Pencarian

Selasa, 28 April 2020

Mencari Jalan Kepada Allah


Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah. Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk bumi sekaligus makhluk langit yang berakal. Jasmaninya berada di bumi bersama makhluk bumi yang bodoh, sedangkan jiwanya berasal dari alam langit yang berakal. Dengan kelengkapan itu, setiap manusia pada dasarnya menjadi makhluk yang paling sempurna di antara makhluk yang lain.

Manusia harus memulai kehidupan dari alam bumi yang rendah. Seringkali manusia terjebak dalam kebodohan dengan mempertuhankan materi ataupun hawa nafsu. Ini berbeda dengan makhluk berakal lainnya, dimana setiap makhluk berakal akan mencari tuhan yang mereka agungkan. Manusia dapat terjebak dalam mempertuhankan alam yang rendah sebagai tuhan mereka. Seringkali hasrat mereka mempertuhankan materi dan hawa nafsu membuat mereka menyeru kepada makhluk-makhluk lain untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka tentang tuhan berupa materi dan hawa nafsu.

Hanya manusia yang mempunyai kecenderungan mencari tuhan yang rendah demikian. Makhluk-makhluk langit lain mempunyai kecenderungan untuk mencari tuhan bagi mereka sesuai dengan hasrat mereka tentang tuhan bagi mereka. Setiap makhluk langit selalu mencari jalan untuk menjadi dekat kepada tuhan mereka, termasuk makhluk yang tersesat dalam mencari tuhan mereka. Sebagian mempertuhankan kecerdikan, sebagian mempertuhankan daya pesona dan keindahan, sebagian mempertuhankan kekuasaan dan lain-lain.

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا ٥٧ [ الإسراء:57-57]

Apa-apa yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [Al Isra":57]

Banyak makhluk langit yang tersesat dalam mencari tuhan mereka. Mereka mencari tuhan yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing tentang tuhan. Jalan yang benar untuk mencari tuhan adalah berserah diri untuk mengenal Ar-rahman dan Ar-rahiim.

Rasulullah SAW adalah makhluk yang dijadikan washilah bagi semesta alam. Beliau adalah makhluk yang mengenal Ar-rahmaan, asma-Nya tertinggi yang diperkenalkan Allah bagi segenap makhluk. Dengan kedudukan yang diberikan Allah, beliau menjadi penghubung pengenalan makhluk kepada Allah. Allah swt telah membentuk rasulullah SAW sebagai makhluk yang mempunyai sifat rahmaniah paling sempurna. Beliau diciptakan sebagai makhluk bumi dari tanah, kemudian Allah menumbuhkan dan menjadikan beliau memiliki sifat rahmaniah hingga tingkatan paling tinggi untuk diperkenalkan kepada beliau asma Ar-rahman, dan beliau diberi kedudukan paling tinggi berjarak dua busur panah dari Ar-rahmaan.

Demikianlah Allah telah memberikan petunjuk jalan kepada makhluk dari alam yang tertinggi hingga tingkatan paling rendah berupa makhluk bumi, dan menjadikan makhluk bumi sebagai penghulu seluruh makhluk. Rahmaniah-Nya menjangkau seluruh alam semesta tidak melihat tinggi atau rendahnya makhluk. Setiap makhluk hendaknya membentuk dirinya sedekat mungkin dengan akhlak rahmaniah rasulullah SAW agar dapat menemukan jalan kepada Allah. Dengan mengikuti beliau SAW, manusia akan menemukan telaga alkautsar di akhirat.

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣ [ الـكوثر:1-3]

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu Al-kautsar [Al Kauthar:1]

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. [Al Kauthar:2]

Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. [Al Kauthar:3]

Di sisi lain, iblis merupakan makhluk yang sangat cerdas, diciptakan dari api di alam tinggi yang dekat dengan Allah. Tetapi dengan kualitas diri dan pemahaman yang salah maka iblis menolak jalan yang digariskan Allah untuk menuju kembali kepada-Nya. Iblis kafir dalam kecerdasannya. Dahulu setelah terusir dari surga, Iblis masih sering berdoa dan bermunajat kepada Allah karena kerinduan. Akan tetapi karena doa dan munajat itu berasal dari kualitas diri dan pemahaman yang salah, maka doa itu tidak berjawab. Dari semua doa dan munajat yang dipanjatkan Iblis kepada Allah SWT, hanya sebuah jawaban yang didengar oleh Iblis bagi doa dan munajatnya, yaitu ketika Iblis bermunajat : "Allah, aku telah berdosa terhadap Engkau dan sorga, aku tidak layak lagi disebutkan golongan-Mu." Allah tampaknya berkenan dengan doa itu, akan tetapi Iblis kemudian menyingkirkan semua kesadarannya yang benar itu, dan kemudian memilih jalannya sendiri.

Iblis adalah puncak wasilah yang terputus. Wasilah bagi para makhluk yang mencari jalan kepada Allah berdasarkan hawa nafsu mereka akan terputus pada Iblis. Banyak makhluk-makhluk langit dari golongan jin yang terjatuh dalam mencari jalan kepada tuhan mereka. Mereka memilih mengikuti ide mereka sendiri tentang tuhan bagi mereka, tidak berusaha membentuk diri mereka sesuai dengan kehendak Allah untuk dekat kepada-Nya. Demikian pula makhluk berakal di bumi yang berupa manusia banyak yang terjatuh mengikuti iblis karena mempertuhankan hawa nafsu.

Iblis bukanlah lawan dari rasulullah SAW, tetapi beberapa tingkat di bawah. Kedudukan Iblis berada di bawah khalifatullah Al-Mahdi, dimana iblis seharusnya bersujud kepada beliau a.s. Sekiranya iblis mau bersujud kepada Adam, akan terbuka khazanah yang besar bagi iblis bila telah tiba zamannya. Akan tetapi dia menolak bersujud sehingga telah hilang kesempatan itu baginya. Tidak terbuka bagi mereka khazanah itu dari rasulullah SAW karena akal mereka agak jauh di bawah hakikat rasulllah SAW. Karena penolakannya, iblis menjadi puncak wasilah bagi makhluk yang mencari tuhan sesuai keinginan mereka sendiri, yaitu wasilah yang terputus. Sedangkan rasulullah SAW adalah wasilah bagi makhluk yang ingin bertemu Allah dengan berserah diri, membentuk diri dalam citra Ar-rahman.

Manusia Sebagai Makhluk Sempurna


Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan Allah SWT. Rasulullah SAW jiwanya berkedudukan di sisi Ar-rahmaan, sedangkan jasmani beliau berada di bumi. Khalifatullah diciptakan dalam wujud jasmani sebagai makhluk bumi dan dilimpahkan baginya nafakh Ar-rahmaan. Seluruh manusia diciptakan dalam bentuk yang sama dengan para penghulu alam semesta tersebut. Setiap manusia diciptakan dari bumi dengan jiwa dari alam langit. Seluruh pembentuk manusia tersebut diciptakan secara berpasangan.

Keberpasangan jiwa-raga tersebut merupakan jalan bagi manusia sebagai makhluk bumi untuk mengenal Allah. Seseorang akan mengenal tuhannya bila dirinya mengenal jiwanya. Jiwanya mengenal amanah Allah melalui ruh qudus yang membawa urusan tuhannya bagi dirinya, dan raganya akan mengenal urusan yang diamanahkan Allah bagi jiwanya. Seseorang dapat beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dengan menjalankan urusan Allah yang diamanahkan bagi jiwanya.

Hal itu adalah kesempurnaan manusia atas makhluk yang lain. Manusia adalah makhluk bumi yang diberi jalan untuk mengenal hakikat yang tertinggi melalui dirinya sendiri. Ketika mengenal jiwanya, seorang manusia akan mengenal hakikat rasulullah SAW sebagai hakikat yang tertinggi sehingga dapat memperoleh musyahadah dengan sebenar-benarnya, sesuai kadar dirinya. Makhluk-makhluk langit yang lain hanya dapat mencari hakikat-hakikat yang lebih tinggi melalui makhluk lain yang lebih dekat kepada Allah.

Namun demikian setiap orang juga harus berusaha seperti makhluk langit lain, perlu belajar untuk mencari jalan mengenal hakikat yang tertinggi melalui orang yang lebih dekat kepada Allah. Sebelum mengenal kedudukan dirinya bagi rasulullah SAW, setiap orang harus mencari pengetahuan melalui orang lain. Ketika terbuka baginya jalannya menuju Allah, dengan mengenal kedudukannya bagi rasulullah SAW, Allah akan memberikan pengetahuan itu melalui jiwanya dalam porsi yang besar, sesuai dengan Alquran dan sunnah.

Pengetahuan itu memindahkan wasilah seseorang dari dunia ke alam langit. Dengan pengetahuan itu, seseorang mengenal kedudukannya di antara hamba Allah yang lain, menjadi ahlusunnah dan al-jamaah. Dirinya mengenal wasilahnya kepada rasulullah SAW dan mengenal sahabat-sahabatnya melalui jiwanya. Mereka menjadi penghulu para makhluk. Itu adalah kelebihan kesempurnaan manusia atas makhluk yang lain. 

Wasilah bagi Perempuan


Wasilah bagi seorang perempuan disediakan baginya dalam bentuk lebih sederhana, yaitu bagaimana dirinya menjadi isteri yang baik sehingga memiliki sifat-sifat wanita ahli surga. Hal semacam ini merupakan turunan penjelas dari suaminya yang harus mengenal Allah sebatas kadar dirinya, bukan mengenal Allah secara sempurna. Seorang suami sebenarnya menjadi jalan bagi istrinya untuk mengenal Allah, baik secara jasmaniah maupun jiwanya. Seorang istri tidak boleh meninggalkan suaminya sedikitpun kecuali suaminya melarang dirinya untuk hidup dengan baik. Setiap laki-laki yang mengenal kedudukannya bagi rasulullah SAW akan mengenali istrinya sebagai bagian dari dirinya. Sebaliknya, dirinya menjadi jalan wasilah bagi istrinya untuk mendekat kepada Allah.

Syaitan hingga tingkatan yang tertinggi akan memisahkan seorang istri dengan suaminya. Hal itu akan menyesatkan seorang perempuan dari jalannya. Seringkali pemisahan itu tidak semata-mata dilakukan melalui pasangan itu saja. Dilibatkan pihak lain untuk memisahkan pasangan itu. Seorang istri tidak diperbolehkan menceritakan keburukan rumahnya kepada orang lain untuk menghindari keterlibatan orang lain tanpa pengetahuan. Setiap orang harus berhati-hati terkait pernikahan orang lain jangan sampai menyebabkan seorang suami terpisah dari istrinya melalui dirinya tanpa disadarinya.

Setiap kebenaran dari seorang suami harus diperhatikan oleh istrinya, tidak boleh dikatakan sebagai sok pintarnya suami. Kebenaran dari suaminya itu adalah jalannya menuju pengabdian yang sebenarnya kepada Allah, walaupun tampak hanya sebagai hasil pemikiran jasadiah. Kalau kebenaran boleh dibedakan derajatnya antara kebenaran langit dan kebenaran bumi, iblis akan diberi hak untuk menolak bersujud kepada adam karena adam makhluk bumi dan iblis diciptakan dari api. Tidak demikian kehendak Allah bagi makhluk-Nya. Setiap makhluk harus berusaha mengenali kebenaran walaupun itu berasal dari alam yang paling rendah.

Syaitan akan selalu berusaha memisahkan seorang istri dari jalan wasilahnya, yaitu suaminya, baik secara halus ataupun kasar. Demikian pula terhadap laki-laki. Kadangkala usaha itu dengan menutup mata seseorang terhadap kebenaran, kadangkala dengan menampakkan cahaya, sedangkan cahaya itu memburamkan mata dan memisahkannya dari wasilahnya. Setiap orang tidak boleh meninggalkan wasilahnya kepada Allah selama tidak terlihat kesalahan yang nyata pada wasilahnya. Istri harus berusaha membuka mata terhadap semua kebenaran yang disampaikan oleh suaminya, tidak keliru dalam melihat kebenaran sebagai kesalahan. Syaitan akan selalu berusaha menutupi matanya terhadap kebenaran suaminya, atau kadang memburamkan penglihatannya kepada kebenaran dari suami dengan cahaya yang lain. 

Shalat dan Penyembelihan Sebagai Pokok Jalan


Manusia hidup di alam dunia yang gelap. Kebenaran bercampur dengan kesalahan. Seringkali apa yang terlihat benar adalah salah, dan sebaliknya. Kebenaran itu seringkali tidak sebagaimana yang terlihat. Demikian pula kehidupan di dunia membuat manusia tidak selalu menemukan jalan yang selalu jelas benar tetapi bercampur benar dan salah. Untuk dapat mengenali dan berbuat dengan kebenaran di dunia, Allah memerintahkan kepada manusia untuk bershalat dan menyembelih.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ [ الـكوثر:2-2]

Maka shalat-lah kepada Tuhanmu; dan berkorbanlah. [Al Kawthar:2]

Perintah shalat dalam ayat tersebut berbeda redaksi dengan menegakkan shalat. Perintah tersebut lebih merupakan perintah untuk menjalin keterhubungan dengan rabb termasuk dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya khusus dalam momen ibadah shalat.

Kebenaran itu akan dapat dikenali bila seseorang berusaha untuk menjalin keterhubungan dengan Allah dan tidak mengikuti semua keinginan jasadiahnya, yang diungkapkan dengan istilah shalat dan menyembelih. Menyembelih itu adalah mematikan hasrat badaniah untuk mencari jalan menuju Allah. Melalaikan Allah akan membuat seseorang terombang-ambing dalam kebenaran dan kesalahan nisbi kehidupan dunia, tidak dapat melihat arah yang hakiki, dan selalu mengikuti keinginan jasadiah akah menutup mata seseorang terhadap kebenaran. Dengan shalat dan sembelihan seseorang akan dapat mengenali kebenaran di antara kehidupan yang nisbi.

Makhluk langit diberi jalan yang lebih aman melalui para makhluk yang lebih dekat dan taat kepada Allah, tetapi mereka akan berada dalam kedudukan yang tetap. Sebagian makhluk langit tersesat dalam pikirannya sehingga tersesat dalam memilih jalan kepada tuhannya, sedangkan manusia diberi beban kehidupan jasmaniaH, tetapi dapat memperoleh jalan kepada Allah melalui dirinya sendiri. Itu adalah keutamaan yang diberikan kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia terjebak dalam kehidupan dunia.

Senin, 20 April 2020

Kebangkitan Islam dan Pernikahan



Allah menciptakan manusia berpasangan agar dapat mengenal Allah, bukan untuk saling berkompetisi. Keberpasangan adalah ayat-ayat yang memperkenalkan manusia kepada nama dan sifat-Nya. Setiap orang harus berusaha mengenali dan menempati kedudukan dirinya untuk mengenal dan memperkenalkan ayat Allah. Perbaikan dan pemakmuran di alam dunia ini hanya akan terjadi dengan mengenal ayat Allah. Tanpa hal demikian, kesulitan akan menimpa alam semesta. Manusia merasa melakukan perbaikan tetapi sebenarnya melakukan perusakan. 



وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ [ الروم:21] 

Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jiwamu sendiri, supaya kamu berdiam tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [Ar Rum:21] 



Mengenali dan menjalankan peran masing-masing bagi pasangannya inilah yang akan menumbuhkan mawaddah dan rahmah. Seorang suami harus membangun visi perjalanan untuk mengenal Allah dan memimpin istrinya dalam beramal sesuai dengan kehendak-Nya. Seorang istri harus berusaha memperhatikan dan meresapi apa yang disampaikan suami kepadanya dan mendoakan agar visi suaminya dapat terwujud. Bila ada rasa syukur, akan terbuka rasa mawaddah dan rahmah. Seorang istri akan mencintai suaminya yang membimbingnya kepada Allah, dan seorang suami akan mencintai istrinya yang mengungkapkan khazanah dunia bagi dirinya. 

Setiap insan kamil memiliki tiga komponen dalam dirinya, yaitu jasmani, nafs dan ruh. Jasmaninya adalah pemimpin makhluk bumi, namun tidak mempunyai kemampuan mengenal cahaya-Nya. Nafs muthmainnah harus memimpin jasmaninya karena nafs itu yang dapat mengenal cahaya-Nya, dan ruh qudus sebagai pembawa amr Allah. Bayangan wujud Insan kamil itu dipanjangkan dalam wujud jasmaniah berupa wujud suami istri yang mempunyai peran masing-masing, yaitu suami sebagai manusia yang jiwanya mampu mengenal cahaya Allah, dan Istri yang jiwanya menjadi pemimpin alam jasmani bagi suaminya, dan keduanya harus mengabdi bersama kepada Allah dari alam mulkiyah. Suami-istri adalah cerminan dari jiwa dan jasad seseorang dalam wujud yang nyata. Seorang suami tidak akan sukses di alam dunia tanpa didampingi istri yang baik, dan seorang istri tidak dapat menunaikan hak Allah tanpa menunaikan hak suami. 

Pernikahan Sebagai Cermin Agama 


Keberpasangan dalam pernikahan merupakan setengah dari agama. Agama seseorang dapat diukur kemajuannya dari sikapnya dalam pernikahan. Seorang suami yang ibadahnya tekun tetapi tidak menyayangi istrinya tidaklah beragama dengan baik. Demikian pula seorang istri yang tekun tetapi tidak patuh terhadap suaminya. Sikap dalam pernikahan merupakan cerminan dari tingkat agama seseorang. Hal ini berlaku secara umum, tidak ada seseorang menjadi baik agamanya bilamana mensia-siakan pasangan menikahnya. 

Umat rasulullah SAW mempunyai banyak karakter dalam beragama. Sebagian umat melenceng keluar dari islam padahal mereka melaksanakan ibadah dengan mengagumkan membuat para sahabat berkecil hati, mereka membaca Alquran dengan indah, tetapi mereka menjadi anjing-anjing neraka. Akan keluar dajjal dari kalangan umat yang demikian. Orang yang rajin beribadah tapi buruk sikapnya pada pasangannya mungkin termasuk dalam golongan ini, atau dalam pengaruh golongan ini. 

Sebagian umat islam berusaha untuk memakmurkan kehidupan masyarakat di bumi, tetapi tidak memperoleh pegangan yang kokoh dari Alquran dan Sunnah, maka usaha mereka bagaikan orang yang mencari kesejahteraan melalui rumah kasino. Manusia di bumi ini sebenarnya hidup bagaikan memasuki rumah kasino. Kasino itu dimiliki bandar yang memelihara para penjudi bayaran untuk melayani para tamu, dan diberi beberapa trik untuk memenangkan perjudian di rumah itu. Penjudi bayaran itu berbaur serupa dengan pengunjung yang lain. Sebagian tamu datang bermain roulette russia, jackpot dan permainan judi lain. Orang-orang yang baik bertamu untuk bermain monopoli dan catur, sebagian mendapatkan sedikit dan sebagian mengalami kekalahan. Suami dan istri yang mengerjakan urusan tanpa saling mengetahui urusan pasangannya mungkin termasuk dalam golongan demikian. 

Orang-orang yang memakmurkan bumi berdasarkan Alquran dan Sunnah berada di luar rumah kasino tersebut. Suami istri demikian dapat melihat urusan (amr) Allah bagi masing-masing tampak pada diri pasangannya, menjadi pertanda bahwa urusan mereka bersambung dengan wasilah rasulullah SAW melalui jiwa mereka. Mereka melihat bahwa tidak mungkin memakmurkan bumi dengan memasuki rumah kasino. Barangkali sebagian permainan kehidupan bumi akan sama saja dengan yang di rumah kasino, tetapi manusia harus keluar dari rumah kasino agar sejahtera. Mereka merupakan orang-orang yang menjadi musuh pemilik rumah kasino. Maka pemilik rumah kasino itu berusaha untuk mencelakakan dan menyerang orang tersebut. Terhadap orang yang demikianlah syaitan yang berada di arsy iblis melakukan fitnah. 

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ 



“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 no 2813) 

Syaitan yang berkedudukan di atas ‘arsy melakukan hal demikian dengan memisahkan antara seseorang dengan istrinya. Orang yang mendapatkan titik terang memakmurkan bumi dengan berdasarkan alquran dan sunnah akan dipisahkan syaitan dengan istrinya agar kehilangan jangkauan ke aspek kebumiannya. Istrinya adalah pemimpin semesta bumi bagi seorang laki-laki. Dengan mekanisme demikian, fitnah akan timbul di antara manusia tanpa manusia mengetahui sebabnya secara jelas. 


Contoh Kasus 


Pada masa kebangkitan islam, pemimpin umat islam akan mengalami serangan syaitan dengan cara demikian. 


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ 



Dari Tsauban, Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Allah telah melipat bumi untukku hingga aku dapat melihat timurnya serta baratnya. Sungguh kekuasaan umatku bakal meraih apa yang sudah dilipatkan untukku daripadanya, dan aku diberi dua perbendaharaan yaitu merah dan putih. Dan sungguh aku telah bermohon kepada Tuhanku untuk umatku supaya Dia tak membinasakan mereka dengan kekeringan menyeluruh dan supaya Dia tidak memberikan kuasa atas mereka kepada musuh, terkecuali karena jiwa-jiwa mereka sendiri sehingga terapunglah harta putihnya.” (HR. Muslim No. 5144). 



Merah putih adalah pakaian bagi jiwa sang imam pada zaman kebangkitan islam tersebut. Sang imam akan diutus ke dunia dengan pakaian putih dengan jubah berwarna merah. Beliau akan datang sebagai khalifatullah yang akan memberantas seluruh kejahatan tidak bersisa hingga akar-akarnya. Namun Rasulullah SAW menyebutkan kedua warna tersebut sebagai dua harta perbendaharaan yang terpisah, tidak disebutkan sebagai satu perbendaharaan merah putih. Hal ini terkait dengan pakaian dalam wujud pernikahan. Beliau memiliki dua pernikahan yang masing-masing merupakan wujud perbendaharaan rasulullah Saw yang berwarna merah dan berwarna putih. Harta perbendaharaan berwarna putih itu pada akhirnya tenggelam. 

Dua pernikahan beliau adalah dua perbendaharaan rasulullah SAW. Dengan penyederhanaan, dapat dikatakan bahwa berjuang mempertahankan dua pernikahan beliau adalah sebuah jihad. Setiap orang harus berjihad dalam bentuk amal-amal berlandaskan pengetahuan kepada Allah, sebagai satu sayap lain pasangan dari bertawakkal kepada Allah. Seseorang tidak akan dapat bertawakkal sepenuhnya tanpa terlebih dulu melakukan amal berlandaskan pengetahuan. Kualitas jihad akan mempengaruhi kualitas transformasi dalam diri seseorang. 

Ini mungkin terlihat absurd. Tentunya mempertahankan pernikahan adalah tanggung jawab masing-masing pasangan. Sebenarnya tidak selalu demikian, terutama bagi orang-orang yang mempunyai pengetahuan. Dalam kasus ini, syaitan menebarkan banyak fitnah di antara umat untuk menghancurkan segel berupa pernikahan sang imam. Hadits tersebut menyebutkan kesalahan jiwa-jiwa umat islamlah yang menyebabkan hilangnya perbendaharaan rasulullah SAW yang berwarna putih. 

Rasulullah SAW menyebutkan hilangnya harta putih, dan tidak memberikan jaminan selamatnya harta berwarna merah. Hilangnya harta berwarna putih disorot dan dijadikan rasulullah SAW sebuah pelajaran agar umat berhati-hati dan memperbaiki keadaan jiwa muslimin. Tidak mudah mengetahui siapa sebenarnya imam tersebut. Setiap orang pada zaman itu harus berhati-hati dalam hal perjodohan karena boleh jadi akan menghancurkan segel tersebut untuk menimbulkan fitnah besar. 

Barangkali jauh lebih mudah untuk berusaha dengan menganggap bahwa semua pasangan adalah perbendaharaan rasulullah SAW, sehingga setiap pasangan harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian setiap orang harus berusaha menjaga dirinya dalam syariat dengan sebaik-baiknya, dan membentuk puteri dan para perempuan agar menjadi istri terbaik bagi suaminya. Syariat akan menjaga keselamatan seseorang dalam perjalanan seseorang menuju Allah. 

Setiap muslimin harus mendidik puterinya untuk memiliki jiwa pencari kebenaran, sebagaimana ibrahim selalu condong pada kebenaran. Dengan jiwa pencari kebenaran, puteri tersebut akan dapat mengenali pasangan yang merupakan asal jiwa dirinya. Bila puterinya telah mendapat visi jodohnya yang benar, mungkin sedikit demi sedikit, hendaknya puterinya dijaga agar tidak tergoda oleh hasrat mencari jodoh lain yang menarik hawa nafsunya. Bilamana telah tiba waktu pertemuan, hendaknya puterinya diperkenalkan dan disegerakan untuk melakukan pernikahan dengan jodoh yang dikenali puterinya, setelah mengenalnya. Wali ataupun pembimbing agamanya hendaknya mengusahakan agar puteri tersebut terbantu untuk bertemu dan melakukan ta’aruf dan pertemuan dengan jodohnya. Seringkali seorang puteri terkendala untuk menyatakan pengetahuan tentang jodohnya kepada orang lain, apalagi langsung kepada jodohnya. 





Kamis, 16 April 2020

Mawaddah dan Peran Sosial Wanita


Sebagian masyarakat mengalami kebingungan untuk mensikapi gerakan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan gender. Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial (wikipedia). 

Kebingungan itu karena semua orang dengan jelas melihat ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dipersamakan, akan tetapi feminis dapat memberikan alasan-alasan yang terlihat masuk akal. Hal ini merupakan penggunaan metode kebenaran setengah dalam berpikir. Banyak persamaan dan perbedaan antara seorang laki-laki dan perempuan, dan hanya digunakan satu atau sebagian sisi sebagai bahan berpikir. Permasalahan semacam ini dapat dientaskan dengan pemahaman yang komprehensif tentang manusia berdasarkan agama. 

Perbedaan Untuk Pemakmuran 


Banyak persamaan dan perbedaan antara seorang laki-laki dan perempuan. Sebenarnya hal itu menjelaskan sebuah ayat yang besar untuk mengenal Allah. Persamaan dan perbedaan antara seorang laki-laki dan perempuan itu harus dilihat sebagai turunan dari satu kesatuan, karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu entitas berupa nafs wahidah. Integrasi atau penyatuan dari turunan itu akan memperkenalkan manusia pada suatu keadaan yang akan menjadikan manusia mengenal sifat Allah kepada hamba-Nya dalam hubungan yang khusus berupa rasa mawaddah dan rahmah. 



وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ [ الروم:21] 

Dan di antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jiwamu sendiri, supaya kamu berdiam tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [Ar Rum:21] 



Setiap orang memulai kehidupannya sendiri, sebelum bertemu dengan pasangannya dan kemudian menikah untuk mengintegrasikan kehidupan mereka. Integrasi ini merupakan suatu hal yang tidak mudah bila kedua pihak tidak bermaksud mengarahkan kehidupan pada tujuan yang sama. 

Bagi mukminin, tujuan bersama itu adalah menjadi saksi Allah yang benar. Pernikahan akan mengantarkan pasangan yang menikah untuk memperoleh agama masing-masing. Tujuan inilah yang akan mengintegrasikan kehidupan kaum mukminin dalam keluarga sehingga mereka memperoleh rasa mawaddah dan rahmah. Dari dua entitas yang mempunyai banyak persamaan dan perbedaan itu akan tumbuh rasa mawaddah dan rahmah bila terjadi integrasi keduanya menuju pengenalan terhadap cahaya Allah. 

Allah menciptakan banyak permisalan bagi cahaya-Nya agar seorang manusia dapat mengenal-Nya. Dengan mengenal cahaya-Nya yang berupa cahaya di atas cahaya, seseorang menjadi Khalifatullah. Kunci untuk mengenal cahaya-Nya adalah dengan mengenal dirinya. Persamaan dan perbedaan antar gender dalam pernikahan merupakan wujud parallel perpanjangan dari diri seorang manusia agar manusia dapat melihat uraian dan rincian dirinya di alam yang terlihat sehingga dirinya dapat berkembang menjadi khalifatullah, manusia yang mampu mengenal Allah sehingga menjadi wakil Allah di bumi. Permisalan cahaya itu dapat dikenali melalui pernikahan sehingga seseorang menjadi khalifatullah. Rumah tangga adalah tangga pertama untuk mengenal Allah. 

Seorang khalifatullah memiliki jasmani yang harus memimpin makhluk bumi namun tidak mempunyai kemampuan mengenal cahaya-Nya, memiliki nafs yang harus memimpin jasmaninya karena dapat mengenal cahaya-Nya, dan diberi ruh qudus sebagai pembawa amr Allah. Entitas khalifatullah itu dipanjangkan dalam wujud jasmaniah berupa wujud suami istri yang mempunyai peran masing-masing, yaitu suami sebagai manusia yang jiwanya mampu mengenal cahaya Allah, dan Istri yang jiwanya menjadi pemimpin alam jasmani bagi suaminya, dan keduanya harus mengabdi bersama kepada Allah dari alam mulkiyah. Suami-istri adalah cerminan dari jiwa dan jasad seseorang dalam wujud yang nyata. Seorang suami tidak akan sukses di alam dunia tanpa didampingi istri yang baik, dan seorang istri tidak dapat menunaikan hak Allah tanpa menunaikan hak suami. 

Karena itulah pernikahan menjadi setengah bagian dari agama sebagai jalan untuk mengenal Allah. Setiap individu diberi hal yang sama sekaligus berbeda. Kesamaan itu akan memberikan bekal untuk kemudahan dalam integrasi dua entitas yang berasal dari satu, dan perbedaan dapat memberikan rasa saling membutuhkan satu sama lain, dan memperkenalkan rasa cinta di antara mereka. Rasa cinta di antara dua manusia yang sama tetapi berbeda itu adalah mawaddah dan rahmah, yang harus ditumbuhkan melalui dan dalam pernikahan. Mawaddah dan rahmah yang tumbuh dalam pernikahan itu akan memperkenalkan mereka kepada Allah. Itu yang akan menjadi kunci pemakmuran dunia. 

Dalam beberapa kasus gagalnya integrasi dalam pernikahan, sepasang suami isteri dapat tersesat dalam beragama tanpa merasakannya. Seorang suami bisa benar-benar mengunci keselamatan istrinya, dan seorang istri benar-benar menjadi pengunci bagi dunia suaminya, tanpa ada sedikitpun celah, sementara keduanya merasa berada pada jalan yang benar. Dalam kasus demikian, sikap pihak-pihak dalam pernikahan dapat menjadi parameter yang menunjukkan lurus atau sesatnya seseorang dalam beragama. Dengan sikap yang benar dalam pernikahan, boleh diharapkan keberhasilan penyatuan dua entitas yang diciptakan dari asal yang satu itu sehingga akan dapat memindahkan mereka menuju keadaan yang samasekali berbeda. 

Pondasi dan Arah dalam Membangun Mawaddah 


Bila dilihat hanya dari parameter duniawi, kesetaraan antar gender boleh jadi perlu ditegakkan, atau juga tidak. Dalam usaha individual untuk pencapaian duniawi, seorang istri boleh jadi bisa melampaui pencapaian suaminya, bahkan perempuan sebenarnya memiliki kelebihan dalam merasakan dinamika dunia. Tetapi bila dihitung secara menyeluruh, pencapaian model kompetisi itu tidak akan membawa kemakmuran bagi masyarakat. Laki-laki diciptakan dengan jasmani, jiwa dan ruh, demikian pula istrinya diciptakan sama. Keduanya bisa mengembangkan jiwa dan jasmani masing-masing secara terpisah. Akan tetapi tidak akan mampu menjadi khalifatullah tanpa melakukan dan merawat pernikahan. 

Allah menciptakan manusia berpasangan agar dapat mengenal Allah, bukan untuk saling berkompetisi. Keberpasangan adalah ayat-ayat yang memperkenalkan manusia kepada nama dan sifat-Nya. Setiap orang harus berusaha mengenali dan menempati kedudukan dirinya untuk mengenal dan memperkenalkan ayat Allah. Perbaikan dan pemakmuran di alam dunia ini hanya akan terjadi dengan mengenal ayat Allah. Tanpa hal demikian, kesulitan akan menimpa alam semesta. Manusia merasa melakukan perbaikan tetapi sebenarnya melakukan perusakan. 

Mengenali dan menjalankan peran masing-masing bagi pasangannya inilah yang akan menumbuhkan mawaddah dan rahmah. Seorang suami harus membangun visi perjalanan untuk mengenal Allah dan memimpin istrinya dalam beramal sesuai dengan kehendak-Nya. Seorang istri harus berusaha memperhatikan dan meresapi apa yang disampaikan suami kepadanya dan mendoakan agar visi suaminya dapat terwujud. Bila ada rasa syukur, akan terbuka rasa mawaddah dan rahmah. Seorang istri akan mencintai suaminya yang membimbingnya kepada Allah, dan seorang suami akan mencintai istrinya yang mengungkapkan khazanah dunia bagi dirinya. 

Bagi seorang wanita, rasa mawaddah dan rahmah yang tumbuh dalam hatinya akan mentransformasinya untuk memiliki sifat-sifat wanita ahli surga. Sifat-sifat itu adalah tujuan perjalanan setiap wanita, karena dirinya diciptakan untuk mewujudkan rahimiyah Allah. Ini berbeda dengan laki-laki yang tujuan perjalanannya adalah mengenal cahaya Allah. Pengenalan terhadap cahaya Allah akan diperoleh wanita melalui suaminya bila dirinya mempunyai sifat-sifat wanita ahli surga. 

Rasulullah bersabda : ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak, dan banyak kembali kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia akan segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata : Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku (HR Baihaqi). 

Sifat pertama wanita penduduk surga adalah penyayang (al-waduud). Penyayang menunjukkan sifat wanita yang banyak berharap pada suaminya untuk memberikan visi perjalanan menuju Allah. Seorang suami adalah jalan baginya untuk dapat mengabdi kepada Allah dengan benar, maka dirinya banyak berharap. Seorang wanita tidak bisa menunaikan hak tuhannya kecuali setelah menunaikan hak suaminya. 

Sifat kedua adalah banyak anak (al-waluud). Wanita diberikan jalan yang sangat lapang, berupa rahim untuk mengenal kasih sayang dengan melahirkan anak-anak. Anak-anak akan menumbuhkan dalam diri wanita kasih sayang yang sangat besar, dan kasih sayang itu melontarkan dirinya pada derajat tinggi. Banyaknya anak akan semakin mengenalkan dirinya pada kasih sayang. 

Tidak setiap wanita mudah untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi secara bathin setiap wanita selalu diberi jalan untuk bersifat subur dengan memperhatikan dan membantu keberhasilan visi perjalanan yang diperoleh suaminya melalui harapan dan doa seorang istri. Itu adalah sifat kesuburan yang sebenarnya. Hal ini akan terlihat jelas pada jiwa yang berpasangan sejati bila keduanya bersyukur. Istri akan diberi kemudahan mengerti visi suaminya dan berjalan selaras bersama. 

Terwujudnya visi perjalanan suami ke alam dunia merupakan kelahiran bagi mereka dalam wujud yang lain. Itu merupakan berkah kesuburan seorang istri. Dengan kesuburan seorang istri, jalan rezeki bagi rumah tangga itu akan terbentuk. 

Sifat ketiga wanita penduduk surga adalah selalu kembali kepada suaminya. Suaminya harus menjadi kesukaan dan kesenangan bagi dirinya, sedemikian hingga apapun masalah yang menimpa di antara mereka, harapannya adalah suaminya dapat kembali bersama dirinya seakan-akan tidak pernah terjadi masalah di antara keduanya. 


Penerapan Aktual 


Pembagian peran menurut jati diri sebagaimana hal di atas tidaklah membatasi bidang pekerjaan profesional bagi setiap gender. Sepasang suami istri dapat berbagi tugas dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sesuai dengan kesepakatan, selama hal itu tidak mendzalimi salah satu pihak dan tidak mencederai prinsip berumah tangga untuk mengenal Allah. Amal shalih harus dapat dilakukan oleh seorang laki-laki agar rumah tangga tersebut melahirkan seorang laki-laki sebagai khalifatullah. Rumah tangga tidak boleh terjebak dalam upaya pemenuhan kebutuhan bagi mereka semata-mata. 

Bilamana tidak ada sistem sosial yang menjamin tercukupinya kebutuhan bagi rumah tangga yang suaminya berjuang untuk melakukan amal shalih, perjuangan seorang istri memenuhi kasab bagi mereka adalah jihad bila tidak disertai keluhan. Seorang suami akan mempertanggungjawabkan hal tersebut sepenuhnya selama istri mentaatinya. Seorang istri akan menjalani sidang yang rumit atas tuntutannya ke hadirat Allah terhadap suami yang berjuang bagi agama Allah. Suaminya kelak akan menuntut balik tentang ketidakpahamannya atas perjuangannya di jalan Allah. 

Demikian pula pembagian peran itu tidak membatasi amal shalih seorang istri bagi masyarakat sosial. Kadangkala seorang istri mempunyai kemampuan atau kelebihan tertentu yang dapat disumbangkan bagi masyarakat, terpisah dari visi suaminya tentang kehendak Allah bagi mereka, atau bila suaminya tidak mempunyai visi terhadap kehendak Allah. Amal shalih ini sangat baik untuk dilaksanakan selama kebutuhan suaminya untuk menjalankan visinya tentang kehendak Allah telah terpenuhi. Sebaliknya, semua keinginan seorang istri untuk memberi sumbangsih bagi masyarakat sosial adalah sebuah tipuan bilamana suaminya tidak pernah mendapatkan perhatian dalam menjalankan visinya. Bahkan bila kebetulan melakukan sesuatu sesuai dengan visi suaminya, tetapi mengabaikan suaminya, sebenarnya wanita itu bisa tidak mendapatkan apa-apa. Yang diperoleh adalah bagian yang diperhatikannya dari suaminya. Tiap wanita harus memberikan perhatian bagi setiap visi yang diperoleh suaminya, tidak boleh mengabaikan. 

Setiap wanita dan umat manusia hendaknya tidak terhasut untuk menuntut kesetaraan gender secara serampangan. Hawa nafsu lebih berperan dalam tuntutan itu daripada kebenaran. Keberpasangan itu harus dipahami secara komprehensif. Pasangan suami istri harus dapat bekerja sama saling membantu untuk melakukan integrasi dalam pernikahan sehingga terlahirkan khalifatullah melalui rumah tangga tersebut. Khalifatullah merupakan makhluk baru yang tidak sama dengan seorang laki-laki biasa, yang tidak akan terlahir tanpa peran istri yang baik. Peran sosial wanita terbaik adalah mewujudkan kehendak Allah melalui suaminya.

Selasa, 14 April 2020

Berpacaran Menurut Islam (2)


Hubungan antar gender merupakan ayat Allah yang sangat bermakna bagi umat manusia. Hubungan yang benar dalam urusan ini akan menjadi pondasi bagi kebangkitan bangsa sehingga dapat tercipta umat yang berbudaya. Setiap orang harus melakukan ta’aruf kepada calon pasangannya sebelum melaksanakn nikah untuk menemukan pasangan yang tepat agar perjuangan dalam menggapai nikmat Allah dapat dilakukan secara sinergis. 

Akan tetapi proses ta’aruf itu harus dibatasi dengan tegas agar jalan agama tidak menjadi samar. Harus ada pencapaian batas komitmen, baik berupa akad nikah atau masing-masing akan menempuh jalan secara terpisah. Dua orang yang bersepakat untuk membangun cinta kasih di antara mereka tidak boleh menjalaninya tanpa sebuah akad pernikahan. Jalan agama itu tidak akan dapat dilakukan tanpa sebuah akad, dan syaitan sangat menyukai jalan yang samar. 

Tata Cara Pendekatan Terhadap Pasangan 


Pendekatan seseorang terhadap calon pasangan semisal dengan bertamu pada sebuah rumah. Di dalam ayat berikut, rumah yang dimaksudkan lebih tepat merujuk pada istilah rumah tangga, dimana istilah tasta’nisuu mempunyai arti memperoleh visi. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27] 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum engkau melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27] 

Dalam usaha menemukan jodoh, seorang mukmin hendaknya mendapatkan visi tentang calon jodohnya terlebih dahulu sebelum melakukan pendekatan. Dalam kultur modern, langkah mencari visi untuk membangun rumah ini tergantikan dalam budaya memilih pasangan berdasarkan selera. Lebih jauh, tumbuhnya sifat mawaddah wa rahmah yang seharusnya berdiri di atas bangunan rumah tangga itu kemudian ditarik ke zona hubungan yang samar berupa ikatan tanpa akad dalam bentuk pacaran. Ini merupakan degradasi kualitas hubungan antar gender yang semakin jauh dari tuntunan agama. Seringkali hubungan demikian terputus sebelum pernikahan, dan berikutnya mempengaruhi kualitas interaksi suami isteri ketika menikah dengan orang lain. 

Mencari pengetahuan tentang calon pasangan harus dilakukan oleh setiap orang agar tercapai rumah tangga yang baik bagi mereka. Seorang laki-laki tidak boleh berusaha masuk dalam sebuah keluarga tanpa sebuah visi tentang calon istrinya. Pendekatan tidak boleh dilakukan hanya dengan berdasarkan keinginan pada harta, kecantikan atau nasab calon istrinya. Laki-laki terlebih dahulu harus memperoleh visi tentang peran dirinya bersama calon pasangannya menurut agama sebelum melakukan pendekatan. 

Demikian pula seorang perempuan tidak boleh tergesa-gesa dinikahkan kepada seorang laki-laki tanpa berbekal pengetahuan atau visi tentang calon suaminya. Setiap perempuan harus mempunyai visi tentang calon suaminya. Bilamana terdapat beberapa laki-laki yang berminat, harus dipilihkan calon yang mempunyai tingkat keberpasangan paling tinggi bagi perempuan itu, dengan persetujuannya, karena seorang perempuan tidak boleh lagi memikirkan tentang jodoh lain bilamana telah bersuami. 

Persetujuan seorang perempuan harus digali oleh para wali berdasarkan pengetahuan atau visi perempuan itu terhadap para calon, tidak ditentukan berdasarkan keinginan para wali semata. Kadangkala wali harus menggali informasi adanya laki-laki lain yang mungkin disimpan oleh perempuan tersebut. Para wali harus mengukur tingkat hawa nafsu perempuan itu dan memberikan masukan berdasarkan pertimbangan agama. Seorang perempuan pada dasarnya memiliki akal yang tidak sekuat laki-laki, lebih dikendalikan hawa nafsu dan emosi. Memberikan masukan akan memperkuat akal perempuan itu dalam memilih, akan tetapi keputusan tetap berada pada tangan perempuan itu. Seorang wali boleh tidak menyetujui keputusan perempuan itu bilamana dinilai membahayakan, tetapi tidak boleh melarang semata-mata berdasarkan hawa nafsu. 

Dalam beberapa kasus, kesalahan memilih dapat membahayakan diri perempuan itu atau bahaya yang lebih besar. Ada baiknya para wali, atau perempuan tersebut melibatkan ulama dalam menentukan pilihan terhadap calon suami, yaitu ulama yang mengenal tentang diri perempuan tersebut. Sebagaimana orang tua, ulama tersebut harus memberikan pertimbangan berdasarkan agama untuk menentukan calon yang terbaik. Bila dilibatkan, ulama tersebut pada dasarnya dijadikan wali bagi perempuan tersebut, yang mempunyai tanggung jawab yang sama dengan wali. 


Aspek Yang Harus Dipertimbangkan 


Para wali harus memberikan pertimbangan dan pengkondisian demi kebaikan bagi perempuan yang mewalikan dirinya. Demikian pula perempuan itu harus berusaha menemukan kebaikan bagi dirinya. Seorang perempuan harus diusahakan mendapatkan posisi agar dapat berkembang hingga memiliki sifat-sifat perempuan ahli surga melalui pernikahannya, yaitu bersifat penyayang kepada suaminya (alwaduud), banyak anak (alwaluud) dan selalu kembali kepada suaminya. Tidak ada parameter perkembangan lain yang menyamai parameter tersebut, baik harta, kedudukan ataupun keelokan wajah. 

Rasulullah bersabda : ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak, dan banyak kembali kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia akan segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata : Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku (HR Baihaqi). 

Ketiga parameter tersebut sebenarnya terkumpul pada satu hal, yaitu menemukan pasangan yang sejati, pasangan antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama. Setiap laki-laki diciptakan berdasar satu nafs wahidah tertentu, dan dari nafs wahidah itu juga diciptakan nafs perempuan yang seharusnya menjadi pasangannya. Bila seorang laki-laki mengenali nafs wahidah dirinya, dia mungkin akan mengenali nafs perempuan yang diciptakan dari nafs wahidah dirinya. Demikian pula perempuan akan mengenali nafs wahidah yang merupakan asal penciptaan jiwanya. 

Akan tetapi hal ini tidak mudah untuk dikenali. Seringkali hawa nafsu lebih menguasai keadaan seseorang hingga kadangkala seseorang tidak dapat mengenali nafs wahidahnya sedikitpun termasuk sekadar mendengar suara hatinya. Bila seseorang benar-benar pencari kebenaran, itu akan sangat memudahkan dirinya menemukan dan mengenali pasangannya. Demikian pula perempuan pencari kebenaran akan dapat mengenali pasangan jiwanya. Namun walaupun mungkin telah berhasil mengenali pasangannya, bisa jadi atau seringkali laki-laki atau perempuan saling menolak pasangannya karena merasa tidak bersesuaian, padahal yang merasa tidak sesuai itu adalah bentuk hawa nafsunya. 

Perlu kesungguhan dalam menentukan keberpasangan. Pengenalan seseorang terhadap pasangan itu merupakan sebuah indikasi bahwa masing-masing dari mereka mencari kebenaran, sedangkan perasaan “tidak sesuai” itu merupakan indikasi adanya bentuk-bentuk hawa nafsu yang menghalangi pengenalan terhadap kebenaran yang harus dididik lebih lanjut melalui pernikahan. Bila ada kesungguhan dalam diri masing-masing untuk mengenal kebenaran, pasangan tersebut seharusnya diusahakan untuk bisa saling menerima. Masing-masing pihak harus lebih dikenalkan kepada pasangannya secara lebih dalam, tidak dibiarkan melewatkan petunjuk dengan hawa nafsunya. Laki-laki demikian itu akan dapat mengenal dirinya, dan perempuan itu akan dapat memiliki sifat-sifat wanita ahli surga melalui pernikahan mereka, setelah melalui proses pembinaan dalam pernikahan mereka. 

Kadangkala seseorang yang perlu menikah mempunyai visi kepada banyak calon pasangannya. Bahkan kadang seorang laki-laki yang telah menikah dapat mengalami hal itu. Itu barangkali merupakan cerminan bahwa dirinya masih mencari banyak hal. Walaupun demikian, boleh jadi ada di antara visi tersebut yang benar. Perlu dilakukan tindakan memohon petunjuk secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan calon pasangan yang terbaik. Pernikahan dengan pasangan yang tepat akan sangat mendukung pembinaan seseorang untuk mengenal kebenaran. Dalam hal laki-laki berkeluarga, hendaknya dirinya mengenal keadilan terlebih dahulu karena visi terhadap banyak calon pasangan itu boleh jadi merupakan indikasi dirinya belum atau tidak adil. Bila wanita menikah melihat visi berjodoh dengan laki-laki selain suami, itu adalah usaha syaitan menipu. 

Sasaran Berrumah Tangga 


Perlu disadari bahwa pernikahan bukanlah sebuah hal yang hanya berisi keindahan dan romantisme. Banyak hal dalam diri laki-laki atau perempuan yang harus diasah dalam sebuah pernikahan. Tidak jarang pernikahan itu mengundang air mata karena harus melakukan penyesuaian antara pasangan. Itu sebenarnya adalah pembinaan bagi masing-masing pihak agar meningkatkan kualitas diri. Bagi perempuan, pembinaan itu hendaknya diarahkan untuk menumbuhkan sifat-sifat perempuan ahli surga dalam dirinya yaitu sifat penyayang, sifat banyak anak dan sifat selalu kembali kepada suaminya. 

Barangkali pasangan yang tidak peduli tentang kebenaran akan menikmati lebih banyak keindahan pada masa awal pernikahan, tetapi perlahan seluruhnya akan hilang bersama visi yang semakin kabur. Kadangkala ketika visi pernikahan itu tidak lagi ada, mereka tetap menikmati rumah tangga dalam ketidakpedulian masing-masing selama memperoleh apa yang dibutuhkan, walaupun terasa bagai neraka. 

Sifat pertama wanita penduduk surga adalah penyayang (al-waduud). Penyayang menunjukkan sifat wanita yang banyak berharap pada suaminya. Seorang suami adalah jalan baginya untuk dapat mengabdi kepada Allah dengan benar, maka dirinya banyak berharap untuk bertemu dengan suaminya. Seorang wanita tidak bisa menunaikan hak tuhannya kecuali setelah menunaikan hak suaminya. Itu merupakan jalan untuk membina kasih sayang. 

Seorang suami harus berusaha membantu istrinya memiliki sifat al-waduud kepada dirinya. Istri adalah lahan pertumbuhan bagi dirinya, maka membantu istrinya untuk bisa memiliki sifat alwaduud pada dasarnya akan membantu diri-sendiri untuk merawat pohon/kalimah thayyibah. Sifat penyayang seorang istri akan memberikan bekal bagi jiwa suami untuk tumbuh mengenal cahaya Allah dan selalu mendekatkan diri pada Tuhannya. 

Sifat kedua adalah banyak anak (al-waluud). Wanita diberikan jalan yang sangat lapang, berupa rahim untuk mengenal kasih sayang dengan melahirkan anak-anak. Anak-anak akan menumbuhkan dalam diri wanita kasih sayang yang sangat besar, dan kasih sayang itu melontarkan dirinya pada derajat tinggi. Banyaknya anak akan semakin mengenalkan dirinya pada kasih sayang. 

Tidak setiap wanita mudah untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi secara bathin setiap wanita selalu diberi jalan untuk bersifat subur dengan memperhatikan dan membantu mewujudkan hal-hal intrinsik dalam diri suaminya melalui harapan dan doa seorang istri. Itu adalah sifat kesuburan yang sebenarnya. Hal ini akan terlihat jelas pada jiwa yang berpasangan sejati. Istri akan diberi kemudahan mengerti suaminya dan berjalan selaras bersama. 

Terwujudnya hal-hal intrinsik dari dalam diri suami ke alam dunia merupakan kelahiran anak-anak bagi mereka dalam wujud yang lain. Itu merupakan berkah kesuburan seorang istri. Dengan kesuburan seorang istri, jalan rezeki bagi rumah tangga itu akan terbentuk berupa ath-thayyibat. 



وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ 

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa-jiwa kalian sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rezeki dari atthayyibaat. Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?" 

Sifat ketiga wanita penduduk surga adalah selalu kembali kepada suaminya. Suaminya harus menjadi kesukaan dan kesenangan bagi dirinya, sedemikian hingga apapun masalah yang menimpa di antara mereka, harapannya adalah suaminya dapat kembali bersama dirinya seakan-akan tidak pernah terjadi masalah di antara keduanya. 

Wanita merupakan belahan jiwa seorang laki-laki. Seorang laki-laki tidak dapat berkembang tanpa seorang wanita yang menikah dengannya. Seorang wanita akan membuat seorang laki-laki menjadi lengkap, yang membuat dirinya bisa tumbuh dan melangkah di jalan Allah dengan mantap. Sulit bagi seorang laki-laki untuk berkembang tanpa seorang istri dalam langkah menuju Allah dan mewujudkan cinta kasih bagi semesta alam. Tanpa seorang wanita yang menikah dengannya, seorang laki-laki akan kesulitan berjalan menuju Allah. Seseorang tidak akan bisa melangkah mantap di jalan Allah dengan separuh jiwa, tanpa wanita yang melangkah bersama dirinya. Modal untuk berjalan pun sulit diperoleh tanpa wanita bersamanya, yaitu tumbuhnya kasih sayang. Seorang wanita yang tepat merupakan hal yang sangat penting bagi seorang laki-laki untuk berjalan menuju Allah.

Rabu, 08 April 2020

Berpacaran dalam Perspektif Islam

Allah berkehendak untuk memberikan nikmat-Nya kepada manusia, berupa shirat al mustaqim. Untuk memperoleh nikmat itu, setiap orang harus berusaha mendapatkan pasangan yang tepat bagi dirinya. Pasangan itu adalah pasangan yang diciptakan dari jiwanya sendiri bagi laki-laki, atau seseorang yang jiwanya merupakan asal penciptaan dirinya bagi perempuan. Hal itu merupakan sebuah usaha awal yang harus dilakukan agar seseorang dapat memperoleh nikmat Allah.

Kadangkala pasangan yang tepat baginya tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Jika seseorang berusaha memperoleh nikmat Allah dengan mengenali ihwal penciptaan dirinya, seseorang mungkin dapat mengenali pasangan jiwanya. Tetapi kehidupan di dunia seringkali membentuk manusia untuk mengikuti selera sendiri, sehingga pasangan jiwa yang ditemukannya mungkin tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya.

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Bila seseorang telah berusaha mengenal dirinya, kemudian mengenal pasangan jiwanya, dirinya tidak boleh menolaknya. Menolak pasangan jiwanya hampir merupakan sebuah kekufuran terhadap nikmat Allah, terutama bila terkait masalah rejeki. Ayat tersebut mempertanyakan kekufuran dalam tataran praktis, bukan masalah kekufuran terhadap sebuah konsep. Jalan untuk menuju nikmat Allah akan tertutup bagi orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Keimanan yang dimiliki orang yang menolak pasangan jiwanya mendekati keimanan terhadap yang bathil.

Perjuangan Dalam Pernikahan


Setelah memperoleh pasangan jiwanya, setiap orang harus berusaha menempuh perjalanan hidup bersama sebagai suami istri untuk memperoleh nikmat Allah. Perjalanan itu bukanlah sebuah perjalanan yang mudah. Seringkali syaitan mengganggu kehidupan bersuami istri, namun bila ikhlas maka gangguan syaitan itu justru akan mengantarkan mereka untuk mengenal ihwal penciptaan dirinya yang akan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang diberi nikmat Allah.

Sebagai gambaran, boleh jadi seseorang digariskan untuk dimatangkan dengan gangguan syaitan berupa ilmu milik malaikat Harut dan Marut. Ilmu ini merupakan fitnah terbesar yang digunakan oleh syaitan untuk memecah belah manusia. Ilmu ini disukai syaitan karena dapat menyamarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran, sedangkan ilmu ini menyentuh sunnah muakkad berupa pernikahan. Bila seorang laki-laki ikhlas, maka gangguan syaitan itu akan mengantarkan dirinya untuk mengenal jiwanya. Sebaliknya gangguan syaitan ini dapat membuat seseorang tergelincir dari jalan Allah atau tergelincir pada kegilaan. Tanpa didampingi pasangan yang tepat, orang tersebut akan melenceng sangat jauh.

Seorang perempuan yang bermaksud menjerat laki-laki dengan ilmu Harut dan Marut  harus bekerjasama dengan ayahnya, atau wali nikahnya untuk melafadzkan beberapa bentuk doa ditujukan kepada laki-laki yang menjadi sasarannya. Mereka harus menciptakan sebuah suasana khidmat, seperti sebuah bayangan suasana pernikahan, dengan berwudlu sebelumnya lebih baik. Setelah wali perempuan menyampaikan keinginan untuk mendapatkan menantu yang baik, kemudian wali itu bersalaman dengan calon menantu dan doa itu dilafadzkan ketika bersalaman. Setelah prosesi itu selesai, laki-laki yang menjadi sasaran itu akan terbakar asmara kepada wanita yang melancarkan ilmu Harut dan Marut kepadanya.

Bila perempuan itu mengundangnya ke tempat tidur, seluruh badan dan hawa nafsu laki-laki itu akan mengikuti panggilan itu dengan sukacita. Tidak ada yang tersisa dalam dirinya kecuali hanya sebuah suara yang mencegah, bahwa mereka belum menikah. Suara yang lain dalam diri laki-laki itu akan mengatakan bahwa mereka sebenarnya telah menikah. Hawa nafsu akan mengatakan bahwa prosesi bersama wali perempuan itu adalah pernikahan yang telah dilakukan. Bila laki-laki itu patuh pada suara yang mencegah, akan terbuka baginya pintu untuk mengenal jiwanya. Bila mengikuti keinginan raga dan hawa nafsunya, maka agamanya akan bengkok.

Suara itu adalah suara penuntunnya untuk mencapai nikmat Allah. Gangguan syaitan itu memberikan sebuah garis bawah pada entitas yang harus dikenali oleh seseorang, entitas yang akan menuntun dirinya menuju agama. Perjuangan semacam ini  merupakan contoh perjuangan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam pernikahan, dan  akan dilakukan oleh pasangan demikian dalam waktu relatif panjang hingga menemukan nikmat Allah, hingga jelas suara yang menuntunnya mengenal kebenaran. Tanpa seorang istri yang tepat bagi jiwanya, pernikahan itu akan kandas dengan cepat, atau terseret dalam maksiat.

Boleh jadi gangguan syaitan itu akan mendatangi kedua pihak pasangan itu secara setara. Sepasang suami istri yang berpasangan jiwanya mungkin mempunyai garis kehidupan yang sama atau berpasangan. Bila seorang suami menjadi sasaran ilmu Harut dan Marut, istrinya mungkin akan mengalami hal yang sama oleh laki-laki lain. Seorang perempuan akan sangat kesulitan menghadapi hal demikian karena akalnya tidak cukup kuat, sehingga terombang-ambing dalam keindahan pengkhianatan yang tersamarkan dalam istilah mawaddah atau cinta sejati. Bahkan bila perempuan itu bertakwa, boleh jadi keteguhannya dalam bersyariat dipotong dengan cara yang indah.

Sangat sulit untuk mengembalikan perempuan yang tertimpa hal demikian ke jalan yang benar. Akal perempuan itu tidak cukup kuat untuk melihat masalah dengan benar, sedangkan kesadaranya mengatakan dirinya berada di dalam keindahan dan (mungkin) dalam perjuangan kebenaran. Tanpa seorang suami yang merupakan pasangan jiwanya, sangat sulit menyadarkan perempuan demikian untuk kembali ke jalan yang benar.

Perjuangan untuk menggapai nikmat Allah sangatlah membutuhkan pasangan jiwa yang tepat. Tanpa pasangan yang tepat, kehidupan seseorang tidak akan mencapai hasil yang terbaik. Menemukan pasangan jiwa yang tepat merupakan gerbang untuk menggapai nikmat Allah, sedangkan menolaknya hampir-hampir sebuah kekufuran terhadap nikmat Allah.

Berpacaran Menurut Islam


Menemukan pasangan yang tepat harus dilakukan agar perjalanan untuk mencapai nikmat Allah menjadi lebih mudah. Setiap orang harus melakukan ta’aruf kepada calon pasangannya sebelum melakukan akad nikah, agar perjuangan dalam menggapai nikmat Allah dapat dilakukan secara sinergis.

Akan tetapi proses itu harus dibatasi dengan tegas agar jalan agama tidak menjadi samar. Harus ada pencapaian batas komitmen, baik berupa akad nikah atau masing-masing akan menempuh jalan secara terpisah. Dua orang yang bersepakat untuk membangun cinta kasih di antara mereka tidak boleh menjalaninya tanpa sebuah akad pernikahan. Jalan agama itu tidak akan dapat dilakukan tanpa sebuah akad, dan syaitan sangat menyukai jalan yang samar.

Tata cara pendekatan terhadap seorang calon pasangan diibaratkan sebagai bertamu pada sebuah rumah. Di dalam ayat berikut, rumah yang dimaksudkan lebih tepat merujuk pada istilah rumah tangga, dimana istilah tasta’nisuu mempunyai arti berusaha memperoleh visi. Memperoleh  pandangan  ini tidak pas bila diterapkan terhadap fisik rumah tinggal, karena banyak aurat yang tersimpan dalam rumah.


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum engkau melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27]

Dalam usaha menemukan jodoh, seorang mukmin hendaknya mendapatkan visi tentang calon jodohnya terlebih dahulu sebelum melakukan pendekatan. Visi itu dapat berupa perasaan dan pengetahuan yang baik tentang calon jodohnya, atau kilasan petunjuk bagi jiwanya, atau petunjuk yang jelas bagaikan membaca sebuah biografi, dimana berita tentang calon pasangannya diceritakan secara jelas.

Banyak hal yang membuat modus visi seseorang tentang calon pasangannya berbeda-beda. Kadangkala sebuah visi seperti membaca biografi calon pasangan itu hanya untuk memperkenalkan khazanah keberpasangan bagi yang melihatnya, sementara keberjodohan dengan calonnya yang menjadi objek penglihatan akan ditenggelamkan. Kadang visi yang hanya berupa perasaan yang baik terhadap calon jodohnya diberikan kepada seseorang yang bersih hatinya. Bagi kebanyakan orang, visi tentang calon jodoh itu datang dalam bentuk petunjuk-petunjuk yang tersandi yang harus dibaca melalui hatinya.

Membaca petunjuk jodoh itu merupakan media agar seseorang belajar membaca ke dalam hatinya sendiri dengan jujur. Ketika berumah tangga, setiap orang harus belajar banyak untuk memahami segala sesuatu yang bersifat batiniah dalam hubungan mereka. Sikap jujur dalam membaca itu akan terverifikasi pada diri calon pasangannya, yang akan mengiyakan atau menolaknya.

Kadangkala seseorang dihadapkan pada visi tentang calon pasangan yang banyak sebagai cerminan hasrat yang tidak menyatu. Maka ia harus belajar menyatukan hasratnya agar dapat menimbang dengan benar visi mana yang sebenarnya diperuntukkan bagi dirinya. Dalam hal seseorang berdusta terhadap petunjuk perjodohan ini dengan motivasi tertentu, Allah mempertanyakan keimanan mereka : Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah? (QS An-Nahl : 72).

Dalam kultur modern, langkah mencari visi untuk membangun rumah tangga ini tergantikan dalam budaya memilih pasangan berdasarkan selera. Lebih jauh, tumbuhnya sifat mawaddah wa rahmah yang seharusnya berdiri di atas bangunan rumah tangga itu kemudian ditarik ke zona hubungan yang samar berupa ikatan tanpa akad dalam bentuk pacaran. Lebih lanjut lagi terbentuk istilah baru hubungan tanpa komitmen bagi yang ingin berpacaran secara lepas, padahal pacaran itu sendiri merupakan bentuk ikatan tanpa komitmen. Ini merupakan degradasi kualitas hubungan antar gender yang semakin jauh dari tuntunan agama.

Hubungan antar gender merupakan ayat Allah yang benar-benar bermakna dalam kehidupan umat manusia. Hubungan yang benar dalam urusan ini akan menjadi pondasi bagi kebangkitan bangsa sehingga dapat tercipta umat yang berbudaya.

Kamis, 02 April 2020

Pemakmuran Bumi melalui Rumah Tangga


Setiap manusia diciptakan untuk menjadi seorang khalifatullah di muka bumi. Khalifatullah adalah seorang wakil Allah yang bertugas untuk memakmurkan bumi sesuai dengan kehendak Allah.

Untuk menjadi khalifatullah, seseorang harus mengenal cahaya Allah. Tanpa mengenal cahaya Allah, seorang manusia tidak bisa menjadi seorang khalifatullah. Manusia hanyalah makhluk yang diciptakan dari tanah di alam yang paling jauh dari sumber segala cahaya, akan tetapi diberi potensi untuk bisa mengenal cahaya Allah. Akan tetapi itu hanya diberikan kepada orang yang Allah kehendaki.

Allah memberikan petunjuk kepada manusia yang dikehendaki kepada cahaya-Nya. Cahaya itu berupa cahaya di atas cahaya. Allah membuat bentuk-bentuk turunan dari cahaya-Nya hingga pada tingkatan yang bisa dikenal oleh seorang makhluk berakal, dalam wujud cahaya di atas cahaya. Itu hanyalah permisalan dari cahaya-Nya bagi manusia. Sekalipun cahaya itu berada di atas cahaya, sebenarnya tidak ada seorang makhlukpun yang dapat mengenal Dia yang sesungguhnya. Rasulullah SAW adalah makhluk yang mengenal permisalan cahaya-Nya pada tingkatan yang tertinggi. 


نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٣٥ [ النّور:35]

Cahaya di atas cahaya, Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [An Nur:35]

Manusia yang diberi petunjuk kepada cahaya-Nya adalah seorang laki-laki yang berada dalam rumah tangga yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalam rumah itu. Allah memberikan petunjuk kepada cahaya-Nya bila  laki-laki dan rumah tangganya itu meniru rupa,  menjadi sebuah bentuk turunan dari permisalan cahaya Allah dalam wujud yang paling nyata bagi makhluk di alam bumi. Bila pasangan suami istri berjalan menuju Allah, pada tingkatan tertentu Allah akan mengijinkan rumah tangga itu menjadi rumah tangga yang representatif untuk meninggikan asma-Nya dan menyebut asma-Nya.


فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ [ النّور:36-36]

Di rumah-rumah yang telah Allah ijinkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36]

Keberpasangan manusia merupakan tangga yang paling jelas untuk mengenal Allah. Keberpasangan itu merupakan turunan cahaya Allah yang paling mudah dikenal dan dikelola oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal Sang Maha Pencipta yang tidak menyerupai sesuatupun. Karenanya setiap manusia harus menikah.

Allah menciptakan manusia dari jiwa yang berpasang-pasangan, dan jasad manusiapun diciptakan berpasang-pasangan. Demikian pula ternak dibuat berpasang-pasangan. Ada perbedaan dalam setiap keberpasangan, dan perbedaan itu saling melengkapi. Dengan keberpasangan itu maka seseorang dapat berkembang, baik berkembang dalam bentuk anak-anak maupun berkembang jiwanya untuk mengenal cahaya Allah. Dengan perkembangan itu maka seseorang akan memiliki pengetahuan tentang cahaya Allah hingga mengetahui ufuknya bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat mengenal Dia, dan tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. 


فَاطِرُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ أَزۡوَٰجٗا يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١١ [ الشورى:11-11]

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. [Ash-Shura:11]

Untuk mengenal itu, seseorang harus berkembang jiwa dan raganya. Dengan pengetahuan tentang cahaya Allah maka seseorang dapat menjadi khalifatullah di bumi. Tanpa pengetahuan tentang cahaya Allah, seseorang tidak dapat digolongkan sebagai khalifatullah. Kebanyakan orang bertindak hanyalah berdasarkan hawa nafsu sendiri, tidak bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Demikian pula bila seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang cahaya Allah tidak (dapat) bertindak di bumi, maka orang tersebut tidak tergolong dalam khalifatullah.


Rumah Tangga Yang Thayyib




Untuk menjadi seorang khalifatullah, setiap orang diciptakan secara berpasangan. Laki-laki adalah pemilik akal yang kuat untuk memahami kehendak Allah, sedangkan perempuan merupakan pemimpin alam jasadiah. Jati diri seorang laki-laki akan mewujud melalui diri istrinya. Gambaran paling jelasnya adalah terlahirnya anak-anak dari seorang laki-laki melalui istrinya. Dengan pernikahan akan terbentuk penyatuan yang memanifestasikan kehendak Allah hingga alam jasadiah. Peran khalifatullah hanya dapat terwujud melalui pernikahan. 


وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Seorang ulama mengatakan bahwa pernikahan adalah sarana yang diberikan bagi orang-orang yang berkeinginan untuk mendengar sabda dari Gusti. Mendengar sabda merupakan salah satu wujud at-thayyibat. Rezeki akan tercurah bagi pasangan yang menikah melalui at-thayyibat yang terbentuk.

Penting bagi setiap orang untuk berusaha membentuk ath-thayyibat ini sejak sebelum pernikahan. Orang-orang beriman seharusnya mendapatkan penglihatan terhadap calon pasangannya sebelum melakukan pendekatan. Penglihatan ini merupakan petunjuk awal bagi seorang mukmin ataupun mukminat untuk membentuk at-thayyibat. Penglihatan ini dapat berupa melihat ataupun merasakan. Sebagaimana Musa a.s melihat api, seorang yang mengalami penglihatan seharusnya mencari pengetahuan tentang penglihatan itu agar informasi tentang calon pasangan itu menjadi  lebih jelas.

Penglihatan itu bila telah jelas maknanya,  harus diuji dengan melakukan pendekatan kepada calon pasangannya. Sebuah penglihatan tentang calon pasangan bisa menjadi penguji pertama, apakah seseorang patuh terhadap petunjuk Allah atau lebih mengikuti hawa nafsu sendiri. Juga tidak jarang penglihatan itu hanya sebuah ledakan hawa nafsu yang menginginkan seorang pasangan tertentu. Ujian berikutnya harus dilakukan dengan melakukan pendekatan. Calon pasangannya seharusnya memiliki penglihatan yang sama atau setara. Bila calon pasangannya tidak memiliki penglihatan yang sama, barangkali ia memerlukan waktu untuk mendapatkan penglihatan yang sama, atau keduanya tidak berjodoh dan penglihatan itu hanya sebuah ledakan hawa nafsu.

Bila keduanya memiliki penglihatan yang sama, maka itu harus diikuti keduanya. Itu adalah langkah awal membentuk ath-thayyibat. Penolakan terhadap petunjuk itu adalah sebuah kekufuran terhadap nikmat Allah. Keimanan orang yang menolak itu sebenarnya mengkhawatirkan,  mendekati keimanan terhadap kebathilan. Allah mempertanyakan : Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Namun perlu diperhatikan bahwa di antara jenis-jenis penglihatan, ada penglihatan yang sebenarnya merupakan kenyataan di alam jiwa, bukan petunjuk yang diturunkan Allah. Ada banyak  orang yang jiwanya mempunyai kemampuan untuk berjalan-jalan tanpa raganya. Hal itu memungkinkan terjadinya pertemuan jiwa dengan jiwa bahkan hingga dapat terjadi pelanggaran syariat. Pertemuan itu tidak boleh terjadi dengan melanggar syariat karena dapat merusak jiwa mereka. Jiwa tetaplah terikat dengan hukum syariat. Hal itu bukan sebuah penglihatan yang sifatnya petunjuk yang diturunkan.

Bila kedua orang  yang mendapat petunjuk tersebut menikah, keduanya telah mendapatkan bentuk kehidupan yang tepat. Laki-laki itu mendapatkan aspek jasadiah yang tepat bagi akalnya, dan perempuan itu mendapatkan akal yang tepat bagi khazanah jasadiah yang dibawanya. Laki-laki akan berkembang akalnya bersama istrinya, dan istri mendapatkan rezeki langit melalui suaminya.

Jalan rezeki akan terhampar bagi mereka dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang turun bagi mereka. Itu adalah ath-thayyibat. Pernikahan itu akan menjadi sarana bagi orang yang ingin mendengarkan firman Allah.

ٱللَّهُ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ قَرَارٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَصَوَّرَكُمۡ فَأَحۡسَنَ صُوَرَكُمۡ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡۖ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

QS Ghafir : 64. Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai bangunan, dan memberikan kamu shurah (citra) lalu membaguskan shurahmu serta memberi kamu rezeki dari yang baik-baik (Ath-Thayibaat). Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.

Jiwa mereka juga akan berkembang bila mereka mengikuti petunjuk-petunjuk Allah. Allah akan memperbaiki keadaan jiwa mereka hingga mencapai citra (shurah) yang sebaik-baiknya. Pada puncak keadaannya, Allah akan memberikan shurah kepada jiwanya dalam bentu shurah ar-rahmaan. Itu adalah cahaya di atas cahaya yang diberikan kepada seorang mukmin.

Tanpa sebuah pernikahan, memperoleh cahaya di atas cahaya bukanlah hal yang mudah samasekali. Pernikahan itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Syaitan menjadikan pernikahan sebagai sasaran utama untuk membuta fitnah bagi umat manusia.

Rabu, 01 April 2020

Cahaya Allah dan Rumah Tangga




Pernikahan merupakan sebuah sunnah rasulullah SAW yang sangat ditekankan. akan terbuka hal besar bagi setiap manusia melalui pernikahan. Pernikahan menjadi setengah bagian dari agama yang akan mengantarkan seseorang untuk mengenal Allah. Perintah menikah merupakan suatu ajaran yang sangat tinggi bagi umat islam. Rasulullah SAW sangat menekankan kepada umatnya untuk menikah.


Ulama yang mengikuti ajaran rasulullah SAW akan mengetahui ketinggian derajat pernikahan untuk mengikuti rasulullah, di manapun ulama itu berada. Di jawa misalnya, sebuah pupuh mengungkapkan tingginya kedudukan menikah bagi agama seseorang.


SS Dhandang Gula 193

Wuryaning reh kang arsa jinarwi              Ajaran tinggi yang akan diterangkan adalah
tata krama tumraping sujalma                   tata krama bagi manusia
kang arsa amirengake                                yang ingin mendengarkan
sabda kang langkung luhur                        sabda yang sangat luhur
ingkang mijil saking kang Gusti                yang muncul dari Gusti
tumraping tata cara                                    Dalam hal tata cara
ingkang arsa muruk                                   yang akan mengajarkan
wulang reh ingkang agama                        ajaran utama agama
tumanduk ing tatananing laki rabi             Yang harus dilakukan dalam tatanan suami istri
manut Agama Islam.                                  menurut agama islam


Terlepas dari bahasa yang mungkin tidak terlalu dikenal dalam khazanah keilmuan islam modern, pupuh tersebut mencerminkan pengetahuan yang dalam tentang sunah rasulullah berupa pernikahan. Pupuh tersebut menjelaskan tentang pernikahan yang akan mengantarkan seseorang untuk memahami agama, sebagai setengah bagian dari agama yang akan mengantarkan seseorang untuk memperoleh agamanya. 


Kondisi  Pengenalan Cahaya Allah

Dikatakan dalam pupuh tersebut bahwa pernikahan merupakan tata cara bagi seseorang yang ingin mendengar sabda yang sangat luhur yang muncul dari Gusti. Ini merupakan turunan dari Alquran yang menerangkan tentang pengenalan terhadap cahaya Allah.



فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ٣٧ [ النّور:36-37]


Di rumah-rumah yang telah Allah ijinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36] laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. [An Nur:37]


Dua ayat di atas menjelaskan tentang dua keadaan sebagai syarat pengenalan terhadap cahaya Allah, yaitu tentang rumah dan tentang laki-laki. Dalam usaha mengenal cahaya Allah, terbentuknya rumah yang mendapatkan ijin Allah untuk dilakukan di dalam rumah itu meninggikan dan dzikir asma-Nya merupakan sebuah kunci agar usaha pengenalan itu berhasil dilakukan.


Terbentuknya rumah ini disebutkan mendahului penyebutan tentang laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengenal cahaya Allah, bertindak mengikuti sunnah rasulullah SAW dengan membentuk rumah tangga yang baik mempunyai kedudukan lebih didahulukan daripada (atau setidaknya sama pentingnya dengan) membentuk kualitas intrinsik diri seorang laki-laki.


Rumah dalam ayat di atas merujuk pada rumah tangga. Surat Annuur banyak berbicara tentang pentingnya rumah tangga bagi agama. Ibrahim a.s memerintahkan Ismail a.s agar mengganti pintu rumah, sedangkan yang dimaksud adalah mengganti istri. Rumah tangga yang baik merupakan sebuah kunci yang paling utama untuk mengenal cahaya Allah, yaitu rumah tangga yang Allah ijinkan untuk ditinggikan asma-Nya dan diingat asma-Nya di dalamnya. Hal ini dijelaskan dalam pupuh di atas, yang menyebut bahwa pernikahan merupakan sarana untuk dapat mendengar perintah yang muncul dari Gusti. Ini menjelaskan tentang kedudukan rumah tangga yang baik sebagai kunci untuk mengenal cahaya Allah. Tanpa rumah tangga yang baik, cahaya Allah akan sulit untuk dapat dikenali.


Laki-laki menjadi tokoh kunci dalam pengenalan kepada Allah, yaitu laki-laki yang mempunyai keinginan untuk mengenal cahaya Allah. Dalam pupuh tersebut disebutkan bahwa laki-laki tersebut adalah orang yang berkeinginan untuk mendengarkan sabda yang sangat luhur dari Gusti. Tanpa sebuah keinginan untuk mendengar sabda dari Gusti, laki-laki itu tidak akan berkembang menjadi seseorang yang mengenal cahaya Allah. 

Laki-laki dan Rumah Tangga


Di dalam alquran, kualifikasi laki-laki yang mengenal cahaya Allah itu dijelaskan secara lebih lengkap. Laki-laki tersebut tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah , dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. Ini adalah kualifikasi tentang laki-laki yang mengenal cahaya Allah. Yang menjadi permulaan dari semua kualifikasi ini sebagaimana disebutkan dalam pupuh di atas, adalah laki-laki yang ingin mendengarkan sabda yang sangat luhur dari Gusti. Sikap ini merupakan sikap mengingat (dzikir) Allah. Pupuh tersebut menunjukkan permulaan dari keseluruhan kualifikasi yang lain, sedangkan untuk memperoleh kualitas keseluruhan harus berjalan dengan berpegang kepada Alquran.


Bila seorang laki-laki tidak berhasil dalam membina rumah tangga, sedangkan orang tersebut telah menempuh perjalanan untuk mengenal cahaya-Nya, Allah tidak akan mendzalimi laki-laki tersebut. Allah akan memperkenalkan cahaya-Nya kepada laki-laki itu, akan tetapi laki-laki itu sulit untuk dikenal oleh umatnya. Hal ini dapat dilihat dalam peristiwa nabi Nuh a.s dan nabi Luth a.s, dimana mereka berdua merupakan orang-orang yang mengenal cahaya Allah, akan tetapi istri mereka berkhianat sehingga umat mereka tidak mampu mengenali cahaya Allah yang turun bagi mereka.


Dalam serat yang sama, ulama tersebut menuliskan sebuah bait dalam pupuh yang secara tidak langsung menjelaskan tentang keadaan laki-laki yang mengalami hal tersebut.


SS Sinom no 193

Nurcahya iku rawuhnya                          nur cahaya (cahaya di atas cahaya) itu datangnya
tan ana kang bisa ngerti                          tidak ada yang bisa mengerti
nanging bisa dipun rasa                          tapi bisa dirasakan
kinanthi kang jiwa resik                          melalui jiwa yang bersih
arsa pirsa ingkang ghaib                        akan mengetahui yang ghaib
winuruk kabeh kang ilmu                        diajar semua ilmu
yaiku tandha ingkang nyata                    Itulah tanda yang nyata
lamun sira sampun panggih                    jika engkau sudah bertemu
jiwanira rinengga kang nur lan cahya.   jiwamu yang dihiasi nur dan cahaya

Cahaya di atas cahaya itu akan hadir tanpa ada yang mengetahui. Bahkan boleh jadi laki-laki yang bersangkutan tidak mengetahui kehadiran cahaya di atas cahaya itu, tetapi hanya bisa merasakan melalui jiwanya. Peristiwa kehadiran cahaya di atas cahaya ini adalah peristiwa seorang laki-laki mengenal diri sendiri, dimana dengan mengenal diri sendiri maka dirinya mengenal rabb-nya. Cahaya di atas cahaya itu adalah cahaya pengenalan seseorang terhadap cahaya Allah.

Dalam Al-quran, hadirnya cahaya di atas cahaya ini adalah sebuah fathan mubiina, peristiwa dimana Allah membuka kesadaran seseorang terhadap sebuah kenyataan yang sangat jelas. Akan diperlihatkan shirat al mustaqim bagi dirinya, sehingga dirinya dapat berjalan di atas shirat al mustaqim.


إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا ١ لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكَ وَيَهۡدِيَكَ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا ٢ وَيَنصُرَكَ ٱللَّهُ نَصۡرًا عَزِيزًا ٣ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا ٤ [ الفتح:1-4]


1. Sesungguhnya Kami telah membukakan kepadamu keterbukaan yang nyata, [Al Fath:1]
2. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan menunjukkan kamu jalan yang lurus, [Al Fath:2]
3. dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat [Al Fath:3]
4. Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, [Al Fath:4]

Pengenalan seseorang terhadap diri sendiri, atau ma’rifatu an-nafs ini dikenal dalam terminologi jawa sebagai bertemu diri. Ini adalah padanan dari istilah ma’rifatu an-nafs. Secara umum, peristiwa ini ditandai dengan hadirnya sang jiwa kepada dirinya sendiri sehingga seseorang mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Akan terbuka pengetahuan sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat dalam surat alfath tersebut.

Tetapi dalam kasus ma’rifatu an-nafs di rumah tangga yang rusak, mungkin tidak berlaku pertanda yang jelas demikian. Cahaya di atas cahaya itu akan hadir tanpa diketahui oleh seorangpun, termasuk oleh diri yang bersangkutan. Hanya akan terjadi keterbukaan kesadaran dalam diri laki-laki yang bersangkutan tentang segala sesuatu yang disebutkan oleh ayat dalam surat al-fath tersebut. Dirinya mengerti dengan jelas banyak hal yang terkait shirat al mustaqim bagi dirinya.

Hal ini kadangkala membingungkan termasuk bagi laki-laki itu. Laki-laki itu akan melihat bahwa jiwanya belum tumbuh hingga tingkatan yang layak, dan tanpa tanda sesuatupun tiba-tiba mengenal banyak hal terkait tentang penciptaan dirinya. Laki-laki ini akan menjadi bahan ejekan dan olok-olok bagi masyarakat di sekitarnya bila berbicara tentang kebenaran yang dikenalnya. Tidak ada yang mengetahui kedatangan cahaya di atas cahaya pada seorang laki-laki yang tidak berhasil membangun rumah tangganya. Rumah tangga yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan didzikirkan asma-Nya itu harus terbentuk agar cahaya Allah itu dapat dikenal.

Pupuh sinom tersebut di atas menjelaskan dan menegaskan bahwa peristiwa keterbukaan bagi seorang laki-laki itu merupakan tanda yang nyata, bahwa laki-laki itu telah bertemu dengan jiwanya yang berhias cahaya-cahaya.

              yaiku tandha ingkang nyata                       Itulah tanda yang nyata
              lamun sira sampun panggih                       jika engkau sudah bertemu
              jiwanira rinengga kang nur lan cahya.      Jiwamu yang dihiasi nur dan cahaya



Ini sebenarnya merupakan standar yang lebih pasti tentang pengenalan diri seorang laki-laki terhadap cahaya Allah, sebagaimana disebutkan dalam surat al-fath. Seorang laki-laki yang mengenal cahaya Allah boleh jadi akan bertemu dengan jiwanya, tetapi bisa juga cahaya di atas cahaya itu datang tanpa diketahui oleh seorangpun termasuk dirinya sendiri. Hal yang pasti terjadi bila cahaya di atas cahaya itu datang, Allah membukakan kesadaran tentang dirinya yang sebenarnya.

Rumah tangga yang diijinkan Allah adalah kunci agar pengenalan seorang laki-laki terhadap cahaya Allah dapat diketahui sehingga bisa dilihat oleh berbagai makhluk, tidak hanya tersimpan dalam diri seorang laki-laki. Seorang laki-laki akan dianugerahi pengenalan terhadap cahaya Allah bila Allah berkenan, tetapi cahaya itu tidak akan dapat dikenali makhluk yang lain bila rumah tangganya tidak baik. Para istri merupakan kunci bagi mengalirnya khazanah Allah yang dikenali suaminya bagi semesta mereka. Tanpa istri yang baik, seorang suami akan tersingkir dari percaturan duniawi, hanya akan memperoleh jalan bagi akhiratnya saja.

Selain itu, istri merupakan ladang bagi pertumbuhan jiwa suaminya. Bila rumah tangga rusak, jiwa seorang suami tidak akan tumbuh dengan baik sekalipun Allah berkenan untuk melimpahkan cahaya di atas cahaya bagi suaminya. Dalam kasus demikian, pengetahuan suaminya sebenarnya banyak, tetapi tidak mempunyai keterampilan untuk mewujudkannya bagi semesta mereka. Yang mampu diwujudkan sangatlah terbatas sesuai dengan kemampuan jasadiahnya.