Pencarian

Kamis, 30 November 2023

Sikap Hanif Sebagai Landasan Menemukan Jalan Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Allah telah menurunkan tauladan yang membimbing lurusnya perjalanan seorang hamba untuk kembali kepada Allah berupa millah nabi Ibrahim. Mengikuti millah nabi Ibrahim a.s akan menjadikan seseorang mempunyai pengetahuan yang benar hingga ia akan dapat membenarkan segenap ketentuan Allah. Ia dapat melihat bahwa segenap ketentuan Allah adalah kebenaran yang seharusnya diikuti dalam segenap sendi kehidupan, dan melihat bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan tuntunan Allah merupakan kesalahan yang akan mendatangkan madlarat. Keadaan demikian merupakan suatu indikator dari sikap keshidiqan seorang hamba terhadap Allah. Tidak ada keshidiqan selama seseorang tidak mengetahui kebenaran dari tuntunan Allah, baik ia bertentangan ataupun mengikuti tanpa suatu pengetahuan.

﴾۵۹﴿قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: "Maha Benarlah Allah". Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (QS Ali Imran : 95)

keshidiqan merupakan akal yang berkembang dengan lurus, indikator yang harus dicapai oleh setiap hamba dalam perjalanan kembali kepada Allah. Untuk menumbuhkan keshidiqan diri, setiap orang harus mengikuti millah nabi Ibrahim a.s menempuh perjalanan untuk mengenal kehendak Allah dengan benar. Puncak millah nabi Ibrahim a.s adalah terbentuknya bayt yang diijinkan untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Dari kehidupan bumi yang gelap jauh dari cahaya Allah, setiap orang harus menempuh perjalanan hijrah ke tanah suci yang dijanjikan berupa pengenalan penciptaan diri masing-masing, kemudian mendirikan bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah hingga memperoleh ijin Allah untuk amal itu.

Menemukan Kebenaran

Mengikuti millah demikian merupakan perintah yang harus terwujud dalam amal-amal, khususnya amal-amal yang terlahir dari pemahaman terhadap kehendak Allah melalui akal. Akal yang tumbuh dengan lurus hanya dapat dibina dengan firman Allah dalam kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, tidak dibina dengan pendapat sembarang tanpa merujuk pada kedua tuntunan mulia tersebut. Sangatlah berat bagi seorang manusia melihat dengan benar hakikat yang tersembunyi di balik suatu kauniyah tanpa berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Akal akan sulit melihat hakikatnya, atau ketika mampu melihat akal akan cenderung berlebihan memahaminya. Demikian pula ketika suatu akal tumbuh, syaitan akan selalu berusaha mendatangkan kebengkokan pada pertumbuhannya, maka setiap orang harus memangkas kebengkokan yang dibuat syaitan dan menumbuhkan akal yang sesuai dengan firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Tanpa upaya demikian, sangat mudah bagi syaitan untuk menimbulkan kebengkokan pada akal.

Pada awal perjalanan mengikuti millah, tidak mudah bagi seseorang untuk melihat kebenaran atau hakikat dalam kauniyah yang terhampar baginya. Setiap orang akan menempuh perjalanan secara berpindah dari suatu kebenaran nisbi kepada kebenaran nisbi yang lain yang lebih mendekati hakikat, hingga suatu saat Allah berkenan memperkenalkan asma-Nya. Hal ini dicontohkan sebagaimana Ibrahim muda berpindah dari memuja satu tuhan kepada tuhan yang lain hingga Allah memperkenalkan diri-Nya kepadanya. Berusaha menemukan kebenaran yang lebih mendekati hakikat merupakan suatu sikap hanif, yaitu sikap ingin mengenal suatu kebenaran mutlak yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Pada jaman modern ini, sikap hanif tidak boleh dilakukan dengan menyembah makhluk, akan tetapi sikap mencari kebenaran yang paling mendekati hakikat (hanif) harus selalu dijadikan landasan dalam menempuh millah.

Dalam bahasa modern, sikap hanif dapat diungkapkan paling dekat dengan istilah “mencari kebenaran”, tetapi disertai pula kandungan makna menggali makna terbaik dari segala kebenaran yang diperoleh. Orang yang tidak dapat mengenali kebenaran yang hadir di hadapannya tidak dapat dikatakan sebagai pencari kebenaran. Ia hanya seseorang yang mengikuti waham dirinya atau kelompoknya, atau kadangkala telah mempertuhankannya. Bila tidak ada keinginan mengenal Allah atau kebenaran yang diturunkan-Nya, maka seseorang tidak akan mengenal kebenaran. Boleh jadi ia seorang yang bodoh tidak mampu mengenali kebenaran, atau ia seorang pendusta. misalnya bila seseorang mempertuhankan harta, ia akan melihat kebenaran pada pihak yang mendatangkan keuntungan duniawi paling besar.

Seorang pencari kebenaran adalah orang yang dapat mengenali kebenaran yang sampai kepada dirinya, dan mampu menempatkan kebenaran itu di antara struktur pemahaman dalam dirinya. Penempatan kebenaran itu kadangkala membuat perombakan besar terhadap struktur pemahaman yang telah ada, atau kadangkala menumbuhkan suatu pemahaman yang baru bukan sekadar menambah pengetahuan. Ada orang-orang yang mengenali kebenaran tetapi tidak menempatkan kebenaran itu dalam pemahaman dirinya. Ia mungkin lalai dalam mencari kebenaran karena waham dirinya atau kesibukan dalam urusan yang lain, atau belum menemukan tempat kebenaran itu dalam struktur pemahaman dirinya. Ia mengenali kebenaran tetapi tidak mengetahui makna dari kebenaran yang sampai kepadanya. Keadaan demikian sering menghinggapi orang-orang yang mengira memperoleh petunjuk.

Jalan Allah akan ditemukan oleh orang-orang yang hanif mengikuti millah nabi Ibrahim a.s. Waham seringkali menjadikan manusia tidak bersikap hanif. Kadangkala seseorang merasa telah berada di puncak kebenaran, atau mengikuti puncak kebenaran, sedangkan Allah belum memperkenalkan kebenaran kepada mereka. Waham demikian tidak jarang membuat seseorang terjatuh dalam kerendahan. Mereka bisa menjadikan diri sebaagai saksi-saksi atau bahkan hakim-hakim terhadap kebenaran tanpa diminta, menolak kebenaran yang datang dari orang lain atau menghakimi orang yang menyampaikan dengan stigma-stigma buruk berdasarkan prasangka hawa nafsu ataupun mengikuti prasangka dari kalangan makhluk. Kadangkala mereka tidak menyangkal kebenaran itu, tetapi tetap memberikan prasangka atau stigma buruk terhadap orang yang menyampaikan. Waham demikian akan menghalangi kebenaran dari struktur pemahaman akalnya, dan tentu saja menjauhkannya dari sikap hanif.

Pada dasarnya kehidupan manusia adalah untuk menjadi saksi kebenaran, yaitu persaksian bahwa tiada ilah selain Allah dan nabi Muhammad adalah Rasulullah. Persaksian itu mempunyai pintu berupa persaksian tentang penciptaan diri sendiri sebagai hamba Allah, yaitu kedudukan dirinya dalam pelaksanaan amanah Allah sebagai umat Rasulullah SAW. Dalam mengupayakan persaksian ini, setiap orang harus menekankan perhatiannya pada ‘kehendak Allah’, bukan ‘kedudukan dirinya’, yaitu hendaknya ia lebih berusaha memahami kehendak Allah dengan benar daripada memperoleh kedudukan dirinya. Pemahaman yang benar itu akan menjadikannya mengetahui kedudukan dirinya sebagai umat Rasulullah SAW. Jika seseorang lebih memperhatikan kedudukan diri dalam pencariannya, sangat banyak tipuan syaitan yang bisa mendatangi dirinya.

Manusia diciptakan sebagai makhluk berjamaah, tidak sebagai makhluk mandiri atau gerombolan tanpa washilah. Pernikahan bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk mengenal kedudukan diri dan kehendak Allah lebih konkrit berupa imam bagi dirinya baik berupa orang lain yang menjadi wasilahnya hingga rasulullah SAW maupun nafs wahidah yang terkait penataan diri, dapat mengenal umat yang mengikutinya baik berupa isteri dan anak-anaknya ataupun umat manusia yang seharusnya mengikuti dirinya, dan mengenal sahabat-sahabat yang dekat dengan dirinya dalam urusan Allah. Bagi perempuan, sahabat dekat itu kadang terwujud dalam bentuk madu dalam pernikahan ta’addud. Manakala seseorang terjebak dalam perasaan kesepian atau sendiri, sangat mungkin ia telah mengambil jalan yang salah, karena imam yang menjadi wasilahnya tidak akan meninggalkan dirinya bila ia di jalan yang benar. Orang yang memperhatikan kehendak Allah akan lebih memperhatikan wasilahnya daripada dirinya sendiri, sehingga ia akan merasakan kehadirannya sekalipun bersifat personal dan tidak dalam wujud materi. 

Sikap seseorang terhadap kedudukan diri dan kehendak Allah itu dapat tergambarkan pada perjodohan dan pernikahan. Allah telah menciptakan manusia pada masa permulaan dari nafs wahidah yang berpasangan, dan penciptaan berikutnya mengikuti keberpasangan tersebut. Di kehidupan dunia, banyak orang tidak mengetahui hal itu. Banyak bentuk sikap manusia dalam urusan demikian. Ada orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan syahwat padahal itu baru terbentuk pada kehidupan dunia, ada orang yang berhati-hati dalam memilih jodoh dengan taat mengikuti kehendak Allah, ada yang ceroboh menganggap seluruh hawa nafsu dan syahwat dirinya adalah kehendak Allah tanpa memikirkan kerusakan yang ditimbulkan, ada orang yang memperoleh petunjuk jodoh akan tetapi tidak menyukainya hingga ia kemudian merusak hubungan dirinya dengan jodohnya dan sahabatnya agar dirinya dijauhkan dari jodoh yang dikehendaki Allah. Sangat banyak macam bentuk sikap seseorang dalam menghadapi kehendak Allah.  

Pengetahuan dan Sikap Hanif 

Berusaha memahami kehendak Allah dan menepati kedudukan diri akan mendatangkan pengetahuan berupa al-ma’ruf dan al-munkar. Ada perintah amar ma’ruf nahy munkar di jalan Allah. Hal ini hendaknya dilaksanakan dengan terukur berdasar timbangan al-ma’ruf dan al-munkar yang diperolehnya, tidak bertindak sebagai saksi atau hakim tanpa berdasarkan timbangan. Bila ada orang lain meminta persaksian atau hukum tentang diri mereka, hendaknya ia memberikan persaksian atau hukum berdasarkan al-ma’ruf dan al-munkar yang diketahui dirinya, tidak bersaksi atau memberikan hukum tanpa suatu pengetahuan tentang kehendak Allah. Tidak menjelaskan persaksian dengan benar dan jelas ketika diminta dapat menimbulkan fitnah di antara umat. Persaksian atau hukum yang ditetapkan tanpa dipahami akan menjadikan pemohon sulit menerima hukum yang ditetapkan. Seharusnya persaksian atau hukum itu disampaikan untuk memberikan jalan bagi pemohon memahami kehendak Allah bagi dirinya.

Ada prinsip dasar yang harus dilakukan orang yang memperoleh al-ma’ruf dan mengetahui al-munkar. Suatu pengetahuan Al-ma’ruf hendaknya dibagikan kepada umat selama tidak menimbulkan fitnah, tidak perlu ada permintaan persaksian atau hukum dari orang lain. Di sisi lain, kadangkala ada orang-orang yang melanggar kemaslahatan dan menimbulkan madlarat bagi umat dengan kebodohannya, maka ia boleh bersaksi atau memberi hukum terhadap mereka atas nama Allah. Kekacauan akan terjadi bila seseorang yang tidak mempunyai alma’ruf dan almunkar bersaksi atau memberikan hukum. Penerima hukum itu tidak akan bisa menerima hukum dan kesaksian di atas kebodohan. Kadangkala orang-orang demikian bertindak berlebihan menjadikan diri sebagai saksi atau hakim tanpa ada permintaan persaksian atau penghakiman terhadap orang-orang yang menyampaikan al-ma’ruf dan melarang kemunkaran.

Keshidiqan akan diperoleh oleh orang-orang yang dapat menegakkan persaksian dengan benar. Keshidiqan itu merupakan persaksian terbaik yang bisa diperoleh oleh seorang hamba Allah. Ia mengetahui dan menyaksikan bahwa kehendak Allah yang diturunkan melalui Rasulullah SAW adalah hukum yang terbaik, tidak ada yang lebih baik dari kehendak-Nya. Ia mengetahui bahwa suatu ayat kauniyah yang terhampar bagi dirinya terwujud dari suatu firman Allah, dan mengetahui kehendak Allah atas kauniyah demikian. Banyak makhluk mempunyai keinginan yang tidak sama dengan kehendak Allah, dan seluruh keinginan yang berselisih, menyimpang atau menentang kehendak Allah itu adalah kebathilan yang bisa mendatangkan kerusakan. Ia menyaksikan pula bahwa tidak ada suatu dalam diri Rasulullah SAW yang menyimpang dari kehendak Allah. Seringkali hal demikian disertai dengan kesaksian tentang keburukan diri yang menyimpang dari kehendak Allah dan mensyukuri apa yang bisa sejalan dengan-Nya, tanpa mengumbar keburukan dirinya kepada orang lain.

Pengetahuan tentang hubungan kauniyah dan kitabullah bisa mencapai tingkat sangat intensif bagi seorang hamba. Ada orang-orang yang mengetahui kaitan ayat kauniyah dengan huruf-huruf tunggal yang berdiri secara terpisah dalam kitabullah. Ada pula orang yang mengenal keadaan dirinya sebagai suatu huruf dalam kitabullah. Hal demikian kadangkala tidak dapat dipahami oleh orang lain, tetapi di antara hal demikian merupakan pengetahuan yang haq, tidak boleh dihakimi secara gegabah. Bila belum mencapai pengetahuan demikian, hendaknya orang lain tidak menghakiminya. Ia boleh mendalami kebenaran dari pemahaman demikian bila landasan pengetahuannya cukup untuk memahaminya, atau ia boleh mencukupkan diri pada ayat yang pemahaman bagi dirinya telah jelas.

Sikap hanif tidak hanya harus terbangun terkait dengan hubungan seseorang kepada Allah. Amal-amal yang ditujukan untuk sasaran duniawi hendaknya juga dilaksanakan di atas landasan sikap hanif agar mendatangkan manfaat yang besar. Perumusan suatu tatanan tertentu di bumi hendaknya dilakukan dengan mengacu pada kesatuan terhadap ayat Allah, tanpa dipaksakan. Hal ini bisa dilakukan dua arah. Seseorang yang tertarik pada suatu objek parsial tertentu hendaknya berusaha mencari jalan penyatuan objeknya terhadap ayat Allah, atau para pemimpin yang mempunyai visi kesatuan ayat Allah menurunkan visinya kepada umatnya. Suatu riset misalnya, hendaknya mengacu pada ayat Allah yang besar. Contoh kasus, seharusnya umat manusia tidak lagi terlalu banyak bergantung pada teknologi yang memberi dampak banyak polusi bagi lingkungan. Alam raya diciptakan Allah dengan sistem magnetik sebagai landasan gerakannya, suatu ayat yang seharusnya dijadikan acuan riset. Contoh ini tidak berbicara tentang benar atau salah, tetapi tentang menempatkan ayat Allah sebagai acuan untuk membuat tatanan turunannya di bumi sebagai realisasi sikap hanif. Banyak riset dan periset tidak berusaha memahami basis ayat Allah sebagai acuan risetnya, sehingga kemajuan umat manusia bergerak sporadis tanpa ada tanda penyatuan antar bidang.

Akhlak mulia terbentuk dari pemahaman seseorang terhadap ayat-ayat Allah dengan akalnya. Pemahaman kehendak Allah dengan hawa nafsu akan mendukung terbentuknya pemahaman akal bila ada landasan sikap hanif pada dirinya. Tidak jarang hawa nafsu pada diri seseorang tidak mempunyai landasan sikap hanif dan pemahaman hawa nafsu itu menjadi roket yang meluncurkan dirinya jauh dari islam. Hal ini terjadi pada kaum khawarij yang merasa sebagai penguasa kebenaran. Setiap orang harus membangun landasan sikap hanif dalam dirinya, terutama sebagaimana dicontohkan oleh nabi Ibrahim a.s ketika ingin mengenal rabb yang layak untuk menerima seluruh persembahan dirinya. Akhlak mulia akan terbentuk di atas landasan sikap hanif, di mana akan terbentuk pemahaman terhadap kehendak Allah dan pemahaman yang benar terhadap ayat-ayat Allah baik ayat kauniyah maupun firman dalam kitabullah. Dari pemahaman itu akan terlahirkan suatu akhlak mulia pada diri seseorang.

Setiap orang hendaknya menempuh perjalanan mengikuti millah nabi Ibrahim a.s hingga terbentuk wahana bagi dirinya untuk melaksanakan fungsi sosial dirinya berdasarkan amanah yang ditentukan Allah dalam wujud bayt yang diijinkan Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Di antara indikator perjalanan ini adalah terbentuknya akhlak mulia dan pengenalan seseorang terhadap penciptaan dirinya. Akhlak mulia dalam hal ini adalah terwujudnya akhlak berdasar pemahaman yang benar terhadap kehendak Allah, bukan sekadar wajah yang menyenangkan segenap manusia. Ada orang yang diberi kemudahan untuk mewujudkan pemahamannya, dan ada orang yang tidak dapat mewujudkan pemahamannya sehingga tidak tampak akhlak yang sebenarnya. Bayt demikian akan terwujud bagi orang yang dapat mewujudkan pemahamannya bagi umatnya.

Kamis, 23 November 2023

Kitabullah Alquran dan Arah Kehidupan Manusia

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Membentuk akhlak mulia adalah membina suatu pengetahuan dalam diri sesuai dengan akhlak Rasulullah SAW dan bersikap sesuai dengan pengetahuan itu. Kandungan kemuliaan dalam segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah SAW hendaknya dapat dipahami, ditiru bentuknya dan diwujudkan dalam kehidupan. Kemuliaan dari sisi Allah telah diturunkan bagi semesta alam melalui diri Rasulullah SAW sepenuhnya dan setiap makhluk dapat mengambilnya untuk dijadikan sarana kembali dekat kepada Allah. Orang-orang yang mengambilnya akan memperoleh pengetahuan kebenaran yang sangat bermanfaat sebagai petunjuk menuju jalan Allah.

﴾۶﴿وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Dan orang-orang yang diberi ilmu melihat bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah kebenaran (al-haqq) dan menunjukkan kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS Saba : 6)

Setiap orang yang memperoleh kemuliaan dari Rasulullah SAW akan mengetahui kebenaran (al-haqq), setidaknya kelak ketika hari dibangkitkan. Di sana mereka akan mengetahui bahwa apa yang dipegangnya dari Rasulullah SAW adalah kebenaran, akan terlihat kebenarannya dan itu menunjukkan jalan menuju Allah. Dengan pengetahuan itu mereka mengetahui arah kehidupan, tidak sepenuhnya kebingungan kemana akan melangkah di alam yang tidak diberi penanda arah. Bila pengetahuan itu samar-samar, mereka akan melihat kebenaran dengan samar-samar. Semakin kuat ilmu mereka terhadapnya, semakin jelas arah yang harus ditempuh di alam tersebut. Sebagian orang dapat melalui alam makhsyar dan hadir di sisi Rasulullah SAW di hadapan Allah dalam sekejap mata, dan sebagian manusia tidak mengetahui arah sedikitpun selama lima puluh ribu (50.000) tahun kehidupan di alam makhsyar hingga suatu seruan dikumandangkan.

Itu adalah kehidupan yang sangat berat, 50.000 tahun hidup di alam tanpa penanda arah dengan berselisih, berbantah-bantah dan saling membalas keburukan di antara makhluk sedangkan penglihatan, pendengaran dan indera pada masa itu sangatlah peka dan kuat. Di dunia, setiap manusia dibatasi kekuatan inderanya agar berharap petunjuk Allah, dan dengan petunjuk itu ia mengenal jalan Allah dan melihat tandanya berupa kesejahteraan di bumi. Di alam makhsyar, kekuatan indera diberikan penuh. Seseorang dapat mempersepsi segenap makhluk yang diciptakan Allah tanpa pemisahan rentang alam, baik alam jasmani, jin atau para malaikat. Perlu diingat, kekuatan indera bathin yang dimiliki seseorang bukanlah ndikator petunjuk. Kekuatan indera yang penuh itu akan menjadi beban berat bagi seseorang bila tidak mengetahui petunjuk. Ia dapat melihat keburukan dari orang lain dan hal-hal lainnya terutama yang dilakukan terhadap dirinya, sedangkan akalnya mungkin tidak memahami kehendak Allah dan tidak ada penanda yang menunjukkan arah langkah. Tidak ada penanda kekejian, kebodohan ataupun keburukan yang menjadi cermin bagi dirinya. Yang akan menuntunnya hanya ingatannya tentang kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Umat Rasulullah SAW sangat beruntung dapat memperoleh kemuliaan itu yang mengalir secara langsung melalui kitabullah Alquran tanpa penghalang yang lain. Umat yang lain pada jaman ini banyak terhambat dengan waham-waham dan batasan kitab mereka yang mungkin diubah oleh banyak campur tangan makhluk lain. Umat Rasulullah SAW juga mungkin mengalami waham demikian, tetapi sarana untuk langsung terhubung kepada Allah tidak pernah pergi meninggalkannya, tergantung bagaimana masing-masing umat islam bersikap terhadap kitabullah Alquran. Bila seseorang berpegang teguh dengan akalnya kepada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka ia akan dapat melihat kebenaran yang mengalir tanpa penghalang sedikitpun dari sumbernya.

Dalam kehidupan dunia, sangat banyak corak bentuk orang islam dalam mengikuti Rasulullah SAW. Ada orang-orang khawarij yang mengikuti bentuk-bentuk syariat Rasulullah SAW dengan sangat baik tanpa memahami sedikitpun makna membentuk akhlak mulia, dan justru menjadi orang-orang yang celaka. Sebagian besar umat islam jaman ini berusaha menumpang jalan keselamatan beliau SAW tanpa bersungguh-sungguh berusaha memahami arah kehidupan dengan membentuk akhlak mulia. Sebagian di antara umat islam berusaha membentuk akhlak mulia dengan membina akal untuk memahami kehendak Allah atas diri mereka, di antaranya berhasil memperoleh jalan untuk memahami dengan berpegang teguh pada kitabullah untuk melihat jalan mereka dan sebagian menempuh jalan mereka sendiri tanpa bersungguh-sungguh berpegang pada kitabullah. Setiap orang akan memperoleh kemuliaan sesuai dengan upaya yang mereka lakukan masing-masing.

Kedekatan dengan Allah membutuhkan akhlak yang mulia berupa pemahaman yang benar terhadap kehendak-Nya. Hal ini dapat terbentuk bila setiap orang berpegang teguh dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Ada bentuk-bentuk kedekatan kepada Allah tetapi tidak sepenuhnya benar yang diijinkan di hadirat-Nya sebelum hari pengadilan ditegakkan. Kekeliruan itu kelak bisa menjadikannya celaka. Iblis dahulu adalah seorang hamba yang dekat kepada Allah, sedangkan ada akhlak yang keliru dalam dirinya yang kemudian ditampakkan Allah dengan penciptaan Adam. Hal demikian berlaku sepanjang jaman. Di antara umat Rasulullah SAW kelak ketika telah sampai di surga ada yang diambil oleh malaikat dari haudl Rasulullah SAW dan kemudian dimasukkan ke neraka karena tidak berpegang pada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pada mulanya akan mencegah para malaikat tersebut, akan tetapi kemudian mempersilahkan untuk membawanya setelah para malaikat menceritakan keadaan pengikut yang diambil tersebut.

Membentuk akhlak mulia tidak boleh menyimpang dari kehendak Allah, yaitu harus sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Sesuatu yang dilihat mulia oleh manusia adalah kehinaan selama bertentangan dengan kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Sebelum Adam diciptakan, tidak ada yang melihat keburukan akhlak Iblis, dan seluruh makhluk melihat akhlaknya mulia. Allah Maha Mengetahui, maka Dia memperlihatkan keburukan akhlaknya dengan penciptaan Adam. Adam diciptakan untuk memperkenalkan konsep khalifatullah di bumi, tetapi khalifatullah di bumi yang sebenarnya adalah khalifatullah Al-Mahdi, karena beliau mengikuti Alquran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengenal ruh Allah yang paling sempurna sedangkan Al-mahdi memperoleh nafakh ruh Allah sebagai salinan ruh Allah. Al-mahdi merupakan sosok yang menjadi salinan Rasulullah SAW, yaitu dengan mengikuti kitabullah Alquran sedangkan Alquran adalah kitab yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dan menjadi kualitas beliau SAW sepenuhnya.

Untuk membentuk akhlak mulia, setiap orang harus berusaha menmbentuk salinan akhlak Rasulullah SAW berdasarkan pemahaman kitabullah Alquran. Setiap orang mempunyai bagian diri dari Alquran yang harus dimanifestasikan, maka hendaknya setiap orang berusaha memperoleh bagian dirinya tersebut. Tidak semua orang mampu menjadikan seluruh kandungan Alquran sebagai akhlak, tetapi hendaknya setiap orang berusaha menjadikan akhlak dirinya sepenuhnya seperti Alquran tanpa pernah melakukan penentangan terhadap Alquran. Apa yang dipahami hendaknya dihayati dan diamalkan. Bila tidak mampu membentuk akhlak seperti Alquran, setidaknya ia tidak melakukan penentangan terhadap Alquran, dan tidak melepaskan alquran dalam membina akhlaknya.

Petunjuk dapat datang dari berbagai pintu. Setiap indera harus digunakan untuk membaca ayat-ayat Allah dari alam kauniyah maupun dari kitabullah. Hati harus sering dihadapkan kepada Allah agar dapat memahami kehendak-Nya sehingga diperoleh suatu pemahaman tentang jalan Allah. Petunjuk dapat diturunkan sedikit demi sedikit atau dibukakan deras sehingga seseorang memahami kehendak Allah. Sedikit atau banyak, hendaknya setiap orang mensyukuri apa yang diberikan kepada dirinya. Bila seseorang kufur terhadap nikmat yang sedikit, tidak terbuka nikmat yang besar. Kadangkala kufur terhadap nikmat yang sedikit menjadikan seseorang tersesat jauh dari jalan Allah, karena bagaimanapun ia telah memilih menapakkan langkah pada jalan yang menyimpang, maka sedikit demi sedikit akan tersesat. Masalah utama kufur nikmat yang sedikit kadangkala bukanlah kesalahan memilih amal yang paling baik, tetapi hati yang menjadi tertutup oleh kufur hingga sulit menerima petunjuk. Bila suatu petunjuk yang terlewat dapat ditempuh kembali amalnya, hal itu sebaiknya dilakukan sebagai langkah mensyukuri nikmat Allah.

Alquran dan Tatanan Dunia

Sebagian manusia menyangka bahwa Alquran adalah perkataan yang dibuat-buat oleh nabi Muhammad SAW, baik dengan perkataan yang jelas ataupun adanya keragu-raguan tentang kandungan firman Allah karena tidak mengetahui. Tidaklah demikian. Alquran benar-benar merupakan kebenaran dari Allah yang menjadi tuntunan bagi setiap manusia untuk kembali kepada Allah. Alquran itu memberikan peringatan yang jelas sebagaimana peringatan orang-orang terdahulu yang telah datang kepada mereka ataupun peringatan yang belum diperingatkan oleh orang-orang sebelum mereka. Bagi orang-orang yang mempunyai persangkaan bahwa Alquran adalah perkataan yang dibuat-buat, ada peringatan dalam Alquran yang belum pernah disampaikan oleh dan kepada orang-orang sebelumnya.

﴾۳﴿أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
apakah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) mengada-adakannya". Sebenarnya Al-Quran itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. (QS As-Sajdah : 3)

Menghujat kebenaran dan para nabi merupakan kegemaran para pengikut Iblis, karena Iblis pun berbuat demikian. Iblis tidak pernah menghujat Allah dan tidak mempunyai keinginan sedikitpun untuk berbuat demikian. Bila Allah berkenan, niscaya mereka akan bersujud kembali kepada Allah. Hanya saja perlu dipenuhi sebuah syarat oleh Iblis untuk kembali bersujud, yaitu hendaknya ia bersujud kepada Adam. Ada sebuah pintu yang harus dilewati Iblis dan ia tidak mampu melakukannya, yaitu mengenali kebenaran melalui penciptaan Adam. Iblis selalu menghujat kebenaran dengan logika berdasar fenomena tanpa pemahaman terhadap kehendak Allah, dan hal itu pula yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti mereka.

Di antara orang-orang yang mengikuti Iblis, ada orang-orang yang merupakan pemuja syaitan. Mereka tidak memuja syaitan, karena syaitan tidak ingin dipuja kecuali karena suka kesesatan manusia saja. Para pemuja itu hanya mempertuhankan diri masing-masing. Kadangkala syaitan memperlihatkan diri dengan keindahan mereka kepada pemujanya agar dicintai manusia. Para pemuja itu menggunakan kecerdasan dan indera langit untuk berbuat ketidakadilan di muka bumi, menghisap kesejahteraan yang mestinya diperoleh secara adil oleh umat manusia bagi mereka sendiri (dan golongannya). Tidak semua pemilik harta memperoleh harta dengan cara demikian, banyak orang memiliki harta yang banyak karena kebaikan hati mereka kepada umat manusia. Hanya mereka yang membuat kebenaran tenggelam dengan perkataan-perkataan mereka yang bathil sehingga jalan untuk ketidakadilan terbuka luas yang memuja syaitan.

Di antara pemuja logika yang mengikuti syaitan, ada orang-orang yang tidak mempertuhankan diri sendiri, bahkan sekalipun di antara orang-orang yang memuja syaitan dengan ritual mereka. Hanya saja bila demikian, telah terbuka jalan bagi syaitan terhadap mereka yang bisa membuat celaka manakala bertaubat tanpa keimanan yang cukup. Orang-orang yang demikian masih sangat lebar kemungkinan untuk bertaubat, hanya saja mereka tidak mengetahui jalan yang dikehendaki Allah. Barangkali mereka menganggap bahwa Alquran adalah perkataan yang diada-adakan karena tidak cukup mempunyai pengetahuan, maka hendaknya disampaikan kepada mereka peringatan hingga mereka bisa memperoleh petunjuk.

Sangat banyak permasalahan yang menjadi ancaman bagi umat manusia dan perlu diperingatkan kepada manusia oleh Alquran. Ayat kauniyah demikian itu biasanya hanya diketahui terbatas di kalangan orang-orang yang mengatakan bahwa kitabullah hanyalah perkataan yang diada-adakan. Misalnya ada beberapa kekejian besar yang berusaha dibuat syaitan di alam manusia. Tidak hanya berusaha membuat para isteri berkhianat, tetapi ada pula usaha syaitan membuat rumusan kekejian yang dihalalkan, atau ada pula petinggi syaitan yang kembali mempunyai keberanian untuk berusaha mengambil isteri dari kalangan manusia, bukan perempuan yang mau dizinai. Ini adalah pintu syaitan untuk mengendalikan hingga alam dunia yang sangat berbahaya, sedangkan para gadis dibiarkan tanpa suami oleh manusia atau bahkan dicegah dari jodohnya. Ini merupakan contoh-contoh peringatan yang harus disampaikan kepada orang-orang yang mengatakan bahwa Alquran adalah perkataan yang dibuat-buat oleh nabi Muhammad. Beberapa permasalahan besar demikian dapat dipahami oleh sebagian manusia yang berjalan jauh dalam mengikuti syaitan tetapi tidak mempertuhankan diri sendiri. Banyak pula peringatan masalah dalam Alquran yang dapat ditangani oleh orang-orang yang memuja logika sehingga mereka bisa memperoleh petunjuk dari Alquran.



Minggu, 19 November 2023

Mengikuti Petunjuk Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Jalan kembali kepada Allah terbentang hingga kehidupan manusia di bumi. Setiap orang bisa menemukan jalan kembali yang terdekat kepada Allah dalam bentuk shirat al-mustaqim. Shirat al-mustaqim merupakan garis kehidupan terdekat yang dapat ditempuh seseorang untuk sampai ke tujuannya. Dalam hal ini tujuan orang yang bertaubat adalah Allah. Ada orang-orang yang sungguh-sungguh mencari shirat al-mustaqim dan mereka menemukannya, ada yang mencari shirat al-mustaqim sambil mengharapkan hal-hal lainnya, ada yang mendengar adanya shirat al-mustaqim tetapi tidak sungguh-sungguh mencarinya dan ada orang yang tidak peduli dengan jalan kembali mereka kepada Allah.

Menemukan shirat al-mustaqim hanya dapat dilakukan bila seseorang meminta petunjuk kepada Allah. Allah menurunkan petunjuk kepada hamba-hamba Allah agar mereka dapat kembali kepada Allah tanpa tersesat dan tidak celaka. Petunjuk Allah diturunkan sebagai bantuan kepada manusia dalam kehidupan mereka di bumi, sehingga setiap manusia dapat kembali kepada Allah tanpa tersesat dan tidak celaka baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat.

﴾۳۲۱﴿قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS Thaahaa : 123)

Kehidupan dunia pada dasarnya menjadikan manusia hidup menderita. Nafs manusia diciptakan pula dari cahaya yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk dengan pengetahuan langit dan unsur bumi manusia itu akan menjadikan kehidupan bumi menjadi mulia. Akan tetapi karakter kebanyakan manusia lebih diwarnai alam jasmani mereka hingga kehilangan sifat natur cahaya mereka, maka manusia akan menjadi makhluk bodoh yang bermusuh-musuhan. Ketika manusia keluar dari surga, mereka menjadi orang-orang yang bermusuh-musuhan karena tabiat jasmaniah, dan permusuhan itu menjadikan manusia menderita.

Allah memberikan petunjuk kepada manusia. Petunjuk membawa dua manfaat, yaitu menjaga manusia tidak tersesat dalam perjalanan kembali kepada Allah, dan menjadikan umat manusia tidak mengalami penderitaan, hingga terwujud kesejahteraan dalam kehidupan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa petunjuk Allah mencakup tatanan kehidupan dunia agar mencapai kehidupan yang sejahtera. Tatanan kehidupan duniawi yang tenteram sejahtera merupakan satu kesatuan dengan keselamatan perjalanan manusia untuk kembali kepada Allah. Tidak ada orang yang mencintai Allah dengn benar tanpa menyayangi umat manusia, dan tidak ada orang bisa kembali kepada Allah tanpa tersesat manakala mereka senang membuat kesengsaraan kehidupan di bumi. Manakala seseorang mengaku mencintai Allah tetapi bersifat mementingkan diri sendiri atau mengabaikan orang lain, ia sangat mungkin telah tersesat.

Petunjuk yang benar secara tidak langsung akan menempatkan seseorang dalam tatanan ilahiah dengan sebuah persaksian bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah. Itu adalah tujuan puncak petunjuk. Persaksian demikian yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh manusia yang menempati kedudukan dirinya yang telah ditentukan Allah. Walaupun demikian setiap pengetahuan yang baik seseorang tentang Rasulullah mempunyai bobot nilai kebenaran. Fraktal kecil persaksian itu dapat disaksikan dalam bentuk pernikahan yang baik. Seorang perempuan berakad untuk menempati kedudukan dirinya di sisi suaminya dengan rasa cinta. Akan lebih utama bila perempuan dan laki-laki tersebut mengenal urusan Allah yang harus mereka laksanakan, maka terbentuk bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Setiap perempuan yang berbuat baik bagi suaminya dengan ikhlas akan memperoleh surga. Tatanan ilahiah itu harus melahirkan kesejahteraan di bumi layaknya peran suami yang mensejahterakan isteri-isteri dan anak-anaknya, serta umatnya. Pensejahteraan yang paling utama dapat dilakukan laki-laki bila ia mengenal kedudukan yang ditetapkan Allah baginya, sebagaimana perempuan beriktikad pada kedudukan diri di sisi suaminya.

Macam-macam Petunjuk

Terdapat beberapa bentuk petunjuk yang dapat ditemukan manusia di bumi. Petunjuk pokok terdapat dalam ayat kitabullah Alquran, dan petunjuk penjelasan terdapat pada ayat kauniyah di setiap semesta manusia. Terdapat bentuk petunjuk lain yang berlaku secara khusus kepada setiap manusia, yaitu petunjuk yang diturunkan ke dalam hati masing-masing. Petunjuk yang sebenarnya adalah petunjuk menyatukan ketiga jenis petunjuk tersebut dalam satu kesatuan pemahaman, dan petunjuk itu menjadikan seseorang dapat melihat jalan kembali kepada Allah dan menghilangkan penderitaan pada umat manusia. Syaitan juga meniru perbuatan Allah memberi petunjuk, tetapi tujuan petunjuk itu berbalikan dengan petunjuk Allah, baik untuk membalik pandangan manusia terhadap jalan Allah, menghalangi seseorang dari jalan Allah dan lain-lain terkait jalan Allah, serta menimbulkan penderitaan bagi umat atau seseorang. Bila suatu petunjuk menyalahi kedua tujuan yang dikehendaki Allah, petunjuk itu merupakan petunjuk palsu.

Petunjuk palsu paling banyak ditemukan pada bentuk petunjuk yang diturunkan ke dalam diri manusia. Ada petunjuk palsu berbentuk kitab dan cara pandang masalah atau ilmu yang diberikan syaitan tetapi lebih terbatas kepada para penyembah atau pengikut mereka. Setiap orang hendaknya berhati-hati terhadap petunjuk demikian baik yang turun kepada dirinya maupun orang lain, terutama yang turun kepada dirinya. Ketika turun petunjuk pada dirinya dan sesuai hawa nafsu, seseorang akan kehilangan sebagian kemampuan kendali diri, kecuali bila berpegang teguh pada kitabullah Alquran. Hendaknya suatu petunjuk ke dalam hati seseorang diperhatikan kesesuaiannya dengan kitabullah Alquran dan ayat kauniyah yang terjadi di semesta mereka. Bila bertentangan dengan kitabullah, petunjuk tersebut merupakan petunjuk palsu.

Bila bersesuaian dengan kitabullah, maka seringkali pemahaman tentang kauniyah harus diusahakan untuk disusun sesuai dengan pemahaman kitabullah, karena sering terjadi disinformasi tentang keadaan kauniyah. Kebenaran suatu petunjuk tidak selalu tampak sama dengan alam kauniyah karena adanya upaya menghilangkan informasi yang benar. Bangsa Indonesia sangat banyak mengalami kehilangan informasi tentang khazanah kebenaran dari negeri sendiri karena pemerintah kolonial berupaya keras menghilangkan jejak sejarah dari bangsa Indonesia. Demikian pula banyak keadaan di dunia tidak seperti yang diberitakan penguasa dunia dan media mereka. Manakala seseorang memahami suatu petunjuk berdasarkan kitabullah, ia boleh mengikuti suatu berita yang disamarkan pihak yang berkepentingan untuk mencari petunjuk, selama berita itu mempunyai landasan petunjuk karena sangat mungkin itu sebenarnya merupakan berita yang benar.

Kaidah Mengikuti Petunjuk

Yang disebut mengikuti petunjuk Allah adalah memahami jalan Allah dan menghasilkan manfaat bagi kesejahteraan dari petunjuk tersebut, bukan sekadar berbuat sesuai dengan petunjuk tanpa landasan pemahaman. Ketika menerima suatu petunjuk dalam hati, setiap orang hendaknya berusaha memahami jalan Allah dan menimbang manfaat dari petunjuknya bagi kesejahteraan umat manusia. Umat hendaknya tidak memperlakukan datangnya suatu petunjuk dalam hati sebagai akhir tujuan, karena kehendak Allah menurunkan petunjuk adalah agar manusia memperoleh jalan yang lurus dan memperoleh hidup sejahtera. Dalam keadaan tertentu, seseorang mungkin harus berbuat sesuai petunjuk sebelum memahaminya. Hal itu boleh dan sering terjadi selama petunjuk tersebut tidak mendatangkan kesesatan dan akibat yang buruk. Ttetapi perlu dipahami bahwa mengikuti petunjuk adalah tercapainya pemahaman terhadap jalan Allah dan munculnya manfaat petunjuk itu bagi kesejahteraan umat manusia.

Ada petunjuk yang bersifat pribadi, dan tidak jarang suatu petunjuk kepada seseorang berlaku kolektif. Hampir semua petunjuk bersifat kolektif dengan batasan tertentu. Suatu masalah pribadi pada orang tertentu sangat mungkin mempunyai akar dari masalah sosial, maka ia harus membuka masalah pribadi tersebut dengan batasan tertentu manakala telah memahami petunjuknya, dengan tujuan menjelaskan jalan Allah dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi umat, dan meningkatkan kualitas berjamaah. Petunjuk yang perlu disampaikan kepada umat adalah petunjuk yang telah dipahami untuk melihat jalan Allah dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan umat. Umat yang mendengarkan harus memperhatikan sisi manfaat petunjuk itu, tidak mengikuti dengan membuta.

Tidak jarang suatu petunjuk merupakan cabang atau ranting yang tumbuh di atas suatu ayat kitabullah, tidak berdiri langsung di atas ayat tersebut. Kebenaran dan kesempurnaan petunjuk tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi harus memperoleh wasilah yang benar terhadap ayat kitabullah. Ada orang-orang yang menjadi wasilah petunjuk tersebut yang seharusnya membenarkan atau menyempurnakan makna petunjuknya. Wasilah yang baik tersebut akan mendukung kemampu-matangan buah yang harus dihasilkan seseorang, dan mencegah atau setidaknya mengurangi kemungkinan munculnya buah yang beracun dari diri seseorang. Dengan demikian setiap orang akan menuju al-jamaah. Seorang isteri harus berusaha menyatukan petunjuk dirinya dengan langkah suaminya, sekalipun mungkin harus bertentangan bila suaminya kufur. Bila suaminya benar, maka petunjuk yang merupakan ranting atau cabang itu harus menyatu dengan langkah suaminya tidak menjadi penghalang. Bila suatu petunjuk bersifat keji, maka itu merupakan petunjuk yang menyimpang.

Suatu petunjuk tidak boleh menjadikan manusia terhalang dari memahami jalan Allah dan dari kesejahteraan manusia. Kadangkala seseorang berpegang pada petunjuk yang tidak atau belum dipahami akalnya dan dijadikan sebagai dikte bagi kehidupan umat. Petunjuk parsial demikian tidak boleh dipertuhankan karena dapat merusak akal. Alih-alih memahami jalan Allah dan memberi manfaat, hal ini justru bisa menghalangi umat manusia untuk memahami dengan akalnya dan mendatangkan penderitaan bagi umat. Hal demikian tidak boleh terjadi. Suatu petunjuk harus dipahami terlebih dahulu kaitannya dengan kitabullah dan kauniyah, dan baru kemudian disampaikan kepada umat. Umat hendaknya tidak disuguhi petunjuk mentah yang diturunkan. Mungkin saja sebagian petunjuk tidak benar dan mungkin pula bertentangan dengan kitabullah. Tidak jarang umat yang mengikuti petunjuk dengan cara demikian menjadi umat yang mendustakan bagian dari kitabullah, walaupun beriman dengan sebagian lainnya. Bagian pendustaan itu akan menjadikan umat celaka.

Allah tidak berkehendak untuk menjadikan diri-Nya sebagai diktator dengan menurunkan petunjuk, tetapi agar manusia dapat memahami dan beramal dengan pemahaman. Setiap orang harus menggunakan petunjuk untuk memahami jalan Allah dan mencapai kesejahteraan yang dikehendaki Allah. Seseorang tidak boleh menggunakan petunjuk untuk mendikte orang lain dengan paksa. Kadangkala seseorang memaksakan petunjuk yang turun kepada dirinya tanpa memahami nilai manfaat petunjuk itu. Bila petunjuk itu benar, itu belum merupakan petunjuk yang sempurna. Tidak jarang cara demikian kemudian merusak tatanan yang dikehendaki Allah yang mungkin diturunkan melalui petunjuk kepada orang lain. Mungkin saja terjadi perselisihan antara satu orang dengan orang lain karena petunjuk, maka petunjuk yang lebih utama adalah petunjuk yang dipahami kedua nilai manfaatnya. Petunjuk palsu akan menjadikan manusia tersesat dari jalan Allah dan menimbulkan penderitaan bagi umat manusia. Dampak demikian harus menjadi bahan pertimbangan dalam menilai kebenaran suatu petunjuk.

Petunjuk yang benar akan diturunkan kepada orang yang membina akhlak mulia. Setiap orang harus membina akhlak mulia dalam dirinya hingga dapat mengikuti dengan benar kehendak Allah yang diturunkan melalui petunjuk. Tidak boleh ada kesombongan dalam diri seseorang karena akan menyimpangkan seseorang dalam mengikuti petunjuk. Setiap orang tidak boleh memandang hina orang lain dan harus menghormatinya. Mungkin saja ada kebenaran yang diturunkan kepada orang lain, tidak hanya diturunkan Allah kepada diri mereka sendiri. Rendah hati tidak cukup ditunjukkan dengan merasa mencari kebenaran, tapi harus terlihat dalam sikap mampu memahami kebenaran walaupun dari orang lain, dan mampu menempatkannya pada kedudukan yang semestinya atau setidaknya layak. Demikian pula seseorang harus sadar bahwa mungkin saja ada kesalahan dalam diri sendiri, tidak selalu dirinya benar. Bila ada kesombongan dalam diri seseorang, nilai petunjuk akan kacau balau baik petunjuk yang benar ataupun salah. Sangat mudah bagi syaitan untuk memasukkan ilham dan bahkan petunjuknya kepada seseorang melalui kesombongan. Kadangkala syaitan membuat umat mereka memandang dirinya tidak mungkin membuat kesalahan sedangkan Allah tidak memberikan jaminan demikian, atau justru mungkin sebenarnya Allah berpihak pada orang lain.

Memperhatikan Adab

Melangkah mengikuti petunjuk harus dilakukan pula dengan akhlak mulia. Seseorang hendaknya tidak mengikuti petunjuk dengan keluhan dan rasa terpaksa. Akhlak demikian biasanya terkait dengan petunjuk yang belum sempurna dan tidak ada kesabaran. Manakala seseorang memandang hina objek petunjuknya, penghinaan itu akan menimbulkan hambatan yang besar dalam melaksanakannya, atau petunjuk itu akan pergi dari dirinya. Bila demikian ia sebenarnya berpaling dari petunjuk. Sekiranya belum sempurna petunjuknya, hendaknya ia bersabar hingga memahami petunjuknya dengan tepat dan kemudian ia melaksanakan petunjuk itu dengan baik. Ia boleh menunda melaksanakan untuk memahaminya terlebih dahulu atau ia boleh bersegera melaksanakannya disertai sikap bersabar dalam melaksanakannya.

Secara tidak langsung melaksanakan petunjuk akan menghubungkan seseorang pada jaringan al-jamaah. Ada orang-orang yang akan terhubung kepada dirinya dalam amr Allah yang sama, baik sebagai rekan ataupun pemimpin. Hendaknya ia menjaga adab terhadap jamaah yang telah ada tersebut. Ia tidak mencela atau merusak hubungan yang telah ada pada jamaah yang dimasukinya. Sekalipun jaringan jamaah itu terlihat lemah, buruk ataupun kecil, suatu jamaah dalam amr tertentu Allah tidak boleh dirusakkan. Omongan buruk terhadap yang lain atau hal lain yang dapat merusak jalinan jamaah yang ada hendaknya dihindarkan. Mendatangkan orang lain atau syarat-syarat tertentu yang berpotensi merusak jaringan jamaah yang telah ada hendaknya dihindarkan. Hendaknya ia mengikuti jamaah yang ada terlebih dahulu hingga mengerti masalah yang ada pada jamaah tersebut. Seringkali ada keadaan yang sama sekali tidak diketahui sebelumnya sehingga bila memaksakan solusi terburu-buru justru akan mendatangkan kerusakan.

Berpaling dari petunjuk akan menjadikan seseorang tidak dapat mendzikirkan Allah. Dzikir adalah upaya seseorang untuk memanifestasikan pemahaman terhadap kehendak Allah. Suatu petunjuk Allah merupakan salah satu materi dzikir yang harus diwujudkan oleh setiap hamba Allah. Barangsiapa berpaling dari petunjuk maka ia berpaling dari dzikir kepada Allah. Dan berpaling dari dzikir kepada Allah akan mendatangkan konsekuensi yang harus ditanggung.

﴾۴۲۱﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari dzikir pada-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".(QS Thaahaa : 124)

berpaling dari dzikir kepada Allah menjadikan seseorang akan mengalami kehidupan yang sempit dan kelak akan dikumpulkan kepada Allah dalam keadaan buta. Petunjuk Allah merupakan sumber dari kesejahteraan di bumi menghindarkan manusia dari penderitaan. Apabila seorang hamba Allah berpaling dari petunjuk, maka ia menghilangkan suatu sumber kesejahteraan tertentu bagi umatnya, dan yang paling terkena masalah tersebut adalah dirinya sendiri. Ia akan mengalami kehidupan yang sempit karena keberpalingannya. Seseorang yang berpaling pada dasarnya tidak menggunakan akal dan fakultas indera jiwanya untuk kehidupan dirinya, maka kelak ia akan dikumpulkan dalam keadaan buta walaupun dahulu memperoleh cahaya Allah dalam kehidupan sebelumnya. Cahaya itu tidak bermanfaat baginya, demikian pula indera penglihatannya.

Senin, 13 November 2023

Mencari Pengetahuan Tentang Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Di antara tanda langkah seseorang kembali kepada Allah adalah ilmu tentang kehendak-Nya. Ilmu itu menunjukkan arah kepada seseorang jalan yang harus ditempuh untuk kembali kepada Allah terkait dengan keadaan diri mereka di bumi. Ilmu itu bukan hanya ilmu yang bersifat teoritis, tetapi juga imu tentang amal yang harus dilakukan terkait keadaan duniawi mereka. Mereka dapat membaca ayat-auat Allah yang terhampar pada kauniyah mereka selaras dengan ayat-ayat kitabullah. Tidak jarang ilmu demikian disertai dengan suatu ilmu yang mengatur tatacara pelaksanaannya secara terinci, tetapi tidak semua orang memperoleh ilmu hingga demikian.

Kebanyakan orang akan memperoleh ilmu tentang kehendak Allah selangkah demi selangkah dimulai dari kegelapan tanpa pengetahuan sama sekali hingga memperoleh ilmu tentang tatacara pelaksanaan amal mereka secara terinci. Hal yang paling penting diperhatikan adalah lurusnya langkah dalam mencari ilmu. Setiap orang hendaknya memperhatikan lurusnya langkah, bahwa sedikit atau banyaknya ilmu dan jalan yang mereka tempuh akan mengantarkan mereka kepada Allah tanpa keliru. Syaitan selalu berupaya untuk menyimpangkan manusia dari jalan Allah, baik orang yang tidak mempunyai ilmu ataupun orang yang mempunyai banyak ilmu.

Hancurnya Hati dan Kesedihan Sebagai Sumber Ilmu

Banyak ilmu yang harus dicari oleh manusia melalui upaya duniawi dengan melihat ayat-ayat kauniyah dan kitabullah, dan ada ilmu yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya secara khusus. Sebagai contoh, nabi Ya’qub a.s mempunyai pengetahuan secara khusus dari Allah tentang putera beliau nabi Yusuf a.s. Pengetahuan beliau a.s diterima dari Allah terkait dengan keadaan duniawi. Banyak tingkatan makna dari peristiwa nabi Yakub dan Yusuf tersebut, salah satunya bahwa pengetahuan yang diturunkan Allah juga ada yang mencapai pengetahuan keadaan duniawi.

﴾۶۸﴿قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya". (QS Yusuf : 86)

Di antara keadaan yang membuat seseorang bisa memperoleh ilmu dari Allah terkait kehidupan dunia mereka adalah kesusahan dan kesedihan. Ayat di atas menyebutkan kesusahan dalam term بثى , menunjukkan suatu kesedihan dalam bentuk berkeping-kepingnya hati karena menghadapi suatu masalah. Hati nabi Yakub a.s hancur berkeping-keping manakala putera beliau Yusuf dihilangkan oleh saudara-saudaranya dan dikatakan telah dimangsa oleh serigala. Berkeping-kepingnya hati nabi Yakub a.s dalam peristiwa itu bukan hanya kesedihan karena kecintaan seorang ayah kepada seorang anak, tetapi lebih terkait dengan rusaknya sarana pelaksanaan amr Allah yang akan diturunkan melalui Yusuf a.s. Berkeping-kepingnya hati seseorang manakala menghadapi kerusakan dalam melaksanakan amr Allah bisa menjadi sarana turunnya ilmu Allah terkait dengan kehidupan duniawi seseorang.

Berkeping-kepingnya hati seorang hamba Allah menjadi salah satu sarana turunnya ilmu dari Allah kepada hamba tersebut. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa nabi Musa bin ‘Imran berkata: “Wahai Rabb, di manakah aku bisa mencari-Mu?” Allah menjawab: “Carilah Aku di sisi orang-orang yang hancur hatinya. Sesungguhnya Aku dekat dengan mereka setiap hari (sejarak) satu bâ’ (sekitar dua lengan). Jikalau tidak demkian, mereka pasti roboh (binasa).” (HR Ahmad). Tidak semua orang memperoleh ilmu karena berkeping-kepingnya hati, tetapi Allah telah berada dekat dengan orang yang hatinya berkeping-keping. Hal ini ditunjukkan oleh sikap tegar hati hamba tersebut dalam menghadapi berkeping-kepingnya hati mereka. Bila tidak kuat menghadapinya, Allah tidak berada di dekat orang yang berkeping-keping hatinya tersebut.

Hancurnya hati seseorang yang mendatangkan kedekatan Allah adalah hati yang hancur ketika mencari jalan kembali kepada-Nya. Kadangkala Allah menimpakan sesuatu agar kepada seseorang agar ia kembali ke jalan Allah, atau kadang agar ia dijadikan dekat dengan Allah. Seseorang yang hatinya hancur karena urusan hawa nafsu atau dunia mereka tidak akan mendatangkan kedekatan Allah, tetapi mungkin ia akan kembali kepada Allah. Kadangkala fenomena lahiriah yang terjadi tampak sama antara seseorang yang hancur hatinya di jalan Allah dan hancur terkoyak hawa nafsu dan dunianya, tetapi nilai dalam diri mereka bisa berbeda. Misalnya kala seseorang mencintai isterinya, itu bisa terjadi karena ia mencari jalan Allah atau karena hawa nafsu dirinya dan kecantikan jasmani isterinya. Kehancuran hati manakala terjadi kerusakan mempunyai nilai yang berbeda karena sebab kecintaan yang berbeda, walaupun fenomena lahiriahnya tampak sama.

Mengukur keadaan demikian seringkali tidaklah mudah. Kecintaan dan kehancuran hati terhadap sesuatu seringkali karena sebab yang bercampur-campur. Misalnya ketika mengalami kegagalan menempuh pernikahan karena sikap salah satu pihak, akan banyak rasa kehancuran dalam peristiwa demikian. Ia tidak mengetahui kehancurannya karena Allah atau karena kehilangan seseorang. Bisa saja ia menemukan bentuk kekufuran yang menjadikannya marah, tetapi belum tentu peristiwa itu benar terjadi karena demikian. Sekalipun misalnya ia memandang kegagalan itu karena ia mengutamakan kehendak Allah, mungkin ia tidak bisa tenang dengan peristiwa itu. Ia mungkin tidak mengerti apakah hal demikian terjadi karena ia mengharapkan Allah atau karena kesalahannya sendiri. Apapun keadaannya, hendaknya seseorang beri’tikad kembali kepada Allah karena kehancuran hatinya, tidak untuk mengaku-aku bahwa ia dekat dengan Allah karena kehancuran hati itu.

Ketika seseorang mencintai dunia atau hawa nafsu, kedua hal itu sebenarnya menjauhkan dirinya dari Allah. Bila hatinya berkeping-keping karena hawa nafsu atau dunianya terkoyak, hal itu tidak akan mendatangkan kedekatan Allah kepada dirinya karena sebenarnya ia telah menjauhkan diri dari Allah. Kehancuran hati demikian dapat menjadikan seseorang roboh binasa, dan ia harus menanggung sendiri kebinasaan itu, atau ia kembali kepada Allah. Manakala seseorang mencari jalan Allah, kehancuran hati itu akan mendatangkan kedekatan Allah kepada dirinya. Ia akan lebih mudah untuk mendengarkan petunjuk Allah karena kedekatannya.

Walaupun demikian, rusaknya sarana pelaksanaan amr Allah itu tidak tergantikan dengan ilmu yang diberikan itu. Nabi Ya’kub a.s menjadi buta ketika kehilangan Yusuf karena Yusuf adalah qurrata ‘ain bagi nabi Ya’qub a.s. Ilmu yang diberikan Allah kepada nabi Ya’qub tidak menghilangkan kebutaan nabi Ya’qub a.s, karena ilmu itu tidak menggantikan kedudukan Yusuf sebagai qurrata ‘ain. Kebutaan nabi Ya’qub sembuh manakala pakaian nabi Yusuf a.s diusapkan kepada wajahnya, karena hal itu menghadirkan qurrata ‘ain yang selama itu jauh dari diri beliau, hadir dalam tingkatan jasmaniah.

Kerusakan di jalan Allah akan menjadikan seorang hamba Allah menjadi takut akan akibatnya bagi mereka. Para wali Allah apalagi nabi pada dasarnya tidak mempunyai rasa takut dalam definisi حُزْنِ , tetapi dalam hal terjadinya kerusakan pada sarana pelaksanaan amr Allah, para nabi pun akan merasa takut. Nabi Yakub a.s tidak mempunyai nyali dalam masalah hilangnya Yusuf. Hal ini bukan suatu hal yang salah. Bila seseorang tidak merasa takut akan rusaknya sarana Allah demikian, ia pada dasarnya tidak mempunyai pengetahuan. Jika berpengetahuan cukup, seseorang akan merasa sangat khawatir dengan akibat yang akan terjadi. Kadangkala seorang hamba Allah ingin dihancurkan karena hal demikian daripada mati dengan cara yang baik, sebagaimana nabi Musa a.s ingin dihancurkan bukan melalui kematian yang selayaknya dengan jemputan Izrail a.s.

Amal yang dilakukan nabi Yakub a.s dalam menghadapi hal demikian adalah mengadukan masalahnya kepada Allah, dan pengaduan itu menjadikan beliau a.s menerima ilmu dari Allah. Terminologi yang digunakan pada ayat di atas adalah أشكوا yang menunjukkan pengaduan dalam bentuk mencari pengetahuan tentang keadaan yang terjadi. شك mempunyai arti keragu-raguan, sedangkan أشكوا menunjukkan makna menghilangkan keragu-raguan. Nabi Ya’qub bertanya kepada Allah tentang pengetahuan yang samar dalam hati beliau a.s dalam urusan Yusuf dan kemudian Allah menurunkan pengetahuan tentang hal itu ke dalam hati nabi Ya’qub a.s.

Pengetahuan demikian seringkali bertentangan dengan pengetahuan orang umum. Sekalipun ada orang-orang yang mengetahui nuansa kebenaran dalam pengetahuan demikian, orang-orang tersebut mungkin saja menolak pengetahuan yang diturunkan Allah tersebut. Para putera nabi Yakub a.s mengetahui bahwa besar kemungkinan Yusuf a.s masih hidup karena mereka tahu tidak membunuhnya, akan tetapi mereka tidak membenarkan pengetahuan nabi Yakub a.s tentang hal itu. Mereka memandang ayah mereka terlalu terbawa perasaan hingga tidak mau menerima realitas bahwa Yusuf tidak lagi berada di antara mereka. Tetapi nabi Yakub a.s tidak sedikitpun meragukan bahwa nabi Yusuf masih akan kembali kepada mereka karena ilmu yang diturunkan Allah dalam urusan itu. Pengetahuan nabi Ya'qub a.s tentang keadaan Yusuf yang semula samar atau tidak mempunyai landasan itu telah menjadi jelas karena Allah telah menurunkan pengetahuan itu kepada beliau setelah beliau mencari penjelasan kepada Allah.

Waham, Pengaduan dan Ilmu

Pada dasarnya kehidupan manusia di dunia merupakan waham, kecuali bagi seseorang yang mengetahui hakikat kehidupan, yaitu berupa kandungan ayat kitabullah yang terhampar pada ayat kauniyah mereka. Waham dalam hal ini tidak selalu menunjukkan penyakit mental tetapi berupa suatu hijab yang menutupi akal manusia dalam kehidupan di bumi. Waham yang paling banyak terjadi adalah karena seseorang tidak benar-benar mengetahui hakikat sesuatu, sedangkan makna dari pemahamannya itu tidak menjadikannya celaka. Sebagian waham berupa pemahaman yang benar tetapi tidak mempunyai konsekuensi yang tepat. Ibaratnya orang yang memasuki rest area jalan tol, seseorang bisa masuk melalui jalan tol dan orang lain memasuki dari jalan perkampungan. Mereka akan mempunyai keadaan yang sama tetapi konsekuensi setelah menyelesaikan urusan di rest area akan berbeda. Kadangkala waham bersifat delusif, mencapai tahap yang jelas keliru dan menjadikannya mengarah ke neraka. Seseorang yang mengikuti langkah syaitan kadangkala merasa mengikuti petunjuk Allah, atau kadangkala seseorang merasa lebih benar dari ayat kitabullah Alquran, maka wahamnya itu akan mengarahkannya ke neraka.

Waham akan menimbulkan perselisihan di antara manusia. Perselisihan karena waham yang ringan bisa menjadi pemicu bagi umat Rasulullah SAW untuk mencapai rahmat Allah dengan menggiring mereka untuk mencapai pengetahuan yang benar. Hal ini bisa tercapai oleh suatu umat bila disertai dengan sikap hanif berusaha memahami kebenaran. Bila tidak hanif, setiap golongan akan semakin berbangga dengan kelompoknya. Waham dalam tingkat yang sedang seringkali dimanfaatkan oleh syaitan untuk menipu manusia ketika menempuh jalan kembali kepada Allah, yaitu bila tidak berpegang teguh dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Dan dengan hal itu syaitan membangkitkan pula perselisihan di antara manusia. Waham yang bersifat delusif akan membangkitkan perselisihan yang menjadi tanda kebodohan (jahalah) suatu umat.

Kadangkala hakikat sesuatu tidak sama dengan waham kebanyakan manusia. Sangat banyak hijab yang menjadikan hakikat sesuatu menjadi tidak terpahami oleh manusia, sedangkan manusia memahami sesuatu berdasarkan fenomena permukaan saja. Dalam peristiwa nabi Ya’qub a.s dan putera-puteranya, nabi Ya’qub a.s telah menerima ilmu dari Allah tentang sesuatu yang tidak diketahui oleh para puteranya, berupa ilmu yang merupakan jawaban Allah atas hancurnya hati dan rasa takut nabi Ya’qub a.s. Dalam banyak hal, wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi seringkali bertentangan dengan waham pada umatnya, dan menjadikan banyak di antara umatnya kufur terhadap risalah. Keimanan dan kekufuran seseorang dipengaruhi oleh waham masing-masing, dan kebaikan seseorang dalam mengikuti utusan Allah tergantung pada kualitas akal yang terbentuk. Parameter yang digunakan kaum khawarij tidak bisa dijadikan indikator baiknya kualitas seseorang dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Nabi Ya’qub a.s mencari penjelasan itu kepada Allah. Permasalahan terkait jalan ibadah seseorang kepada Allah seringkali tidak dapat dijelaskan oleh makhluk yang lain. Banyak permasalahan yang dialami seseorang dapat dijelaskan oleh orang lain yang telah mempunyai pengetahuan, akan tetapi sangat mungkin ada permasalahan khusus yang tidak dapat dijelaskan oleh seorang makhluk pun yang hidup pada zaman yang sama. Bila suatu masalah dapat dijelaskan oleh makhluk lain, ia boleh saja mencari penjelasan atau sudut pandang lain dari seorang makhluk yang akalnya lebih kuat selama tetap berpegang kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila ia mendapat masalah khusus dan ia mengadukan kepada makhluk, maka orang lain mungkin akan memandangnya tidak waras. Dalam hal-hal demikian, seseorang tidak boleh mengadukan atau mencari penjelasan masalahnya kepada makhluk. Ia hanya akan memperoleh penjelasan bila ia mengadukan masalahnya kepada Allah, dan Allah akan memberikan pengetahuan ke dalam hatinya.

Membuat pengaduan rasa hancur dan rasa takut hanya boleh dilakukan kepada Allah, tidak kepada makhluk. Mengadu kepada makhluk hanya boleh dilakukan untuk mencari celah menemukan jalan keluar dari masalah yang terjadi yang mungkin bisa diperoleh dari makhluk. Manakala tidak melihat adanya celah yang mungkin untuk memperbaiki keadaan melalui orang lain, seseorang tidak boleh mengadukan rasa hancur dirinya kepada makhluk yang lain. Demikian pula bila sebenarnya ia tidak berkeinginan untuk mencari jalan memperbaiki keadaan, hendaknya ia berdiam diri tidak menyebarkan rasa hancur dirinya kepada orang lain. Membicarakan kehancuran diri tidak boleh dilakukan kepada makhluk, hanya kepada Allah.

Membuat pengaduan masalah kepada makhluk tidak boleh dilakukan bila berkaitan dengan petunjuk atau hal-hal yang diturunkan Allah. Hal itu disebut mengeluh. Tidak ada makhluk berakal yang bisa merasa layak untuk menerima pengaduan demikian. Bila mereka menjawab, hanya kemarahan yang akan terlontar dari diri mereka agar kembali kepada Allah. Syaitan dan para pengikut mereka mungkin akan senang mendengarkan dan bergembira dengan keluhannya, tetapi bukan kegembiraan karena dendam atau tidak suka kepada Allah. Sekalipun syaitan yang terbesar, mereka takut kepada Allah dalam urusan demikian. Kegembiraan mereka hanya karena menemukan manusia yang kufur terhadap nikmat Allah, bukan karena sikap orang itu kepada Allah. Hanya makhluk bodoh yang bisa merasa pantas menerima keluhan seseorang tentang Allah. Karena hal itu, hendaknya seseorang tidak pernah mengadukan sedikitpun kepada makhluk tentang hal yang diturunkan Allah kepada dirinya.









Kamis, 09 November 2023

Makar Syaitan Melalui Manusia

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Syaitan akan menipu manusia yang ingin kembali kepada Allah dengan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. Fitnah syaitan melalui perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan akan menimbulkan bencana bagi umat manusia. Umat islam akan disusupi suatu bentuk beragama islam yang tidak sesuai tuntunan Allah berupa gerakan orang-orang khawarij yang terlempar jauh dari islam. Tidak kalah dari Islam, Yahudi disusupi dengan gerakan zionisme, suatu gerakan mendirikan negara syaitan menggunakan pakaian agama. Gerakan agama yang mengandung penyusupan oleh syaitan itu sangatlah berbahaya bagi umat manusia seluruhnya.

﴾۲۰۱﴿وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan atas kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir, hanya syaitan-syaitan lah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka (para syaitan) mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan (ilmu) itu, mereka menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (para syaitan) tidak memberi mudharat dengan (ilmunya) itu kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka (manusia) mempelajari sesuatu yang memberi mudharat bagi mereka dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya bagian di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan ilmu itu kalau mereka mengetahui. (QS Al-Baqarah : 102)

Ayat tersebut terkait dengan orang-orang yang mengikuti perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. Zionisme merupakan bentuk bajakan syaitan terhadap agama yahudi berdasarkan perkataan tentang Allah tanpa pengetahuan. Mereka menginginkan berdirinya suatu negara seperti kerajaan nabi Sulaiman a.s, tetapi diwujudkan dengan mengikuti bacaan para syaitan. Mereka tidak mengikuti tuntunan agama mereka dengan sungguh-sungguh, hanya mengambil apa yang menguntungkan bagi keinginan mereka. Itu adalah negara Dajjal. Apa yang mereka nantikan sebagai Mesias sebenarnya adalah mesias palsu Dajjal.

Sejarah zionisme telah muncul bahkan sejak jaman nabi Sulaiman a.s. Setelah nabi Sulaiman a.s diketahui meninggal dunia, bangsa Yahudi terpecah menjadi dua bangsa yang dipimpin masing-masing oleh Rehabeam dan Yerubeam, yang kemudian menjadi bangsa Yahudi dan bangsa Israel. Bangsa Israel yang berpusat di Samaria merupakan pecahan kaum Yahudi yang pemimpinnya mengikuti bacaan syaitan tentang takdir bangsa mereka, dan mereka itu adalah bangsa yang membunuh para nabi di antara mereka, sedangkan bangsa Yahudi dipimpin tetap berpegang pada kitabullah dalam ibadah kepada Allah. Perselisihan antara Yahudi dengan Israel telah terjadi sejak jaman dahulu karena perbedaan yang tajam di antara mereka. Sejarah itu tidak berhenti hingga jaman ini. Kaum selain islam yang paling mengenal kesesatan zionisme adalah kaum Yahudi, dan Yahudi yang taat itulah yang dilenyapkan oleh syaitan dari muka bumi. Tipu daya yang besar dilakukan dengan holocaust terhadap kaum Yahudi, maka negara Israel dapat kembali berdiri tanpa rintangan yang besar.

Terdapat dua senjata yang mendukung program mereka untuk mendirikan negara dajjal. Senjata pertama adalah ilmu sihir, dan yang kedua adalah ilmu Harut dan Marut. Senjata pertama merupakan senjata yang diarahkan kepada masyarakat manusia seluruhnya, sedangkan yang kedua merupakan senjata yang ditujukan terutama kepada orang-orang beriman untuk merusak rumah tangga. Ilmu sihir mereka di antaranya adalah menjadikan umat manusia tersihir untuk memandang sepak terjang mereka sebagai konspirasi-konspirasi layaknya halusinasi. Manakala seseorang bisa melihat dengan benar langkah-langkah merusak yang mereka lakukan, orang lain memandang orang yang melihat itu sebagai orang yang mengikuti halusinasi-halusinasi pikiran mereka sendiri, yang layak disandingkan bersama dengan kaum pengikut halusinasi yang mereka buat untuk itu. Banyak langkah-langkah mereka merusak yang dibuat tidak dipersepsi umat manusia dengan benar.

Sangat banyak langkah yang telah mereka lakukan dengan disamarkan melalui sihir, sedangkan langkah mereka itu mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi umat manusia. Sejak kekalahan umat islam yang ditandai kekalahan Turki Utsmani, kehidupan umat manusia banyak bertumpu pada sendi-sendi syaitaniah tanpa disadari bahkan oleh orang-orang islam. Orang islam mengambil jalan kehidupan yang disediakan oleh orang-orang kafir secara sukarela disertai dengan teredamnya keinginan untuk mengetahui sendi kehidupan yang dikehendaki Allah. Umat agama lain dijadikan alat untuk mengacaukan keadaan umat islam karena tidak mempunyai materi resistensi yang memadai. Umat manusia secara umum dijadikan layaknya ternak yang tidak mempunyai tujuan kehidupan yang pasti, hanya dijadikan pekerja bagi mereka.

Secara khusus, syaitan melemahkan kaum yang beriman dengan ilmu Harut dan Marut. Ilmu itu dijadikan senjata secara khusus terhadap orang beriman untuk melakukan perusakan setengah bagian dari agama yang harus terbina dalam diri setiap orang beriman. Tidak semua orang beriman dihantam dengan ilmu Harut dan Marut, tetapi semua orang beriman akan menjadi sasaran syaitan untuk dirusak setengah bagian agama mereka berupa pernikahan mereka. Ilmu Harut dan Marut secara khusus digunakan untuk merusak pernikahan orang-orang yang sangat potensial di antara orang beriman, di antaranya orang yang menjadikan pernikahan sebagai langkah mengikuti millah nabi Ibrahim a.s untuk membentuk bayt yang diijinkan Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Sekiranya pasangan demikian tidak terpisah total karena ilmu tersebut, syaitan akan selalu berusaha agar terjadi kerusakan yang sangat besar pada pernikahan mereka. Tidak terbatas pada pasangan demikian, setiap orang beriman akan diganggu pernikahan mereka hingga tidak dapat membentuk setengah bagian agama yang baik.

Benteng Pertahanan

Sangat banyak hal yang harus dilakukan untuk bertahan dari makar syaitan dalam menyengsarakan umat manusia, baik terkait sihir maupun perusakan terhadap agama. Hal pertama yang akan menjadikan seseorang memahami langkah terbaik untuk memperbaiki keadaan mereka adalah dengan memperbaiki pernikahan.

Tujuan puncak dari pernikahan adalah terbentuknya bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Bayt tersebut menjadi landasan seseorang untuk menuju kedekatan kepada Allah hingga bisa menjadi hamba yang muqarrabun. Bayt tersebut juga berfungsi menjadi landasan seseorang melaksanakan fungsi sosial dirinya sesuai dengan kehendak Allah. Selain tujuan puncak tersebut, ada banyak manfaat dan sasaran lain bagi masing-masing orang dalam setiap tahap langkah mereka. Pernikahan merupakan tahapan yang harus ditempuh seseorang dalam mewujudkan rasa ubudiyah kepada Allah dalam bentuk kehidupan duniawi, yaitu dengan menempatkan diri terhadap orang lain yang ditentukan Allah. Pada dasarnya ia menempatkan diri dalam sebuah mata rantai silsilah. Seorang mukminat menempatkan dirinya pada suatu kedudukan makmum terhadap seorang mukmin yang ditentukan baginya di jalan Allah. Itu merupakan manifestasi duniawi rasa ubudiyah seorang perempuan kepada Allah. Demikian pula seorang mukmin beriktikad untuk memakmurkan kaum yang ditentukan bagi dirinya di jalan Allah berupa isterinya sebagai jalan ibadahnya. Pernikahan menjadi media manifestasi rasa ubudiyah setiap mukmin mukminat sebagai setengah bagian agama mereka.

Kesempurnaan agama seseorang sebenarnya merupakan pengembangan dari pernikahan yang baik. Seseorang mengenal agama dirinya manakala mengenal Allah, dan hal itu dimulai dari mengenal nafs dirinya. Pengenalan diri seseorang mempunyai wujud berupa mengenal kedudukan diri dalam amr jami’ Rasulullah SAW. Ia mengenal amr jami’ untuk ruang dan jamannya, dan ia melaksanakan urusan yang harus dikerjakannya berdasar pengetahuan terhadap amr jami’ tersebut. Bila ia tidak melaksanakan berdasar pengetahuan yang benar atau justru bertentangan, maka ia belum dapat dikatakan mengenal nafsnya. Kadangkala seseorang mengenal amal yang ditentukan bagi dirinya, maka sebenarnya ia baru mengenal kitab untuk jasmaninya, bukan kedudukan nafsnya. Pengenalan terhadap nafs merupakan pengenalan terhadap kedudukan nafs dalam urusan amr jami’ Rasulullah SAW, terutama untuk ruang dan jaman masing-masing. Secara praktis, seringkali seseorang akan menemukan silsilah/rantai orang-orang yang menyambungkan dirinya (washilah) hingga sampai pada amr Rasulullah SAW. Kedudukan demikian akan bisa dikenal oleh seorang laki-laki yang menempatkan dirinya terhadap Rasulullah SAW seperti seorang perempuan ketika mengikatkan dirinya dalam urusan suaminya melalui sebuah pernikahan. Ketika menempuh pernikahan, seorang laki-laki hendaknya juga beriktikad demikian terhadap Rasulullah SAW.

Pernikahan sebenarnya merupakan keping fraktal dari tatanan besar yang ditentukan Allah bagi hamba-Nya. Bila keping fraktal itu rusak, maka rusak pula tatanan besar yang akan tersusun oleh hamba-hamba Allah. Syaitan mempunyai kecerdikan untuk merusak tatanan besar umat manusia dengan merusak tatanan pernikahan. Bayt nabi Ibrahim a.s merupakan tatanan yang dijadikan Allah sebagai tauladan bagi umat manusia untuk memperoleh tatanan diri mereka sesuai kehendak Allah. Semakin baik dan terarah pernikahan seseorang, ia akan semakin mendekati tatanan yang dikehendaki Allah, akan tetapi semakin besar pula upaya syaitan untuk merusakkannya, dan semakin besar kerusakan yang dapat ditimbulkan manakala syaitan berhasil menipunya.

Untuk orang-orang atau pasangan menikah yang mendekati tauladan nabi Ibrahim a.s demikian, syaitan menyediakan ilmu Harut Marut untuk merusak keberpasangan mereka, maka hendaknya mereka berhati-hati terhadap hal itu. Demikian pula umat secara umum harus berhati-hati terhadap ilmu itu. Ilmu demikian tidak hanya diberikan syaitan kepada orang beriman, tetapi setiap orang yang sekiranya dipandang syaitan layak dan perlu untuk diberi. Para mukminat tidak mempunyai ketahanan terhadap ilmu demikian karena berbeda dengan ilmu guna-guna sihir syaitan. Bagi kaum mukminin pun hal itu mempunyai dampak yang berat. Sangat sulit bagi seseorang untuk melangkah pada jalan yang benar manakala terkena ilmu itu. Ia akan menyangka bahwa ia berkeinginan baik dan telah melangkah untuk sesuatu yang tujuannya baik, sedangkan sebenarnya ilmu itu menjadi alat kendali syaitan terhadap orang-orang beriman. Ilmu Harut Marut demikian merupakan fitnah yang besar bagi orang-orang beriman.

Nilai bayt yang dapat terbentuk oleh pasangan menikah akan ditentukan oleh proses yang dilakukan, sejak dari pemilihan jodoh dan juga seluruh proses selama pernikahan. Bila seseorang memilih pasangan sepenuhnya berdasarkan syahwat dan hawa nafsu, akan sulit mencapai tujuan membentuk bayt yang diijinkan untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah di dalamnya. Seringkali pernikahan demikian berumur pendek. Pilihan terbaik untuk mencapai tujuan membentuk bayt demikian adalah menemukan jodoh yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama. Hal demikian hanya akan diperoleh bila seseorang mencari jalan ibadahnya. Hendaknya keinginan demikian diikuti dengan sikap yang sesuai. Seorang perempuan tidak bersikap memandang rendah suaminya atau calon suaminya karena suaminya adalah objek ketaaatan yang dihadirkan baginya sebagai manifestasi dzahir ketaatannya kepada Allah. Demikian pula laki-laki harus belajar untuk membina sifat-sifat dirinya mengikuti asmaul husna dengan pernikahannya. Bila demikian, pernikahan itu akan menjadi media pendidikan untuk membina bayt untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah.

Terbentuknya bayt didahului dengan langkah-langkah kecil yang merupakan langkah menuju Allah. Akhlak seseorang akan menjadi baik, ditandai dengan akal yang dapat memahami kehendak Allah selangkah demi selangkah. Jika akal seseorang berada dalam keadaan tetap bodoh, hal itu menjadi tanda bahwa ia tidak melangkah mengikuti millah dan sunnah uswatun hasanah. Banyak manusia merasa mengikuti sunnah Rasulullah SAW dengan berbuat meniru apa yang beliau lakukan tetapi sebenarnya tidak melangkah sedikitpun. Mereka berbangga dengan apa yang mereka lakukan tanpa mengetahui atau ingin mengetahui tujuan dari sunnah Rasulullah SAW, dan justru berbuat keliru dengan kebanggaan mereka. Akal mereka tidak berkembang dalam memahami kehendak Allah manakala berbuat meniru perbuatan Rasulullah SAW.

Akal, Pernikahan dan Sihir

Berkembangnya setiap akal manusia akan berlawanan dengan sihir syaitan. Syaitan pada dasarnya selalu menggunakan sihir atas diri manusia. Sebagian dari sihir mereka diajarkan kepada manusia untuk merusak umat manusia, dan banyak dari sihir itu digunakan secara langsung kepada manusia yang menjadi objek mereka. Ada orang-orang yang disihir pikirannya untuk mengejar kemakmuran melalui perjudian, sedangkan perjudian itu akan menjadikan mereka bangkrut. Sebagian orang disihir pikirannya untuk memandang gemerlap dunia hingga mencari hutang tanpa kebutuhan yang benar, dan hutang itu menjerat kehidupan mereka. Hampir seluruh manusia disihir untuk memandang indah apa-apa yang ada pada diri mereka masing-masing hingga tidak dapat memahami kehendak Allah dengan benar. Akal mereka terberangus oleh sihir syaitan. Sebagian orang dapat melangkah menuju Allah akan tetapi kemudian disimpangkan dari jalan Allah, dan sebagian orang dibuat takjub dengan kebenaran nisbi yang ada pada kelompok mereka. Hal-hal demikian merupakan sihir syaitan yang membuat manusia tidak berkembang akalnya dalam memahami kehendak Allah.

Selain sihir syaitan secara langsung, syaitan juga mengajarkan sihir kepada manusia untuk menjalankan program-program syaitan yang harus mewujud di alam manusia. Rumah riba, rumah perjudian, rumah perzinaan dan banyak program syaitan lain yang harus dilakukan di tingkatan alam bumi, maka mereka mengajarkan sihir untuk program-program itu kepada manusia-manusia yang menyembah mereka. Dengan sihir yang mereka ajarkan, syaitan mempunyai jalan untuk merusak umat manusia hingga wujud-wujud yang dapat menyentuh manusia, dan mempunyai kekuatan untuk melawan kekuatan duniawi manusia. Program syaitan untuk manusia itu mencapai tingkatan terbentuknya tatanan bernegara, tidak hanya berbentuk sarana-sarana yang mudah dipersepsi manusia sebagai alat merusak. Syaitan berkeinginan untuk memanifestasikan diri mereka sebagai raja bagi umat manusia dalam bentuk Dajjal.

Akal berupa kecerdasan untuk memahami kehendak Allah merupakan lawan dari sihir syaitan. Bila akal dikuasai syaitan, maka seseorang tidak akan memahami kehendak Allah dengan benar. Bila akal lurus, maka sihir syaitan akan terlihat sesuai kekuatan akalnya. Bila tidak dapat mengetahui sihir terhadap dirinya sendiri, seseorang tidak akan dapat mengetahui sihir di luar dirinya. Sebagian orang benar-benar keliru dalam memahami, sebagian besar manusia tidak dapat memahami kehendak Allah, sebagian orang memahami kehendak Allah bercampur dengan tipuan syaitan, dan sebagian orang memahami dengan benar kehendak Allah.

Kebenaran dalam memahami kehendak Allah ditunjukkan dengan kelurusan dalam mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Suatu campuran dari syaitan yang tersembunyi dalam pemahaman terhadap kehendak Allah merupakan hal yang sangat berbahaya bagi umat manusia, maka hendaknya setiap orang berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan akalnya, tidak menggantungkan kebenaran pada makhluk kecuali apa yang diturunkan dengan haq sepenuhnya. Hal itu hanya ada pada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Banyak kebenaran pada makhluk yang lain, tetapi tidak ada jaminan terbebas dari tipuan syaitan. Setiap orang yang mengikuti kebenaran dari makhluk harus berpegang pada kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.

Pernikahan merupakan media yang sangat subur untuk menumbuhkan akal dan menghubungkan pemahaman akal manusia terhadap bumi mereka. Seringkali seseorang mempunyai pemahaman terhadap urusan yang harus dikerjakan, tetapi pemahaman itu tidak dapat terhubung pada kebumiannya. Pernikahan hendaknya dapat membentuk dua media di atas. Seorang laki-laki hendaknya bisa memperoleh pemahaman terhadap kehendak Allah, dan perempuan hendaknya dapat membawakan dunia mereka untuk diolah bersama-sama. Karena mekanisme demikian itu, maka syaitan berusaha memisahkan antara seorang laki-laki dengan isterinya dengan sekuat tenaga mereka, bahkan dengan ilmu yang sebenarnya tidak diberikan kepada mereka.