Pencarian

Senin, 06 Mei 2024

Perwalian Orang-Orang Beriman

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah.

Salah satu perintah Allah kepada manusia adalah membentuk hubungan kepada Rasulullah SAW dan jalinan antar manusia. Allah sebenarnya telah memberikan perintah kepada masing-masing manusia untuk membentuk suatu hubungan tertentu dengan orang lain. Bentuk hubungan itu utamanya adalah hubungan washilah, berupa jalinan urusan yang harus ditunaikan oleh setiap manusia yang berfungsi mengalirkan khazanah dari sisi Allah hingga terwujud di alam bumi.

﴾۵۵﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
﴾۶۵﴿وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
(55)Sesungguhnya wali-wali kalian adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).(56)Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi walinya, maka sesungguhnya golongan Allah itulah yang pasti menang. (QS Al-Maidah : 55-56)

Setiap orang beriman hendaknya berusaha menjadikan Allah dan rasul-Nya sebagai wali, dan juga orang-orang beriman sebagai wali. Dalam terminologi modern, hal ini dikenal sebagai prinsip al-wala’ (االولى), yang sering diterjemahkan sebagai “loyalitas”. Terminologi ini hendaknya dipahami sesuai karakteristik bahasa Arab tidak terbatasi oleh terjemahan. Al-walaa (االولى) menunjukkan makna menolong, mengikuti dan mendekat kepada sesuatu dengan kecintaan. Seorang wali bagi umat manusia menunjuk kepada seseorang yang layak untuk dijadikan panutan untuk diikuti dan didekati oleh masyarakat berdasarkan kecintaan karena ada padanya sesuatu yang layak untuk dijadikan landasan kebersamaan. Seorang wali Allah menunjuk pada seseorang yang telah dipandang Allah layak untuk mengemban amanat berupa urusan dari sisi-Nya, hingga orang lain dapat menemukan urusan Allah bagi masing-masing melalui para wali itu.

Hubungan yang seharusnya terbentuk pada orang-orang beriman adalah hubungan kewalian. Hubungan kewalian di antara orang beriman menunjuk pada penyatuan urusan setiap orang beriman terhadap urusan Allah, dan dengan penyatuan itu maka setiap orang beriman memperoleh jalan untuk mendekat kepada Allah. Setiap orang beriman hendaknya memperoleh kesertaan dirinya masing-masing dalam urusan dari sisi Allah, dan dengan kesertaan itu maka ia memperoleh sarana untuk dekat kepada Allah. Kewalian kepada Allah dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah SAW dan orang-orang beriman lain. Kesertaan dan kedekatan seseorang kepada Allah merupakan sasaran utama dari kewalian (الولى).

Dari sudut pandang tertentu, kewalian mempunyai sifat turunan dari perkawinan. Suatu perkawinan merupakan perjanjian antara seorang laki-laki dengan isterinya yang akan mendatangkan keadaan-keadaan (kauniyah) tertentu dari sisi Allah bagi keduanya. Perkawinan merupakan media bagi manusia mewujudkan kaun(iyah) tertentu. Manakala terbentuk hubungan yang baik di antara suami dan isteri, pasangan itu akan memperoleh sarana membentuk suatu hubungan kewalian terhadap orang-orang beriman yang lain hingga terbentuk suatu keadaan (kauniyah) tertentu pada umat manusia sesuai dengan kauniyah yang seharusnya terbentuk pada pasangan itu. Manakala hubungan perkawinan dirusak, atau hubungan kewalian terputus, seseorang tidak akan dapat membentuk keadaan (kauniyah) tertentu yang merupakan amanah Allah bagi mereka. Demikian kewalian itu mempunyai sifat turunan dari perkawinan.

Setiap orang dituntut untuk berkomitmen secara jelas dalam urusan perwalian. Demikian pula langkah yang ditempuh hendaknya benar mengarah pada perwalian yang benar, tidak justru menimbulkan masalah perselisihan dan perpecahan. Masing-masing pihak harus mengusahakan terbentuknya suatu sinergi. Misalnya suatu komitmen pernikahan tidak boleh dilakukan dengan menyertakan persyaratan yang sulit dipenuhi atau mendatangkan kerusakan pada satu pihak. Hal demikian tidak menunjukkan sikap sungguh-sungguh dalam berkomitmen. Bila bertindak merusak, mungkin pernikahan demikian justru akan menimbulkan kerusakan yang besar. Setiap pihak harus mengusahakan yang terbaik bagi komitmen mereka.

Lawan kata dari kewalian (الولى) adalah permusuhan (العدو ). Musuh menunjuk pada pihak-pihak yang akan merusak atau menimbulkan perpecah-belahan kehidupan di masyarakat. Syaitan merupakan musuh bagi manusia, karena syaitan berkeinginan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah sehingga manusia tidak memperoleh jalan untuk mengikuti dan mendekat kepada Allah. Setiap orang yang mengikuti langkah-langkah syaitan sebenarnya menjadi musuh yang akan memecah belah manusia dari mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW, dan mereka tidak mendekat kepada Allah. Orang yang tersesat mungkin beramal dengan sesuatu yang dipandang baik, akan tetapi ia mengambil bagian dari urusan syaitan dan jalannya justru menjauh dari Allah.

Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk menyatu pada sesuatu, tetapi hanya satu kewalian yang akan menyatukan manusia pada sesuatu yang abadi. Manusia dapat mengambil perwalian tidak hanya kepada Allah, melalui Rasulullah SAW dan orang-orang beriman saja, tetapi perwalian demikian itu akan mudah terpecah-belah manakala tidak menjadi cabang dari penyatuan pada kehendak Allah. Pada suatu wilayah tertentu, suatu kaum mungkin merasa perlu membentuk suku-suku dan bangsa yang menyatukan diri mereka untuk urusan mereka. Demikian setiap manusia pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk menyatukan diri.

Orang beriman hendaknya benar-benar berusaha mengarahkan perwalian kepada Allah, mengikuti Rasulullah SAW melalui para wali Allah dan orang-orang beriman lain dalam kriteria tertentu. Umat manusia hendaknya mengikuti bentuk persatuan yang terbina di antara orang-orang beriman. Manakala orang-orang beriman tidak membentuk persatuan yang benar, suatu bangsa akan tertimpa kesulitan karena musuh mereka akan menguasai umat manusia. Bukan tidak mungkin suatu bangsa menderita karena sikap orang-orang beriman di antara mereka. Bila orang-orang beriman justru memutuskan hubungan-hubungan yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan, mereka akan mendatangkan penderitaan bagi umat mereka. Setiap orang beriman hendaknya membentuk suatu hubungan di antara mereka berdasarkan tuntunan Allah.

Kesatuan yang rumit dapat terjadi manakala persatuan yang terbentuk merupakan cabang dari penyatuan terhadap kehendak Allah, dan sebaliknya mudah terpecah-belah manakala kaum itu tidak memahami bahwa mereka harus membentuk persatuan yang merupakan cabang dari penyatuan terhadap kehendak Allah. Musuh akan berusaha mengurai kesatuan mereka itu dengan membuat mereka melupakan asas persatuan berdasar pada penyatuan pada kehendak Allah. Sedikit demi sedikit persatuan itu dapat terurai manakala persatuan mereka terlepas dari cabang penyatuan terhadap kehendak Allah. Setiap orang hendaknya berusaha untuk mendekatkan persatuan yang terbangun di antara mereka terhadap kehendak Allah, tidak membiarkan persatuan mereka berjalan tanpa arah hingga musuh dapat memporak-porandakan mereka.

Qalb Untuk Memahami Kehendak Allah

Menuju perwalian Allah harus dilakukan dengan memperhatikan orang beriman lainnya dengan tujuan menyatukan diri pada kehendak Allah. Perwalian demikian mempunyai indikator berupa keselarasan langkah dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Orang-orang beriman tidak boleh mengambil suatu perwalian di antara mereka tanpa memperhatikan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Wali-wali bagi orang beriman adalah Allah, Rasulullah SAW dan orang-orang beriman yang lain. Kewalian demikian merupakan kesatuan kewalian dalam kebersamaan dan kedekatan. Urusan yang seharusnya dikerjakan oleh orang-orang beriman untuk memperoleh kewalian Allah pada dasarnya berasal dari satu sumber yaitu urusan dari sisi Allah yang mengalir melalui Rasulullah SAW dan para wali Allah. Bila tidak berasal dari satu sumber, manusia tidak akan menemukan kewalian Allah.

Setiap orang harus memperhatikan langkahnya. Banyak jenis orang-orang beriman. Ada orang-orang beriman mengetahui kebenaran hingga mencapai kriteria tertentu hingga boleh dijadikan wali bagi urusan umat. Ada orang beriman yang mengenal amanah dirinya akan tetapi tidak dikenali kaum mukminin. Ada orang-orang beriman yang mempunyai keyakinan salah dan merasa telah dijadikan sebagai orang terbaik dan mempunyai banyak pengikut. Sangat banyak keadaan yang terjadi pada orang-orang beriman tidak terbatas dari jenis yang disebutkan. Dengan keadaan itu, mengambil perwalian bukan hal yang sederhana. Perwalian yang benar di antara orang beriman hanya boleh dilakukan dengan mengikuti dengan memperkuat akal dalam berpegang pada tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak boleh mensia-siakan akal yang menyebabkan menyimpang dari keduanya.

Mengikuti dan mendekat kepada Allah itu dapat dilakukan dengan mengikuti dan mendekat kepada orang-orang beriman lain dalam kriteria tertentu, para wali Allah, dan kepada Rasulullah SAW. Seseorang hendaknya menghindari berkeras kepala terhadap orang-orang beriman lainnya, karena boleh jadi kebenaran yang mendekatkan diri kepada Allah terdapat pada orang-orang beriman yang ada di antara mereka. Seseorang kadang mengungkapkan perkataan untuk jangan percaya kepada selain Allah dengan candaan. Bersikeras hanya percaya kepada kitabullah dan rasul-Nya sebagai sumber kebenaran merupakan sikap yang tidak tepat. Kebenaran bisa muncul dari alam kauni. Berkeras kepala terhadap firman Allah dan sunnah Rasulullah SAW sama sekali tanpa memperhatikan atau mempertimbangkan kebenaran dari mukmin yang lain menunjukkan kesalahan sikap seseorang dalam mendekat kepada Allah. Orang-orang beriman, para wali Allah, Rasulullah SAW merupakan perwalian yang diturunkan Allah bagi setiap orang sehingga seseorang bisa melihat jalan Allah dengan lebih mudah.

Perbuatan tidak mau memikirkan atau mempertimbangkan kebenaran dari orang lain tergolong pada perbuatan tidak menggunakan akal. Boleh jadi orang-orang demikian adalah orang orang kafir, atau boleh jadi berasal dari kalangan orang-orang yang mempunyai mata hati, pendengaran hati atau qalb, tetapi mereka tidak mau menggunakan perangkat-perangkat itu untuk memahami kehendak Allah. Mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka sendiri atau hanya bertaklid kepada orang lain tanpa menggunakan akal untuk memahami kehendak Allah. Orang yang tidak menggunakan perangkat bathiniah mereka dengan benar akan tersesat dengan kesesatan yang lebih jauh daripada orang-orang yang hanya memikirkan masalah duniawi saja.

Perwalian di antara orang beriman harus benar-benar memperhatikan tujuan utama berupa perwalian kepada Allah, tidak terputus pada perwalian kepada orang lain. Perwalian terhadap orang beriman lain hendaknya bertujuan untuk memperoleh perwalian kepada Allah. Sebagian orang beriman tidak tepat dalam bersikap mengambil perwalian, tanpa disertai sikap yang cukup dalam memperhatikan tuntunan Allah. Dalam beberapa kasus, keadaan demikian menjadi celah bagi syaitan untuk memecah-belah manusia dari jalan Allah. Manakala seseorang yang dijadikan wali bertindak bertentangan dengan tuntunan Allah dan sunnah Rasulullah SAW, orang beriman hendaknya meninggalkan perbuatan itu. Manakala ia mampu, ia boleh melakukan amar ma’ruf nahy munkar, atau apabila ia lemah maka hendaknya ia tidak mengikuti perbuatan itu. Apabila seseorang tidak berusaha memahami dengan benar, suatu bentuk perwalian di antara orang beriman bisa berubah bentuknya justru menjadi pintu syaitan untuk merusak umat manusia.

Membina Perwalian Dengan Benar

Perwalian paling tinggi antara seseorang kepada Allah berbentuk mitsaqan ghalidza, yaitu perjanjian antara Allah dengan rasul-Nya. Perwalian dalam bentuk mitsaqan ghalidza demikian mempunyai bentuk salinan berupa mitsaqan ghalidza berupa ikatan perjanjian pernikahan. Pengabdian seorang hamba kepada Allah hendaknya dilakukan sebagaimana tuntunan Allah dalam bakti seorang isteri kepada suaminya, dan memperhatikan umat sebagaimana perhatian seorang suami kepada isterinya. Perwalian di antara manusia hendaknya menjadi cabang yang tumbuh dari hal demikian. Tidak ada bentuk perwalian lain yang bisa mencapai intensitas yang demikian, tetapi setiap orang harus berusaha tumbuh dalam warna perwalian yang serupa, tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam mitsaqan ghalidza.

Perwalian di antara orang-orang beriman dapat dilakukan pada setiap tingkatan. Perwalian dalam bentuk mitsaqan ghalidza merupakan bentuk perwalian paling utama yang seharusnya ditempuh setiap orang beriman. Tidak terbatas pada tingkatan mitsaqan ghalidza, orang-orang beriman boleh membentuk perwalian pada setiap tingkatan dengan memperhatikan prinsip perwalian yaitu mengikuti dan mendekat kepada Allah, tidak mengikuti syaitan. Pada tataran bermasyarakat misalnya, setiap orang beriman hendaknya berusaha membina bentuk-bentuk perwalian sesuai dengan urusan yang mereka kerjakan. Apabila orang beriman tidak memperhatikan ketentuan dalam tuntunan Allah, maka mereka tidak mengikuti dan mendekat kepada Allah. Sifat perwalian demikian barangkali hanya seperti perwalian orang biasa atau justru sesat. Perwalian yang dibolehkan terhadap orang biasa untuk memenuhi kebutuhan umat kadangkala lebih baik dilakukan daripada perwalian yang sesat.

Perwalian hendaknya dilakukan untuk menyatukan umat pada kehendak Allah, tidak tercampur dengan langkah syaitan. Apabila langkah syaitan tercampur di dalamnya, maka perwalian itu akan rusak dan justru umat akan tercerai-berai tidak menyatu mengikuti kehendak Allah. Segala urusan yang bertentangan dengan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW merupakan langkah syaitan. Manakala seseorang mentaati urusan yang bertentangan dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, ia telah mengikuti langkah syaitan.

Barangkali mudah bagi orang beriman mengenali urusan yang jelas bertentangan dengan kehendak Allah, akan tetapi syaitan sering memasuki melalui urusan yang syubhat. Dalam peristiwa demikian, akal setiap orang dalam memahami ayat kauniyah dan kitabullah sangat penting. Bila tidak menggunakan akal, seseorang akan sulit mengenali kebenaran urusan yang dikerjakan, dan bahkan kadangkala tetap mengikuti langkah syaitan yang jelas bertentangan dengan kitabullah hingga menentang kebenaran yang disampaikan dan memperjuangkan kebathilan yang diselipkan syaitan. Dalam prakteknya, syaitan lebih menyukai tipuan terhadap orang beriman menggunakan yang syubhat daripada yang haram, berbeda dengan terhadap orang biasa.

Tindakan dari seorang wali dalam suatu perwalian tidak boleh diikuti manakala bertentangan dengan tuntunan Allah, menjadikan manusia berpecah belah dan menjauh dari kehendak Allah. Kadangkala suatu perwalian menjadikan suatu kaum bertaklid terhadap orang yang dijadikan mereka wali, hingga kaum tersebut justru menjadi kaum yang memecah belah umat islam. Adapula pula kemungkinan di kalangan para wali melakukan kesalahan hingga justru memunculkan perselisihan di antara para pengikutnya, menimbulkan perselisihan di antara manusia, atau justru menimbulkan kerusakan pada masalah mitsaqan ghalidza. Manakala suatu tindakan demikian terlihat oleh seseorang dari orang-orang yang mereka jadikan wali, maka hendaknya mereka tidak mengikuti tindakan para wali itu. Bila ia mengikuti tindakan itu, ia akan ikut menyebabkan kerusakan di bumi. Menyimpangkan arah perwalian menjadi terpecah belah tidak mengikuti dan mendekat kepada Allah bukan bagian perwalian kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar