Pencarian

Senin, 30 Maret 2020

Ta’aruf Menuju Pernikahan


Istri sebagai Bayt


Allah memberikan kepada manusia sebuah ayat yang sangat besar berupa penciptaan manusia berpasangan. Penciptaan manusia secara berpasangan itu akan menjadikan manusia dapat berdiam bersama pasangannya secara tenteram. Seorang laki-laki akan merasa nyaman hidup bersama istrinya dengan penuh rasa cinta kasih. Dalam hal demikian terdapat sebuah ayat yang besar bagi orang-orang yang berfikir. 



وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ [ الروم:21-] 

Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jiwamu sendiri, supaya kamu berdiam kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [Ar Rum:21] 

Keberpasangan yang harmonis di antara laki-laki itu akan membentuk sebuah rumah tangga yang baik. Seorang istri adalah sebuah tempat tinggal bagi jiwa suaminya, sebagaimana rumah menjadi tempat tinggal bagi mereka. Istri dan rumah tinggal merupakan sebuah bayt bagi seorang laki-laki. Dalam ungkapan jawa, istri bersama rumah tinggal itu disebut dalam istilah tersendiri sebagai kedhaton, sebagai padanan dari bahasa arab Bayt. 

Sebuah kedhaton merupakan syarat kesempurnaan seorang laki-laki. Seorang laki-laki tidak akan berkembang mencapai kesempurnaan tanpa sebuah bayt. Tanpa Khadijah r.a, rasulullah SAW tidak akan menjadi nabi. Demikian disabdakan rasulullah dalam sebuah hadits. Dalam Alquran, sebuah bayt merupakan sebuah syarat bagi terwujudnya kehendak Allah melalui seorang laki-laki yang mengenal Allah. Tanpa sebuah bayt, seorang laki-laki tidak akan dapat mewujudkan pengenalan dirinya terhadap cahaya Allah. 



فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ ٣٦ رِجَالٞ لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ ٣٧ [ النّور:36-37] 

di rumah-rumah yang Allah ijinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, (yang) bertasbih bagi-Nya pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36] (yaitu ) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. [An Nur:37] 

Seorang laki-laki harus berjuang untuk mengenal cahaya Allah dengan menjual jiwa dan hartanya kepada Allah, sehingga dapat mengingat Allah, mendirikan shalat dan membayarkan zakat. Dengan perjuangan itu, Allah mungkin berkenan memperkenalkan cahaya-Nya kepada laki-laki itu. Akan tetapi laki-laki itu tidak akan dapat mengajarkan cahaya yang dikenalnya kepada umatnya bila tidak mempunyai sebuah bayt. Di dalam bayt yang telah Allah ijinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya, dan laki-laki itu bertasbih di dalamnya pada waktu pagi dan petang, dengan keseluruhan itulah pengenalan seseorang terhadap cahaya Allah dapat dimanifestasikan. 

Tanpa bayt, pengenalan seorang laki-laki terhadap cahaya Allah tidak akan dapat diperkenalkan kepada umatnya. Seorang istri adalah penghubung seorang laki-laki kepada dunianya. Seorang istri sangat menentukan keberhasilan seorang laki-laki, terutama bila suaminya orang shalih. 

Tatacara Ta’aruf 


Setiap orang beriman diperintahkan untuk mengikuti sunnah dengan melakukan pernikahan. Dengan pernikahan, akan dapat terbentuk bayt bagi seorang laki-laki beriman. Sebelum terjadi pernikahan, para perempuan itu bukan bayt bagi seorang laki-laki. Para perempuan itu mungkin akan menjadi bayt bagi laki-laki yang lain. 

Seorang mukmin dianjurkan untuk melakukan perkenalan dengan wanita yang dikehendakinya untuk membentuk rumah tangga. Alquran surat An-Nuur memberikan pedoman bagi seseorang untuk melakukan pendekatan kepada calon istrinya untuk membentuk sebuah bayt. 



يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27-27] 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sehingga kamu melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27] 

Ayat tersebut dan beberapa ayat berikutnya secara harfiah memberikan ketentuan tatacara berkunjung ke rumah yang bukan milik diri sendiri. Bila dikaitkan dengan konteks surat, ayat tersebut memberikan tuntunan bagi seorang laki-laki beriman untuk melakukan pendekatan kepada wanita yang diinginkan untuk membangun rumah tangga bersama. 

Seorang laki-laki beriman tidak diperbolehkan membentuk ikatan batin dengan seorang perempuan sebagaimana ikatan batin suami istri. Ikatan batin tersebut harus dibangun dalam pernikahan. Sebelum menikah, seorang mukmin harus berusaha dapat melihat arti perempuan itu bagi dirinya, dan terlebih dahulu memberikan salam kepada perempuan itu. Hal itu merupakan cara yang terbaik agar bilamana rumah tangga dapat terbentuk, maka rumah tangga tersebut menjadi bayt yang kondusif untuk berdzikir. 

Ungkapan "melihat" dalam ayat tersebut disebut dalam ungkapan “tasta’nisuu” yang hampir sama artinya dengan ungkapan "melihat"  sebagaimana Musa a.s melihat api di sebuah bukit, yaitu bukit tempat lembah thuwa berada. Hal itu mengajarkan seorang mukmin untuk “melihat” perempuan dalam rangka mencari informasi makna perempuan itu bagi pengenalan dirinya terhadap cahaya Allah. Seorang mukmin harus dapat melihat makna seorang perempuan dalam perspektif agamanya, tidak hanya keinginan hawa nafsu atau syahwat semata. Demikian pula seorang mukminat yang lajang harus mencari arti seorang mukmin yang datang bagi dirinya untuk mewujudkan bayt agar dapat menjadi hamba yang memanifestasikan kehendak Allah. 

Seringkali jiwa seorang mukmin lebih mengenal arti seseorang mukminat bagi dirinya tanpa pengaruh hawa nafsu atau syahwatnya. Demikian pula jiwa seorang mukminat dapat mengenal arti seorang mukmin bagi dirinya. Pengenalan jiwa itu acapkali hadir dalam gambar-gambar yang mempunyai makna tertentu. Kadangkala pengenalan jiwa itu mengantarkan seorang mukmin hingga dapat mengenali jiwa seorang mukminat sebagai bagian jiwa yang diciptakan dari nafs wahidah dirinya, dan demikian pula sebaliknya. Ini sangat penting diperhatikan karena berarti mereka menemukan dirinya sendiri. Meminta petunjuk tentang jodoh merupakan jalan yang sangat baik untuk memperoleh penglihatan tentang pasangannya. Tetapi setiap orang harus berhati-hati karena hawa nafsu pun dapat memberikan informasi dalam bentuk yang sangat serupa dengan jiwa. 

Setelah mengenali arti calon pasangannya, maka seseorang hendaknya melakukan pendekatan kepada calon pasangannya dengan salam. Ini adalah cara paling baik untuk mendapatkan pasangan untuk membentuk bayt, atau rumah tangga, di mana bayt ini menjadi tempat yang sangat mendukung untuk berdzikir. 

Akan tetapi seorang mukmin tidak selalu akan mendapatkan sambutan yang baik dari mukminat yang diinginkan. Boleh jadi mukminat tersebut tidak mempunyai pengetahuan yang sama tentang arti mukmin tersebut bagi dirinya. Atau bahkan boleh jadi mukminat tersebut tidak mau menerima niat mukmin yang datang kepada dirinya. 

Apabila mukminat tersebut tidak mempunyai pendapat yang sama dalam hubungan mereka, maka seorang laki-laki hendaknya bersabar terhadap pendirian mukminat tersebut. Mukmin tersebut hendaknya tidak memaksakan keinginannya untuk membangun bayt bersamanya. Bila kemudian mukminat tersebut memberi ijinnya untuk saling lebih mengenal, maka barulah mukmin tersebut memulai usahanya untuk memperkenalkan diri kepada mukminat tersebut. 

Demikian pula bila mukminat tersebut menolak keinginannya, hendaknya mukmin tersebut bersegera meninggalkan keinginannya membangun bayt bersama mukminat tersebut. Bila dirinya merasa sangat membutuhkan istri, maka hendaknya dirinya mengalihkan pandangannya kepada mukminat yang lain. Bila keinginannya terhadap mukminat tersebut adalah semata hanya terhadap mukminat itu saja, sementara dirinya tidak menginginkan mukminat yang lain, hendaknya dihilangkan fikirannya terhadap mukminat yang diinginkan. 

Hal-hal demikian merupakan jalan yang lebih bersih bagi seorang mukmin. Keinginan dan fikiran terhadap seorang mukminat yang diinginkan boleh jadi merupakan kotoran bagi jiwa seorang mukmin, terutama bila jalan untuk membangun bayt bersama tidak dapat terwujud. Dengan mengikuti apa yang ditentukan dalam alquran, maka apa yang dilakukan merupakan jalan yang lebih bersih bagi jiwanya. Allah maha mengetahui apa yang dilakukan seseorang. Bila berjodoh, Allah pasti akan mempertemukan mereka dalam rumah tangga dalam cara yang dikehendaki-Nya. 



فَإِن لَّمۡ تَجِدُواْ فِيهَآ أَحَدٗا فَلَا تَدۡخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤۡذَنَ لَكُمۡۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ٱرۡجِعُواْ فَٱرۡجِعُواْۖ هُوَ أَزۡكَىٰ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٢٨ [ النّور:28-28] 

Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [An Nur:28] 

Dalam ta’aruf, seringkali muncul fitnah diakibatkan perbedaan dua pihak. Hal ini harus diminimalisir oleh kedua pihak dengan berpegang pada tuntunan agama dalam melaksanakan ta’aruf. Masing-masing pihak harus berusaha menghindarkan hawa nafsu dan membuka hati untuk hal yang terbaik. 

Seorang mukminat harus berusaha benar-benar memperhatikan keadaan diriny sendiri dan keadaan laki-laki yang datang kepada dirinya. Mukminat harus menghindarkan membuat keputusan berdasarkan hawa nafsu sehingga merugikan salah satu pihak, baik merugikan diri sendiri ataupun merugikan mukmin yang berkeinginan terhadap dirinya. Menerima ataupun menolak seorang laki-laki dapat merugikan diri seorang mukminat bila mukminat itu terdorong oleh hawa nafsu. 

Mukminat hanya dapat membangun rumah tangga dengan seorang laki-laki dalam satu waktu. Boleh jadi banyak laki-laki yang datang berkeinginan untuk melakukan ta’aruf dengan dirinya. Mukminat harus memilih sesuai dengan tuntunan Alquran. Pernikahan adalah untuk membangun bayt bersama pasangan jiwanya, agar mereka menjadi hamba-hamba yang memanifestasikan kehendak Allah bagi makhluk. Itu adalah kebahagiaan yang akan abadi hingga akhirat kelak. Bilamana dirinya mengenal nafs wahidah asal-usul jiwanya, maka itulah pasangan yang paling sesuai untuk dirinya. 

Bila seorang mukminat memiliki pilihan sendiri dengan pertimbangann terbaiknya, tidak ada salahnya bila dirinya menyampaikan dan meminta bantuan kepada walinya atau orang lain untuk mendapatkan suami yang diinginkannya. Alquran memberikan kesempatan itu, namun barangkali akan ada fitnah bila pilihannya tidak berdasarkan ketakwaan. Dirinya berhak untuk memilih calon suaminya selama dirinya belum terikat dalam pernikahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar