Pencarian

Kamis, 28 September 2023

Ketetapan Allah Sebagai Bagian Kitab Diri

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Rasulullah SAW menyeru umat manusia untuk beriman kepada Allah dengan seruan yang sebaik-baiknya, akan tetapi tidak semua manusia mengikuti seruan tersebut. Sangat banyak hal yang menjadikan manusia terhijab dari seruan Rasulullah SAW. Bukan seruan Rasulullah yang tidak dapat dipahami manusia, akan tetapi ada hijab-hijab yang banyak pada setiap orang untuk dapat memahami seruan keimanan Rasulullah SAW.

﴾۸﴿وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ لِتُؤْمِنُوا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ أَخَذَ مِيثَاقَكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah padahal Rasul menyeru kamu supaya kamu beriman kepada Tuhanmu. Dan sesungguhnya Dia telah mengambil perjanjianmu jika kamu adalah orang-orang yang beriman. (QS Al-Hadiid : 8)

Seruan Rasulullah SAW untuk beriman telah dilakukan dengan sangat jelas. Beliau SAW dapat memberikan penjelasan kepada seluruh manusia yang membutuhkan dengan penjelasan yang terang karena beliau mengetahui semua hakikat penciptaan. Tidak ada hakikat penciptaan yang tidak dapat dijelaskan Rasulullah SAW, akan tetapi tetap banyak orang yang tidak beriman dengan penjelasan beliau. Hal ini karena hijab itu ada pada diri manusia sendiri.

Salah satu sendi keimanan yang dijelaskan Rasulullah SAW kepada manusia agar manusia dapat beriman kepada Allah adalah perjanjian manusia dengan Allah sebelum penciptaan mereka di alam dunia. Allah telah mengambil perjanjian kepada setiap manusia sebelum mereka diciptakan di dunia, dan dengan perjanjian itu manusia mengetahui bahwa Allah adalah rabb bagi mereka. Perjanjian ini menunjukkan jalan ibadah seseorang kepada rabb mereka. Bila seseorang menemukan perjanjian ini, ia akan mengenal Allah sebagai rabb-nya, dan mengetahui amal-amal yang harus dilaksanakan sebagai jalan ibadah kepada Allah. Perjanjian ini menjadi salah satu objek yang sangat diperhatikan Rasulullah SAW, karena perjanjian itu merupakan jalan ibadah bagi setiap hamba Allah. Bila seseorang menemukan hal ini ia benar-benar telah beriman kepada Allah.

Rasulullah SAW menyeru keimanan tidak hanya kepada orang-orang yang beriman. Tentulah banyak hakikat yang dapat diceritakan Rasulullah SAW kepada orang-orang di sekitar beliau yang sekira dapat mengajak mereka untuk beriman. Penjelasan Rasulullah SAW itu tidak hanya terkait dengan aspek ghaib, tetapi juga menghubungkan keadaan kauniyah dengan jalan untuk bertemu Allah. Dalam hal-hal terkait dengan perjanjian, beliau dengan jelas menyampaikan bahwa hal itu akan mengantarkan manusia untuk masuk dalam golongan orang-orang yang selamat sebagai ahli surga atau orang yang celaka sebagai ahli neraka. Walaupun demikian banyak di antara mereka tidak beriman kepada seruan Rasulullah SAW. Sangat banyak hijab yang menutup hati manusia dari kebenaran. Walaupun Rasulullah SAW menyeru dengan pengetahuan yang banyak, tidak semua orang dapat memperoleh keimanan dengan seruan Rasulullah SAW.

Membaca Kauniyah

Beberapa hal kauniyah dijelaskan Rasulullah SAW sebagai bagian dari kitab bagi diri setiap manusia, di antaranya rezeki, ajal, amal dan sedih atau bahagianya setiap diri manusia. Keempat ketentuan itu diistilahkan sebagai kalimat, yang merupakan bagian dari kitab. Keempat hal itu ditetapkan secara baru bagi jasmani manusia sebagai kalimat yang akan berfungsi membuka kandungan kitab. Selain keempat ketentuan di atas, ada ketentuan yang lebih purba terkait dengan ketentuan bagi nafs yang juga merupakan bagian dari kitab diri. Perjodohan merupakan bagian kitab diri manusia yang lebih purba karena terkait penciptaan nafs sebagai jati diri manusia yang lebih hakiki dari jasmani. Perjodohan ini lebih dekat kedudukannya kepada perjanjian dengan Allah yang diistilahkan sebagai perjanjian ( مِيثَاقَ), lebih dari istilah kalimat.

Bila seseorang menginginkan menjadi hamba Allah, ia harus berusaha memperhatikan ketentuan ini karena ini adalah jalan ibadahnya. Ketentuan-ketentuan itu menjadi wujud jasmani yang seharusnya menjadi arah kehidupan bagi setiap manusia. Setiap orang hendaknya berusaha menemukan ketentuan-ketentuan itu dan menjalaninya karena akan membuka kitab diri yang telah ditentukan bagi masing-masing.

عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kalimat dengan kitab yaitu Rizki, Ajal, Amal dan susah dan bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh al-kitab lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh al-kitab lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga. [Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

Surga dan neraka bagi seseorang akan terkait dengan pembacaan dan pelaksanaan kitab diri masing-masing. Rahmat Allah disediakan bagi setiap orang pada jalan kehidupan yang ditentukan bagi mereka. Bila seseorang menginginkan rezeki yang lebih besar dari yang ditetapkan, atau amal yang tampak lebih terhormat, atau ajal yang lebih terlihat seperti pahlawan, atau mencari kebahagiaan dan menghindari kesedihan dalam bentuk-bentuk kehidupan yang tidak ditentukan, mereka akan kehilangan kesempatan memperoleh rahmat Allah yang disediakan. Rahmat Allah itu disediakan bagi setiap orang pada jalan kehidupan yang ditentukan bagi mereka. Hal ini berlaku pula dalam ketentuan bagi nafs. Bila seseorang lebih memilih pasangan berdasar keinginan syahwat dan hawa nafsu daripada pasangan yang diciptakan bagi mereka, mereka akan kehilangan jalan rahmat terbaik yang disediakan.

Rahmat Allah terkait dengan kitab diri setiap manusia, dan rahmat Allah itulah yang akan mengantarkan setiap diri menuju ke surga. Bukan amal-amal manusia yang mengantarkan menuju surga. Ada orang-orang yang beramal dengan amal-amal ahli surga tetapi ketika surga itu berjarak satu hasta darinya, ia tergelincir menuju neraka karena alkitab mendahului mereka. Mereka tidak memperhatikan kitab diri mereka, dan barangkali lebih menginginkan pandangan makhluk kepadanya. Demikian pula ada orang-orang yang beramal dengan amal-amal ahli neraka hingga neraka itu berjarak satu hasta darinya, ia kemudian terselamatkan dengan penggalan kitab diri yang ditemukannya, maka ia menjadi ahli surga. Hal itu karena ia memperhatikan kitab dirinya sebagai sarana untuk menjadi seorang hamba Allah yang benar, maka ia memperoleh rahmat. Kejadian demikian merupakan kasus khusus walaupun tidak sedikit, tetapi dapat menjelaskan dengan baik makna rahmat Allah. Secara umum, setiap manusia dimudahkan untuk berbuat amalan ahli surga maka ia akan menjadi ahli surga, dan dimudahkan untuk berbuat amal ahli neraka hingga ia menjadi ahli neraka.

Mencari Kalimat dengan Kitabullah

Kebanyakan manusia tidak melihat ketentuan-ketentuan ini baginya. Ketentuan-ketentuan ini merupakan khazanah yang dibukakan kepada orang-orang yang ingin menjadi hamba-Nya yang benar. Kadangkala keinginan demikian harus dibuktikan dengan menyelisihi masyarakat pada umumnya karena mengharapkan pemahaman terhadap kehendak Allah. Ketika ia melihat secercah pemahaman, ia berpegang pada pemahaman itu selama tidak bertentangan dengan kitabullah karena keinginan mengabdi kepada Allah, bukan mengikuti pendapat manusia.

Sekalipun mempunyai keinginan yang besar untuk menjadi hamba Allah, seseorang tidak akan serta merta memahami ketentuan bagi dirinya. Hal ini tidak menunjukkan Allah membiarkan mereka. Allah selalu memberi petunjuk kepada hamba-Nya. Seluruh khazanah di alam yang tertinggi, bahkan di hadapan Allah, telah diturunkan bagi alam semesta melalui Rasulullah SAW berupa kitabullah Alquran. Kitabullah Alquran merupakan induk semua kitab ilahiah yang diberikan kepada seluruh makhluk, termasuk kitab diri yang ditentukan bagi setiap manusia. Tidak ada kitab diri yang berselisih dengan kitabullah Alquran, dan semua kitab diri itu merupakan bagian dari Alquran yang akan menjadi penjelasan bagi Alquran. Alquran menjadi pintu dan juga induk bagi orang yang ingin menetapi kitab dirinya. Bila suatu kitab diri menjadikan seseorang berbuat kufur, itu merupakan kitab diri yang akan menjadikan manusia terjerumus ke neraka, maka hendaknya ia mencari kitab diri yang sebenarnya.

﴾۹﴿هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَىٰ عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِّيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Dialah yang selalu menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS Al-Hadiid : 9)

Setiap orang hendaknya memperhatikan kitabullah untuk menemukan jalan memperoleh rahmat, dan kemudian berbuat untuk berada pada sisi kitabullah yang terbaik. Boleh jadi seseorang menemukan bahwa dirinya berada pada suatu kalimat di sisi murka yang menakutkan, tetapi itu bukan keadaan final. Ia bisa menganggap kitabullah salah dan dirinya yang benar, maka ia akan menjadi orang yang celaka sebagai ahli neraka. Atau kemudian ia melihat kalimat pada sisi rahmat dalam kitabullah yang bisa diusahakan dan kemudian mengusahakan, dan berusaha meninggalkan kalimat di sisi murka-Nya, maka pada akhir hayat mereka bisa memperoleh sisi rahmat yang telah mereka usahakan. Keadaan akhir hayat dalam timbangan kitabullah ini yang akan menentukan seseorang sebagai ahli neraka atau ahli surga.

Setiap orang harus berusaha memperoleh sisi rahmat dalam kitabullah. Perlu landasan keikhlasan dan pengetahuan untuk mengusahakannya. Hal terpenting yang menjadi dasar, hendaknya ia berpegang pada kitabullah, tidak mengandalkan diri sendiri karena dapat tersesat. Sikap syukur terhadap nikmat Allah akan mendatangkan kemudahan, dan kufur nikmat akan mempersulit langkah. Amal-amal baik akan meringankan langkah, dan dosa membuat langkah menjadi berat. Menginginkan pandangan baik dari makhluk atau takut dipandang rendah merupakan beban yang sangat berat yang menghalangi langkah mengusahakan rahmat. Boleh jadi ada beberapa jalannya menuju rahmat terkunci atau menjadi sulit karena dosa-dosa yang pernah dilakukannya, atau ia tidak bersungguh-sungguh mengusahakan, maka hal itu akan menentukan kedudukan dan rahmat yang bisa diperolehnya dari kitabullah.

Bagaimanapun keadaannya, seseorang tidak boleh berputus asa untuk memperoleh rahmat Allah. Bila ia bisa bersyukur dan memperoleh jalan menuju rahmat, hendaknya ia selalu mensyukuri agar memperoleh rahmat yang besar. Bila ia melakukan kesalahan, hendaknya ia memohon ampunan dan melakukan perbaikan. Apa yang bisa diperbaiki dari yang telah rusak hendaknya diperbaiki. Setiap hal yang dapat mengantarkan dirinya kepada rahmat Allah hendaknya disikapi dengan sebaik-baiknya tanpa kufur agar tidak menambah jauh atau menambah kesulitan bagi dirinya dari jalan untuk memperoleh rahmat Allah. Kesungguhan dalam mengupayakan rahmat Allah akan seimbang dengan yang akan diperoleh. Jalan yang penuh rahmat Allah ditandai dengan pengenalan terhadap kalimat-Nya, yaitu secara khusus keempat kalimat-Nya bagi diri setiap manusia.

Berpegang pada Kitabullah dan Sunnah

Seringkali manusia salah dalam menimbang keadaan dirinya karena tidak menggunakan kitabullah dengan jujur, atau terlalu mudah memandang dirinya telah berada pada sisi rahmat. Hal itu bisa jadi benar atau tidak benar, tetapi sangat berbahaya bagi seseorang untuk merasa aman dari tipuan syaitan atau hawa nafsu. Keempat kalimat Allah bisa menjadi tanda bagi seseorang bahwa ia telah mengarah dengan benar pada rahmat Allah. Bila seseorang mengetahui keempat kalimat Allah, boleh jadi ia telah benar mengukur kedudukan dirinya. Bilamana masih kosong, sebenarnya ia tidak mempunyai alat ukur yang benar terhadap kedudukan dirinya. 

Sekalipun telah mengetahui keempat kalimat Allah itu, hendaknya ia benar-benar mengukur kandungan kalimat itu dengan kitabullah. Kalimat itu berfungsi untuk membuka kitabullah. Boleh jadi Allah menguji keikhlasan dirinya sedangkan kedudukan kalimat itu ada pada sisi murka Allah. Misalnya bisa saja manusia sebenarnya menemukan pohon yang ditunjukkan syaitan. Kasus lainnya, kadang syaitan berhasil menyelipkan tipuannya bagi manusia dalam kalimat itu karena tidak diuji dengan kitabullah Alquran. Bagi orang yang ikhlas, hal yang terpenting dari perjalanannya adalah rahmat Allah melalui kitabullah dan kalimat-Nya, bukan kedudukan karena kalimat yang diperolehnya. Tanpa kitabullah, kalimat itu tidak bisa diketahui bobotnya dengan pasti. Poin penting pengetahuan tentang empat kalimat Allah adalah pemahaman terhadap kehendak Allah untuk beribadah.

Allah selalu menurunkan ayat-ayat kepada hamba-Nya sehingga hamba tersebut memahami kehendak Allah. Dengan pemahaman terhadap kehendak Allah sesuai kitabullah, seseorang bisa menjadi hamba yang benar. Ayat Alquran telah selesai diturunkan kepada Rasulullah SAW, dan makna-makna dari Alquran itu tidak berhenti diturunkan Allah kepada hamba-Nya di setiap zaman. Allah memfirmankan penurunan itu dalam istilah " يُنَزِّلُ " yang berarti selalu menurunkan. Allah selalu menurunkan ayat-Nya kepada hamba-Nya berupa ayat kauniyah dan pemahamannya yang saling menjelaskan dengan ayat-ayat kitabullah, agar bisa menjadi penjelasan jalan ibadah bagi mereka.

Makna yang diturunkan Allah dari ayat itu akan menjadi cahaya yang menerangi umat manusia sehingga umat manusia dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya. Orang yang memperoleh makna ayat Allah adalah hamba Allah dari kalangan orang-orang yang mengenal cahaya Allah, yaitu cahaya Allah yang terbentuk berupa pohon thayyibah. Pohon thayyibah itu merupakan wujud bayangan cahaya Allah yang terbentuk melalui ayat-ayat Allah. Umat manusia dapat mengetahui jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya dengan mengikuti cahaya yang mereka pancarkan.

Sangat penting bagi umat manusia mencari kebenaran melalui kitabullah. Para hamba Allah dapat menjadi penunjuk yang baik kepada kebenaran, tetapi yang lebih penting bagi umat adalah memahami kebenaran berdasarkan kitabullah. Tidak boleh manusia mengikuti seseorang tanpa berpegang pada kitabullah. Boleh jadi seseorang yang diikuti beramal dengan amal ahli surga hingga jarak surga hanya sejengkal tetapi ia didahului oleh kitab, maka ia menjadi ahli neraka, dan mengikuti orang demikian dapat menarik mereka menuju neraka pula. Manakala pengajar berselisih dengan kitabullah, hendaknya manusia mengikuti kitabullah. Kebenaran yang diperoleh seseorang hanya dapat ditimbang bobotnya berdasar pemahaman terhadap kitabullah, bukan tergantung perkataan orang lain terhadap mereka.

Tidak jarang manusia menemukan kebenaran setengah kemudian merasa mengenal seluruh kebenaran. Sikap demikian sangat mungkin menunjukkan bahwa ia terjebak dalam tipuan syaitan sebagaimana mereka menipu Adam dan Hawa di surga. Bukan kebenarannya yang berbahaya, tetapi sikap merasa aman itu yang akan menyesatkan. Setiap orang hendaknya selalu memperhatikan dengan baik tuntunan Allah dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Sikap merasa aman atau percaya diri mengikuti nafs sendiri menjadi hijab hingga orang bisa mengikuti perbuatan syaitan dan meninggalkan seruan Rasulullah SAW tanpa merasakan. Akibat lainnya, seseorang dan/atau umatnya mungkin tidak (mampu) mengenali kebenaran yang lebih utuh sekalipun telah dijelaskan, atau justru mendustakannya. Kerusakan yang timbul dari perbuatan yang dilakukan sangat besar tanpa ia menyadari kerusakan itu. Sikap ini menunjukkan pengabaian terhadap kitabullah dan akan menjadikan kitabullah mendahului mereka dan memasukkan mereka sebagai ahli neraka.

Minggu, 24 September 2023

Shalawat atas Nabi dan Hamba Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Salah satu hal yang harus diusahakan oleh seseorang untuk menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah adalah menumbuhkan kalimah thayyibah dalam qalb mereka. Kalimah thayyibah itu berfungsi agar nafs seseorang dapat memancarkan cahaya Allah bagi semesta, di mana kalimah thayyibah itu menjadi sumber cahaya bagi nafs mereka dengan minyaknya atau bahkan dengan api yang menyentuhnya. Seandainya Allah belum menyentuh pohon thayyibah itu dengan api-Nya, minyak dari pohon itu sendiri telah memberikan cahaya yang menerangi nafs mereka, dan bila api menyentuhnya maka ia menjadi cahaya di atas cahaya.

Kalimah thayibah merupakan bayangan cahaya Allah yang terbentuk  dalam diri seseorang. Orang-orang beriman yang mengikuti langkah Rasulullah SAW kembali kepada Allah akan memperoleh cahaya Allah. Allah akan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan dengan demikian mereka akan mengetahui cahaya Allah yang harus dibentuk bayangannya dalam diri mereka. Manakala seseorang berusaha membentuk bayangan cahaya Allah, upaya itu akan menumbuhkan kalimah thayyibah. Hal demikian dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah SAW dan/atau orang-orang yang bersama dengan Rasulullah SAW.

﴾۳۴﴿هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Dialah yang memberi shalawat kepada kalian dan para malaikat-Nya (memberi shalawat pula), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS Al-Ahzaab : 43)

Allah dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada hamba-hamba Allah yang sebenarnya, sebagai perpanjangan dari shalawat kepada Rasulullah SAW. Shalawat Allah dan para malaikat-Nya tidak terhenti hanya kepada Rasulullah SAW, tetapi diperpanjang kepada hamba-hamba Allah. Di antara orang beriman, ada orang-orang yang mengenal urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, mereka mengenal kedudukan diri mereka dalam urusan itu, dan mereka berusaha untuk melaksanakan amanah yang diberikan kepada mereka dengan penuh keikhlasan. Mereka itu adalah hamba Allah yang sebenarnya dan mereka itu orang-orang yang memperoleh shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya sebagai perpanjangan shalawat kepada Rasulullah SAW. Mereka memperoleh shalawat itu karena kesertaan mereka dalam urusan Rasulullah SAW.

Cahaya Yang Menerangi

Melalui orang-orang yang memperoleh shalawat, umat manusia bisa mengetahui jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya. Mereka adalah orang-orang yang mengenal cahaya Allah, dan umat manusia dapat mengetahui jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya dengan mengikuti cahaya yang dapat mereka pancarkan. Umat manusia dapat melihat cahaya Allah melalui orang-orang yang mengenal cahaya Allah, yaitu cahaya Allah yang terbentuk berupa pohon thayyibah. Dengan kata lain pohon thayyibah itu merupakan bayangan cahaya Allah  yang terwujud melalui misykat diri yang telah terbentuk sesuai dengan kehendak Allah.

Membina misykat diri merupakan indikator orang yang memperoleh perpanjangan shalawat melalui Rasulullah SAW, karena dengan misykat demikian itu mereka memahami cahaya Allah. Mereka mengenal penciptaan diri mereka dan amal-amal yang harus dilakukan, serta mengenal urusan Allah untuk ruang dan jaman mereka. Orang-orang demikian menyampaikan pemahaman mereka terhadap petunjuk Allah berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sesuai jati diri mereka, tidak memberikan penjelasan tanpa suatu landasan yang tepat. Satu orang dengan yang lain dapat memberikan keterangan yang berbeda karena jati diri yang berbeda, tetapi masing-masing mempunyai landasan dari kitabullah.

Penjelasan terhadap ayat dari kitabullah inilah yang memberikan manfaat besar kepada umat manusia untuk dapat melihat cahaya Allah. Seringkali orang yang mengenal cahaya Allah bisa bercerita banyak hal terkait dengan pengetahuan diri mereka, dan bagi diri mereka semua itu terlihat sebagai kesatuan dengan ayat kitabullah. Akan tetapi bisa jadi orang yang mendengar penjelasan mereka tidak melihat kesatuan itu. Yang memberikan manfaat kepada orang yang melihat kebenaran penjelasan mereka adalah apa yang diketahui landasannya dari kitabullah, dan itu yang akan mengeluarkan mereka dari kegelapan hingga melihat cahaya Allah. Tanpa suatu penjelasanpun, ayat dalam kitabullah merupakan cahaya bagi orang yang mencari cahaya, tetapi seringkali akal manusia tidak mampu memahaminya. Terangnya cahaya kitabullah bagi kebanyakan akal manusia akan lebih terlihat manakala orang yang memperoleh perpanjangan shalawat menyampaikan penjelasan kepada manusia.

Kedudukan orang yang memperoleh shalawat tidak sama dengan orang lain. Mereka memberi penjelasan sesuai dengan jati diri mereka tanpa ada campuran taghut sehingga manusia dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya. Orang yang belum memperoleh shalawat seringkali tidak benar-benar memahami kehendak Allah, hanya memahami berdasarkan logika jasmani. Hal ini seringkali tidak salah selama tidak berselisih dengan kitabullah, tetapi tidak benar-benar memberikan cahaya yang menerangi langkah manusia. Tidak jarang orang yang membacakan suatu ayat kitabullah sebenarnya tidak mengikuti langkah Rasulullah SAW. Sebagian orang membacakan tanpa berusaha memahami firman Allah dengan sungguh-sungguh. Bacaan kitabullah demikian tidak benar-benar menjadikan manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Orang yang memperoleh perpanjangan shalawat-lah yang bisa membacakan kitabullah hingga umat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Mengikuti orang yang memperoleh shalawat akan menjadikan seseorang melihat cahaya Allah, dan dapat berusaha membentuk diri mereka sebagai hamba Allah yang sebenarnya. Walaupun demikian, tidak semua orang serta merta dapat mengetahui cahaya yang mereka bawa. Kebanyakan manusia tertutup waham untuk mengenali cahaya Allah kecuali bagi orang-orang yang ikhlas., dan waham yang paling menutupi adalah waham kebenaran. Orang yang mengikuti bid’ah sangat sulit menemukan jalan kembali karena mereka merasa mengikuti kebenaran. Sebagian manusia tidak tersadarkan manakala Allah berfirman perihal keadaan buruk mereka, dan karena kebodohan mengira firman Allah itu mempunyai makna lain dari yang difirmankan. Sebagian tidak mengakui literal firman Allah manakala tidak ditafsirkan oleh panutan mereka. Banyak hijab dapat menutupi pandangan manusia dan yang paling sulit adalah waham kebenaran.

Kemampuan melihat cahaya Allah tergantung pada keikhlasan setiap orang. Tidak semua orang yang mempelajari kitabullah mempunyai keikhlasan. Orang-orang khawarij mempelajari kitabullah dan berpegang pada sunnah Rasulullah SAW tetapi terlempar dari islam. Sebagian orang kehilangan keyakinan untuk berpegang pada makna literal kitabullah dan hanya meyakini kebenaran Alquran dari yang dibacakan oleh panutannya. Hal ini sangat mendekati sikap kufur walaupun tampak berpegang pada Alquran. Hal itu tidak menunjukkan adanya keikhlasan. Untuk berpegang pada kitabullah, setiap orang harus menggunakan pikiran dan akal. Allah akan menimpakan kotoran pada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya. Sekalipun tampak sebagai ilmu, sebenarnya pemahaman orang-orang demikian hanyalah waham yang menutupi hati mereka. Keikhlasan meliputi penggunaan pikiran dan akal, dan akal pikiran harus dibina dengan membentuk misykat diri untuk menumbuhkan kalimah thayyibah.

Membentuk misykat diantaranya dilakukan dengan melepaskan waham yang mungkin ada, dan menutup jasmani kecuali pada jalan tertentu untuk dapat memahami cahaya Allah. Hal ini tidak boleh dilakukan secara melampaui batas dengan menganggap nihil kemampuan pikiran dan akal untuk memahami firman Allah, atau menganggap nihil kemungkinan kitabullah dipahami dengan akal pikiran manusia biasa. Tidak semua pengetahuan adalah waham, dan tidak semua jalan jasmani ditutup, harus ada yang terbuka untuk membentuk bayangan cahaya Allah. Kewajiban setiap orang beriman adalah membina diri sejak dari alam jasmaniah dengan berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sesuai batas pengetahuan dirinya, bukan batas pengetahuan orang lain. Orang beriman tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan. Itu merupakan tindakan menggunakan pikiran dan akal. Hal ini tidak berarti seseorang boleh bersikeras dengan pendapat sendiri, harus waspada bahwa mungkin saja ada kesalahan dalam caranya berpikir, ada banyak pengetahuan yang benar bisa disampaikan orang lain, dan ia harus selalu menambah pengetahuan tidak berhenti pada suatu keadaan.

Tetap Mengikuti Rasulullah SAW

Bertambah baiknya keadaan dan ilmu orang yang ingin kembali kepada Allah akan terlihat dari langkah mereka mengikuti Rasulullah SAW tanpa tersimpangkan. Ada orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW tetapi tersimpangkan pada fase tertentu. Setiap orang harus mengikuti hijrah menuju tanah yang dijanjikan berupa mengenal jati diri penciptaan diri mereka, kemudian membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalamnya. Dengan bayt yang terbentuk, setiap orang harus melaksanakan amanah dengan memberikan layanan kepada umat mereka agar Allah memberikan jalan mendekatkan diri, hingga Allah memberikan karunia mi’raj sesuai dengan kapasitas diri mereka. Semua itu harus ditempuh dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah nabi Ibrahim a.s, tidak boleh menyimpang dari keduanya. Menyimpang dari kedua tuntunan itu mengakibatkan seseorang sesat sekalipun telah mencapai langkah yang jauh.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي مَرَرْتُ بِأَخٍ لِي مِنْ بَنِي قُرَيْظَةَ فَكَتَبَ لِي جَوَامِعَ مِنْ التَّوْرَاةِ أَلَا أَعْرِضُهَا عَلَيْكَ قَالَ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَقُلْتُ لَهُ أَلَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولًا قَالَ فَسُرِّيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ إِنَّكُمْ حَظِّي مِنْ الْأُمَمِ وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنْ النَّبِيِّينَ
dari Abdullah bin Tsabit berkata; 'Umar bin Khathab datang kepada Nabi SAW lalu berkata; "Wahai Rasulullah, saya pernah bertemu dengan saudaraku dari Bani Quraidzah, lalu dia mencatatkan untukku ringkasan kitab Taurat, maukah saya tunjukkan kepada anda? (Abdullah bin Tsabit r.a) berkata; maka wajah Rasulullah SAW berubah. Saya bertanya kepadanya ('Umar r.a) tidakkah kau melihat gerangan yang terjadi pada wajah Rasulullah SAW? Umar bergegas berkata; " Kami ridla Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai seorang Rasul". Maka hilanglah kesedihan dari Nabi SAW lalu bersabda: "Sungguh Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah di antara kalian terdapat Musa, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, sungguh kalian sesat. Sungguh kalian adalah umat yang diperuntukkan bagiku, dan aku adalah nabi yang diperuntukkan bagi kalian'. [HR Ahmad]

Sekalipun misalnya seseorang telah tuntas mengikuti langkah hijrah nabi Musa a.s ke tanah yang dijanjikan, hal itu tidak menjadi jaminan bahwa ia tetap berada pada sabilillah. Hal ini dapat dilihat dari langkahnya mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Bila ia kemudian tetap mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s, ia tetap berada di sabilillah. Bila menyelisihi millah nabi Ibrahim a.s atau sunnah Rasulullah SAW, maka ia termasuk pada golongan orang yang menyimpang.

Tetap mengikuti langkah Rasulullah SAW adalah mewujudkan langkah mengikuti Rasulullah SAW lebih lanjut dengan jalan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Mewujudkan langkah tetapi dengan melanggar syariat Rasulullah SAW atau menempuh jalan lain tidak dikatakan tetap mengikuti Rasulullah SAW. Kadangkala seseorang tidak memperoleh jalan untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW setelah langkah tertentu, maka hendaknya ia tidak memisahkan diri dari jalan Rasulullah SAW untuk mencari jalan yang lain. Bila seseorang menempuh jalan menyimpang, ia akan tersesat dari jalan Allah.

Shalawat diberikan kepada orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dengan lurus tanpa menyimpang. Shalawat itu diberikan karena kesertaan dan kebersamaan mereka terhadap langkah Rasulullah SAW. Manakala seseorang terpisah dari Rasulullah SAW, tidak ada shalawat baginya, karena shalawat hanya diberikan sebagai perpanjangan dari shalawat kepada Rasulullah SAW. Orang-orang yang belum mencapai kebersamaan dalam amr jami’ Rasulullah SAW belum memperoleh shalawat, dan orang-orang yang memisahkan diri dari amr jami’ Rasulullah SAW akan terlepas dari shalawat. Seorang manusia ataupun seluruh makhluk tidak akan mampu memperoleh shalawat dengan jalan mereka sendiri, kecuali shalawat yang palsu. Manakala mereka mengerjakan urusan dari amr Rasulullah SAW, mereka memperoleh shalawat, sedangkan manakala mengerjakan untuk kebutuhan sendiri maka belum tentu ada shalawat atasnya dalam amalnya itu.

Kamis, 21 September 2023

Mitsal Cahaya Allah dan Bayt

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Salah satu hal yang harus diusahakan oleh seseorang untuk menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah adalah menumbuhkan kalimah thayyibah dalam qalb diri mereka. Kalimah thayyibah itu berfungsi agar nafs seseorang dapat memancarkan cahaya Allah bagi semesta, di mana kalimah thayyibah itu menjadi sumber cahaya bagi nafs mereka dengan minyaknya atau bahkan dengan api yang menyentuhnya. Seandainya Allah belum menyentuh pohon thayyibah itu dengan api-Nya, minyak dari pohon itu sendiri telah memberikan cahaya yang menerangi nafs mereka, dan bila api menyentuhnya maka ia menjadi cahaya di atas cahaya.

Kalimah thayyibah yang tumbuh dalam qalb seorang hamba Allah dimisalkan sebagaimana pohon thayyibah, akarnya teguh menghunjam ke dalam bumi dan cabangnya menjulang ke langit. Pengetahuan seorang hamba tentang kalimah-kalimah Allah yang tumbuh dalam qalb menyerupai pohon yang mempunyai akar menghunjam ke bumi, yaitu pengetahuan tentang kehendak Allah menyangkut tata kehidupan di bumi, dan cabang mereka menjulang ke langit yang membuat hamba tersebut dapat mencerap cahaya-cahaya Allah yang ada di langit. Pengetahuan itu tidak hanya bersifat hafalan-hafalan tentang dalil-dalil agama, tetapi berbentuk pengetahuan yang tumbuh berdasarkan ayat-ayat Allah tentang tata kehidupan di bumi dan di langit.

﴾۴۲﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (QS Ibrahim : 24)

Setiap hamba Allah dari kalangan manusia diciptakan untuk dapat menumbuhkan kalimah thayyibah dalam perumpamaan pohon thayyibah, karena manusia diciptakan secara sempurna dan lengkap dari alam bumi dan alam langit. Dengan asal mereka dari bumi, mereka benar-benar mengetahui karakteristik dan kecenderungan serta semua permasalahan makhluk-makhluk bumi, dan dengan entitas langit mereka mengetahui karakteristik makhluk-makhluk langit. Dengan kelengkapan demikian, setiap manusia menjadi wahana yang tepat untuk menumbuhkan kalimah thayyibah dalam perumpamaan pohon thayyibah. Hal ini tidak diperoleh oleh makhluk lain yang ada di langit ataupun di bumi.

Pohon thayyibah dalam qalb seorang hamba merupakan pengetahuan berupa akal yang tumbuh berdasarkan ayat-ayat Allah di alam kauniyah dan di dalam kitabullah. Bila jasmani dan nafs seorang hamba memperhatikan kedua ayat Allah secara sinergis dengan sikap yang tepat, akan terbentuk bayangan kalimah Allah dalam qalb. Bila qalb mereka mempunyai keinginan untuk memahami kehendak Allah, bayangan itu akan memunculkan suatu pemahaman tentang kehendak Allah dan qalb itu kemudian tumbuh memahami. Qalb yang tumbuh untuk memahami kehendak Allah itu merupakan akal.

Kebanyakan manusia tidak membina nafs mereka untuk bersikap secara tepat terhadap ayat-ayat Allah. Kadang fenomena kauniyah ditanggapi dengan hawa nafsu tanpa melihat firman Allah dalam kitabullah, atau sikap lain yang tidak membentuk bayangan kalimah thayyibah dalam qalb mereka. Ada suatu golongan yang mempelajari sunnah-sunnah Rasulullah SAW tetapi mereka terlempar dari islam sebagaimana terlemparnya anak panah dari busurnya. Hal ini terjadi karena manusia tidak membina nafs untuk bersikap sesuai dengan kehendak Allah dan mempelajari agama dengan hawa nafsu saja. Agama harus dipelajari dengan proses tazkiyatun-nafs, tidak disikapi dengan hawa nafsu. Dengan tazkiyatun-nafs ini pohon thayyibah dapat tumbuh dalam diri seorang hamba.

Tumbuhnya pohon thayyibah ini bergantung pada keikhlasan seorang hamba untuk mengetahui kehendak Allah. Pohon ini tidak tumbuh bila keinginan untuk mengenal kehendak Allah tidak ada atau terlalu lemah. Bayangan kalimah Allah yang mungkin terbentuk di qalb bisa jadi tidak menumbuhkan pohon thayyibah karena manusia tidak ingin menggunakan akal. Kadangkala seseorang merasa berkeinginan mengenal kehendak Allah akan tetapi manakala ada orang lain atau orang banyak bertentangan dengan firman Allah, ia lebih mengikuti perkataan orang lain yang banyak daripada mengikuti firman Allah, maka ia tidak dikatakan berkeinginan untuk mengenal kehendak Allah. Dalam beberapa keadaan tertentu, seseorang tergolong sebagai kafir karena tidak mengikuti firman Allah, walaupun tidak dihukumi secara sosial sebagai kafir.

Kalimah thayyibah yang tumbuh sebagai akal dalam qalb orang beriman inilah yang dimisalkan sebagai pohon thayyibah. Pohon itu harus tumbuh menerus hingga menghasilkan sari-sari minyak yang bercahaya, memberikan cahaya kepada nafs mereka hingga dapat menerangi semesta mereka. Tumbuhnya pohon ini terjadi karena adanya bayangan kalimah thayyibah yang tercerap melalui misykat, yaitu misykat yang diarahkan kepada ayat Allah. Bila bayangan terbentuk bukan dari ayat Allah, tidak ada jaminan bahwa itu merupakan bayangan kalimah thayibah. Minyak dari pohon ini bisa memberikan cahaya sekalipun belum disentuh api, dan akan menjadi cahaya di atas cahaya manakala Allah menyentuh pohon itu dengan api. Dengan cahaya yang dihasilkan oleh pohon ini, baik dari minyaknya ataupun api yang menyentuh, nafs seseorang akan memperoleh sumber cahaya hingga dapat memendarkan cahaya Allah kepada semesta mereka.

Bayt Sebagai Wahana Pemakmuran Bumi

Setiap hamba yang telah tumbuh pohon thayyibah dalam qalb mereka akan memperoleh pengetahuan tentang tata kehidupan bumi mereka dan cahaya di langit. Akan tetapi mereka tidak dapat menjalankan fungsi mereka secara sendirian. Pohon thayyibah itu harus tumbuh dalam suatu bayt yang diijinkan Allah untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalamnya. Bayt merupakan struktur sosial paling melekat pada diri seorang hamba, dan menjadi pondasi bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial diri mereka secara keseluruhan. Seorang hamba tidak akan mampu melaksanakan fungsi sosial dirinya hanya berdasarkan kalimah thayyibah tanpa ada suatu keluarga yang membentuk bayt.

Perempuan sebagai isteri memegang peran kunci dalam fungsi sosial masyarakat. Perempuan merupakan ladang tempat pohon thayibah seorang laki-laki harus tumbuh di bumi. Hal ini menunjukkan fungsi perempuan sebagai wahana agar pohon thayyibah suaminya dapat terhubung kepada semesta bumi mereka. Tidak hanya pohon thayyibah, segala sesuatu terkait pertumbuhan diri seorang suami akan memperoleh hubungan di bumi mereka melalui penerimaan isteri terhadap suaminya, dan akan semakin jelas terlihat bila terkait tumbuhnya pohon thayibah. Seorang laki-laki akan diterima oleh masyarakat mereka, dan memperoleh sarana menjangkau dan mengindera objek duniawi yang dikerjakan bila isteri mereka menyertai kehidupannya. Bila durhaka atau khianat, kedua sarana penting itu akan melemah hingga lenyap dari suaminya.

﴾۳۲۲﴿نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُم مُّلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Isteri-isterimu adalah ladang bagi kalian, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan dahulukanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QSAl-Baqarah : 223)

Dengan peran demikian, dikatakan bahwa perempuan adalah tiang negara karena tegaknya suatu negara hanya terjadi bila para perempuan tegak menunaikan perannya. Bila perempuan mengingkari perannya, proses pemakmuran suatu bangsa akan terhambat atau bahkan terjadi proses terbalik dari hal itu. Untuk peran demikian, setiap perempuan harus menikah kepada laki-laki tertentu. Ladang bagi seorang suami adalah isteri-isterinya, tidak boleh menjadikan sembarang perempuan sebagai ladang bagi dirinya. Demikian pula seorang perempuan harus menjadikan hanya suaminya sebagai pohon yang tumbuh bagi nafsnya, tidak boleh menjadikan sembarang laki-laki sebagai pohon yang tumbuh dalam nafsnya. Dalam kasus tertentu, seorang perempuan bisa ditarik paksa menjadi ladang bagi laki-laki tanpa menikah, akan tetapi hal itu akan membuka pintu bagi syaitan untuk memperoleh tempat di antara manusia, dan hubungan demikian seringkali merupakan perbuatan keji.

Untuk membentuk bayt, hubungan pernikahan pada prinsipnya harus dibina berdasarkan asal penciptaan diri agar terbina wahana menunaikan amr Allah. Setiap perempuan diciptakan dari nafs wahidah laki-laki tertentu, maka menikahkan seorang perempuan dengan laki-laki yang merupakan asal penciptaan dirinya merupakan bentuk pernikahan yang terbaik. Akan tetapi tidak mudah menemukan perjodohan demikian. Pernikahan demikian wajib ditempuh bila sepasang manusia menemukannya, tetapi tidak menjadi ketentuan pokok bagi manusia untuk menikah. Apapun bentuk perjodohan pernikahan, setiap orang harus melaksanakan kewajiban mereka terhadap yang lain dalam pernikahan sesuai dengan ketentuan agama .

Lancarnya pelaksanaan peran dalam pernikahan akan dipengaruhi oleh kesetimbangan di antara pasangan. Visi pasangan harus disatukan terlebih dahulu sebelum menikah melalui ta’aruf, tanpa perlu berlarut-larut atau terburu-buru, cukup hingga dapat diputuskan apakah hubungan perlu dilanjutkan dalam pernikahan atau tidak perlu dilanjutkan. Banyak perbedaan yang mungkin terjadi di antara pasangan yang akan menikah karena boleh jadi belum terbina kesepahaman di antara pasangan, sedangkan boleh jadi sebenarnya potensi untuk dapat berjalan bersama sangat besar. Setiap orang hendaknya memilih pasangan berdasarkan kufu yang setimbang, tidak terlalu jauh perbedaan di antara pasangan.

Kadang terdapat suatu perbedaan visi antara dua pihak ketika menghadapi pernikahan hingga menyebabkan perselisihan. Hal itu bisa menjadi penyebab bencana dalam pernikahan. Dengan keadaan demikian, suatu pihak mungkin akan tidak dapat bersyukur kepada Allah atau bahkan akan bersikap kufur, atau tidak dapat melaksanakan amal. Biasanya hubungan akan terputus dengan sendirinya bila kasus demikian terjadi, akan tetapi sangat mungkin ada ketergesaan dalam memutuskan. Bukan tidak mungkin Allah berkehendak menyatukan. Peran masing-masing pihak akan terlaksana dengan baik bila masing-masing berjalan dengan visi yang sama dalam menempuh kehidupan. Suatu perselisihan menunjukkan kemungkinan adanya perbedaan visi yang sangat jauh. Pasangan demikian hendaknya tidak dinikahkan kecuali telah bisa didudukkan pada suatu kesamaan pemahaman yang bisa menyatukan mereka, sebelum pernikahan terjadi.

Peran sosial tertinggi suatu pernikahan akan diperoleh bila berhasil membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah melalui bayt tersebut. Bayt tersebut terbina bila suami berhasil membina diri menjadi mitsal bagi cahaya Allah, dan isteri dapat memahami dan mengiringi jalan suaminya sebagai perantara kepada dunia mereka untuk amal shalih. Suami dan isteri menempuh jalan bersama untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah melalui rumah tangga mereka. Ciri yang dapat dilihat dari bayt demikian adalah ketaatan isteri kepada suaminya, dan perkataan suami menjadi perhatian utama isterinya. Tidak ada pengkhianatan yang terjadi atau penghinaan satu pihak kepada yang lain karena itu akan merusak bayt yang dibentuk. Bayt tersebut menjadi cermin salinan di bumi sebagai sarana turunnya amr Allah di alam yang tinggi.

Masyarakat madani akan terbentuk manakala keluarga yang baik menjadi basis kemasyarakatan. Akan terbentuk kemandirian masyarakat yang menjadi benih terwujudnya kemakmuran melalui pembinaan keluarga. Pada dasarnya tidak ada manusia yang bisa mandiri. Kemandirian masyarakat terbentuk karena anggota masyarakat melaksanakan peran dan fungsinya dan dapat diterima oleh masyarakat. Tanpa keluarga yang terbina, sulit bagi seseorang untuk memperoleh kedudukan yang layak untuk melaksanakan peran dan fungsi diri mereka dan kemudian diterima oleh masyarakat. Seorang nabi dengan ketinggian ilmunya mungkin saja hanya akan dipandang oleh masyarakat mereka sebagai orang gila manakala keluarga nabi itu tercerai-berai. Demikian pula banyak orang yang mempunyai kemampuan memberikan manfaat diri mereka kepada masyarakat tetapi tidak dapat melakukan dan tidak diterima oleh masyarakat mereka. Seorang isteri bisa mempengaruhi seorang seniman suaminya menjadi seorang artis terkenal atau sebagai seniman jalanan. Para perempuan merupakan tiang negara, karena setiap orang akan membawa manfaat berharga bagi masyarakat mereka melalui perempuan yang terdidik agamanya. Kemakmuran di suatu bangsa mustahil dapat diwujudkan bila para perempuan dirusak akhlaknya. Demikian pula akan terwujud keadilan dengan membina keluarga.

Runtuhnya pembinaan para perempuan akan mengawali keruntuhan suatu negara. Meruntuhkan umat manusia dengan cara demikian digunakan oleh syaitan dalam tingkatan yang tertinggi. Mereka bisa membuat masyarakat bersikap melecehkan atau tidak menghormati pernikahan di antara mereka dan menjadikan para perempuan menyimpang. Setiap orang mempunyai hak menikah dengan jodohnya selama tidak melanggar syariat atau suatu prioritas menurut syariat, dan setiap orang yang telah menikah memperoleh kedudukan tertentu di hadapan Allah. Setiap ikatan pernikahan harus dihormati sebagai mitsaqan ghalidza di hadapan Allah, tidak boleh diperlakukan dengan aturan berdasar hawa nafsu atau syaitan. Apa yang dihalalkan Allah tidak boleh diharamkan manusia, dan apa yang diharamkan Allah tidak boleh dihalalkan manusia. Tidak boleh membangkitkan bughat dan khianat dalam suatu pernikahan, baik antara suami dengan isteri ataupun antara satu isteri dengan isteri lainnya pada pernikahan ta’addud. Bila seseorang memandang ada suatu kebaikan pada perbuatan demikian, itu merupakan tipuan syaitan. Seringkali perbuatan demikian disertai dengan dorongan dalam diri sebagai pemegang urusan, sedangkan semuanya hanya tipuan syaitan yang hendak membuat kerusakan yang sangat besar di muka bumi.

Senin, 18 September 2023

Membentuk Diri sebagai Mitsal Cahaya Allah


Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Seorang hamba Allah yang sebenarnya mengenal cahaya Allah dan berusaha bertindak sesuai dengan cahaya itu, maka mereka menjadi mitsal, salinan bagi cahaya Allah. Hal ini tidak menunjukkan bahwa seorang hamba menyatu dengan Allah, tetapi menunjukkan seseorang telah menyalin cahaya Allah. Hal ini dapat digambarkan layaknya gambar foto sesuatu. Foto sebuah pohon tidak menunjukkan adanya pohon dalam foto itu, tetapi menunjukkan adanya pohon di suatu tempat yang dapat dilihat sesuai dengan gambar foto itu. Demikian hamba Allah yang sebenarnya bisa menjadi mitsal bagi cahaya Allah, bisa menunjukkan keberadaan cahaya Allah yang seharusnya diikuti.

﴾۵۳﴿ اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (adalah) cahaya lelangit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan kaukab (objek terang di langit) seperti mutiara, yang dinyalakan dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS An-Nuur : 35)

Misykat cahaya itu adalah susunan diri manusia yang sempurna. Jasmani mereka dimisalkan misykat yang tidak tembus cahaya, sedangkan nafs mereka dimisalkan sebagai bola kaca yang memendarkan cahaya karena adanya cahaya-cahaya dari pohon berapi. Tanpa adanya pohon yang mengeluarkan cahaya, nafs mereka tidak dapat memendarkan cahaya. Adanya cahaya yang terpancar dari bola kaca itu adalah pancaran cahaya dari pohon. Pohon zaitun berapi itu adalah kalimah thayyibah yang tumbuh dalam diri seorang hamba hingga menghasilkan minyak yang bercahaya, kemudian Allah menyalakannya dengan api. Seandainya Allah belum menyalakan dengan api, minyak dari kalimah thayyibah yang telah tumbuh itu mengeluarkan cahaya yang menerangi. Pohon dan minyaknya itu diperoleh dari kematangan pertumbuhan kalimah thayyibah dalam diri seseorang, sedangkan Allah yang memberikan api untuk menyalakannya.

 

Kamera Sebagai Gambaran Misykat

Misykat dalam perumpamaan di atas dapat dibayangkan sebagaimana bola mata atau kamera. Ada badan kamera, lensa dan layar monitor serta Fotosensor (plat film). Fotosensor berfungsi menangkap gambar berdasarkan cahaya yang diarahkan lensa padanya. Badan kamera melindungi Fotosensor dari cahaya luar hingga suatu gambar tertentu dapat terbentuk pada sensor tersebut dengan jelas. Apabila lensa diatur dengan baik, kamera tersebut dapat mengambil gambar yang jernih dari objek di luar melalui lubang kecil yang ada. Demikian itu dapat menjadi ibarat cara seorang hamba Allah dapat mengambil gambaran tertentu tentang cahaya Allah hingga dapat diceritakan kepada orang lain. 

 


 

Badan kamera adalah ibarat bagi misykat berupa badan jasmani seseorang. Lensa dan layar monitor itu merupakan ibarat bagi bola kaca (az-zujajah) nafs, sedangkan Fotosensor itu merupakan ibarat bagi qalb. Manusia terbentuk dalam ibarat demikian dalam fungsinya sebagai mitsal bagi cahaya Allah. Hendaknya setiap manusia dapat memperoleh fungsi demikian. Dengan gambar yang terbentuk, ia dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

Membina Diri Menuju Mitsal Cahaya

Setiap orang beriman dapat dan seharusnya berusaha untuk menjadi misal bagi cahaya Allah dengan membina diri melalui tazkiyatun nafs hingga terbentuk suatu gambaran tentang kalimah thayibah dalam diri mereka. Seorang syaikh akan memperkenalkan struktur kamera diri murid-muridnya, melatih murid untuk menutupkan badan kamera dengan sempurna, membersihkan dan membentuk lensa, serta melatih mengatur kedudukan lensa hingga dapat mengarahkan cahaya Allah yang datang membentuk bayangan kalimah thayyibah pada kedudukan yang tepat berdasarkan firman-firman Allah yang sesuai bagi diri mereka. Syaikh juga mengetahui objek-objek yang seharusnya menjadi sasaran para muridnya berupa firman-firman Allah dalam kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah serta firman di alam kauniyah mereka.

Seorang syaikh tidak menentukan objek berdasarkan dirinya sendiri, tetapi akan menunjukkan objek berdasarkan ayat-ayat Allah dalam kitabullah dan alam kauniyah mereka yang sesuai bagi masing-masing. Bila murid hanya mengetahui salah satu yang ditunjukkan, hendaknya ia mencari ayat yang lain untuk melengkapinya, karena keduanya merupakan kesatuan objek yang harus menjadi objek kamera. Kauniyah adalah objeknya, dan ayat kitabullah merupakan cahaya-Nya. Syaikh pada dasarnya terhubung pada suatu amr jami’ yang merupakan urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, dan mereka bertugas pada bidang pembinaan manusia agar setiap orang dapat membentuk bayangan amr jami’ dalam diri mereka masing-masing. Objek yang terkait dengan amr jami’ itulah yang akan ditunjukkan sang syaikh kepada para murid sebagai objek bagi kamera masing-masing.

Proses tazkiyatun nafs adalah proses membentuk dan menggunakan kamera hingga menghasilkan gambar bayangan yang tepat sesuai dengan kehendak Allah. Para murid seringkali bersikap keliru dengan berbuat memasukkan gambar dari kamera sang syaikh ke dalam kamera dirinya. Hal demikian bisa dilakukan sebagai pengantar hingga para murid mempunyai imajinasi tentang apa yang harus dibentuk, hingga bisa melakukannya. Tujuan yang paling utama hendaknya dipenuhi. Setiap murid hendaknya belajar mengambil gambar bayangan dari objek yang ditunjukkan sang syaikh, bukan hanya mengambil gambar dari gambar kamera sang syaikh. Badan kamera harus diarahkan menuju objek yang ditunjukkan, lensa itu harus dibersihkan dan diatur kedudukan sesuai objek yang ditunjukkan agar dapat terbentuk bayangan yang tepat dalam Fotosensor.

Banyak bayangan dapat terbentuk pada Fotosensor bila kamera digunakan dengan tidak tepat. Bila seseorang menghadap pada objek yang keliru, tidak akan terbentuk gambar yang sesuai dengan kehendak Allah. Bila lensa tidak terbentuk sebagai lensa yang dapat mengarahkan cahaya dengan arah yang benar, kamera itu tidak akan dapat digunakan untuk membentuk gambar bayangan pada Fotosensor. Bila ada kotoran pada lensa, akan terbentuk gambar yang penuh dengan gangguan. Bila kedudukan lensa tidak pada posisi yang tepat, akan terbentuk gambar yang buram atau bahkan gambar yang sama sekali salah. Sangat banyak hal yang perlu diperhatikan seseorang dengan mengikuti syaikh agar kamera dirinya dapat menghasilkan gambar yang benar.

Gambar bayangan yang harus terbentuk dalam Fotosensor diri seseorang adalah benih kalimah thayyibah berupa firman-firman Allah dalam kitabullah dan alam kauniyah. Seorang syaikh akan memperhatikan muridnya berdasarkan kitabullah dalam terbentuknya syajarah thayyibah, hingga syajarah thayyibah tersebut bersesuaian dengan kitabullah. Tidak semua syajarah yang bisa terbentuk pada seorang murid adalah syajarah thayyibah. Syaitan dapat berperan mempengaruhi bentuk syajarah dimana ia menempatkan suatu kedudukan dirinya pada syajarah itu, sebagaimana dahulu ia menunjukkan kepada Adam pohon khuldinya. Walaupun terbentuk syajarah thayyibah pada diri seseorang, syaitan mungkin mempunyai kedudukan dalam syajarah tersebut. Karena itu, bilamana seorang syaikh memberikan arahan, setiap murid harus mentaati arahan itu hingga ia dapat melihat bentuk syajarah yang bersih berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak taat, syaitan sangat mudah menipu manusia. Memberi penilaian kebersihan gambar merupakan tugas syaikh yang harus diikuti oleh setiap muridnya.

Kadangkala seorang syaikh tidak menunjukkan objek apapun kepada murid karena keadaan muridnya. Walaupun demikian, tetaplah syaikh itu meninggalkan suatu pesan yang harus dilakukan murid untuk belajar menggunakan kamera diri masing-masing. Syaikh seringkali harus membongkar terlebih dahulu murid-muridnya agar dapat menjadi kamera yang dapat berfungsi dengan benar. Yang sering terjadi, murid tidak cukup rapat menutup badan kamera dari cahaya-cahaya yang masuk. Kadangkala kamera dapat berfungsi, tetapi tidak menghasilkan gambar yang benar. Kadangkala murid terkurung dalam suatu waham yang menghalangi, dan syaikh menunjukkan jalan menghilangkan waham. Pada objek tertentu, seorang syaikh harus mengajar murid memisahkan cahaya yang benar dengan yang bathil. Misalnya dalam urusan sejarah, kadang seorang syaikh harus menunjukkan cara memisahkan antara cahaya yang sebenarnya dengan mitos yang berkembang, agar murid dapat memandang objek dengan haq. Dalam hal ini, sangat banyak selubung bathil yang terpancar dari setiap objek.

Tumbuhnya Akal dengan Kebenaran

Bila keadaan muridnya belum memenuhi syarat, syaikh akan lebih banyak memberikan pendidikan agar masing-masing murid dapat berfungsi dengan benar terlebih dahulu, sebagai kamera membentuk bayangan cahaya Allah dalam diri. Bila telah berfungsi, maka syaikh akan memberikan pengajaran tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam menggunakan kamera, kemudian baru menunjukkan objek yang seharusnya dibentuk dalam diri. Apa yang ditinggalkan syaikh bagi para murid merupakan khazanah yang harus diperhatikan oleh para murid. Bila murid telah dapat menggunakan kamera dengan benar, mereka akan melihat hakikat dari sesuatu yang ada di hadapan mereka, dan dengan hakikat itu pohon dalam diri mereka dapat tumbuh.

Tumbuhnya pohon diri adalah pertumbuhan akal. Akal dapat diibaratkan dengan Fotosensor. Pada manusia, Fotosensor mereka bertumbuh. Ia tumbuh dengan stimulasi bayangan cahaya yang diterima. Hal ini dapat diibaratkan dengan kepekaan dan kecepatan Fotosensor serta kemampuan pengolahan resolusi gambarnya. Akal setiap orang harus digunakan dengan benar agar tumbuh untuk memahami kehendak Allah. Bila seseorang tidak dapat membedakan sesuatu yang haq dengan yang bathil, sulit bagi akal mereka untuk tumbuh dengan benar. Hal ini mempersyaratkan penggunaan kamera secara tepat. Badan kamera harus bisa menutup dan membuka pada saat yang tepat, dan lensa harus menghasilkan bayangan yang tepat maka Fotosensor akan tumbuh memproses gambar berdasarkan bayangan itu. Bila lensa masih bias atau badan kamera retak dan bocor, sensor itu akan terpapar dengan bias-bias cahaya yang sangat banyak, dan tidak akan dapat memproses gambar dengan baik.

Pertumbuhan akal akan menjadikan seseorang memahami kandungan dalam ayat Allah. Semakin tinggi pertumbuhan akal, semakin dalam nilai pemahaman yang diperoleh seseorang, hingga pemahaman itu akan mengantarkan seseorang untuk memahami kehendak Allah. Pemahaman terhadap kehendak Allah merupakan minyak dari suatu pohon. Pertumbuhan akal itu tidak semata tergantung pada bayangan dari cahaya yang diterima. Ada suatu golongan manusia yang dapat menempatkan bayangan pada tempatnya, tetapi tidak terjadi pertumbuhan kemampuan memproses gambar. Mereka mempunyai hati tapi tidak memahami, mempunyai mata tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga tetapi tidak mendengar. Tidak terjadi proses membina diri memahami kehendak Allah dalam diri mereka walaupun telah terbentuk gambar yang fokus.

Nafs yang tidak dibina menurut kehendak Allah akan menyebabkan banyak bias dan kebodohan. Semakin fokus gambar yang diterima, akal itu akan semakin mudah memahami dengan benar. Sebaliknya bila gambar yang diterima banyak bias, akal akan mengalami banyak bias pemahaman. Boleh jadi seseorang atau suatu kaum mengalami sedemikian hingga suatu kebenaran sebagai dipersepsi sebagai kesesatan, dan suatu kesesatan dipersepsi kebenaran. Bila demikian akan tumbuh pemahaman yang keliru yang menyebabkan seseorang tersesat karena bias. Hanya pemahaman yang benar yang akan mengantarkan seseorang untuk memahami kehendak Allah.

Ada suatu segel pengesahan terhadap pahamnya seseorang terhadap kehendak Allah yaitu persaksian terhadap risalah Rasulullah SAW. Mereka mengetahui dengan tepat urusan Rasululullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, dan mereka mengetahui kedudukan diri mereka dalam urrusan Rasulullah SAW tersebut. Hal ini diikuti dengan pengetahuan mereka terhadap orang-orang yang menjadi wasilah mereka kepada Rasulullah SAW. Sangat umum ditemukan seorang ulama yang menjadi pengantar bagi wali Allah yang lain menyampaikan bahwa yang dilakukan adalah menjadi pengantar bagi wali tersebut. Hal ini merupakan turunan dari persaksiannya terhadap risalah Rasulullah SAW. Hampir tidak ada seorang wali melakukan jihad secara berdiri sendiri.

Senin, 11 September 2023

Membina Diri Mengikuti Cahaya Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Ibadah seorang manusia kepada Allah akan mendatangkan pemakmuran bumi. Bila seseorang benar-benar berkeinginan untuk menjadi hamba Allah, ia akan berusaha mengetahui kehendak Allah bagi dirinya dan kemudian melaksanakan kehendak-Nya itu bagi semesta mereka. Tanpa keinginan demikian, tidak seharusnya seseorang mengatakan bahwa dirinya seorang hamba Allah. Dengan amal-amal demikian, seseorang akan mendatangkan kemakmuran bagi bumi mereka. Allah memberikan kemudahan bagi manusia untuk mewujudkan keinginan menjadi hamba-Nya dengan menurunkan syariat-syariat sehingga setiap manusia di alam jasmani dapat terhubung kepada Allah dengan benar. Syariat-syariat itu harus dipenuhi oleh setiap manusia dengan berharap untuk mengetahui jalan ibadah bagi dirinya, maka ia akan memperoleh jalan menjadi hamba Allah yang sebenarnya.

Seorang hamba Allah yang sebenarnya akan berusaha sungguh-sungguh bertindak sesuai dengan cahaya Allah. Mereka mengenal cahaya Allah dan berusaha bertindak sesuai dengan cahaya itu, maka mereka menjadi mitsal, salinan bagi cahaya Allah. Hal ini tidak menunjukkan bahwa seorang hamba menyatu dengan Allah, tetapi menunjukkan seseorang telah menyalin cahaya Allah. Hal ini dapat digambarkan layaknya gambar foto sesuatu. Gambar foto tidak menunjukkan keberadaan objek di dalam gambar itu, tetapi gambar itu menunjukkan keberadaan objek yang dapat dilihat oleh orang lain yang mau melihat. Foto sebuah pohon tidak menunjukkan adanya pohon dalam foto itu, tetapi menunjukkan adanya pohon di suatu tempat yang dapat dilihat sesuai dengan gambar foto itu. Demikian hamba Allah yang sebenarnya bisa menjadi mitsal bagi cahaya Allah. Mereka bisa menunjukkan keberadaan cahaya Allah, walaupun mungkin tidak sepenuhnya terlepas dari perbuatan salah.

﴾۵۳﴿ اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (adalah) cahaya lelangit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan kaukab (objek terang di langit) seperti mutiara, yang dinyalakan dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS An-Nuur : 35)

Ayat tersebut berbicara tentang susunan mitsal (salinan) bagi cahaya Allah, yaitu hamba Allah yang sebenarnya. Cahaya Allah yang dapat dilihat oleh makhluk dari seorang mitsal cahaya Allah hanyalah berupa lubang kecil dari suatu misykat yang tidak tembus cahaya, karena mereka hanya diberi jalan cahaya yang kecil. Misykat dapat dibayangkan layaknya suatu kamera. Mereka tidak diberi jalan cahaya selain lubang kecil itu, dan tidak berkeinginan mencari jalan lain itu. Cahaya Allah itu ada dalam diri seorang hamba, layaknya gambar suatu kamera. Cahaya di dalam diri seorang hamba itu berasal dari pohon zaitun yang dinyalakan. Pohon itu sendiri pada dasarnya telah bercahaya karena minyaknya sebelum disentuh api.

Misykat cahaya itu adalah susunan diri manusia yang sempurna. Jasad mereka dimisalkan misykat yang tidak tembus cahaya, sedangkan nafs mereka dimisalkan sebagai bola kaca yang memendarkan cahaya karena adanya cahaya-cahaya dari pohon berapi. Tanpa adanya pohon yang mengeluarkan cahaya, nafs mereka tidak dapat memendarkan cahaya. Adanya cahaya yang terpancar dari bola kaca itu adalah pancaran cahaya dari pohon. Pohon zaitun berapi itu adalah kalimah thayyibah yang tumbuh dalam diri seorang hamba hingga menghasilkan minyak yang bercahaya, kemudian Allah menyalakannya dengan api. Seandainya Allah belum menyalakan dengan api, minyak dari kalimah thayyibah yang telah tumbuh itu mengeluarkan cahaya yang menerangi. Pohon dan minyaknya itu diperoleh dari kematangan pertumbuhan kalimah thayyibah dalam diri seseorang, sedangkan Allah yang memberikan api untuk menyalakannya.

Pertumbuhan Kalimah Thayyibah

Pertumbuhan kalimah thayyibah terjadi bila seseorang mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Suatu ayat dalam kitabullah yang tumbuh mengakar dalam diri seseorang akan menjadikan pohon thayyibah tumbuh. Pengetahuan itu tumbuh bila seseorang mengikuti langkah Rasulullah SAW, yaitu melangkah kembali mendekat (bertaubat) kepada Allah. Ada tahapan-tahapan yang menandai tingkat perkembangan seseorang dalam mengikuti langkah Rasulullah SAW, yang menunjukkan bahwa mereka benar dalam mengikuti langkah Rasulullah SAW. Bila tanda itu tidak muncul, boleh jadi ia tidak melangkah mengikuti sunnah Rasulullah SAW atau ia salah dalam melangkah, atau ia terlalu lambat dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sebagian umat islam meniru perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tanpa sedikitpun melangkah mengikuti sunnah, dan justru menimbulkan kegaduhan di antara umat islam karena dan dengan kebodohan mereka tentang sunnah Rasulullah SAW. Mereka adalah kaum khawarij.

Arah utama yang menjadi pedoman melangkah mengikuti Rasulullah SAW di alam dunia adalah terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Membina bayt merupakan millah Ibrahim a.s bersama isteri dan anak-anak dalam sebuah keluarga yang diijinkan Allah untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalamnya. Bayt nabi Ibrahim a.s dijadikan kiblat bagi umat manusia dalam melangkah berupa bayt al-haram dan bayt al-aqsha, keduanya merupakan bayt nabi Ibrahim a.s. Dalam sunnah Rasulullah SAW, menikah merupakan setengah bagian dari agama karena fungsi pernikahan untuk membentuk bayt. Melalui pernikahan yang penuh ketakwaan, seseorang akan memperoleh wahana membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah.

﴾۶۳﴿فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
di rumah-rumah yang telah diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang (QS An-Nuur : 36)

Dengan terbentuknya bayt yang diijinkan untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah, seseorang memperoleh wahana untuk kembali mendekat kepada Allah (bertaubat) melalui jalan yang terdekat berupa shirat al-mustaqim. Demikian pula melalui bayt seseorang memperoleh wahana untuk mewujudkan pemakmuran bumi (umrah). Itu merupakan jalan Allah yang sebenarnya. Di dalam bayt tersebut, seseorang akan mengetahui kehendak Allah sesuai ayat-ayat kitabullah dan mempunyai jalan untuk memberikan sumbangsih bagi pemakmuran bumi mereka.

Banyak orang tidak mengetahui pokok arah kehidupan ini. Misalnya sebagian orang menyangka bahwa umat islam harus melakukan gerakan sosial politik untuk memajukan umat. Sebagian berpendapat bahwa kemakmuran umat manusia harus dimulai dari riset sains dan teknologi. Banyak persangkaan lain manusia terkait dengan kemakmuran, sedangkan persangkaan itu bukanlah pokoknya. Sebagian persangkaan itu merupakan cabang-cabang yang seharusnya tumbuh dari pokoknya, pokok berupa membentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Membentuk bayt menjadi pokok karena terkait transformasi inti diri manusia berupa nafs hingga transformasi terbentuknya pondasi struktur sosial seseorang. Manakala tidak melibatkan pembentukan bayt, upaya manusia tidaklah menghasilkan pemakmuran, dan tidak menumbuhkan pohon thayyibah. Tidak jarang seseorang atau suatu jamaah sangat memperhatikan apa-apa yang menjadi cabang pemakmuran, tetapi dengan merusak pokok arah kehidupan berupa terbentuknya bayt. Bila demikian, mereka tidak melangkah mengikuti Rasulullah SAW, tidak mengikuti sunnah Rasulullah SAW menumbuhkan pohon thayyibah dalam dirinya, dan justru berbuat kerusakan yang banyak.

Ada beberapa turunan yang menjadi penjelasan arah dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Bayt didirikan di tanah haram. Setiap orang harus menempuh hijrah dari keadaannya di bumi menuju tanah yang dijanjikan baginya. Tanah haram itu adalah jati diri penciptaan setiap manusia. Setiap orang hendaknya mendidik diri agar dapat mentaati kehendak Allah, sehingga ia bisa mengenali jati diri penciptaan diri mereka. Itu adalah proses hijrah menuju tanah yang dijanjikan. Sejak seseorang mendidik diri untuk taat kepada Allah dan taat kepada Rasulullah SAW, seseorang dikatakan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Hendaknya mereka terus mengikuti sunnah itu hingga terbentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Pengenalan diri dan hal lainnya hanyalah sasaran antara, bukan sasaran akhir dari millah dan sunnah. Sasaran utamanya adalah terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah, dan itu bentuk ubudiyah yang mapan tidak mudah digoyahkan. Syaitan akan selalu berusaha menyimpangkan manusia bila tidak berhati-hati, bahkan hingga manakala seseorang mengenali shirat al-mustaqim mereka.

Menyemai Kalimah Thayyibah

Allah menciptakan makhluk sebagai manifestasi ilmu-Nya yang sangat luas, dan menjadikan Rasulullah SAW sebagai penghulunya. Beliau SAW adalah makhluk yang paling mengetahui hakikat penciptaan. Pengetahuan beliau SAW mencakup segenap firman Allah, baik firman dalam wujud kitabullah maupun firman Allah berupa kauniyah alam semesta. Setiap orang bisa mengikuti Rasulullah SAW untuk menumbuhkan pohon thayyibah dengan mengambil ayat dari ayat kitabullah dan ayat kauniyah.

Luasnya ilmu Allah tidak terbatasi oleh pengetahuan makhluk-Nya, sedangkan ilmu yang diperkenalkan Alah kepada makhluk dibatasi Allah dengan pengetahuan yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW. Ilmu makhluk yang lain hanya merupakan bagian-bagian dari ilmu nabi Muhammad SAW. Sekalipun misalnya seseorang memperoleh pengetahuan hakikat dalam derajat mengenal tajalli Allah di kursi-Nya, ilmu Allah yang tidak dikenalnya masih sangat luas. Kursi dibandingkan dengan ‘arsy dapat diibaratkan sebesar suatu cincin di gurun pasir yang sangat luas. Sangat banyak ilmu yang mungkin tidak dikenali oleh seseorang, walaupun oleh orang yang mengenal Allah. Seseorang yang mengenal Allah kebanyakan mengenali tajalli Allah dalam wujud salinan yang sesuai bagi kursi hamba itu sendiri, bukan tajalli Allah di kursi-Nya, apalagi tajalli Allah di atas ‘arsy. Rasulullah SAW mengenal tajalli Allah di ufuk yang tertinggi.

Setiap manusia dapat mengambil kalimat Allah yang sesuai dengan keadaan kauniyah dirinya untuk ditumbuhkan sebagai pohon thayyibah. Tumbuhnya pohon itu ditandai dengan akal yang memahami kehendak Allah. Syaitan sangat ingin manusia tercerabut akalnya atau memisahkan seseorang dari firman Allah. Syaitan seringkali mengurung manusia dalam suatu pemahaman tertentu yang memisahkan mereka dari firman Allah berupa ayat kauniyah maupun kitabullah, sehingga manusia itu tidak dapat memahami firman Allah yang mendatangi diri mereka. Syaitan membangkitkan perkataan ttentang Allah tanpa pengetahuan. Beberapa fenomena dapat menjadi penanda terkurungnya manusia dalam waham yang dibuat syaitan. Sebagian manusia menjadikan hamba-hamba Allah sebagai wali, tetapi wali selain Allah. Mereka tidak berusaha memahami kehendak Allah dengan akalnya melalui wali-wali yang mereka pilih tetapi hanya bergantung kepada wali yang mereka pilih sendiri tanpa menggunakan akalnya. Manakala para wali itu bertentangan dengan firman Allah, mereka mengikuti langkah itu tanpa memikirkan kehendak Allah yang tertera dalam kitabullah. Itulah menjadikan wali selain Allah, dan itu termasuk bagian dari cara syaitan mengurung manusia dalam waham.

Bertanam Kalimah dengan Pernikahan

Membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah dimulai dari pernikahan, sehingga pernikahan merupakan setengah bagian dari agama. Transformasi manusia melalui pernikahan akan terjadi secara fundamental menyentuh kesatuan nafs manusia. Namun disayangkan bahwa kebanyakan manusia tidak mempunyai visi untuk membentuk bayt demikian.

Keadaan sakinah, mawaddah dan rahmah dalam suatu rumah tangga merupakan indikator tingkat keberhasilan dalam membina rumah tangga. Hal ini hendaknya tidak dipandang sama dengan keadaan pasangan yang dimabuk asmara sedangkan mereka belum mengalami ujian dalam kebersamaan. Sakinah, mawaddah dan rahmah dalam rumah tangga merupakan hasil transformasi pasangan menikah melalui pernikahan mereka, melibatkan transformasi nafs dan perkembangan akal dalam memahami kehendak Allah untuk diri mereka dan semesta mereka. Tidak semua pernikahan mendatangkan perkembangan demikian. Ada pasangan yang berkembang bersama, ada yang berkembang sepihak, dan ada yang tidak berkembang sama sekali justru menimbulkan permusuhan di antara pasangan.

Transformasi dalam pernikahan terjadi meliputi fundamen seseorang berupa nafs mereka. Manakala dua nafs berpasangan disatukan dalam pernikahan, penyatuan itu dapat menumbuhkan sekian banyak hal lain karena kesuburan di antara mereka, dan itu tidak terjadi tanpa ada pernikahan. Seorang laki-laki akan mengalami perubahan kekuatan akalnya, baik untuk memahami kehendak Allah ataupun dalam melaksanakan amal, apabila ia menghendaki. Kadang perubahan ini tidak disadari seseorang, tetapi akan disadari manakala ia ditinggalkan isterinya. Seorang perempuan akan tumbuh rasa mawaddah yang menjadikannya subur, berupa iktikad untuk membantu suaminya melaksanakan amal shalih. Itu adalah basis perkembangan yang akan diperoleh orang yang menikah.

Transformasi melalui pernikahan bergantung pada keikhlasan masing-masing pihak. Keadaan awal berpasangan seringkali mewarnai terbentuknya transformasi, tetapi tidak sepenuhnya menentukan keberhasilan transformasi. Sangat banyak pasangan muda yang saling mencintai dengan menggebu-gebu kemudian padam dalam tempo singkat. Demikian pula tidak jarang suatu pasangan muda memperoleh petunjuk orang-orang yang tidak sesuai dengan keinginan masing-masing. Keadaan awal tidak menjadi komponen utama yang mempengaruhi transformasi pasangan itu dalam membentuk bayt. Untuk perempuan, keadaan awal barangkali akan lebih berpengaruh terhadap transformasi mereka, dibanding laki-laki, walaupun mungkin saja masalah itu dapat terlampaui oleh keikhlasannya.

Dalam perjalanan, akhlak dan adab satu pihak kepada yang lain akan sangat mempengaruhi terbentuknya kebaikan dalam rumah tangga. Akhlak dan adab seringkali merupakan satu kesatuan, akan tetapi bisa berbeda. Adab yang baik tidak selalu menunjukkan akhlak yang baik, dan sebaliknya. Misalnya bila seorang perempuan bersikap baik pada laki-laki kaya, tetapi merendahkan manakala menghadapi laki-laki lain karena miskinnya. Dalam peristiwa demikian, adab yang baik itu tidak menunjukkan akhlak yang baik. Sebaliknya, seorang perempuan dengan akhlak baik dapat bersikap buruk karena suatu mushibah tertentu. Adab yang buruk tidak selalu menunjukkan akhlak yang buruk. Akhlak dan adab yang baik-lah yang akan membentuk bayt. Manakala satu pihak atau kedua pihak tidak mengalami transformasi melalui pernikahannya, tidak terbentuk bayt yang diijinkan untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah.

Orang beriman kadang menghadapi suatu petunjuk yang tampak tidak masuk akal dalam urusan pernikahan, bahkan masih tampak tidak masuk akal ketika ia mengesampingkan hawa nafsunya. Hal itu dapat terjadi karena informasi yang keliru atau prasangka. Syaitan gemar menimbulkan kekisruhan dalam urusan itu, hingga syaitan yang didekatkan kepada pemuka Iblis yang utama. Pernikahan merupakan jalan utama untuk mengikuti millah Ibrahim a.s maka syaitan sangat berusaha merusak. Seseorang tidak boleh meninggalkan petunjuk itu bila itu petunjuk yang benar. Manakala ia belum memperoleh kejelasan informasi, ia mungkin boleh menunda memutuskan petunjuk itu, tetapi hendaknya ia dapat menerima dengan baik bila ada informasi baru yang lebih benar, atau manakala ada perubahan dari keadaan sebelumnya. Kadangkala suatu komitmen untuk berubah lebih baik harus dianggap mencukupi agar petunjuk itu dapat terlaksana.