Pencarian

Kamis, 24 Oktober 2019

Mengelola Rumah Tangga


Kecintaan Allah terhadap manusia adalah karena manusia diciptakan untuk bisa sesuai dengan citra-Nya, yaitu citra Ar-rahman. Dia SWT mencintai seorang manusia apabila dia menyempurnakan dirinya dalam citra Ar-rahman. Rasulullah Saw bersabda dalam hadits qudsi, 

“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan citra Ar-Rahman.” 

Pernikahan merupakan tangga untuk menyempurnakan diri manusia agar mengenal Ar-rahman. Al-Qur'an surat Ar-rahman banyak menyebutkan keberduaan yang berfungsi sebagai pengingat nikmat Allah. Pernikahan merupakan jalan paling mudah untuk mengenal Ar-rahman. 

Allah akan mencintai manusia yang berusaha keras untuk memiliki sifat sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Nama Ar-rahman merupakan nama yang paling dikehendaki Allah untuk dikenal. Setiap manusia harus berusaha untuk memiliki sifat rahmaniah sebagai sarana agar Allah mencintai dirinya. Kecintaan kepada Allah merupakan sebuah reaksi terhadap cinta Allah kepada hamba-Nya. Tidak ada cinta kepada Allah dari makhluk yang tidak dicintai Allah. 

Hal itu berlaku pula dalam hubungan antara laki-laki dan istrinya. Seorang laki-laki akan mencintai pasangannya bilamana pasangannya memiliki keadaan yang sama dengan harapan dirinya. Seorang laki-laki akan sulit mencintai istrinya bilamana istrinya berbeda jauh dengan harapannya. Begitu pula seorang istri akan sulit mencintai suaminya bila suaminya berbeda dengan keadaan yang diharapkan. 

Cinta dan Takwa 


Cinta adalah resonansi. Dua orang yang saling mencintai pada dasarnya adalah dua manusia yang hati mereka saling bergetar karena getaran dari pasangannya. Banyak hal yang dapat mengakibatkan getaran pada kedua pihak, tetapi pada intinya menunjukkan adanya kesamaan perhatian dari kedua belah pihak. 

Hati seseorang bisa mengarah kepada banyak hal. Hati bisa menghadap kepada harta-benda, kecantikan, tampilan keshalihan hingga menghadap kepada Allah. Pada sekian banyak hati manusia menghadap, namun ada karakteristik menonjol yang akan tampil dominan yang mewarnai hati seseorang. Karakteristik menonjol itu akan mewarnai cintanya kepada pasangan. Seperti sebuah radio, apabila disetel pada gelombang tertentu, maka akan terjadi resonansi bila ada stasiun pemancar pada gelombang tersebut. 

Dengan adanya pengenalan, akan timbul rasa suka dalam hati seseorang terhadap seseorang lainnya. Bila ada kesesuaian, akan timbul harapan agar yang disukainya menjadi pasangannya. Ini adalah sifat fitrah bila beda gender, karena seorang wanita diciptakan untuk membantu laki-laki, dan laki-laki membutuhkan bantuan wanita. Bila kedua pihak memiliki kesukaan dan warna hati yang sama, keduanya akan saling mencintai dengan getaran hati yang sama. Tanpa pengenalan, tidak mudah bagi seseorang untuk mencintai, dan dengan pengenalan yang keliru, cinta di antara mereka akan mudah buyar. Bila seorang single mencari pasangan, lebih baik dirinya tampil sebagai diri sendiri, tidak mencari perhatian berlebihan. Tampil sebagai diri sendiri akan membantu menemukan orang yang lebih tepat, dengan kesukaan dan warna hati yang sama. 

Jika seseorang hidup dengan jiwa yang baik, jiwanya seringkali lebih mengenal pasangan yang paling tepat, karena keberpasangan itu diciptakan pada level jiwa. Seorang wanita yang tidak menyukai seorang laki-laki boleh jadi jiwanya akan melihat bahwa laki-laki itu adalah pasangan bagi dirinya. Atau laki-laki yang sudah beristri dan sama sekali tidak merasa perlu mencari istri lain terpaksa melihat pasangan yang tepat bagi jiwanya. Itu sebuah baik selama tidak melanggar syariat. 

Cinta akan tumbuh bila dua insan berusaha menuju keadaan yang sama. Seorang istri harus berusaha untuk memahami suaminya dan pengetahuan yang diperoleh. Istri tidak bisa mencintai suaminya bila suaminya tidak memahami istrinya, dan suami tidak bisa mencintai istrinya bila istrinya tidak mengerti suaminya. Keduanya harus berubah menuju keadaan yang saling mendekati. 

Laki-laki harus membaca semua hal terkait interaksi dirinya dengan dengan motivasi pencarian kehendak Allah. Hal itu akan membuat seseorang memperoleh potongan pengenalan tentang dirinya, dan istrinya. Dengan demikian akan timbul cinta. Urusan Allah bagi diri seorang laki-laki sungguh sangat banyak terdapat dalam diri istrinya. Allah menempatkan sebagian besar urusan-Nya dalam diri istrinya. Maka seorang laki-laki yang ingin mengetahui urusan Allah bagi dirinya hendaknya memperhatikan istrinya, untuk mencari urusan yang menjadi amanah baginya. Laki-laki harus membawa istrinya untuk mengabdi kepada Allah dengan pengetahuan. Apa yang diketahui dari urusan Allah bagi dirinya harus dikomunikasikan kepada istrinya agar mereka mengabdi kepada Allah bersama-sama. 

Akan tetapi seorang wanita tidak akan sama dengan laki-laki. Seorang wanita membawa karakteristik berbeda dengan laki-laki. Cara seorang wanita memahami tidak sebagaimana suami memahami. Seorang suami harus berbicara dan berbuat sesuai keadaan istrinya, agar istrinya memahami. Suami harus berusaha memahami istri beserta keinginan dan hawa nafsunya, dan melakukan komunikasi sesuai keadaan istrinya. Kesamaan keadaan itu akan menumbuhkan cinta yang berguna agar bisa saling memahami. 

Kegagalan pernikahan banyak terjadi pada titik komunikasi ini. Seorang suami yang menuruti hawa nafsu istrinya akan lebih mudah untuk membuat istrinya mencintainya, tetapi dirinya tidak bisa membawa rumah tangganya untuk mengabdi kepada Allah dengan benar. Seorang laki-laki muda yang berpegang teguh pada kehendak Tuhan-Nya akan terlihat kaku dalam bersikap kepada istrinya sehingga tidak muncul kesamaan keadaan yang menumbuhkan cinta di antara mereka. Laki-laki semacam ini bisa mengenal dirinya tetapi mungkin berantakan dalam rumah tangga. Istri akan memandang bahwa suaminya hanya peduli pada diri sendiri, tidak melihat bahwa suaminya hanya peduli pada Allah. 

Keberpasangan yang thayyib menjadi kunci bagi keberhasilan rumah tangga untuk mengenal rahmaniah Allah. Pasangan thayyib akan memperoleh keadaan yang lebih leluasa untuk membangun cinta. Seorang laki-laki tidak akan berhasil membangun cinta dalam rumah tangga jika dirinya tidak pernah menurunkan keadaannya sesuai keinginan istrinya. Tetapi hal ini membuka peluang rumah tangga menjadi tidak terkendali. Seorang wanita yang peduli kepada Allah tidak akan menjadi tidak terkendali ketika suaminya turun menuju keadaan yang sesuai keinginan istrinya. Hal ini membuat pasangan itu mudah dan leluasa menumbuhkan cinta di antara keduanya, yang pada akhirnya mengenalkan cinta kepada Allah. Tidak demikian keadaan wanita yang tidak peduli kepada Allah. Ketika suaminya turun menuju keadaan sesuai keinginan istrinya, istri akan merasa terbebas dan berkuasa, maka keluarga itu bakal bergerak liar menuju kehidupan dunia. Seorang yang thayyib harus menikah dengan pasangan yang thayyib, tidak boleh menikah dengan pasangan yang mempunyai kepedulian hanya pada hawa nafsu dan syahwat sendiri. 

Menurunkan keadaan sesuai keinginan istrinya ini tidak mudah dilakukan, tetapi bisa. Perbuatan itu akan menjadikan seorang laki-laki bisa mengenal dan beradaptasi dengan berbagai tingkatan keadaan yang ada. Allah telah menciptakan manusia dengan seluruh hawa nafsunya agar manusia mendapatkan manfaat. Hal ini efektif sebelum usia 40 tahun, ketika suami belum mengenal diri. Suami mempunyai kebebasan lebih banyak untuk mengikuti keinginan istrinya, maka hal itu baik dilakukan. 

Setelah seorang laki-laki mengenal dirinya, kebebasan dirinya sangat berkurang. Kadangkala laki-laki dihadapkan pada urusan Allah yang tidak masuk logika orang kebanyakan. Menurunkan keadaan diri harus dilakukan dengan hati-hati tanpa melanggar batas-batas urusan Allah. Dirinya harus mendahulukan urusan Allah bagi dirinya daripada untuk mendapatkan cinta istrinya. Bilamana cinta istrinya bisa diperoleh tanpa melanggar urusan Allah, maka hal itu baik untuk dilakukan, bila tidak memungkinkan maka suami harus mendahulukan dirinya untuk menjalankan urusan Allah. 

Apabila laki-laki dalam pernikahan mengenal diri, cara menumbuhkan cinta di antara suami isteri adalah dengan ketaatan isteri kepada suaminya. Istri harus mendengarkan suaminya dan mengerjakan yang diperintahkan suaminya, karena hal itu berarti mentaati Allah dan rasul-Nya. Hal itu akan mengantarkan pasangan menuju kesamaan. Kesamaan keadaan itu akan membuat cinta. Hal itu merupakan hal yang sangat mungkin dicapai, karena jiwa seorang wanita diciptakan sebagai bagian dari jiwa seorang laki-laki. Seorang laki-laki yang mengenal dirinya akan dibuat kenal kepada wanita yang menjadi belahan jiwa, dan dibuat mencintai wanita-wanita yang berusaha memenuhi keadaan sesuai keinginannya. 

Ketaatan dan menjalankan perintah suami akan menumbuhkan cinta yang hakiki. Seorang suami pada dasarnya diberi kemampuan untuk membaca khazanah intrinsik yang dibawa oleh istrinya. Dalam hubungan pernikahan orang yang mengenal diri, mendengar dan mentaati suami merupakan pencarian dan pelaksanaan jati diri seorang istri. Suami istri tersebut akan tumbuh sebagai orang-orang yang menjalankan kitabullah, maka Allah akan mencintai mereka. Allah akan mencintai makhluk yang tumbuh berdasarkan firman-Nya, seorang rasul akan mencintai kaum yang tumbuh dalam risalahnya, seorang guru akan mencintai murid yang tumbuh dalam ajarannya, dan seorang suami akan mencintai istri yang mendengar dan mentaati perintahnya. Tingkatan suami istri merupakan tingkatan tertinggi setara dengan perjanjian antara Allah dan rasul-Nya, yaitu mitsaqan ghalidza 

Paramartha Sebagai Tujuan Pernikahan 


Yang dibangun dalam pernikahan orang yang beriman adalah al-arhaam. Al-arhaam merupakan perwujudan resonansi-resonansi dari Allah hingga umat manusia. Resonansi rahmaniah dan rahimiah Allah pada manusia ini merupakan salah satu dari wewangian yang disukai Rasulullah. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا 

QS An-Nisā':1 - Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari nafs Wahidah, dan dari padanya (Allah) menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya (Allah) memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (bertakwalah terhadap) al-arham. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. 

Seorang laki-laki yang membangun al-arhaam harus menghadapkan hatinya kepada Allah. Dirinya menumbuhkan pohon thayyibah agar menjadi peka terhadap cahaya Allah. Tumbuhnya pohon itu berada di atas ladang berupa wujud istrinya. Laki-laki harus berusaha mengenal dirinya dengan mengenali resonansi-resonansi cinta kepada istrinya. Seorang wanita dapat mengenal dirinya sebagai bagian dari suaminya dengan mengenal resonansi-resonansi cinta kepada suaminya. 

Seorang laki-laki mengarahkan pandangan kepada urusan Allah melalui Rasulullah SAW dan melihat kepada istrinya sebagai cermin. Seorang wanita mengarahkan pandangannya kepada Allah tentang urusan suaminya dan melihat kepada apa yang menjadi tanggungjawab dan perhatian dirinya sebagai cermin. Seorang laki-laki tidak bisa mencari urusannya langsung kepada Allah, tetapi melalui Rasulullah SAW, dan seorang istri tidak mencari urusannya langsung kepada Allah tetapi melalui suaminya. Rasulullah SAW adalah wasilah tertinggi bagi semesta alam. Iblis di jaman Islam merupakan contoh makhluk yang berusaha mencari tanpa wasilah semacam ini. 

Resonansi itu terjadi bila ada pengenalan. Tanpa pengenalan akan sulit terjadi resonansi dalam hati. Komunikasi suami dengan istrinya dan sebaliknya harus dibangun sebaik-baiknya. Seorang suami harus memperhatikan istrinya dengan baik, dan seorang istri harus memperhatikan suaminya dengan baik. Ketika ada persamaan persepsi maka resonansi itu dapat terjadi. Itulah bagian yang menghubungkan jiwa keduanya. Perhatian dan kasih sayang itulah yang menjadi bekal bagi laki-laki untuk menghadap Allah. Itu pakaian al-arhaam sehingga dirinya tidak telanjang ketika menghadap-Nya. Al-arhaam adalah bentuk ketakwaan dalam hubungan antar makhluk. Bersenang-senang bersama hingga batas kesenangan fitri suami istri pun dihalalkan, dan dijadikan sunnah selama bertujuan untuk ketakwaan sosial berupa kasih sayang. 

Pengenalan bagian per bagian melalui resonansi-resonansi antara dirinya dengan istrinya akan mengantarkan seorang laki-laki untuk mengenal dirinya secara utuh. Resonansi itu sangat membantu untuk pengenalan diri. Kadangkala resonansi itu tidak terjadi karena adanya ketidak percayaan, ketidak pedulian dan sikap tidak tepat lainnya, tetapi seorang laki-laki tetap dapat mencari pengenalan bagian dirinya dari apa yang disukainya dari istrinya, atau yang tidak disukai dari istrinya. Nabi Luth as dan nabi Nuh as adalah contoh manusia yang berhasil mengenal dirinya, walaupun istrinya menjadi orang yang celaka. Kadangkala kesamaan itu hanya terasa lemah tapi sangat menginspirasi tentang jati diri suaminya. 

Kufu / Kesetaraan 


Kufu menjadi salah satu faktor yang membangkitkan resonansi ini. Pernikahan dengan yang sekufu akan mempermudah seorang laki-laki untuk mengenal dirinya, karena akan banyak resonansi di antara suami istri, sehingga terbentuk gambar yang lebih sempurna tentang dirinya. 

Nabi SAW memiliki urusan bagi semesta alam. Setiap wanita (dan makhluk) dapat mencari bagian dirinya pada diri Rasulullah SAW. Tetapi seorang rasul akan menanggung setiap beban yang dirasakan umatnya, sehingga tidak setiap wanita sanggup menjadi pasangan Rasulullah. Setiap laki-laki memiliki semesta masing-masing yang menjadi urusannya, bagian dari urusan Rasulullah. Masing-masing laki-laki memiliki urusan yang beririsan dengan laki-laki lain sebagai jamaah, baik beririsan banyak atau sedikit. Untuk membantu pelaksanaan urusan bagi setiap seorang laki-laki, diciptakan wanita tertentu sebagai pasangannya. Wanita itulah yang paling sesuai bagi laki-laki itu dan sebaliknya. 

Wanita diciptakan sebagai bagian dari seorang laki-laki. Seorang laki-laki diciptakan sebagai bagian dari satu jamaah. Bilamana seorang laki-laki beristrikan wanita yang diciptakan untuk seorang laki-laki lain yang sangat sedikit beririsan urusannya dengan dirinya, sulit untuk menemukan resonansi di antara suami-istri sekalipun masing-masing sudah peduli dan bersikap benar. 

Wanita menjadi periferal bagi suaminya terhadap semesta suaminya. Istri adalah semesta pada lapis pertama bagi suaminya. Bila tidak terbangun cinta kasih di antara keduanya, seorang suami menjadi manusia yang terisolasi dari semestanya. Laki-laki dan wanita melihat dunia dengan cara yang berbeda. Laki-laki lebih mengutamakan urusan Allah, sedangkan wanita lebih peka melihat pada objek. Tanpa adanya al-arhaam, komunikasi keduanya hanya terjadi di tingkat jasadiah. Hal yang menjadi esensi persoalan tidak dapat terpahami oleh masing-masing, walaupun keduanya berbicara pada urusan yang sama. Kesenjangan semacam ini akan membuat seorang suami tumpul dalam mencari jalan penyelesaian masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar