun baitullah dalam hati karena tidak ada lahan untuk membangunnya. Terkait dengan hal ini, rasulullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat : “tanpa Khadijah, aku tidak akan menjadi nabi”. 

Jumat, 04 September 2020

Bertakwa Dalam Mencari Kebenaran

Manusia diciptakan di alam dunia yang merupakan alam yang paling jauh dari sumber cahaya kebenaran. Segala sesuatu bercampur di dalamnya antara kebenaran dan kebathilan. Bahkan bisa jadi sesuatu di dunia ini yang tampak di mata manusia sebagai sebuah perbuatan ahli surga sebenarnya merupakan amal yang mengantarkan menuju neraka, dan sesuatu yang tampak di mata manusia sebagai perbuatan ahli neraka, tetapi sebenarnya hal itu mengantarkan orang yang berbuat untuk menjadi ahli surga. Hal itu merupakan wujud kesamaran yang dapat terjadi di dunia. 

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا 

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643). 

Kadang manusia menganggap amal yang dilakukannya akan menjadi sarana ke surga, padahal Allah tidak menghendaki pekerjaannya demikian. Misalnya seorang wanita yang banyak berbuat kebaikan bagi masyarakat, akan tetapi dirinya meninggalkan suami dan anak-anaknya tersia-sia batinnya di rumah. Itu bukanlah amal menuju surga. Bilamana ada laki-laki lain yang menjadi tujuannya ketika beramal, itu adalah jalan menuju neraka. Itu adalah misal perbuatan yang tampak sebagai amal ahli surga tetapi sebenarnya merupakan amal menuju neraka. Itu hanya contoh untuk memudahkan memahami, karena rumah tangga merupakan indikator yang paling jelas dan baik untuk agama. Banyak bentuk amal lain yang hakikatnya demikian.
 

Pentingnya Ketakwaan 

Rasulullah SAW menerangkan empat hal yang dapat dijadikan parameter benarnya perjalanan seseorang, yaitu rezeki, amal, ajal dan musibah dan kebahagiaannya. Orang yang memperoleh pengetahuan tentang parameter-parameter tersebut bagi dirinya mengindikasikan perjalanannya benar. Akan tetapi setiap orang harus berhati-hati bahwa mungkin saja pengetahuan yang diperolehnya keliru. Parameter-parameter kebenaran itu harus dibaca dengan hati-hati penuh ketakwaan dengan memohon perlindungan kepada Allah dari penyesatan syaitan. Syaitan selalu berusaha memperoleh tempat untuk menguasai setiap manusia. Syaitan telah bersumpah bahwa dirinya akan benar-benar duduk di shiratal mustaqim bagi manusia. 

قَالَ فَبِمَآ أَغۡوَيۡتَنِي لَأَقۡعُدَنَّ لَهُمۡ صِرَٰطَكَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ [ الأعراف:16-16] 

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan duduk bagi mereka pada jalan Engkau yang lurus, [Al A'raf:16] 

Ayat tersebut menjelaskan sumpah iblis untuk duduk bagi manusia di shirat al-mustaqim. Seseorang yang mengenal shirat al mustaqim tetaplah menjadi sasaran penyesatan oleh Iblis. Demikian pula terkait dengan pencarian keempat parameter benarnya perjalanan yang diterangkan rasulullah SAW. 

Demikian pula setiap penanda perjalanan yang diperoleh sebelum mengenal keempat parameter tersebut harus dibaca dengan hati-hati. Sekalipun misalnya seseorang telah mengenal ke-empat parameter tersebut secara jelas, ia harus tetap berhati-hati bahwa syaitan akan berusaha membengkokkan jalannya. Ke-empat parameter tersebut sebenarnya merupakan satu kesatuan. Amal yang harus dikerjakan merupakan sumber rezeki bagi dirinya. Kesedihan dan kebahagiaan merupakan satu kesatuan dengan segenap amalnya dan rezekinya. Ajal yang ditentukan Allah baginya sebagai penanda husnul khatimah perjalanannya, yang sangat terkait dengan upaya pelaksanaan amalnya dan parameter lainnya. Seseorang tidak dapat benar-benar memperoleh husnul khatimah tanpa melaksanakan amal yang ditentukan baginya. Mundur dari pelaksanaan amal itu merupakan kemurtadan. 

Setiap orang dituntut berada dalam kesetimbangan. Setiap orang harus berusaha memperoleh petunjuk, tetapi juga harus berhati-hati terhadap tipuan. Setiap orang harus berusaha mengamalkan kebenaran yang diperolehnya, akan tetapi juga harus membaca dengan teliti bahwa itu benar kehendak Allah. Itu adalah sikap dalam ketakwaan. Hal itu harus dilakukan setiap saat, baik sebelum memperoleh pengetahuan tentang parameter kebenaran dirinya, hingga ketika menempuh shirat al mustaqim. 

Ketaqwaan Dalam Setengah Bagian Agama 


Keempat parameter ini merupakan indikator kepahaman seseorang terhadap agamanya. Di jaman modern ini, sangat sedikit orang yang benar-benar mengerti tentang agamanya, bila diukur sesuai dengan parameter-parameter tersebut. Akan tetapi agama tidak akan pernah hilang dari permukaan bumi. Untuk memudahkan manusia, rasulullah SAW memberikan penjelasan, bahwa setengah bagian dari agama. Itu adalah sebuah penjelasan yang singkat tentang realitas kebenaran yang sangat besar. 

Dalam memilih pasangan menikah misalnya, itu menjadi cermin bagaimana seseorang bersikap dalam memilih jalan kehidupannya. Seseorang dapat memperoleh jodoh melalui berbagai cara. Sebagian besar manusia memilih pasangannya berdasarkan pertimbangan kecantikan, harta, kehormatan atau pertimbangan-pertimbangan baiknya agama. Sebagian orang memperoleh petunjuk Allah tentang pasangannya secara pasti dan kuat, dan sebagian memperoleh petunjuk Allah tetapi petunjuk itu berganti-ganti. Hal itu menjelaskan keadaan masing-masing dan tidak ada yang salah dalam seluruh metode itu. Semua harus disikapi dengan ketakwaan. 

Bila Allah memberikan petunjuk secara pasti tidak berganti-ganti, disukai atau tidak disukai, mungkin seseorang dikehendaki untuk mencapai agama secara kokoh. Tetapi petunjuk itu bisa juga mencerminkan hati yang sangat terobsesi dengan calon pasangan. Bila hati seseorang masih bergoyang antara mencari kebenaran dan kecintaan ragawi, petunjuk itu akan datang berganti-ganti. Bila seseorang mengandalkan dirinya sepenuhnya tanpa menginginkan petunjuk Allah, dirinya akan berkutat dengan pertimbangan sendiri tanpa memperoleh petunjuk. Akan tetapi boleh jadi dengan cara itu Allah menuntut agar dirinya menggunakan seluruh potensinya untuk mencari petunjuk Allah. Semua cara itu menunjukkan keadaannya dalam beragama, yang harus disikapi dengan takwa membaca kehendak Allah. 

Setiap orang harus bertakwa dalam setiap langkah yang ditempuh. Sekalipun petunjuk yang diterimanya itu pasti tidak berganti-ganti, boleh jadi pasangan yang ditunjukkan itu tidak menerima petunjuk yang sama, atau pasangannya itu malah sebenarnya jodoh orang lain, atau lebih memilih orang lain daripada dirinya. Dirinya harus bertakwa kepada Allah dalam menentukan langkahnya. Dia harus berusaha untuk mewujudkan petunjuk itu dengan sebaik-baiknya hingga memperoleh kejelasan sikap dari pasangan yang muncul dlm petunjuknya. Bila pasangannya menolaknya, dirinya harus menghormatinya apapun alasan yang diajukan, bahkan bila tanpa alasan. Sekalipun misalnya pasangannya menerima petunjuk yang sama tetapi menghindarinya, dirinya harus bertakwa tidak memaksakan bagi orang lain. Tidak ada paksaan dalam beragama. 

Bertakwa itu harus diwujudkan dalam kesetimbangan sikap, antara berusaha dengan sebaik-baiknya mewujudkan petunjuk, dan membaca larangan dan cegahan dari Allah. Berikutnya ia harus bersikap dengan benar, menerima dengan lapang dada penolakan itu, tidak mengikuti pikiran-pikiran yang menuntun untuk bertindak buruk. Bila ada rasa perih dalam hati, hal itu akan mengajarkan rahasia dibalik semua beban yang ditanggungnya bila dirinya bertakwa. Sebaliknya, sebenarnya syaitan akan selalu berusaha membangkitkan pikiran-pikiran yang perlahan-lahan atau cepat menuntun untuk bertindak buruk melalui sayyiah jiwanya. 

Banyak hal yang akan terbuka bila seseorang berusaha menempuh setengah bagian agama tersebut dengan takwa, sekalipun gagal. Bilamana berhasil dalam langkah awal memilih, seluruh sikap berikutnya dalam pernikahan merupakan setengah bagian dari agama yang harus disikapi dengan ketakwaan. Akan lebih banyak lagi persoalan agama terbuka melalui pernikahan itu. Akan sangat banyak tuntutan ketakwaan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Jejak agama akan selalu menyentuh setiap manusia walaupun pemahaman manusia memudar. Agama tidak akan hilang dari permukaan bumi, karena Allah akan selalu menjaganya.

Rabu, 02 September 2020

Menemukan Parameter Kebenaran Dalam Diri

Kesamaran Kehidupan Dunia 


Manusia diciptakan di alam dunia yang merupakan alam yang paling jauh dari sumber cahaya kebenaran. Segala sesuatu bercampur di dalamnya antara kebenaran dan kebathilan. Bahkan boleh jadi sesuatu di dunia ini yang tampak di mata manusia sebagai sebuah perbuatan ahli surga sebenarnya merupakan amal yang mengantarkan menuju neraka, dan sesuatu yang tampak di mata manusia sebagai perbuatan ahli neraka, tetapi sebenarnya hal itu mengantarkan orang yang berbuat untuk menjadi ahli surga. Hal itu merupakan wujud kesamaran yang dapat terjadi di dunia. 



عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا 

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643) 

Kebenaran itu tidak dapat dilihat semata-mata dengan mata duniawi. Ada sebuah kebenaran yang tersembunyi dari mata jasadiah manusia, namun dapat dilihat dengan bashirah yang mengharapkan menemukan kebenaran. 

Rasulullah SAW menerangkan kepada umatnya parameter yang menjadi tolok ukur kebenaran bagi setiap manusia, yang telah tertuliskan bagi setiap diri dalam kitab diri masing-masing. Parameter itu terdapat dalam empat hal yang telah dituliskan oleh seorang malaikat ketika seseorang mendapatkan tiupan ruh dalam rahim ibunya. Ke-empat hal tersebut adalah : 1. rezekinya, 2. ajalnya, 3. amalnya serta 4. kecelakaan dan kebahagiaannya. 

Keempat hal tersebut adalah parameter lurus atau tidaknya seseorang dalam mencari kebenaran dalam kehidupannya di dunia. Seseorang boleh jadi tampak beramal dengan seluruh amalan ahli surga tetapi sebenarnya dia tidak mempunyai kepedulian dengan hatinya tentang kebenaran. Mungkin Allah membiarkan dirinya mudah mengerjakan seluruh amal-amal ahli surga tersebut tetapi sebenarnya Allah akan mengganjarnya di akhirat dengan neraka. Amal-amal ahli surga itu sebenarnya tidak membuat dirinya mengenal kebenaran sehingga selayaknya diganjar dengan neraka. Sebaliknya mungkin Allah memberikan kepada seseorang musibah-musibah yang memaksa seseorang untuk berbuat amalan-amalan ahli neraka, akan tetapi orang tersebut tetap mempunyai kepedulian tentang kebenaran-kebenaran. Mungkin saja hanya pada akhir kehidupannya orang tersebut diberi kesempatan untuk dapat berbuat amal ahli surga, dan itu cukup baginya untuk menjadi ahli surga. Yang menentukan surga atau neraka seseorang adalah kebenaran yang dicarinya. 

Memahami Parameter Diri 


Parameter pencarian seseorang akan kebenaran terdapat dalam rezeki, ajal, amal dan kecelakaan dan keberuntungannya. Hal ini agak sulit dipahami, karena kebanyakan orang tidak mengerti seperti apa jalan rezekinya, siapa jodohnya, apa amal yang harus dilakukannya, bagaimana ia menemui ajal dan apa musibah dan kebahagiaan yang akan diterimanya. Parameter-parameter itu bagi kebanyakan orang seperti tidak ada, sehingga tidak merasa memiliki tanggungan untuk memperolehnya dengan tepat atau berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. 

Bagi sebagian orang yang mencari kebenaran, parameter-parameter itu akan tersingkap perlahan. Hal yang pertama tersingkap biasanya adalah masalah jodoh, karena jodoh merupakan bagian diri yang paling dekat, dan hal itu merupakan setengah bagian agama yang menjadi awalan untuk menemukan keseluruhan agamanya. Jodoh yang tepat merupakan landasan awal bagi seseorang untuk mengungkap jati dirinya. Masalah jodoh tampak terpisah dari ke-empat parameter tersebut, tetapi diterangkan secara detail dalam ayat-ayat alquran dan hadits. Jodoh ditetapkan lebih azali sejak penciptaan jiwanya, mendahului penciptaan jasad seseorang. Jodoh ditetapkan mendahului, tidak bersamaan dengan penetapan keempat hal tersebut, yang ditentukan bagi jasadiah yang telah dihidupkan ruh. Keempat hal ini kelak akan terlihat setelah seseorang mengerti jiwanya. 

Bila orang tersebut taat terhadap petunjuk jodoh dan terus mencari kebenaran, akan tersingkap baginya amal yang telah dikalungkan baginya untuk dikerjakan selama kehidupan di dunia, kemudian terlihat baginya tempat beredar dan tempat penyimpanan rezeki (mustaqar dan mustawda’), dalam keadaan seperti apa dirinya seharusnya akan meninggal, serta musibah yang akan dialaminya dan kebahagiaannya. Parameter-parameter itu kemudian akan terlihat jelas bagi seseorang yang benar-benar mencari kebenaran. 

Perjalanan setiap manusia untuk mencari kebenaran tidak akan selalu mudah. Sebagian orang tidak mengetahui ketetapan bagi dirinya, tetapi kehidupannya berjalan di atas ketetapan baginya karena berserah diri dengan hal yang dimudahkan. Kadang seseorang tidak menemukan sedikitpun jalannya karena pencarian yang salah, kadang menemukan salah satu tetapi kemudian berhenti dan memilih menghindari jalan berat yang telah ditetapkan, dan sebagian manusia berjalan dengan tegar menapaki ketetapan bagi dirinya. Kebanyakan manusia tidak peduli dengan ketetapan dari Allah dan memilih jalan kehidupan yang bebas sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya. Sangat banyak variasi keadaan manusia diukur dari parameter ketetapan yang ditentukan sebelum kelahirannya. Seberapa dekat seseorang itu berada dalam kebenaran dan seberapa tepat arahnya menuju surga dapat dilihat seberapa mengerti dan setia ia terhadap ketetapan dirinya. 

Usaha Menemukan Jalan 


Kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang sebenarnya. Seseorang yang terlihat makmur di dunia belum tentu mendapatkan kemakmuran yang sebenarnya. Boleh jadi kemakmuran itu merupakan bentuk lain dari penderitaan yang harus ditanggungnya. Demikian pula kehidupan yang berat di dunia belum tentu kehidupan berat yang sebenarnya. Allah menjadikan kehidupan sebagai media pendidikan bagi manusia. 

مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعَاجِلَةَ عَجَّلۡنَا لَهُۥ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلۡنَا لَهُۥ جَهَنَّمَ يَصۡلَىٰهَا مَذۡمُومٗا مَّدۡحُورٗا 

وَمَنۡ أَرَادَ ٱلۡأٓخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعۡيَهَا وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ كَانَ سَعۡيُهُم مَّشۡكُورٗا [ الإسراء:18-19] 

Barangsiapa menghendaki kehidupan segera, maka Kami segerakan baginya di dalamnya (dunia itu) apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. 

Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. [Al Isra":19] 

Banyak manusia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk kehidupan dunia ini saja. Mereka hanya memperhatikan kehidupan hanya berupa bentuk kehidupan dunia tidak peduli dengan semua kebenaran yang harus diperolehnya. Bagi manusia yang demikian, Allah akan memberikan dengan segera segala sesuatu yang diinginkannya di dunia ini, tanpa peduli apakah orang tersebut melanggar syariat ataupun berpura-pura dalam keshalihan sebagai munafik. Allah akan memberikan hasilnya dengan segera. 

Sebagian manusia bersungguh-sungguh untuk kehidupan di akhirat. Segala usahanya dilakukan dengan seksama dan sungguh-sungguh untuk memahami kebenaran yang diajarkan Allah bagi manusia dalam kehidupan di dunia. Terhadap orang yang demikian, Allah akan memberikan rasa syukur-Nya. Allah akan menunjukkan jalan kehidupan dalam kebenaran yang harus diusahakannya. Barangkali kehidupannya terlihat sulit, akan tetapi banyak kebenaran yang terbuka kepadanya. Tidak ada usaha yang sia-sia dari setiap manusia, seluruhnya akan mendapatkan balasan Allah. 


Bentuk-Bentuk Syukur Allah 


Kadang-kadang seseorang yang benar dikehendaki untuk diperkenalkan pada suatu kebenaran yang lebih tinggi, maka Allah menjadikan kehidupannya tampak sangat sulit, walaupun dalam memperjuangkan kebenaran. Seorang ulama berkata : 

Apabila suatu permohonan ditahan, berarti engkau telah diberi. 
Akan tetapi bila permintaanmu segera diberi, berarti suatu anugrah yang lebih besar telah ditolak. 
Oleh karena itu utamakan tidak diberi daripada diberi. 

Sesungguhnya seorang hamba itu tidak memilih sendiri, melainkan berserah kepada Kehendak Allah, Dia yang telah menciptakan segala kebutuhan manusia dan Dia pula yang membagi-bagikan rizki. 

- Ibnu Arabi – 


Ungkapan tersebut ditujukan bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Ketika seseorang benar-benar berserah kepada kehendak Allah, sedikit hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah akan menjadi sebuah sebab kegagalan usahanya di dunia. Atau kadangkala Allah berkehendak agar orang tersebut mengerjakan suatu amal yang sebelumnya tidak tampak baginya, maka usahanya dibuat tidak membuahkan hasil. Dengan kegagalan dan amal yang harus dikerjakannya, Allah berkehendak memberikan pengetahuan yang lebih baik, hingga menampakkan akar persoalan yang harus dipahami. Dengan perjalanan itu, orang tersebut akan tumbuh sebagai manusia yang kehidupannya kokoh. 

Tidak ada yang sia-sia dalam setiap usaha manusia. Allah selalu mensyukuri setiap amal yang dikerjakan oleh seseorang yang mencari kebenaran, walaupun tampaknya Allah tidak memberikan balasan secara duniawi. Bila orang tersebut bersyukur, akan tampak bahwa Allah memberikan balasan dalam wujud yang lebih tinggi. 

Sebaliknya Allah akan memudahkan jalan duniawi bagi orang yang menghendaki duniawi. Boleh jadi Allah memberikan kemudahan jalan duniawi bagi seseorang sesuai dengan kekuatan hati orang tersebut dalam mencari kebenaran. Bila kekuatan hati seseorang tinggi, Allah akan menunjukkan banyak aspek yang harus diperbaiki hingga kesalahan-kesalahan kecil mengakibatkan kegagalan duniawi. Bahkan kadangkala sebuah amal terlihat tidak membuahkan hasil apapun walaupun dilakukan dengan benar, karena ada amal lain yang harus dilakukan bersama dengan amal itu. 

Setiap orang harus berusaha mencari kebenaran di dunia ini tidak sekadar mengikuti bentuk-bentuk luar yang terlihat. Seseorang yang berbuat amal-amal ahli surga di dunia belum tentu termasuk dalam ahli surga, seseorang yang berbuat amal-amal ahli neraka belum tentu termasuk dalam ahli neraka. Demikian pula orang yang menemukan jalan kehidupan belum tentu terwujud dalam bentuk rezeki duniawi yang melimpah. Hal yang membuat seseorang berjalan menuju surga adalah kepeduliannya akan kebenaran, tidak dapat diukur dari keadaan dunianya.