Pencarian

Kamis, 24 Oktober 2019

PERNIKAHAN dan POLIGAMI



Manusia sebagai Makhluk Berpasangan

Manusia diciptakan dari jiwa yang satu, dan kemudian diciptakan darinya pasangannya. Keberpasangan merupakan fitrah manusia. Dengan berpasangan, Allah hendak membuat manusia berkembang, tidak hanya berkembang secara kuantitas saja, tetapi juga berkembang secara kualitas.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا  

QS An-Nisā':1 - Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan dari padanya (Allah) menciptakan pasangannya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki (rijal) dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling bertanya, dan (bertakwalah terhadap)  al-arham. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Kata "rijal" yg berarti "laki-laki" tidak bermakna sama persis dengan laki2 dalam konteks gender. Gender laki-laki ditunjukkan dalam kata dzakarun (laki-laki) sebagai lawan dari untsaa (perempuan). Kata "Rijal" mempunyai makna "laki-laki" dalam konteks jiwa yang berjalan mencari kebenaran. Kata ini satu akar kata dengan rijlun yg berarti kaki untuk berjalan.

Manusia merupakan makhluk unik , diciptakan sebagai makhluk langit, yaitu jiwa yg setara dengan para malaikat, tetapi dilengkapi jasad yg setara dengan hewan dan makhluk bumi lainnya. Jiwa merupakan pasangan bagi jasad. Jiwa menjadi aspek laki-laki (rijal), sedangkan jasad menjadi aspek perempuan (nisaa'). Jiwa merupakan jati diri manusia sedangkan jasad sebagai pasangan jiwanya. Jasad diciptakan berdasarkan jiwa, menjadi bentuk turunan dari jiwa dimana jiwanya bisa berdiam bersama dengan tenteram.

Berpasangan akan membuat manusia berkembang, yg akan memperlihatkan kepada dirinya keadaan dirinya. Seorang anak merupakan penjelas keadaan orang tuanya. Kadangkala seseorang tidak menyadari keadaan dirinya hingga dirinya berhadapan dengan tingkah laku dan sifat anaknya. Tingkah laku dan sifat seorang anak menjadi penjelasan bagi keadaan orang tuanya. Begitu pula perkembangan jiwa akan semakin memperjelas siapa dirinya di hadapan tuhannya.

Interaksi jiwa sebagai makhluk langit yg cerdas dengan jasad akan melahirkan banyak entitas baru berupa banyak hawa nafsu. Sebagian hawa nafsu bersifat laki-laki (rijal) yg berhasrat mencari kebenaran yang ada di balik semua yg dzahir, dan sebagian hawa nafsu bersifat nisaa' yang berhasrat mencari kepuasan dari alam jasadiah.

Kelahiran hawa nafsu yg banyak akan menjadi penjelas tentang jati diri seseorang. Jiwa yg tenteram itu berada di alam yang sulit dilihat oleh jasad, akan tetapi jasad akan bisa mengenalinya berdasarkan hawa nafsu yg terlahir dari dirinya. Hawa nafsu yg banyak itu akan menerangkan keadaan jiwa masing-masing, sehingga jasad bisa mengenali jiwanya.

Pengenalan seseorang tentang jati diri jiwanya akan mengantar pada pengenalan kepada Tuhannya, namun pengenalan itu hanya akan terjadi bila seseorang bertanya dan meminta kepada Allah dan membangun kasih sayang (al-arhaam). Tanpa nama-Nya manusia akan tersesat, dan tanpa membangun' kasih sayang, manusia tidak memerlukan pemahaman tentang jati diri jiwanya, karena untuk kasih sayang itulah jiwanya diciptakan. Jiwa seseorang diciptakan untuk menjadi wakil Allah dalam memakmurkan bumi, wakil Allah dalam menebar nama-Nya sebagai Ar-rahmaan dan Ar-rahiim.

Allah memanjangkan keberpasangan dzahir dan bathin manusia dalam struktur sosial. Manusia terlahir dalam gender laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar bisa saling mengenal. Seorang laki-laki diciptakan berpasangan dengan perempuan, dimana seorang laki-laki dan perempuan saling merasa tenteram hidup bersama dengan pasangannya, dan dijadikan di antara keduanya rasa kasih sayang. Keberpasangan manusia dalam konteks gender laki-laki dan perempuan merupakan sebuah wujud perpanjangan dari keberpasangan manusia secara lahir dan bathin.

Dengan perpanjangan pasangan hingga struktur sosial itu, manusia dapat melihat secara dzahir proses interaksi keberpasangan dalam dirinya. Dengan mengenal fenomena dzahirnya, manusia harus bergerak untuk mengenal bathinnya hingga akhirnya bisa mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya maka seseorang bisa mengenal Tuhannya. Keberpasangan itu merupakan sebuah jalan agar manusia yang hidup secara jasadiah di bumi ini bisa menjadi perpanjangan nama Allah sebagai Ar-rahman dan Ar-rahiim.

Alam jasad merupakan ujung terjauh dari alam semesta. Allah menciptakan semesta dalam berbagai lapis alam dari alam yg dekat dengan Allah hingga alam jasad yg terjauh, sebuah alam yang relatif mendapatkan cahaya-Nya secara temaram. Dengan kejauhan itu, segala hakikat yg besar dari sisi-Nya terurai menjadi hakikat-hakikat kecil yg dapat dipahami makhluk secara sempurna sesuai kapasitas masing-masing. Namun kejauhan itu juga menghadapkan manusia pada hal-hal nisbi yg berpotensi menghisap manusia pada sisi keperempuanannya.

Pasangan dari Jiwa

Setiap manusia diciptakan berpasangan. Bagi seorang laki-laki disediakan baginya pasangan berupa perempuan yg diciptakan dari jiwa laki-laki tersebut. Akan tetapi karena harus menjalani kehidupan di ujung semesta, seringkali seseorang tidak bisa melihat pasangan jiwa yg diciptakan bagi dirinya. Hal itu merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan di bumi. Hal itu wajar bagi setiap manusia. Untuk itulah agama memberikan tuntunan dalam memilih pasangan hidupnya agar manusia dapat hidup tenteram bersama pasangannya.

Keberpasangan manusia terletak dalam jiwa. Untuk mengenal pasangan yg diciptakan dari jiwanya, maka hal yg harus dijaga adalah kesucian jiwanya. Tanpa menjaga kesucian jiwanya, besar kemungkinan manusia gagal melihat pasangan yg diciptakan bagi dirinya. Alih-alih mendapatkan pasangan jiwa, pasangan yang diperoleh seringkali lebih merupakan bentuk keberpasangan hawa nafsu. Sebagian manusia menuruti hawa nafsu rijal, dan sebagian manusia, hawa nafsu nisaa' atau malah sekadar syahwat yang dituruti dalam memilih pasangan.

Seberapa jauh seseorang menjaga kesucian jiwa dan mengikuti tuntunan Allah dalam memilih pasangan, sedemikian pulalah kedekatan keberpasangan jiwa yg diperoleh dalam berumahtangga. Hawa nafsu rijal lebih dekat kepada jiwa, dan hawa nafsu nisa' lebih jauh dari jiwa, sedangkan syahwat merupakan karakteristik jasad sepenuhnya. Mengikuti syahwat atau hawa nafsu nisaa' dalam memilih pasangan akan menghadirkan pasangan yg jauh secara jiwa, dan akan semakin mendekati keberpasangan secara jiwa bila mengikuti hawa nafsu rijal yg dekat dg jiwanya. Seseorang yang sepenuhnya berserah diri akan diberi petunjuk siapa pasangan jiwanya. Sakinah, mawaddah dan rahmah akan hadir setara dengan seberapa dekat keberpasangan jiwanya.

Di alam jasad, keadaan manusia selalu berubah-ubah. Kadangkala mengikuti hawa nafsu rijal, hawa nafsu nisaa' ataupun syahwat. Dengan keadaan seperti itu, pasangannya yg diperoleh boleh jadi bukan pasangan jiwa. Apapun bentuk keberpasangan yg telah diperolehnya, setiap manusia wajib bersyukur atas pasangannya, tidak boleh terombang-ambing oleh waham idealistik keberpasangan jiwa. Besar kemungkinan harapan idealistik terhadap pasangan jiwanya hanyalah angan-angan yg dibangkitkan syaitan.

Pasangan jiwa akan ditunjukkan bila seseorang mencapai kedudukan sebagai orang yang diberi nikmat Allah. Apapun akan terjadi bila Allah menghendaki, termasuk bila berkehendak memasangkan seseorang dengan pasangan jiwanya.

Pernikahan dan Pertumbuhan Jiwa

Sebelum diberi nikmat Allah, kehidupan suami-istri merupakan fase menumbuhkan jiwa, agar jiwa sang suami dapat tumbuh dengan baik bagaikan pohon yang akarnya menghunjam ke dalam bumi untuk meneguhkan kedudukannya dan cabangnya menjulang ke langit mencari cahaya Allah. Setelah mencapai kedudukan orang yg diberi nikmat Allah, pernikahan memasuki fase berbuah.

نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٞ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡۖ وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُم مُّلَٰقُوهُۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ  
QS Al-Baqarah:223 - Isteri-isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan dahulukanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Seorang istri adalah ladang bagi suaminya, sedangkan suami adalah pohon yang harus tumbuh di atas ladang. Suami dan istri merupakan dua entitas yang menjadi satu identitas tidak terpisahkan dan harus tumbuh bersama. Jiwa seorang laki-laki tidak akan dapat tumbuh dengan baik tanpa seorang istri. Seorang laki-laki yang ingin menumbuhkan jiwa harus mengambil seorang istri agar jiwanya mempunyai kedudukan untuk tumbuh. Sebaliknya seorang istri harus mendukung pertumbuhan suaminya agar dirinya menjadi subur. Tanpa pohon, lahan akan menjadi gersang sulit menahan air dan kesuburan.

Laki-laki diutamakan dalam rumah tangga karena laki-laki membawa benih pengenalan kepada Allah. Seorang istri harus mendukung usaha suaminya dalam usahanya menumbuhkan pohon diri untuk mengenal Allah. Untuk itulah seorang laki-laki hendaknya mendahulukan dirinya atas perempuan, tidak mendahulukan keinginan perempuan, karena laki-laki lah yang mengerti pertumbuhan pohon dirinya.

Pohon dan ladang dalam ayat di atas adalah pohon diri kalimah thayyibah, yaitu pengenalan seseorang kepada Allah yg harus selalu tumbuh sebagaimana tersurat dalam ayat berikut :

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ  
QS Ibrāhīm:24 - Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,

Kalimah thayyibah diumpamakan sebagai pohon yang tumbuh dalam jiwa seorang laki-laki. Laki-laki tersebut adalah laki-laki yang berkeinginan untuk mengenal penciptaan dirinya. Tanpa keinginan untuk mengenal diri, seseorang tidak termasuk dalam kategori rijal (laki-laki) tetapi hanya sebagai dzakarun (laki-laki). Dalam hal ini, perintah untuk mendahulukan laki-laki barangkali berlaku tidak mutlak karena suami dan istri keduanya sebagai makhluk yang sama.

Pohon dikenal dari buahnya. Demikian pula seseorang dikenal dari buahnya. Mengenal diri bagi seseorang adalah sebagaimana pohon mengeluarkan buah dari unsur hara dan air yang ada di ladangnya dengan cahaya matahari yg menyinari. Seorang laki-laki harus berusaha keras mendapatkan khazanah pengetahuan yang tersimpan pada istrinya, dan sang istri harus berusaha menyediakan khazanah yang cukup untuk suaminya agar suaminya berbuah. Suami dan istri harus berkomunikasi dengan sebaik-baiknya agar kebutuhan khazanah itu terpenuhi.

Poligami dalam Alquran

Pernikahan dalam islam merupakan sebuah sarana mengalirkan khazanah ilahiah menjadi buah yang bermanfaat bagi masyarakat. Khazanah itu tersimpan dalam diri para wanita dan akan dapat dialirkan oleh laki-laki yang mampu menjadi pengelola amanah karena mengenal Tuhannya. Ta'addud merupakan fungsi keadilan.



وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ  

QS An-Nisā' :3 - Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap para yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang bersesuain bagimu: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Makhluk yang tidak mendapatkan hubungan dengan Allah pada dasarnya merupakan yatim yang tidak mendapatkan pendidik dan pengayom bagi dirinya. Status yatim akan berubah bila seseorang mengenal Allah. Bila tidak mengenal jiwanya sendiri maka tidak mengenal Allah. Allah telah membuat garis wasilah, barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya. Boleh jadi makhluk yang tidak mengenal Allah itu sedang berusaha mencari wasilah berupa pengenalan diri, atau mereka tidak peduli dengan Allah.

Tugas seseorang yang mengenal diri adalah mengalirkan asma Ar-rahman dan Ar-rahiim bagi makhluk yg berada di semestanya. Mereka mendapatkan tugas untuk menyampaikan harta bagi para yatim sesuai dengan keadaan para yatim.

Hal itu adalah tugas yang tidak mudah bagi seseorang. Seseorang tidak bisa mengenal dengan mudah apa yang ada di luar dirinya. Akan tetapi Allah menyediakan jalan. Jalan untuk mendapatkan khazanah pengetahuan itu ada pada para wanita yang bersesuaian dg jiwanya. Para wanita itu merupakan ladang yang mempunyai sumber khazanah pengetahuan bagi laki-laki, yang kehidupannya bisa disatukan bersama kehidupan dirinya dalam sebuah pernikahan. Pernikahan akan mengikat seorang laki-laki dan perempuan dalam satu identitas, dan; merupakan perjanjian terkuat setelah perjanjian Allah dan rasul-Nya.

Memenuhi khazanah yg diperlukan oleh rijal tersebut mudah bila pasangannya adalah pasangan yg diciptakan dari jiwanya. Tetapi kehidupan di bumi membuka peluang yang sangat besar bagi seseorang untuk menikah dengan pasangan yang tidak diciptakan dari jiwanya. Friksi dan gangguan berkomunikasi sangat mungkin terjadi di antara pasangan suami istri.

Seorang istri yg tidak tercipta dari jiwa suaminya kemungkinan besar tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan khazanah yang diperlukan suaminya untuk menghasilkan buah yang dikehendaki Allah. Dirinya hanya dapat memenuhi sebagian khazanah yang dibutuhkan oleh suaminya, padahal umat manusia membutuhkan buah yg seharusnya terwujud tetapi tidak terjadi karena khazanah sumbernya tidak dapat dipenuhi oleh sang istri. Hal ini akan menghambat orang lain untuk mendapatkan buah dari khazanah ilahiah yg harus dikeluarkan oleh suaminya.

Beristri banyak dikenal sebagai ta'addud dalam bahasa arab atau poligami dalam terminologi barat. Dalam islam, ta'addud merupakan jalan agar seorang laki-laki yang telah mengenal dirinya dapat mengalirkan khazanah ilahiah sebagai buah yang dapat diberikan kepada masyarakat. Allah telah menyimpan khazanah itu dalam diri para wanita.

Bagi laki-laki yg telah mengenal diri diperintahkan untuk menikah dengan perempuan yang bersesuaian dg jiwanya. Seseorang yang mengenal dirinya akan mempunyai kemampuan memilih wanita yang bersesuaian dg tugas dirinya, maka laki-laki itu dapat berbuat adil kepada dua, tiga atau empat wanita. Dirinya bisa menempatkan para istrinya sesuai dengan jati diri masing-masing.

Ta'addud bukanlah kewajiban bagi seseorang. Apabila seseorang telah menemukan pasangan yg diciptakan dari jiwanya, seorang laki-laki tidak membutuhkan wanita lain karena semua kebutuhan khazanah terpenuhi oleh istrinya. Siti Khadijah r.a merupakan pasangan haq bagi Rasulullah Saw, yang akan mendampingi beliau hingga akhirat kelak. Selama bersama Khadijah r.a, Rasulullah Saw tidak menikah dengan wanita lain. Begitu pula kehidupan pernikahan Ali k.w bersama Fathimah r.a putri Rasulullah Saw.

Di dunia, tidak banyak manusia yg berhasil menemukan pasangan dari jiwanya sejak awal pernikahan. Seorang laki-laki yg berhasil mengenal diri akan ditunjukkan pasangan jiwanya, dan bila Allah menghendaki keduanya segera menikah maka hal itu pasti terlaksana. Bila laki-laki itu telah berumahtangga, maka akan terjadi ta'addud walaupun pasangan jiwanya berhasil memenuhi semua khazanah yg dibutuhkan suami. Apabila wanita pasangan jiwanya tidak dalam keadaan yang baik, maka akan terjadi ta'addud dengan jumlah istri yang banyak untuk memenuhi kebutuhan khazanah yg dibutuhkan. Demikian pula apabila wanitanya meninggal sebagaimana pernikahan Rasulullah Saw setelah meninggalnya Khadijah r.a.

Bagi wanita, menikah dengan seorang laki-laki yg mengenal diri akan membawa kebaikan sekalipun bukan pasangan jiwanya. Khazanah yg tersimpan dalam dirinya akan mengalir menjadi buah bagi masyarakat melalui suaminya. Bila pasangan jiwanya mencapai kedudukan orang yg diberi nikmat, mungkin dirinya akan tercerai dari suaminya saat itu karena ada yang lebih berhak atas dirinya.


Ta'addud dan Monogami

Tanpa sebuah visi yg jernih tentang pernikahan dan keadilan, alquran menyarankan agar seorang laki-laki mengambil satu orang istri saja karena hal itu lebih menjaga diri dari tindakan aniaya.

Faktor keadilan menjadi penentu dalam memilih ta'addud atau monogami. Menimbang keadilan merupakan hal yg tidak mudah untuk dilakukan. Ada faktor yang mempersulit menimbang keadilan berupa hawa nafsu. Sebagai contoh, tidak mudah untuk menilai rasa cinta sebagai hawa nafsu atau kesesuaian jiwa. Atau bagaimana seseorang harus mengukur kebutuhannya untuk ta'addud. Boleh jadi seorang laki-laki untuk keadilan harus melakukan ta'addud walaupun belum dalam posisi mengenal diri menjadi pemegang amanah.

Keadilan dapat dirintis oleh orang-orang yg berta'addud dengan mengikuti konsep ta'addud sebagai sarana mengalirkan khazanah ilahi. Sebagai awal, semua pihak dalam pernikahan harus ikhlas berkeinginan untuk mengenal Allah. Selanjutnya setiap pihak harus membangun pengenalan dan pemahaman terhadap pihak yang lain yg dinikahi. Dengan terbangunnya pemahaman, khazanah yg tersimpan diharapkan bisa dialirkan menjadi manfaat bagi orang lain. Dengan demikian akan terbentuk keadilan dalam rumah tangga.

Memilih ta'addud dengan pengaruh selera hawa nafsu dikhawatirkan membuat seseorang berbuat tidak adil, maka disarankan baginya agar tidak melakukan ta'addud agar terhindar dari perbuatan aniaya. Dua orang yang berpasangan secara haq pun belum tentu bisa berbuat adil dalam pernikahan monogami, apalagi bila pernikahan poligami yang dipengaruhi hawa nafsu.

Hal terpenting untuk pasangan agar dapat mengalirkan khazanah yg tersimpan dalam diri perempuan adalah saling memahami. Komunikasi yang baik harus dibangun oleh semua pihak baik oleh laki-laki maupun perempuan. Tanpa komunikasi yang baik, sulit bagi pasangan suami-istri untuk mengalirkan khazanahnya, sekalipun oleh pasangan haq dalam pernikahan monogami. Komunikasi yang baik mutlak harus dibangun oleh setiap pihak dalam rumah tangga. Alquran dan sunnah telah menjelaskan dengan detail tata aturan pergaulan suami dan istri. Semua aturan itu tidak semata untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing akan tetapi ada sebuah tujuan dan sasaran sangat mulia tersimpan dalam tata aturan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar