Pencarian

Senin, 06 Maret 2023

Beriman Kepada Allah dan Rasul-Nya

Allah menciptakan manusia di bumi, alam yang paling rendah di antara semua alam. Maka hendaknya setiap manusia bertaubat menempuh perjalanan kembali kepada Allah karena sebenarnya mereka diciptakan untuk menempati kedudukan yang paling mulia di antara para makhluk. Setiap manusia tidak diciptakan untuk semata menjadi makhluk bumi, akan tetapi diciptakan untuk dapat memahami penciptaan dari alam yang rendah hingga alam tertinggi secara paling sempurna. Dengan semua keadaan yang diberikan Allah, manusia hendaknya menjadi khalifah Allah di muka bumi dengan bertaubat berjalan kembai kepada Allah.

Allah telah mengutus pemimpin segenap alam untuk dijadikan sebagai panutan kembali kepada Allah. Rasulullah SAW adalah sosok insan yang telah bertaubat kembali kepada Allah hingga mencapai kedudukan yang tertinggi di seluruh alam ciptaan. Beliau SAW dimi’rajkan ke kedudukan tertinggi di alam semesta hingga bertemu dengan wajah Allah yang Dia kehendaki untuk diperkenalkan kepada makhluk secara menyeluruh.

﴾۱۲﴿لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab : 21)

Orang-orang yang mengikuti langkah beliau SAW akan diperkenalkan kepada wajah-Nya secara parsial atau turunan dari wajah yang diperkenalkan kepada Rasulullah SAW. Mungkin seseorang dapat mengenal wajah-Nya tersebut dalam kehidupan dunia, dalam wujud gambaran yang Dia turunkan kepadanya dan dipahaminya, ataupun bertemu wujud wajah-Nya dengan memenuhi keadaan tertentu. Atau boleh jadi mereka mengenal wajah-Nya itu kelak di alam akhirat. Keseluruhan tajalli wajah-Nya yang mungkin Dia perkenalkan dan dipahami makhluk hanyalah wujud yang hendak Dia perkenalkan kepada makhluk, bukan wujud Dia yang sebenarnya. Tidak ada gambaran wajah Allah yang benar bila bukan merupakan bagian dari wajah-Nya yang diperkenalkan kepada Rasulullah SAW.

Allah-lah yang memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk, sedangkan tidak ada kekuatan bagi makhluk untuk berupaya sendiri mengenal-Nya. Apa yang Rasulullah SAW ajarkan tentang Allah dan segala syariat merupakan jalan bagi makhluk agar Allah memperkenalkan diri-Nya. Bila manusia berusaha membuat gambaran tentang Allah secara berlebihan daripada apa yang diajarkan Rasulullah SAW, gambaran itu dapat menjadi berhala yang menyesatkan. Setiap orang harus menyandarkan harapan kepada Allah dan baru kemudian menempuh jalan mengikuti Rasulullah SAW dan tidak membuat gambaran sendiri untuk mengenal Allah.

Mengikuti Rasulullah SAW dengan Iman

Terdapat sebuah prinsip dalam mengikuti Rasulullah SAW kembali kepada Allah berupa keimanan. Keimanan bukanlah sekadar mempercayai sesuatu yang diajarkan atau apa-apa yang diketahui dalam perjalanan menuju Allah. Keimanan adalah menata diri dan semesta diri masing-masing sesuai kehendak Allah berdasarkan prinsip-prinsip keimanan yang digariskan-Nya. Dengan menata diri dan semestanya demikian, seseorang akan memperoleh jalan agar Allah memperkenalkan wajah-Nya

Terdapat beberapa sumber tatanan yang harus dibentuk dalam diri setiap manusia sebagaimana disebutkan dalam rukun iman. Allah menurunkan bagi manusia cahaya-cahaya iman yang menerangi kehidupan, maka orang-orang yang menata diri mereka mengikuti cahaya-cahaya itu merupakan orang beriman. Bila Allah menurunkan cahaya-Nya ke dalam hati seseorang akan tetapi orang tersebut tidak menata diri berdasarkan cahaya itu, maka ia tidak termasuk orang beriman. Sebagian pengikut Rasulullah SAW dikatakan kufur terhadap nikmat Allah karena menempuh jalan yang berbeda dari petunjuk cahaya Allah yang diturunkan ke dalam hatinya. Mereka bergelut dengan cahaya-cahaya iman, akan tetapi tidak menata diri mereka berdasarkan cahaya-cahaya itu.

Keimanan kepada Allah dan Rasulullah SAW menjadi sebuah tanda pengesahan keimanan yang ada pada diri seseorang. Orang yang beriman dengan sebenarnya adalah orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah SAW, dimana mereka melakukan amal yang terlahir dalam tingkatan jasadiah bersama dalam amr Rasulullah SAW.

﴾۲۶﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَّمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَن لِّمَن شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya orang mukmin yang sebenarnya ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu amr jami’, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nuur : 62)

Keimanan demikian mempunyai tanda yang jelas, tidak dapat diaku oleh sembarang orang beriman. Tanda mereka adalah pengenalan terhadap urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka masing-masing berupa amr jami’. Urusan Rasulullah SAW membentang di seluruh alam semesta sepanjang adanya penciptaan dan sebelumnya, dan seseorang dapat mengenal bagian urusan Rasulullah SAW tersebut untuk ruang dan jamannya sebagai bagian amr jami’ bagi dirinya.

Orang yang mengenali amr jami’ tersebut dapat menjadi mukmin yang sebenarnya, yaitu apabila mereka tidak meninggalkan amr jami tersebut tanpa meminta ijin Rasulullah SAW. Orang-orang demikian seringkali berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan, akan tetapi mereka tidak meninggalkan urusan Rasulullah SAW karena keadaan yang sulit kecuali setelah mereka meminta ijin. Banyak orang demikian terlihat dalam kesibukan untuk mencari bagian dari dunia mereka, akan tetapi tidak benar-benar mengambil bagian mereka kecuali untuk sekadar kebutuhan mereka atau bila mereka memperoleh jalan untuk melaksanakan amr jami’ melalui upaya duniawi mereka. Mereka itulah orang beriman yang sebenarnya.

Kesibukan seseorang yang mengenal amr jami’ dalam mengupayakan urusan dunia mereka pada dasarnya adalah suatu dosa. Semakin banyak kesibukan yang mereka lakukan selain urusan amr jami’, semakin banyak dosa yang mereka perbuat. Akan tetapi Rasulullah SAW memintakan ampun bagi orang-orang yang meminta ijin dalam kesibukan mereka selama kesibukan itu diijinkan. Bila kesibukan itu melampaui apa yang diijinkan Rasulullah SAW, maka tidak ada permintaan ampunan Rasulullah SAW bagi mereka.

Menata Diri dalam Jamaah

Keimanan yang sesungguhnya hanya dapat diperoleh seseorang bila ia menata diri dalam keimanan. Amal dalam jamaah berupa amr jami’ merupakan buah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang menata diri dalam keimanan. Bila tidak memperoleh, boleh jadi seseorang belum sampai pada tahapan itu, atau ia keliru dalam melakukan penataan diri mereka. Hendaknya mereka selalu memperhatikan keadaan diri berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Dasar dari amal jamaah adalah penataan diri sendiri dan kesatuan yang terserak dari dirinya, kemudian menuju pada jamaah. Dalam fungsinya, nafs seorang laki-laki dapat diibaratkan sebagai 1 (sebuah) poros yang mempunyai roda-roda gerigi padanya. Al-jamaah dapat diibaratkan dalam kumpulan poros-poros beserta roda-roda gerigi, yang harus bekerja untuk menghasilkan suatu usaha tertentu dengan pola yang diharapkan, sebagaimana jam berputar dengan ajeg atau mesin pabrik bekerja dengan hasil tertentu. Usaha itu hanya dapat terjadi bila rangkaian itu terhubung pada mesin sumber penggerak.

 


Suatu amal shalih terjadi manakala seseorang terhubung kepada Rasulullah SAW melalui washilah yang tepat. Amal shalih akan efektif bila setiap laki-laki menggerakkan orang lain untuk bekerja menghasilkan amal shalih.

Satu poros dengan kelengkapannya adalah ibarat dari sebuah keluarga. Seorang isteri dapat diibaratkan sebagai pengikat syncro layaknya pemilih gigi perseneling yang membuat suatu roda gerigi terikat hubungan dengan porosnya atau terlepas hubungan. Ia bisa menambatkan atau melepaskan roda gerigi tertentu yang dipilih sehingga poros dapat berputar (1) mengikuti gerigi lain yang terhubung kepadanya, atau (2) memutarkan roda gerigi pada poros yang lain. Suatu keluarga dapat mencari washilah yang benar dengan cara mensyukuri hubungan dalam pernikahan, dan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi orang lain dengan mensyukurinya.

Suatu amal shalih harus terlahir berdasar amr jami’ yang terhubung pada urusan Rasulullah SAW. Tanpa suatu hubungan dengan amr jami’, suatu amal yang baik belum tentu termasuk dalam amal shalih. Bila suatu kaum mengikuti amal-amal berdasar amr panutan mereka dan terhubung pada amr jami’, maka mereka dikatakan melakukan amal shalih. Bila suatu kaum berbuat durhaka kepada amr Rasulullah SAW atau para washilah yang haq bagi mereka, mereka tidak dapat dikatakan melakukan amal shalih. Setiap perempuan harus mencari washilah kepada Rasulullah SAW melalui suaminya, tidak mencari jalan washilah yang lain. Bila demikian maka fungsi sebagai keluarga akan terganggu atau rusak, dan mereka berputar dan bergerak secara bathil tidak melahirkan amal shalih yang diharapkan.

Keimanan yang sebenarnya terwujud bila seseorang menempatkan diri pada posisi yang tepat dalam amr jami’ Rasulullah SAW, sehingga ia memperoleh wasilah beliau SAW dan dapat melaksanakan peran dirinya dalam amr jami tersebut. Hal itu dapat diperoleh dengan menata diri dan keluarga. Pernikahan adalah setengah bagian dari agama yang menjadikan seseorang bisa memperoleh kedudukan dalam amr jami’ Rasulullah SAW. Keimanan-keimanan dalam bentuk yang lain merupakan pendahuluan atau komponen yang seharusnya mengantarkan seseorang memperoleh keadaan keimanan yang sebenarnya. Seseorang yang menempatkan dirinya pada tempat yang tepat dalam amr jami Rasulullah SAW inilah yang akan memperoleh kesempatan untuk mengenal wajah Allah bagi dirinya.

Amal shalih yang terlahir dari keimanan yang sebenarnya selalu mempunyai hubungan yang jelas kepada Rasulullah SAW, ditandai dengan kemudahan dalam memahami kehendak Allah yang difirmankan dalam kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Hendaknya setiap orang berusaha menemukan washilah dalam hubungan yang tepat kepada Rasulullah SAW melalui kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, tidak mencari melalui cara sembarang. Banyak amal-amal dapat terlahir dalam suatu jamaah, baik amal-amal palsu yang terlahir karena hawa nafsu, syahwat ataupun syaitan ataupun amal shalih. Tidak semua amal yang terlihat baik merupakan amal shalih dari keimanan yang sebenarnya. Di antara amal-amal palsu, ada yang sifatnya berbahaya karena menipu menuju syaitan.

Seorang syaikh merupakan penghubung bagi para muridnya agar dapat tersambung kepada Rasulullah SAW. Seorang syaikh akan memperkenalkan arah dan pola amr jami’ kepada muridnya setelah proses pensucian diri hingga mereka dapat mengikuti amr itu, yaitu dengan membacakan kitabullah. Seringkali hubungan dengan syaikh merupakan pengantar sebelum benar-benar memperoleh washilah sebenarnya, layaknya seseorang yang menyelesaikan pendidikan kemudian harus menempati posisi pekerjaan bagian dari profesinya. Bagi muridnya perempuan, ia mengarahkan agar menjadi seorang isteri yang melekat pada suaminya. Suaminya adalah washilah bagi seorang perempuan yang membuatnya terhubung kepada Allah melalui baktinya. Sekalipun misalnya bersuami fir’aun, seorang isteri harus dapat bersikap sebagaimana Asiyah r.a. Perempuan bersuami tidak boleh melepaskan diri dari suaminya untuk orang lain, sebaliknya mereka harus mencari celah hubungan washilah yang tepat melalui suaminya.

Semakin banyak orang mengenal amr jami’, semakin mudah bagi seluruh anggota jamaah untuk mengenali amr jami’ bagi masing-masing. Bila demikian maka akan terbentuk suatu tatanan sosial yang membentuk umatan wahidah. Tidak banyak perselisihan terjadi di antara umat manusia sehingga mereka dapat melahirkan amal shalih dengan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar