Pencarian

Jumat, 26 Februari 2021

Alquran Petunjuk Bagi Manusia

 

Allah menurunkan Alquran kepada rasulullah SAW agar menjadi panduan umatnya untuk meniti perjalanan kembali kepada Allah. Dengan memahami alquran, seseorang dapat kembali bertaubat kepada Allah dengan selamat, tidak tersesat dalam perjalanannya. Alquran harus menjadi tolok ukur perjalanan seseorang kepada Allah, dan kelak Alquran akan datang memberikan syafaat kepada para pembaca yang mengikutinya.


Nabi bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya” (Shahih Muslim (I/553)

Meniti Petunjuk Alquran

Sebagai petunjuk Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya, Al-Qur’an memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu memberi landasan pengenalan kebenaran bagi seseorang atau menunjukkan kesalahan baginya untuk diperbaiki. Manusia merupakan makhluk bumi yang hidup di tempat paling jauh dari sumber cahaya, sehingga kebenaran tidak selalu terlihat jelas, dan kesalahan pun kerapkali dilakukan. Alquran akan menunjukkan kepada manusia kebenaran dalam hujjah yang nyata, dan akan menunjukkan kesalahan yang harus ditaubati dengan hujjah yang nyata.

Nabi SAW bersabda:


وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
dan Al-Qur’an merupakan landasan bagimu atau argumentasi atasmu” (Imam Muslim, Shahih Muslim)

Kehidupan di bumi membuat manusia hidup dalam kegelapan dan mudah terjatuh dalam kesalahan. Seringkali manusia di bumi menilai sesuatu yang buruk sebagai baik, dan suatu kebenaran sebagai hal bathil. Manusia memerlukan hujjah, atau pijakan pemahaman yang kokoh, untuk mengetahui sesuatu di bumi sebagai kebenaran. Alquran akan menjadi sebuah landasan yang kokoh bagi seseorang dalam mengenali suatu kebenaran di bumi. Tanpa alquran, pengenalan kebenaran itu akan mudah berubah karena tidak memiliki landasan, atau kebenaran itu sebenarnya hanya waham yang mungkin keliru.

Seringkali manusia terjatuh dalam kesalahan tanpa menyadarinya. Alquran menjadi sebuah argumentasi yang akan menunjukkan kesalahan atau kesesatan yang dilakukan seseorang. Bila seseorang benar-benar berkeinginan bertaubat kepada Allah, Alquran akan menunjukkan kesalahan dirinya dengan jelas agar ia bisa bertaubat kepada Allah. Bila iktikad dalam hatinya hanya samar-samar, maka alquran akan menunjukkan dengan samar-samar. Alquran tidak akan banyak menunjukkan kesalahan bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya sendiri.

Bagi seluruh manusia, Alquran datang sebagai pelajaran Banyak pelajaran terdapat dalam alquran, atau seluruh pelajaran terdapat di dalamnya, yaitu pelajaran yang dapat diterima oleh setiap manusia untuk menjadi cahaya dalam kehidupan mereka. Sebagian manusia hidup di bumi dengan penyakit-penyakit hati. Sebagian orang-orang beriman memiliki penyakit-penyakit hati sebagaimana kebanyakan manusia memilikinya. Alquran dapat menyembuhkan penyakit-penyakit hati dalam dada-dada manusia bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Seluruh penyakit hati ada obatnya dalam alquran.


﴾۷۵﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ


Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS Yunus : 57).

Bagi orang-orang beriman, alquran merupakan petunjuk yang menerangi jalannya untuk kembali kepada Allah. Bila orang-orang beriman terus berjalan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Alquran, tidak terlena dalam perjalanannya, maka Alquran akan menjadi pintu terbukanya rahmat baginya.

Segala amal dan perbuatan yang dilakukan seseorang hendaknya didasarkan kepada Alquran agar amal itu mempunyai bobot yang bernilai besar dalam timbangan di akhirat kelak. Amal perbuatan akan bernilai besar bobot timbangannya karena kebenaran yang dapat dipahami melalui amal itu, dan ringan bobotnya karena tidak adanya pengenalan terhadap kebenaran. Sedangkan Alquran merupakan cahaya yang memperkenalkan kebenaran kepada manusia dalam wujud yang paling nyata. Amal perbuatan yang baik hendaknya diberi bobot kebenaran dengan alquran, dan permohonan ampunan dari segala kesalahan hendaknya diberi bobot kebenaran dengan alquran pula. Dengan demikian maka amal-amalnya akan mempunyai bobot yang besar dalam timbangan akhirat, tidak tergantung dari besar atau kecilnya amal yang telah dilakukannya di bumi.

Alquran merupakan petunjuk menuju jalan yang lurus. Perjalanan seorang hamba untuk kembali kepada Allah tidaklah mudah. Seringkali seorang hamba tidak mengetahui jalannya untuk kembali kepada Allah, atau kadang seseorang berusaha mengetahuinya melalui orang-orang yang telah berjalan kepada Allah, atau kadang seseorang mengetahui jalannya secara samar-samar melalui orang-orang yang diikutinya, dan lain-lain. Sebagian orang mengetahui jalannya untuk kembali kepada Allah dengan jelas karena Allah membukakan kepadanya shirat al mustaqim dalam proses al-fath, tetapi tidak diberi kemampuan untuk melaksanakannya, dan sebagian diberi karunia kemampuan untuk menempuhnya.

Alquran sungguh-sungguh memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman kepada jalan-jalan yang tegak. Tidak hanya jalan yang lurus yang ditunjukkan Alquran. Bilamana seseorang tidak diberi kemampuan untuk melaksanakan amal di shirat al-mustaqim, maka alquran menunjukkan keadaan dirinya dan menunjukkan tatacara agar ia mampu menegakkannya hingga dirinya dapat meniti shirat al-mustaqim. Dengan melaksanakan amal-amal yang ditetapkan baginya, maka agamanya akan tegak.


﴾۹﴿إِنَّ هٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا


Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih tegak dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (QS Al-Israa’: 9)

Orang yang mengetahui shirat al-mustaqim itu masuk dalam kategori al-mukminun. Bila dirinya kemudian melaksanakan amal-amal yang ditetapkan baginya, yaitu amal shalihnya, maka alquran akan menunjukkan pahala-pahala yang diperuntukkan baginya. Pahala-pahala itu merupakan pahala-pahala yang besar. Tanpa melaksanakan amal-amal shalihnya, pahala-pahala itu hanyalah sebuah dugaan yang belum tentu akan diberikan kepada dirinya.

Anomali Petunjuk Alquran

Alquran merupakan petunjuk yang nyata bagi manusia untuk kembali kepada Allah. Akan tetapi manusia perlu berhati-hati dalam sikap ketika membaca alquran. Sikap ini adalah sikap dalam batin. Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dengan Alquran, dan di sisi lain Allah juga akan menghinakan kaum yang lain dengan alquran.


إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan kitab (Alqur`an) ini dan menghinakan yang lain dengannya (Alquran). (HR Imam Muslim, no. 269)

Setiap orang harus bersikap jujur dalam membaca Alquran. Alquran dapat menjadi penyembuh penyakit-penyakit dalam dada pembacanya dengan semua pelajaran yang ada di dalamnya, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Alquran akan menjadi syafaat yang akan menyelamatkan seseorang dari kesesatan di dunia, menjadi pengubah keadaan bagi orang yang ingin memperbaiki keadaan akhlaknya, dan menjadi tolok ukur kebenaran bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Dengan hal itu, alquran akan menarik seseorang menuju surga, yaitu orang-orang yang menjadikan alquran sebagai imamnya.

Akan tetapi manusia kadang bersikap tidak jujur dalam membaca alquran bilamana mereka menjadikan alquran di belakang punggung mereka. Penyikapan alquran dengan cara demikian akan menyebabkan alquran itu menarik dirinya menuju neraka.


القرآن مشفع وماحل مُصَدَّقٌ مَنْ جَعَلَهُ إِمَامَهُ قَادَهُ إِلَى الْجَنَّةِ ومن جعله خلف ظَهْرِهِ سَاقَهُ إِلَى النَّارِ
Al-Qur’an memberi syafaat dan dimintai syafaat, dan menjadi saksi kebenaran (bagi) siapa yang menjadikannya sebagai imam, ia (alquran) menariknya ke surga, dan barangsiapa yang menjadikannya (Alquran) di belakang punggungnya maka ia akan ditarik ke neraka” (Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban).

Menjadikan alquran di belakang punggung adalah sikap berpaling dari pembacaan alquran yang benar dan memilih langkah lain tidak berusaha menjalankan petunjuk yang diperoleh dari alquran. Kadangkala seseorang tidak mempunyai niat yang lurus dalam membaca Alquran. Kadangkala seseorang mendengar pembacaan ayat, mengerti pembacaan itu benar, akan tetapi ia memilih ayat lain yang menguntungkan dirinya secara duniawi. Kadangkala seseorang memperoleh suatu pemahaman yang benar dari pembacaan alquran akan tetapi memilih pemahaman lain yang menguntungkan duniawi. Hal-hal demikian menunjukkan sikap menjadikan alquran di belakang punggung. Banyak sikap lain yang termasuk dalam kategori menjadikan alquran di belakang punggung, tidak terbatas dalam sikap demikian saja,.

Menjadikan Alquran di belakang punggung akan menarik seseorang menuju neraka. Kaum yang mengikutinya akan dijadikan kaum yang hina. Setiap manusia harus berdiri dengan kokoh untuk menuju Allah. Ketika alquran menjadi hujjah yang menunjukkan kesalahan, maka seseorang harus menjadikannya hujjah atas dirinya, tidak menghindari hujjah tersebut, dan tidak pula justru mengambil hujjah landasan pembenaran dari ayat lain alquran. Dengan demikian ia dapat kembali berjalan menuju Allah dengan benar tidak terperosok dalam kehinaan. Bila ia mengambil hujjah yang salah, ia akan tertuntun pada jalan yang salah, dengan berlandaskan alquran. Ini merupakan anomali alquran.

Barangkali hujjah atas dirinya tersebut tidak perlu diperlihatkan kepada orang lain, karena hal itu mungkin akan menyebabkan hal yang tidak baik. Akan tetapi ia harus menempuh jalan yang tepat diawali dengan menerima hujjah atas dirinya tersebut. Bila ia mengambil hujjah pembenaran dengan memilih ayat lainnya, Allah akan menuntunnya menuju kehinaan dengan alquran. Hal demikian mudah bagi Allah, menjadikan Alquran penuntun menuju kehinaan sebagaimana disabdakan rasulullah SAW. Jalan kehinaan dengan alquran itu sebenarnya telah dibuka sendiri olehnya dengan menjadikan alquran di belakang punggungnya. Secara umum, alquran adalah petunjuk yang nyata bagi setiap hamba Allah untuk kembali kepada-Nya, akan tetapi Allah bisa menjadikannya sebagai penuntun menuju kehinaan bagi orang-orang yang membuka celah itu.



Rabu, 17 Februari 2021

Membina Wanita untuk Membangun Bangsa

 Pembangunan bangsa tidak akan dapat dilakukan tanpa melakukan pembinaan kepada para wanita, karena wanita merupakan tiang tegaknya setiap negara. Sebuah kata hikmah, dan seringkali dikatakan sebagai hadits nabi, mengungkapkan Wanita adalah tiang negara. Apabila wanitanya baik maka baik pula negara. Apabila wanitanya rusak maka akan rusak pula negara.Hal ini menunjukkan peran penting pembinaan kaum wanita untuk membangun bangsa. Dengan melakukan pembinaan terhadap para wanita maka negara akan baik, sedangkan tanpa pembinaan terhadap kaum wanita, maka negara akan rusak.

 

Ungkapan ini sangat berkaitan dengan alquran. Kaum laki-laki wajib melakukan pembinaan kepada kaum wanita hingga terbentuk kaum wanita yang shalih. Kaum wanita yang shalih itu merupakan tiang bagi tegaknya negara, yang harus ditegakkan oleh para laki-laki, yaitu laki-laki yang telah memperoleh fadhilah Allah dan menginfakkan hartanya. Ini adalah kriteria-kriteria yang dijelaskan dalam alquran agar terbentuk bangsa yang tegak.


﴾۴۳﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا


Kaum laki-laki itu adalah penegak bagi kaum wanita dengan apa-apa yang telah Allah lebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan dengan apa yang (laki-laki) nafkahkan dari harta mereka. Maka wanita yang saleh, ialah yang tenang (qanit) lagi memelihara yang ghaib dengan apa-apa yang dipelihara Allah. dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS An-Nisaa’ : 34)

 

Membina Keshalihan

 

Keshalihan adalah kesesuaian sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ishlah yang mempunyai akar kata sama menunjukkan pengertian berupa upaya menselaraskan satu pihak dengan pihak yang lain. Demikian pula tentang seorang laki-laki yang shalih, term tersebut menunjukkan adanya kesesuaian seorang laki-laki dengan sesuatu yang lain. Dalam hal ini, sesuatu yang lain itu adalah sebuah bentuk manusia yang dikehendaki Allah. Laki-laki shalih adalah laki-laki yang bersesuaian dengan bentuk diri yang dikehendaki Allah. Tidak ada keshalihan bagi seorang laki-laki yang tidak mempunyai rasa ingin mengetahui bentuk diri yang dikehendaki Allah. Seseorang yang menampakkan jubah ulama tidaklah serta merta termasuk dalam kelompok orang shalih, karena boleh jadi Allah tidak berkehendak demikian atas dirinya, tetapi menghendaki dirinya dalam peran yang lain.

 

Pengenalan terhadap bentuk diri yang menjadi kehendak Allah itu adalah fadhilah yang diberikan Allah bagi seorang laki-laki. Dengan hal itu dirinya dapat menegakkan para perempuan untuk membangun negerinya. Tidak hanya dengan fadhilah itu saja kaum wanita ditegakkan. Pemakmuran aspek duniawi perempuan juga harus ditegakkan dengan nafkah yang membangun. Dengan fadhilah Allah dan nafkah itu para perempuan harus ditegakkan oleh kaum laki-laki sehingga dapat terbangun negeri sesuai kehendak Allah.

 

Hubungan laki-laki dan perempuan sangat menentukan keberhasilan pemakmuran negeri. Dibutuhkan pasangan laki-laki shalih dan istri shalih untuk memakmurkan negeri. Seorang laki-laki shalih tidak akan bisa memberikan nafkah dalam aspek duniawi dengan baik bilamana istrinya berkhianat, dan fadhilah yang diberikan kepadanya akan tertutup dari pandangan umat. Umatnya tidak akan mau mengikuti laki-laki itu walaupun ada fadhilah Allah yang diberikan kepada dirinya, sebagaimana kebanyakan manusia tidak mengenal keunggulan suatu tanaman dari biji yang belum tumbuh. Dengan demikian, suatu negeri akan runtuh bilamana para perempuan negeri itu rusak.

 

Keshalihan seorang perempuan ditentukan dari sifat tenangnya dalam mengikuti suaminya, dan penjagaan dirinya terhadap hal ghaib dalam dirinya untuk suaminya. Allah meletakkan sesuatu pada sisi ghaib setiap perempuan yang harus dijaga untuk suaminya, maka hendaknya setiap perempuan menjaga sesuatu itu sebagaimana kehendak Allah. Sesuatu itu adalah benih yang akan tumbuh sebagai wewangian berupa at-thayyibat bilamana dirinya menikah. At-thayyibat yang tumbuh itu akan menjadi jalan rejeki bagi suami isteri yang thayyib. Penjagaan hal ini merupakan bekal kesuburan seorang perempuan bagi suaminya, dan keteledoran akan menghilangkan kesuburan perempuan bagi suaminya. Tumbuhnya at-thayyibat akan membuat seorang laki-laki dapat menempuh jalan rejekinya, dan perempuan akan tenang dalam mengikuti suaminya. Ketenangan dan penjagaan itulah parameter keshalihan seorang perempuan, dimana seorang perempuan dapat berjalan serasi mengiringi suaminya mengarungi perjalanan menuju Allah. Hal itu merupakan bentuk lain keshalihan sebagaimana keshalihan yang harus dibentuk oleh laki-laki dalam hubungannya dengan kehendak Allah.

 

Bila sesuatu yang ghaib itu tumbuh secara bathil bersama orang lain di luar pernikahan, maka sebenarnya yang muncul bukanlah wewangian at-thayyibat, tetapi aroma busuk walaupun disukainya dan disukai pasangannya, sebagaimana lalat menyukai aroma busuk sebagai jalan rejekinya. Bentuk kebusukan itu dapat muncul dalam bermacam-macam kombinasi, baik tersamar ataupun jelas aroma busuknya. Bagi suaminya, hal itu akan tercium jelas sebagai kebusukan tidak tersamarkan. Munculnya aroma busuk itu merupakan indikasi adanya nusyuz dalam diri seorang perempuan. Seringkali lebih dari itu, busuk merupakan indikasi adanya kekejian. Seorang suami mungkin akan peka dalam perkara demikian, hingga gejala-gejalanya dan potensi munculnya mungkin dapat pula dikenali. Bila terjadi hal demikian, maka seorang suami hendaknya memberikan nasihatnya, dan mengasingkan istrinya dari pergaulannya bilamana diperlukan untuk mencegahnya melakukan nusyuz. Seorang suami diberi hak untuk memukul istrinya bilamana istrinya sulit atau tidak dapat dicegah dari sifat nusyuz.

 

Bilamana istrinya mentaati suaminya ketika mencegahnya mengalami nusyuz, maka hendaknya suami tidak menimpakan kesulitan-kesulitan kepada istrinya. Itu merupakan sebuah perjuangan. Hawa nafsu akan selalu mendorong untuk melakukan perbuatan buruk sebagai pembalasan rasa kecewa dan sakit hati. Dorongan itu bila diturutkan akan mempersulit kembalinya perempuan dari nusyuz, atau malah akan semakin memperburuk keadaan nusyuznya. Seorang suami bertanggung jawab untuk membimbing istrinya menjadi shalihah, menjadi wujud perpanjangan keshalihan suami bagi alam mulkiyah, dan kemudian berjalan serasi bersama untuk kembali kepada Allah.

 

Berbagai Permasalahan

 

Pembinaan perempuan sangatlah penting untuk bangkitnya sebuah bangsa. Tidak akan tegak sebuah bangsa bila para perempuan negeri itu rusak. Pembinaan harus dilakukan berdasarkan pada fadhilah Allah dan upaya itu harus mencakup pembinaan dalam bidang materi. Modal pembinaan ini ada pada pernikahan yang thayyibah, dimana jalan rezeki dari Allah akan terbentuk berupa at-thayyibah. Fadhilah dan pembinaan bidang materi ini merupakan pilar tegaknya para wanita dalam keshalihan, dan wanita shalihah menjadi pilar tegaknya bangsa dengan benar. Dewasa ini, pembinaan materi menjadi fokus pembangunan bangsa-bangsa sedangkan budaya luhur bangsa mengarah pada kehancuran. Hal ini bukanlah sesuatu yang baik, karena pada akhirnya pembinaan materi semacam itu justru akan menghancurkan setiap bangsa.

 

Banyak kegagalan dapat terjadi dalam membina kaum perempuan. Isteri nabi Nuh a.s dan isteri nabi Luth a.s menjadi contoh kegagalan dalam membina perempuan. Itu merupakan contoh ekstrim kegagalan membina perempuan. Banyak bentuk kegagalan lain dapat terjadi dalam melakukan pembinaan kaum perempuan.

 

Kadang seorang suami shalih tampak berjalan seiring sejalan dengan istrinya yang tampak shalihah. Amal-amal yang dilakukan oleh istrinya tampak sejalan dengan fadhilah Allah yang diberikan kepada suaminya. Akan tetapi ada sebuah kekurangan bilamana sebenarnya istrinya tidak memperhatikan fadhilah yang diturunkan kepada suaminya. Walaupun amal-amalnya selaras dengan fadhilah suaminya, tetapi dirinya lebih memperhatikan hal yang ada pada orang lain maka tidaklah itu menunjukkan keshalihan. Hal ini tetaplah sebuah kegagalan pembinaan perempuan, karena tidak terbentuk keshalihan dalam diri istrinya, berupa keshalihan terhadap suaminya. Hal ini tentu sangat disayangkan karena sebenarnya amal-amal yang dilakukan istri demikian sebenarnya menunjukkan tingkat keberserahan diri yang tinggi. Pembangunan semacam ini tidak terhubung dengan fadhilah Allah dengan jalan yang benar, dan sebenarnya tidak pula terhubung pada kehendak Allah.

 

Hal tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya waham atau dogma yang salah dalam diri istri, atau adanya kerusakan akal dalam diri istrinya. Akal yang baik dalam diri seorang istri akan membuatnya mudah memahami fadhilah yang diberikan kepada suaminya, dan dirinya akan menjadi seorang wanita yang subur bagi manifestasi fadhilah yang diberikan kepada suaminya. Bila istri yang berserah diri tidak dapat memahami fadhilah itu, hal itu boleh jadi menunjukkan kerusakan akalnya. Nusyuz dan perbuatan keji (al-fakhsya’) baik yang dzahir ataupun hanya dalam bathin dapat merusak akal, terutama akal seorang perempuan hingga perempuan itu terseret kepada laki-laki lain, tidak berusaha menjadi salinan suami shalihnya. Kadangkala syaitan dapat menimbulkan kerusakan yang berat dalam diri seseorang hingga seorang perempuan benar-benar mengalami kesulitan untuk memahami suaminya. Bilamana istri itu kembali kepada suaminya, dirinya mungkin kehilangan kesuburannya.

 

Kadangkala seorang laki-laki berjalan seiring sejalan dengan seorang perempuan lajang, dan masing-masing mengenali bahwa mereka diciptakan dari nafs wahidah yang sama. Akan tetapi keadaan membuat mereka tidak dapat menikah. Bilamana salah satu atau kedua orang tersebut menolak keberpasangan itu, pihak yang menolak itu sebenarnya hampir-hampir terjatuh dalam kekufuran, yaitu kufur terhadap nikmat Allah. Kadangkala pihak wali atau orang lain menghalangi atau mencegah mereka untuk melakukan pernikahan, maka perbuatan itu termasuk dalam kemungkaran yang berarti perbuatan yang dilakukan tanpa landasan pengetahuan. Munkar berasal dari kata “na-ki-ra” yang menunjukkan arti “tanpa pengetahuan”, lawan kata dari ma’ruf yang berasal dari kata “a-ra-fa” yang menunjukkan arti “mengetahui”. Pengetahuan tentang keberpasangan merupakan pengetahuan yang paling dekat dengan pengetahuan tentang Ar-rahman Ar-rahiim. Kemungkaran dalam hal keberpasangan ini sangat dinantikan oleh syaitan sebagai celah kesempatan untuk mencelakakan umat manusia.

 

Kegagalan pembinaan demikian dapat mengakibatkan kerusakan yang besar. Seorang laki-laki akan kehilangan bagian dirinya dalam agama, dan seorang perempuan akan kehilangan jalan terdekat untuk kembali kepada Allah. Umat manusia akan kehilangan sumber fadhilah Allah bagi mereka sehingga mereka tidak akan mampu memperbaiki negeri mereka dalam hal bagian yang hilang dari agama. Pada puncaknya, syaitan menggunakan cara memisahkan seorang laki-laki dari istrinya untuk menimbulkan fitnah yang terbesar bagi umat manusia. Setiap orang harus bertakwa dan berhati-hati dalam mensikapi keberpasangan seorang laki-laki dan perempuan, tidak membuat pemutusan melampaui keputusan antara pasangan itu tanpa alasan yang benar.

 

Dewasa ini, penjajagan hubungan menuju rumah tangga terlihat mengalami banyak bias. Laki-laki banyak mengumbar daya pesona kepada para perempuan, dan sebaliknya. Parameter yang diukur oleh masing-masing pihak hanya diperhatikan berlandaskan pada hawa nafsu. Ketika memasuki pernikahan, laki-laki merasa istrinya menjadi beban yang mengganggu dan istri merasa suami tidak mempunyai perhatian kepada dirinya. Hal ini terkait dengan perhatian yang tidak tepat ketika penjajagan pernikahan dilakukan. Seorang mukmin seharusnya berusaha melihat atau memperhatikan amanah Allah yang diletakkan pada sisi ghaib calon istrinya, karena itu merupakan benih yang harus ditumbuhkan bersama melalui pernikahan mereka, sebagai at-thayyibat yang membuat mereka tidak tercerai-berai dalam pernikahan mereka. Ketika hanya melihat dalam sudut pandang hawa nafsu, awal pernikahan akan terasa manis sedangkan kehidupan selanjutnya akan berubah dalam perjalanan yang saling membebani, tidak terbentuk kebersamaan untuk menunaikan amanat Allah yang merupakan tujuan bersama dan sumber kebahagiaan bagi mereka.



Senin, 08 Februari 2021

Mensyukuri Kehidupan di Bumi

 

Manusia diciptakan di bumi untuk menjadi pemakmurnya. Akan tetapi kehidupan yang sebenarnya bagi manusia bukanlah di bumi. Setiap manusia harus berusaha untuk kembali kepada Allah, dan kemudian bertempat tinggal di surga. Orang-orang yang selamat dalam kehidupan di bumi akan bertempat di surga, dan orang yang celaka akan bertempat di neraka karena mengikuti langkah-langkah syaitan menuju neraka.

kehidupan di bumi bagi manusia adalah sebuah fase kehidupan yang sangat menentukan perjalanannya kembali kepada Allah. Seseorang dapat berjalan hingga hadir bermi’raj di hadapan rabb-nya sebagaimana rasulullah SAW bermi’raj dalam kehidupan beliau di bumi. Tidak sedikit orang yang celaka karena tersesat dalam memanfaatkan kesempatan kehidupan di bumi. Banyak manusia yang berjalan dengan benar menuju Allah, akan tetapi harus melalui perjalanan panjang sejak dilahirkan di bumi kemudian menempuh perjalanan sangat panjang di alam barzakh dan makhsyar. Setiap orang harus berusaha dengan sebaik-baiknya dalam kehidupan di bumi untuk menemukan jalannya untuk kembali kepada Allah berupa shirat al mustaqim. Shirat al mustaqim hanya dapat ditemukan dalam kehidupan di bumi, tidak di alam setelahnya kecuali nanti di surga.

Insan Sebagai Pemimpin Bahtera

Allah telah menurunkan bimbingan perjalanan manusia di bumi di antaranya dengan memerintahkan orang-orang yang memenuhi kehendak-Nya untuk membantu perjalanan manusia lainnya di bumi. Mereka menyeru umat manusia untuk kembali kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang telah berhasil menempuh perjalanan di daratan dan di lautan, mengerti bagaimana perjalanan kehidupan manusia harus dilalui untuk mencapai pelabuhan tujuan kehidupan yang sebenarnya.

Perjalanan kehidupan di bumi ini semisal dengan perjalanan di lautan yang berbahaya. Tanpa kapal yang memadai, seseorang tidak akan dapat menempuh perjalanan di lautan karena sangat berbahaya baik bahaya yang terlihat ataupun tidak terlihat. Sebagai gambaran permisalan ini, Allah menciptakan bumi dengan permukaan lautan jauh lebih luas daripada permukaan daratan, sehingga bilamana ada makhluk cerdas dari luar bumi melihat bumi, mungkin mereka akan mengatakan bahwa bumi adalah planet lautan. Firman Allah terkait lautan sebenarnya sangat banyak berkaitan dengan kehidupan di bumi.


﴾۲۲﴿هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّىٰ إِذَا كُنتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Dialah Tuhan yang memperjalankan kamu di daratan dan di lautan, sehingga (perhatikanlah) apabila kamu berada di dalam bahtera, dan ketika berlayarlah bahtera itu bersama orang-orang (yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung, maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur" (QS Yunus : 22)

Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang telah berhasil menempuh perjalanan kehidupan di bumi. Mereka adalah orang-orang yang mengerti tujuan kehidupan manusia di daratan dan lautan bumi, dan diperintahkan untuk memimpin bahtera untuk mengangkut umatnya menyeberangi kehidupan di lautan bumi menuju pelabuhan tujuan yang ditentukan bagi mereka agar menemukan jalan aman sentausa dalam pijakan yang baik tanpa tenggelam.

Pemimpin bahtera itu harus mengerti bahwa perjalanan di lautan tidaklah selalu mudah, tetapi seringkali dihadang badai dari segenap penjuru yang membuat para penumpang takut, dan kadang badai dapat menenggelamkan bahtera yang dipimpinnya bila bahtera itu tidak dipersiapkan dengan baik. Badai semacam ini akan datang manakala umatnya berbangga dengan perjalanan mereka yang terasa baik. Allah hendak membersihkan hati umat yang dipimpinnya agar mengerti kehidupan yang ikhlas menuju Allah. Sebagian akan mengerti arti keikhlasan karena badai itu, dan sebagian akan kembali berbuat menyakiti orang lain setelah melalui badai yang telah membersihkan hati mereka.

Pemimpin bahtera diingatkan, atau diperintahkan secara halus untuk memperhatikan bahtera dan orang-orang yang ikut bersama dalam bahteranya. Mereka adalah orang-orang yang akan diajari untuk menjadi ikhlas dengan badai yang menerjang bahteranya. Bagi pemimpin bahtera, hendaknya diperhatikan bahwa bukan tidak mungkin mereka akan celaka karena badai itu bila pemimpin bahtera tidak mengarahkan mereka untuk bertindak dengan tepat. Tanggung jawab pemimpin bahtera adalah menyelamatkan bahteranya dalam badai, dan berusaha mengarahkan para penumpang dalam badai. Bukan tidak mungkin pemimpin bahtera melihat bahwa bahteranya akan berantakan, karenanya ia harus memperhatikan penyelamatan yang harus dilakukan. Pengikutnya bisa celaka dalam badai itu bilamana bahteranya tidak kokoh untuk menerjang badai, dan ia akan diminta pertanggungjawaban.

Orang-orang yang ikut dalam bahtera untuk mencari kebenaran dan berbuat menurut kebenaran akan mengerti bahwa Allah mempunyai kehendak untuk dikenal melalui keikhlasan, sedangkan sebagian orang hanya kembali kepada Allah ketika badai menimpa. Pemimpin bahtera hendaknya membimbing agar pengikutnya bersikap hanif untuk mengerti kebenaran dan keikhlasan baik dalam keadaan lapang maupun sempit, tidak cuma kembali kepada Allah hanya ketika badai menerpa. Itu adalah modal yang penting untuk melampaui badai dengan hasil yang baik, tidak sia-sia.

Mempersiapkan Bahtera

Perjalanan yang baik harus dimulai sejak awal perjalanan. Seseorang dikatakan layak menjadi nakhoda bila dirinya telah memperoleh dan memahami buku panduan untuk kapal yang harus dipimpinnya. Selain itu, dirinya harus menguasai peta dan keadaan pelayaran yang harus ditempuhnya. Itu adalah pendahuluan sebelum dirinya memimpin kapal di lautan. Pemahaman itu harus diperiksa benar-benar bahwa pengetahuannya bersesuaian dengan kapalnya. Kapal yang dimasuki haruslah kapal yang benar, bukan kapal yang diperuntukkan bagi orang lain, atau menyeret kapal orang lain. Buku panduan yang dimilikinya tidak akan bermanfaat banyak bila dirinya memasuki atau menyeret kapal yang salah.

Setelah memeriksa kapal, seorang nakhoda harus memasuki kabin nakhoda untuk dapat memimpin pelayaran bahtera. Di kabin itu, terdapat seluruh panel-panel meter yang diperlukan untuk mengetahui seluruh informasi yang diperlukan, baik informasi tentang kapalnya ataupun informasi tentang pelayarannya, dan terdapat sarana-sarana yang memadai untuk mengendalikan kapalnya. Dirinya harus dapat mengelola dan mengendalikan seluruh kegiatan dan pergerakan kapal dari kabin nakhoda. Bagi seseorang yang diperintahkan Allah untuk memimpin bahtera, kabin nakhoda itu adalah bait yang diijinkan Allah untuk disebut dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya.

Rumah tangga seorang pemimpin bahtera Allah harus terlebih dahulu dibentuk untuk menjadi bait tersebut. Pemimpin bahtera dan istrinya dapat diibaratkan sebagai nakhoda dan kabin nakhoda. Indikator-indikator yang diperlukan harus dapat dibaca oleh pemimpin bahtera dari istrinya, dan istri harus bersifat sebagai wanita ahli surga yang mawaddah tanggap terhadap harapan suaminya, dan subur terhadap perintah-perintah suaminya sehingga suaminya dapat terhubung dengan kapalnya.

Kadangkala ditemukan bahwa kabin nakhoda itu tidak terhubung dengan kapalnya. Nakhoda mungkin saja tidak dapat mengakses kapal dari kabin nakhoda, walaupun semua panel dan ruang kabin berfungsi dengan baik. Mesin, kemudi, para mualim dan anak buah kapal, serta para penumpang mungkin saja tidak dapat terhubung dengan nakhoda di kabinnya. Hal demikian harus diperiksa, dikenali dan dilakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum kapal benar-benar berlayar di lautan, tidak boleh terburu-buru ingin segera menempuh pelayaran. Hal ini seringkali terjadi karena syaitan memisahkan isteri dari suaminya.

Istri harus berusaha menjadi sumber informasi dari Allah bagi suaminya. Hal ini tidak selalu bisa dilakukan dengan baik oleh seorang isteri, karena itu seorang suami harus bisa membaca simpangan yang ditunjukkan oleh istrinya. Nakhoda harus berusaha mengenali dengan baik simpangan yang ditunjukkan oleh indikator di kabinnya. Panel indikator di kabin nakhoda bukanlah layar televisi yang menyediakan hiburan menyenangkan, tetapi panel yang memberikan pengetahuan dan peringatan bagi nakhoda. Dalam kasus pasangan seorang perempuan khabitsah dengan seorang laki-laki thayyib, bisa jadi seorang isteri hanya menjadi ujian bagi suaminya tidak menunjukkan indikasi yang membawa pengetahuan. Misalnya ukuran kebaikan bagi isteri khabitsah mungkin akan diukur berdasarkan harta yang dikumpulkan, sedangkan yang diinginkan suaminya adalah ukuran banyaknya shadaqah yang diberikan. Bila terjadi demikian, panel indikator itu benar-benar menyimpang dan nakhoda harus mengenali seberapa banyak penyimpangan itu terjadi. Penyimpangan itu tidak terjadi bila pasangan suami isteri itu berhasil membangun al-arham di dalam rumah tangga mereka.

Bait Sebagai Ruang Nakhoda

Ruang kabin yang baik dalam wujud bait harus dibangun sejak awal mula memilih pasangan. Seorang laki-laki yang baik (thayib) hanya boleh menikah dengan perempuan yang baik (thayyibah), dan seorang laki-laki yang buruk (khabits) hanya boleh menikah dengan perempuan yang buruk (khabitsah). Demikian pula sebaliknya, perempuan hanya dinikahkan dengan laki-laki dalam kualifikasi yang setara, thayyib maupun khabits.



﴾۶۲﴿الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولٰئِكَ مُبَرَّؤُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ


Wanita-wanita yang buruk adalah untuk laki-laki yang buruk, dan laki-laki yang buruk adalah buat wanita-wanita yang buruk, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik. Mereka itu bersih dari apa yang mereka katakan. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (QS An-Nuur : 26).

Ini adalah ketentuan bagi orang beriman, baik yang thayyib maupun yang khabits, sebagai ketentuan dasar karena mencakup seluruh orang beriman. Orang thayyib maupun khabits keduanya termasuk dalam kategori orang beriman. Seorang yang thayib adalah orang yang peduli dengan kehendak Allah, sedangkan khabits adalah orang yang perhatiannya cenderung kepada dunia. Perbedaan antara khabits dan thayyib seringkali dapat dilihat dari cara penyikapan masalah. Orang khabits cenderung memunculkan masalah di antara orang beriman, atau membesar-besarkan masalah di antara orang beriman. Seorang yang thayyib menginginkan perbaikan masalah, sedangkan yang khabits akan cenderung mempermasalahkan hal yang bisa diperbaikinya.

Laki-laki dan perempuan yang thayyib tidak boleh menikah atau dinikahkan dengan jodoh yang khabits. Pelanggaran terhadap ketentuan itu akan menimbulkan banyak madlarat bagi pasangan itu dan orang-orang yang di dekatnya. Pertimbangan praktis ataupun pertimbangan petunjuk melalui hati tidak boleh mengalahkan ketentuan thayib dan khabits dalam ayat alquran ini, karena akan menimbulkan masalah yang banyak.

Seorang laki-laki thayyib yang menerima petunjuk di hati tentang jodoh yang dinilainya khabitsah tidak boleh menjalani petunjuk itu hingga mengetahui bahwa perempuan itu perempuan thayyibah. Demikian pula seorang perempuan thayyibah tidak boleh menerima laki-laki yang dalam pandangannya seorang yang khabits, hingga diketahuinya bahwa laki-laki itu adalah seorang laki-laki yang thayyib. Demikian pula para wali tidak boleh menikahkan seorang laki-laki dengan perempuan yang berbeda kualifikasi, dan harus memberitahu kepada anak walinya tentang ketidaksesuaian yang dilihatnya. Petunjuk ke dalam hati atau pertimbangan jasadiah lain tidak boleh mengalahkan ketentuan dasar dalam ayat ini.

Seseorang yang mempunyai kecenderungan lebih kuat terhadap dunia harus berusaha mencari jodoh yang kecenderungannya sepadan dengan dirinya. Jodoh yang lebih thayyib dari dirinya akan menjadi penghalang bagi keinginannya dan pada akhirnya akan menjadi ujian baginya. Allah akan memperlakukan rumah tangganya dalam dua format yang berbeda. Tidak akan terbentuk rumah yang nyaman bagi dirinya bila menikah dengan orang yang kualifikasinya lebih baik dari dirinya. Ketentuan thayyib dan khabits ini pada dasarnya ditujukan bagi orang yang thayyib maupun yang khabits agar memilih jodohnya dengan kualifikasi yang sama, tetapi Alquran menerangkan dengan redaksi yang demikian agar masing-masing memperhatikan bagiannya.

Rezeki yang mulia akan muncul bila sepasang laki-laki dan perempuan menikah berdasarkan keinginan mengenal dan menjalankan kehendak Allah. Ini adalah kethayyiban dalam perjodohan. Bila keinginannya benar-benar murni untuk menemukan dan menjalankan kehendak Allah, seseorang bisa menemukan jodoh yang diciptakan dari jiwanya dengan cara itu, yaitu menentukan pernikahannya berdasarkan kriteria ayat thayyib dan khabits ini. Jodoh dari jiwa tidak selalu diperoleh atau muncul dalam petunjuk berupa penglihatan hati, dan sebaliknya tidak semua penglihatan hati menunjukkan jodoh dari jiwa. Dalam hal petunjuk ke dalam hati, setiap orang harus berusaha mewujudkan petunjuk itu bila itu petunjuk yang benar, dan kualifikasi thayib atau khabitsnya memenuhi ketentuan, tanpa perlu berpikir atau mempertimbangkan apakah itu petunjuk jodoh dari jiwanya atau bukan.

Berbagai bentuk perjodohan dapat terjadi, dan pernikahan yang dipilih akan memunculkan berbagai bentuk rezeki. Dalam adat dan bahasa lain, kadang ditemukan klasifikasi rezeki yang muncul dari pernikahan yang dipilih. Misalnya bagi pernikahan yang terbaik, ada ungkapan klasifikasi rezekinya sebagai lumbung wutah, yang berarti gudang yang meluber. Ini merupakan ungkapan lain dari rezeki yang mulia yang disebutkan ayat di atas.

Jodoh yang diciptakan dari jiwa sendiri inilah yang akan dapat membentuk kabin komando yang paling baik bagi pemimpin bahtera. Kabin semacam itu memberikan informasi dan sarana terbaik bilamana seseorang dikehendaki Allah untuk memimpin bahtera bagi umat. Tentu hal ini hanya akan terbentuk bila suami isteri tersebut berusaha mewujudkan bait yang baik. Syaitan sangat ingin menghancurkan terbentuknya bait semacam ini, bahkan bilamana dirinya harus berkorban perasaan iri dan dengki menjadikan seorang manusia mengenal pohon thayyibah dirinya sebagaimana dahulu dilakukannya kepada Adam a.s. Setiap orang baik laki-laki dan perempuan harus selalu waspada dengan selalu bermohon kepada Allah dan memenuhi ketetapan bagi dirinya tentang shirat al mustaqimnya.