Pencarian

Kamis, 30 Maret 2023

Faidah Hidayah Allah

Allah menciptakan makhluk dalam bentuk tertentu dan kemudian memberikan hidayah kepada mereka. Demikian pula bagi manusia, Allah memberikan petunjuk kepada mereka bentuk-bentuk hidayah yang paling tinggi di antara semua bentuk hidayah. Hal ini karena manusia diciptakan di suatu tempat terjauh di alam penciptaan untuk kembali kepada kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah, karenanya bentuk hidayah bagi manusia merupakan bentuk hidayah yang paling utama.

Suatu hidayah akan memberikan faidah yang sangat banyak kepada makhluk, yaitu apabila mereka mengikuti hidayah yang diberikan kepada mereka dan tetap mengharapkan Allah untuk memberikan hidayah. Hidayah akan menjadikan seseorang semakin mengenal jalan kembali kepada Allah yang ditentukan bagi dirinya. Suatu hidayah tertentu akan diikuti oleh hidayah yang lain manakala seseorang mengikuti hidayah yang diberikan dan terus mengharapkan hidayah baginya. Orang-orang yang mensikapi suatu hidayah dengan cara demikian itulah yang dikatakan sebagai orang yang tetap mengharapkan hidayah ( اهْتَدَىٰ). Dalam terminologi lain barangkali dapat dikatakan sebagai pencari kebenaran.

Banyak orang beriman meletakkan keyakinan mereka pada sesuatu yang lemah hingga tidak menjadikan mereka sebagai orang-orang yang berharap hidayah. Mereka seringkali meletakkan keyakinan pada perkataan orang lain tanpa dirinya berusaha memperoleh hidayah melalui kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Setiap syaikh yang benar akan selalu menekankan tuntunan agar para murid selalu berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, dan menambah pesan dirinya apabila murid mengetahui sang syaikh berselisih atau bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW maka hendaknya mereka mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW tidak mengikuti sang syaikh. Pesan demikian hendaknya diperhatikan para murid dengan sungguh-sungguh. Keberhasilan seorang syaikh adalah manakala para muridnya berakhlak Alquran mengikuti Rasulullah SAW, bukan menjadi pengikut dirinya kecuali dalam mengikuti Rasulullah SAW. Pesan demikian itu terkait dengan kualitas diri para murid agar mencapai keadaan sebagai orang yang tetap mengharapkan hidayah Allah.

Mengharapkan hidayah kadangkala dilakukan terkait dengan hal-hal yang terjadi dalam keseharian yang tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan ayat dalam kitabullah. Bagi orang-orang tertentu yang telah mengikuti banyak hidayah, mereka dapat mengetahui hidayah hingga urusan terperinci mereka. Sebagian orang mengetahui hidayah bentuk taubatnya dalam kehidupan mereka tetapi belum memperoleh hidayah untuk urusan terperinci. Sebagian orang hanya mengetahui hidayah dalam bentuk pengetahuan dasar tanpa mengetahui bentuk-bentuk taubat dalam kehidupan mereka. Hendaknya mereka membentuk kehidupan mereka sejauh hidayah yang diketahuinya itu agar dapat memperoleh hidayah hingga terperinci. Hal itu dapat dimulai dengan mengikuti orang-orang yang memperoleh hidayah agar terbuka pula hidayah jalan taubatnya hingga masalah terperinci.

Hendaknya diperhatikan bahwa mengikuti orang lain mempunyai tujuan agar dirinya juga memperoleh hidayah. Yang mereka ikuti adalah orang-orang yang menyeru kepada hidayah, bukan pemberi hidayah. Allah-lah yang memberikan hidayah kepada setiap orang. Bila mengikuti orang lain tidak membuat dirinya memperoleh hidayah, ia telah keliru dalam mengikuti orang lain. Hendaknya mereka memperhatikan keadaan dirinya.

Hidayah akan menjadikan seseorang semakin mengenal jalan kembali kepada Allah yang ditentukan bagi dirinya. Ia tidak perlu terlalu takut terjadi kesalahan langkah, tetapi hendaknya takut tersesat, maka hendaknya mereka berpegang teguh pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Suatu kesalahan biasa akan mudah terlihat oleh makhluk, sedangkan kesesatan lebih tersembunyi. Allah Maha Pengampun bagi orang yang memohon ampunan bagi kesalahannya, dan Dia tidak ridha kepada orang yang tersesat.

Hidayah dan kesesatan harus diukur berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak bisa membantah kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan suatu hidayah yang terbuka kepada dirinya. Demikian pula ia tidak boleh berbantah-bantah terhadap orang lain yang menyampaikan bagian dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan berdasar suatu hidayah kepada dirinya. Hidayah yang terbuka kepada seseorang itu bernilai benar bila terdapat hubungan yang benar dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Tanpa hal itu, hidayah itu tidak mempunyai nilai tertentu atau bisa jadi sebenarnya justru merupakan kesesatan yang dihembuskan syaitan kepada dirinya, bukan hidayah dari Allah.

Memperoleh Ketakwaan

Allah akan memberikan kepada para pencari kebenaran tambahan-tambahan petunjuk yang akan memberikan kejelasan kehidupan mereka dengan kejelasan yang semakin bertambah. Tidak dikatakan sebagai pencari kebenaran bila seseorang tidak mengikuti suatu hidayah yang diberikan kepadanya, atau merasa telah mencapai ujung akhir hidayah. Dengan semakin bertambahnya hidayah yang dikaruniakan Allah kepada pencari kebenaran, maka Allah kemudian memberikan ketakwaan bagi mereka. Mencari kebenaran merupakan salah satu faktor kunci dalam membina ketakwaan yang tidak bisa diabaikan. Dengan ketakwaan mereka mengetahui ketetapan jalan kehidupan yang harus mereka jalani. Bila mereka memenuhi jalan itu, mereka akan menjadi orang yang bertakwa.

﴾۷۱﴿وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
Dan orang-orang yang tetap mengharapkan petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberi kepada mereka ketakwaannya. (QS Muhammad : 17)

Sebagian orang bertakwa memahami ketetapan itu pada pokok-pokoknya saja, dan sebagian orang bertakwa memahami ketentuan itu hingga hal-hal yang terperinci. Mereka masing-masing mempunyai kedudukan yang berbeda dalam ketakwaannya, akan tetapi semuanya telah termasuk dalam golongan orang-orang bertakwa. Mereka tidak mengerjakan amal-amal yang diinginkan oleh hawa nafsu mereka, tetapi amal-amal yang ditentukan Allah bagi mereka. Dalam derajat ketakwaan tersebut, seringkali ketetapan amal itu terlihat tanpa mereka pernah membayangkan amal itu sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena Allah-lah yang memberikan ketakwaan mereka, bukan mereka mencari ketetapan itu.

Amal Shalih yang Kekal

Amal demikian merupakan amal shalih. Pelaksanaan amal tersebut kadangkala berjalan naik turun. Manakala keadaan orang bertakwa sedang tidak baik, ketakwaan mereka akan melemah dan mereka sulit untuk beramal shalih secara menerus, akan tetapi potensi untuk melihat kembali amal shalih yang harus mereka kerjakan tidak hilang. Manakala mereka dalam keadaan baik, keinginan mereka untuk beramal shalih akan kuat dan mereka akan mudah mengerjakan amal shalih secara terus menerus. Dalam hal ini, amal-amal shalih yang dapat dilakukan orang-orang demikian secara menerus mempunyai derajat lebih baik dan kedudukan kembali mereka lebih baik daripada orang yang melakukan amal shalih secara tidak menerus.

﴾۶۷﴿وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ مَّرَدًّا
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang tetap mengharapkan petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (QS Maryam : 76)

Orang-orang bertakwa yang demikian merupakan wujud orang-orang yang melaksanakan amal shalih secara terus menerus yang disebut sebagai amal shalih yang kekal ( الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ). Orang yang bertakwa dihitung sebagai orang yang kekal dalam mengerjakan amal-amal shalih karena mereka mengerjakan amal-amal yang ditentukan bagi mereka sesuai dengan kehendak Allah. Amal-amal itu akan bersambung satu dengan yang lain karena Allah memberikan tambahan hidayah jalan ketakwaan mereka. Jalan ketakwaan itu diberikan karena mereka tetap mengharapkan hidayah atas keadaan mereka setiap saat.

Amal shalih yang kekal ( الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ) merupakan keshalihan yang diberikan kepada orang-orang yang keadaan mereka tetap mengharapkan hidayah. Hidayah merupakan kejelasan suatu keadaan atau arahan yang diberikan kepada seseorang agar ia memperoleh pengetahuan tentang jalan untuk kembali kepada Allah dengan benar. Hidayah ini bisa muncul meneruskan hidayah yang sebelumnya sehingga seseorang dapat menempuh langkah lebih dekat kepada Allah, tetapi mungkin pula muncul secara berbeda mengubah cara pandang sebelumnya terutama bila ada keadaan yang salah. Ini dapat tergambar sebagaimana orang kafir yang harus mengubah cara pandang karena hidayah yang baru. Hidayah dengan sifat demikian tidak hanya terjadi pada orang kafir, bahwa seorang beriman pun tidak jarang dituntut mengubah cara pandang yang keliru terhadap kehidupan hingga sesuai dengan kitabullah. Bila mereka tidak mengubah cara pandang mereka itu, mereka akan menempuh jalan kesesatan. Alih-alih menjadi orang yang memperoleh الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ, mereka akan jatuh menjadi orang yang sesat.

Orang bertakwa hendaknya menata diri mereka agar kemampuan untuk beramal shalih secara menerus tumbuh kuat dalam dirinya. Seringkali mereka harus menghadapi tantangan yang besar. Besarnya tantangan yang dihadapi sebenarnya akan mendatangkan hidayah yang besar, maka hendaknya ia tidak menyalahkan keadaan. Kadangkala ia menemukan bahwa amal itu berat untuk dilaksanakan. Beratnya masalah itu kadang terjadi karena ia melakukan suatu kesalahan atau ada amal yang tidak dipenuhi. Ia harus mencari kesalahan diri yang dilakukan yang menjadikan amal itu terasa berat dilakukan. Kadangkala ia harus menghadapi suatu lawan yang sulit. Mengetahui kedudukan lawan dari sudut pandang Alquran akan membantu meringankan perjuangan manakala ia berlawanan dengan sesuatu. Untuk menghadapi semua keadaan yang mungkin terjadi, ada hal mendasar yang perlu diperhatikan karena sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kekuatan beramal shalih, yaitu setengah bagian agamanya. Hendaknya ia memelihara keadaan setengah bagian agamanya.

Ampunan Allah

Allah Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih dan tetap mengharapkan hidayah bagi dirinya. Suatu kesalahan dalam perbuatan sehari-hari merupakan hal yang umum terjadi pada manusia. Hal itu merupakan kelengkapan yang diberikan Allah kepada makhluk berupa manusia. Seandainya manusia menjadi makhluk yang tidak berbuat salah, Allah akan membuat makhluk lain yang berbuat salah dan kemudian memohon ampunan kepada-Nya. Allah berkehendak untuk memperkenalkan asma-Nya berupa asma Maha Pengampun kepada makhluk, dan manusia-lah makhluk yang memiliki potensi mengenal asma tersebut dalam porsi paling besar. Manusia yang paling mengenal asma demikian berwujud manusia yang mudah dan menyukai memberikan ampunan kepada yang lain. Mereka tumbuh dari berbuat kesalahan-kesalahan dan kemudian memohon ampunan Allah.

﴾۲۸﴿وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap mengharapkan hidayah. (QS Thaha : 82)

Dalam mengharapkan ampunan Allah yang sebenarnya, setiap manusia perlu menempuh proses taubat, beriman, beramal shalih dan tetap mengharapkan hidayah. Keseluruhan keadaan tersebut merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Taubat adalah menempuh langkah kembali kepada Allah. Manusia pada dasarnya berada pada alam terjauh dari cahaya Allah, maka hendaknya ia menempuh jalan kembali kepada-Nya. Beriman adalah berpegang pada prinsip-prinsip keimanan yang menuntun manusia untuk memperoleh cahaya-Nya. Amal shalih adalah beramal dengan amal-amal yang sesuai dengan perintah Allah terutama amal yang ditetapkan Allah baginya. Amal shalih akan tumbuh berdasarkan keimanan, dan keimanan akan diperoleh oleh orang-orang yang bertaubat.

Allah benar-benar memberikan ampunan-Nya kepada orang yang berada dalam keadaan di atas, sedangkan ia tetap mengharapkan hidayah Allah bagi dirinya setelah semua hidayah yang mengantarkannya untuk dapat beramal shalih. Mereka tidak merasa sanggup berlepas dari kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak merasa perlu dianggap penting telah sampai pada keadaannya saat itu karena mengetahui telah ada uswatun hasanah, dan merasa takut tidak lagi memperoleh tambahan hidayah setelahnya, atau takut justru memperoleh hidayah yang keliru. Hidayah yang ada padanya sebenarnya penting bagi manusia, akan tetapi orang tersebut tidak merasa perlu dirinya dianggap penting kecuali tentang hidayah yang telah ada padanya. Manakala mengharap tambahan hidayah kepada Allah, ia tidak menganggap penting hidayah yang telah ada padanya, tanpa mensia-siakannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar