Pencarian

Jumat, 17 Maret 2023

Prasangka Buruk dan Akhlak Buruk

Allah menghendaki umat manusia untuk bersatu memakmurkan bumi sebagai umatan wahidah, akan tetapi manusia selalu berselisih di antara mereka. Hanya orang-orang yang membina diri mereka mengenali nafs wahidah yang mengetahui cara menyatukan diri mereka dalam umatan wahidah sebagai bagian dari umat Rasulullah SAW. Tanpa mengenal nafs wahidah dan membina kesatuan nafs wahidah tersebut untuk mengikuti Rasulullah SAW, setiap orang akan terjebak dalam perselisihan-perselisihan.

Ada modal dasar dalam diri yang harus dikelola dengan benar untuk mencapai tujuan di atas. Setiap orang diberi bekal kemampuan untuk berpikir. Setiap orang harus berusaha menyusun pikiran yang benar agar nafs mereka tumbuh berkembang. Berpikir merupakan bayangan di raga dari kecerdasan aql yang terdapat pada nafs mereka. Kedua kecerdasan pada setiap diri tersebut harus dibina untuk dapat memahami ayat-ayat secara solid dan benar. Kemampuan seseorang untuk berpikir berdasarkan fakta yang benar akan membuat nafs mereka mempunyai kemampuan untuk memahami kebenaran, dan sebaliknya bila seseorang menyusun kerangka berpikirnya tanpa landasan fakta yang benar, maka nafs mereka juga akan tumbuh memahami kebenaran secara mengambang.

Kebenaran pikiran seringkali merupakan hal yang berlawanan dengan prasangka. Prasangka merupakan suatu bentuk pikiran yang prematur. Sebagian besar prasangka merupakan dosa, dan hanya sebagian kecil prasangka tidak merupakan dosa. Perbuatan dosa akan merusak persaudaraan di antara orang-orang beriman. Penghinaan kepada orang lain seringkali terjadi karena seseorang tidak menggembalakan prasangkanya untuk menjadi lebih baik. Demikian pula orang mencari kesalahan orang lain dan berghibah karena prasangka. Orang yang berprasangka seringkali memandang diri mereka lebih baik daripada orang-orang yang mereka prasangkai. Seringkali keburukan yang ada dalam pikiran sebenarnya merupakan keburukan sendiri, bukan benar-benar keburukan objeknya, atau setidaknya keburukan sendiri yang bercampur dengan keburukan pada objeknya. Allah memerintahkan manusia untuk menghindari kebanyakan prasangka.

﴾۲۱﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujuraat : 12)

Suatu prasangka seringkali terjadi karena kurangnya pengenalan atau kedekatan seseorang kepada orang lainnya, kemudian mengambil kesimpulan tentang sahabatnya secara tergesa-gesa. Hal ini merupakan dorongan hawa nafsu yang harus dikendalikan. Setiap orang harus dapat memahami sahabatnya dengan benar. Proses pemahaman ini akan sangat dipengaruhi dengan keadaan diri masing-masing orang. Proses berpikir yang benar akan diperoleh oleh orang-orang yang menempuh jalan pensucian diri hingga Allah mensucikan nafs mereka. Menggembalakan prasangka merupakan bagian dari jalan pensucian diri, dan tanpa menggembalakannya maka Allah tidak akan mensucikannya.

Menggembalakan Prasangka

Prasangka buruk yang diperturutkan akan membawa seseorang pada suatu akhlak buruk. Manakala seseorang berprasangka buruk, prasangka buruk tersebut merupakan kesalahan yang mendatangkan kejahatan. Bila ia tidak berusaha memperbaiki prasangka buruknya, prasangka itu akan menjadi kejahatan. Apabila prasangka buruknya itu menjadikan dirinya menghukumi saudaranya dengan keburukan tanpa bisa menerima penjelasan apapun yang terkait, maka ia telah berakhlak buruk dalam bentuk dosa yang tidak terampuni. Akhlak buruk yang tumbuh karena adanya prasangka buruk merupakan dosa yang tidak terampuni.

Rasulullah SAW bersabda :
سوء الخلق ذنب لا يغفر و سوء الظن خطيءة تفوح
"Buruk akhlak itu adalah dosa yang tak terampunkan dan buruk prasangka adalah kesalahan yang mendatangkan kejahatan." (HR Ath-Thabarani)

Prasangka buruk itu terlahir dari sedikitnya atau tidak adanya keinginan memberikan kebaikan bagi saudaranya. Dalam pergaulan, setiap orang hendaknya berusaha melihat kebaikan yang ada pada diri sahabatnya, dan berusaha memberikan apa yang baik bagi sahabatnya. Bila ia menemukan suatu keburukan pada sahabatnya, hendaknya ia berusaha untuk memberikan kebaikan tidak hanya menghukuminya buruk. Bila ia bersikap demikian, ia tidak mudah terjatuh pada prasangka buruk. Barangkali masih ada pikiran buruk karena tindakan buruk sahabatnya, tetapi ia lebih terjaga untuk tidak terjatuh pada akhlak yang buruk.

Tanpa suatu keinginan baik, sangat mudah prasangka buruk itu mendatangkan suatu kejahatan pada seseorang. Prasangka buruk demikian itu pada suatu saat kemudian akan keluar dari lisannya kepada orang lain dan menimbulkan pula prasangka buruk pada orang lain karena sedikitnya atau tidak adanya keinginan baik yang terkandung dari kata-kata lisannya. Prasangka buruk itu kemudian menjadi beban yang semakin besar bagi orang yang diprasangkai, dan menimbulkan suatu kejahatan bagi mereka. Kadangkala prasangka demikian tidak mengandung kebenaran sama sekali sehingga lebih merupakan fitnah daripada suatu prasangka buruk, maka apa yang mereka kira sebuah prasangka itu sebenarnya merupakan fitnah bagi umat, maka kejahatan itu akan besar pula menimpa umat mukminin berupa fitnah.

Bila suatu prasangka buruk menjadikan seseorang yang berprasangka tidak dapat menerima penjelasan yang terkait, maka itu merupakan akhlak buruk yang merupakan dosa tidak terampuni. Sikap tidak dapat menerima penjelasan itu merupakan penanda yang dimunculkan Allah tentang adanya akhlak buruk berupa dosa yang tidak terampuni. Penanda itu mempunyai bentuk serupa dengan akhlaknya, yaitu dosa tidak diampuni ditandai dengan akhlak tidak mempunyai ampunan.

Tidak semua orang yang menolak benarnya penjelasan dari orang lain merupakan penanda adanya dosa demikian ini, karena boleh jadi ada penjelasan yang tidak benar. Orang yang tidak mempunyai keinginan memberikan kebaikan-lah yang mempunyai akhlak buruk karena prasangka, dan hal itu ditandai dengan tidak adanya keinginan menerima penjelasan terhadap persangkaan buruknya. Prasangka buruk seringkali menjadikan seseorang berakhlak buruk, dan sebaliknya akhlak buruk menjadikan seseorang mudah berprasangka buruk.

Dalam prakteknya, seseorang yang berprasangka buruk sangat mudah terjatuh pada akhlak buruk bila tidak menerima penjelasan orang lain terkait prasangkanya. Bila penjelasan tidak benar yang diberikan tidak mendatangkan madlarat, lebih aman bagi seseorang untuk menerima penjelasan itu dan mensikapinya sebagaimana keinginan yang memberikan penjelasan. Barangkali orang itu akan menempuh perbaikan tanpa ingin mengumbar keburukannya, atau tidak ingin tersebar keburukannya. Kadangkala seseorang menilai bahwa langkah perbaikan akan/perlu dilakukan tanpa memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang keburukan yang pernah terjadi, maka keinginan untuk baik itu hendaknya diterima tanpa mengungkit keburukan yang dilakukan. Bila mempunyai kemampuan menegakkan perkataan yang benar, perkataan yang tegak itu akan memperkuat hati untuk berbuat benar. Hanya bila mendatangkan madlarat, maka penjelasan yang salah itu perlu diluruskan. Demikian langkah yang lebih aman bagi seseorang agar tidak terjatuh dalam akhlak buruk karena prasangka buruk yang timbul dalam dirinya.

Banyak bagian dari prasangka buruk merupakan hembusan yang ditiupkan syaitan, dikatakan sebagai “itsm”. Seseorang boleh jadi menyangka bahwa mereka memperoleh petunjuk tentang keadaan sahabatnya, sedangkan yang tumbuh dalam hatinya sebenarnya merupakan prasangka buruk. Hal itu merupakan hasil dari tiupan syaitan, bukan suatu petunjuk. Petunjuk hanya akan diberikan kepada orang yang mempunyai keinginan baik, dan keinginan baik itu seharusnya terukur dalam sikap yang terlahir berupa perbuatan yang baik. Bila suatu keinginan baik melahirkan perbuatan yang buruk terhadap orang lain, boleh jadi keinginan baik itu hanya sebuah ilusi memandang baik keburukan dalam diri.

Petunjuk juga harus bersesuaian dengan keadaan kauniyah, tidak bertentangan dengan realitasnya. Bila suatu petunjuk bertentangan dengan realitas sebenarnya, petunjuk itu boleh jadi hanya sebuah peringatan agar ia menggunakan pikiran dan akalnya dengan benar tidak mengandalkan karunia inderawi yang merupakan titipan. Seringkali hal ini sulit disadari atau terlambat untuk disadari. Bila seseorang kemudian mengetahui ayat dalam kitabullah dan ayat kauniyah bertentangan dengan petunjuk, hendaknya mereka tidak mengikuti petunjuknya dengan membuta. Akan tetapi tidak jarang suatu petunjuk diturunkan untuk menyingkap kebenaran. Kadangkala suatu fenomena dibuat untuk menutupi realitas kauniyah yang sebenarnya, dan kadangkala suatu indera keliru dalam menerima petunjuk, tetapi ayat kitabullah tidak pernah berubah kebenarannya. Karenanya, hendaknya setiap orang mencari kebenaran melalui kitabullah sebagai sarana utama. Memahami ayat dalam kitabullah harus menjadi pedoman utama dalam memberikan kebaikan bagi sahabatnya, dan yang lain mengikuti pemahaman terhadap kitabullah.

Petunjuk yang diturunkan ke dalam hati manusia pada dasarnya berfungsi untuk membuka kandungan kitabullah, mempunyai bobot kebenaran tertentu yang dapat diukur berdasar pemahaman kepada ayat kitabullah dan ayat kauniyah yang menyertainya. Petunjuk itu bersifat ringan bila mendatangkan sedikit kandungan pemahaman terhadap kitabullah dan kauniyah, dan bobot besar bila mendatangkan pemahaman terhadap kitabullah dan ayat kauniyah. Petunjuk yang tidak mendatangkan pemahaman terhadap kitabullah dan kauniyah boleh jadi hanya bersifat menggembirakan harapan hawa nafsu seseorang. Hal ini bukan berarti menafikan manfaat dari petunjuk ke dalam hati manusia, karena boleh jadi pemahaman terhadap kitabullah dan kauniyah datang dalam waktu yang lama setelah datangnya petunjuk ke dalam hati. Setiap petunjuk hendaknya diperhatikan dan dijaga dengan baik disertai dengan menjaga angan dan hawa nafsu tidak melambung.

Kadangkala suatu umat terseret untuk berakhlak buruk manakala seseorang di antara mereka mempunyai akhlak yang buruk karena prasangka buruk. Dalam hal ini, berlaku hukum yang sama, bahwa sikap berprasangka buruk tanpa ampunan terhadap orang beriman merupakan penanda adanya akhlak buruk berupa dosa yang tidak diampuni Allah. Barangkali mereka tidak melakukan suatu dosa yang tidak diampuni sebelumnya, tetapi mengikuti prasangka buruk tanpa ampunan terhadap orang beriman itu sendiri merupakan dosa yang tidak diampuni Allah. Itu merupakan akhlak buruk yang akan menimbulkan kerusakan yang besar di antara orang-orang beriman.

Bila tidak ada keburukan itu pada saudaranya, maka prasangka itu sebenarnya merupakan fitnah. Akan ada beberapa aspek kehidupan yang memunculkan penanda bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui kebenaran dan kebathilan. Apa yang dipandang baik boleh jadi merupakan kebathilan yang merusak, sedangkan apa yang dipandang bathil merupakan kebenaran. Keadaan itu seringkali terjadi hingga mencegah seseorang melakukan amal shalih karena dipandang kebathilan. Kadangkala fitnah demikian menyentuh kunci-kunci keselamatan dari fitnah syaitan. Pernikahan dan perjodohan merupakan kunci utama yang akan mencegah fitnah syaitan, dan hal itu yang paling dirusak oleh syaitan. Orang yang berjihad untuk menegakkan benteng pertahanan tersebut akan dihantam syaitan dengan orang-orang yang berakhlak buruk karena mengikuti prasangka. Bila umat mengikuti akhlak buruk itu, akan sangat berat keadaan mereka manakala fitnah syaitan itu tiba.

Dalam kehidupan di antara umat yang demikian, bahkan upaya seseorang untuk memperbaiki prasangka buruk yang ada dalam dirinya terhadap sahabatnya boleh jadi akan menemukan hambatan yang besar. Ia barangkali menyadari bahwa prasangka itu harus diperbaiki agar terhindar dari beberapa bentuk kejahatan, akan tetapi orang-orang yang lain akan menghalangi dan mengembalikan upayanya memperbaiki prasangka menjadi buruk kembali karena mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan. Ia kemudian tidak dapat menahan kejahatan yang seharusnya bisa diupayakannya.

Bila menemukan keadaan demikian, setiap kesadaran kebenaran yang tumbuh dalam diri seseorang akan mempunyai nilai sangat besar. Setiap satu orang yang menyambut keinginan baik orang lain untuk menghilangkan prasangka buruk akan bernilai sangat berharga. Akan dijumpai banyak kerikil tajam yang dapat menggores luka, baik karena kesalahan sendiri ataupun pihak lain. Kadangkala goresan itu dibuat oleh orang lain yang tidak mengetahui sangkut paut masalah. Hendaknya setiap orang berpegang pesan Rasululullah SAW bahwa prasangka buruk itu adalah kesalahan yang akan mendatangkan kejahatan. Prasangka buruk itu kesalahan, tidak boleh dianggap kebenaran. Kadangkala perbaikan terhadap prasangka dapat dilakukan tanpa perkataan verbal, akan tetapi tidak jarang beberapa perbaikan prasangka itu harus diupayakan dengan membangun kesepahaman melalui percakapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar