Pencarian

Rabu, 05 April 2023

Membentuk Akhlak Alquran

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Beliau SAW menempuh perjalanan dari alam dunia hingga mencapai ufuk yang tertinggi di alam semesta di hadirat-Nya, karena itu beliau menjadi tauladan yang tertinggi bagi seluruh makhluk dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.

Akhlak al-karimah tertinggi akan diperoleh seseorang apabila ia membentuk akhlak al-quran dalam dirinya. Ia dapat mensikapi seluruh peristiwa yang terjadi di alam kauniyah sejalan dengan kitabullah Alquran. Akhlak alquran yang paling sempurna adalah Rasulullah SAW. Akhlak mulia yang lain berada pada tingkatan yang berbeda dengan seseorang yang berakhlak alquran, dan setiap orang yang mengikuti Alquran akan terbentuk akhlak mulia dalam dirinya. 

Rasulullah SAW diperintahkan untuk membacakan apa yang diwahyukan kepada beliau berupa Alquran kepada umat manusia, di antaranya agar manusia membentuk akhlaknya selaras dengan Alquran.

﴾۷۲﴿وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَن تَجِدَ مِن دُونِهِ مُلْتَحَدًا
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu dari kitab Tuhanmu (Al Quran) tidak ada (seorangpun) yang mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya. (QS Al-Kahfi : 27)

Kalimat Allah pada ayat di atas menunjukkan pada tumbuhnya akhlak Alquran pada diri seorang hamba hingga mencapai kematangan untuk memberikan buahnya. 

Pada dasarnya ayat Alquran hanya dapat disentuh oleh seseorang yang disucikan Allah. Sekalipun firman Allah dalam Alquran berupa kata-kata yang dapat dipahami oleh pikiran manusia, sebenarnya lebih banyak kandungan Alquran yang tidak akan dapat tersentuh oleh pikiran manusia saja. Kandungan itu hanya disentuh oleh orang-orang yang disucikan. Kebanyakan makhluk hanya mempunyai kemampuan untuk memahami makna dzahir yang tersurat dalam Alquran sedangkan makna yang berada pada tingkatan yang lebih tinggi tidak banyak tersentuh kecuali oleh orang-orang yang disucikan Allah. Keseluruhan kandungan Alquran itu membentuk satu kesatuan yang akan memperkenalkan makhluk terhadap keagungan Allah.

Di antara orang-orang yang hatinya disucikan Allah, ada yang diberi tugas untuk meneruskan tugas para rasul membacakan kitabullah kepada umat manusia. Mereka adalah para syaikh yang membacakan ayat-ayat Allah kepada para muridnya, mensucikan nafs mereka dan mengajarkan kitabullah dan hikmah. Mengikuti pembacaan seorang syaikh akan sangat membantu seseorang memulai upaya memahami Alquran. Hal ini hanya dapat dilakukan bila seseorang mengikuti pula pensucian nafs. Para syaikh itu hanya mengajarkan ayat-ayat Allah dan kitabullah di atas landasan tazkiyatun-nafs. Mereka tidak mengajarkan kata-kata mutiara kepada setiap orang, tetapi hanya mengajarkan ayat-ayat Allah dan kitabullah kepada orang-orang yang menempuh langkah pensucian nafs.

Para syaikh demikian itulah yang merupakan penerus para rasul. Ayat-ayat kauniyah dikaji di atas landasan kitabullah dan disampaikan kepada para murid yang menempuh pensucian nafs mereka. Manakala para murid belum memperoleh landasan yang mencukupi, para syaikh itu hanya mengajarkan landasan pensucian nafs mereka saja tanpa menyentuh ayat kauniyah, hingga muridnya memahami landasan pensucian jiwa itu dengan kokoh sesuai firman Allah. Bila firman Allah yang menjadi landasan itu telah dipahami secara mencukupi oleh muridnya, maka sang syaikh akan mengajarkan pembacaan ayat kauniyah selaras dengan ayat kitabullah, yang dilakukan secara integral. Pada pokoknya, syaikh akan mengajarkan hingga murid dapat mengenal kauniyahnya terhubung dengan kitabullah, selanjutnya muridnya yang mencari bagian dirinya dalam kitabullah. Bila syaikh menyimpan pengajaran demikian karena ke(tidak)siapan murid, itu tidak menyalahi amanat Allah yang diberikan kepada syaikh itu. Biasanya sang syaikh tetap akan menyimpan dan mewariskan pembacaan ayat-ayat Allah, walaupun mungkin belum sempat mengajarkannya kepada seorangpun dari muridnya.

Setiap orang harus terus berusaha menemukan bagian Alquran yang diperuntukkan bagi dirinya tidak hanya berhenti pada dasar-dasar yang diajarkan syaikh. Syaikh akan memberikan ilmu dimulai dari dasar-dasar pengetahuan yang harus difahami murid. Kadangkala seorang murid berjalan terlalu perlahan hingga sang syaikh tidak mempunyai kesempatan untuk mengajarkan pembacaan ayat Allah dan ayat kitabullah yang menjadi landasan amanah bagi sang murid, maka hendaknya murid terus menempuh pensucian jiwa dan mencari pembacaan ayat Allah dan kitabullah melalui penerus yang ditunjukkan oleh syaikh terdahulu. Bilamana tidak sempat memperoleh pengajaran ayat Allah dan kitabullah dari syaikh, seorang murid dapat mencari bagian dirinya berupa pengajaran ayat Allah dan ayat kitabullah melalui warisan yang ditinggalkan sang syaikh. Warisan yang belum diajarkan sang syaikh merupakan bagian dari amanat syaikh yang harus disampaikan kepada murid. Manakala murid tidak berpegang pada ayat yang diajarkan syaikh, seringkali ia tidak dapat menemukan bagian Alquran bagi dirinya, atau boleh jadi pemahaman yang seharusnya terbangun sebagai landasan ketakwaan dirinya menjadi berantakan.

Amanat yang harus ditunaikan seorang syaikh adalah murid mencapai pengenalan terhadap dirinya sendiri (ma’rifatu an-nafs). Itu adalah ketetapan Allah bagi setiap manusia sejak sebelum kelahirannya di bumi. Manakala seseorang bersungguh-sungguh memperhatikan ayat Allah yang diperuntukkan bagi dirinya dan menumbuhkan nafs mereka berdasarkan ayat itu, mereka akan tumbuh sebagai seseorang yang mengenal jati dirinya, yaitu sebagai kalimah Allah. Ia menumbuhkan firman Allah dalam dirinya hingga ia menjadi kalimah Allah yang memberitakan asma Allah kepada makhluk yang lain.

Tidak ada seseorang yang dapat mengubah ketetapan itu. Demikian pula sang syaikh tidak dapat mengubah ketetapan itu melalui pengajaran yang dilakukannya. Ayat di atas menekankan perhatian pada fungsi ini. Sang syaikh bertugas membina perkembangan akal para murid hingga mereka mengenal nafs mereka masing-masing dengan memberikan pembacaan ayat kauniyah dan ayat kitabullah yang sesuai bagi muridnya. Bila sang syaikh tidak memberikan pembacaan ayat yang tepat, ketetapan itu tidak berubah akan tetapi murid akan cenderung terlihat bebal karena mengikuti kecenderungan nafs-nya sendiri, maka hendaknya para syaikh memperhatikan kecenderungan itu tanpa melupakan tugas menjaga para murid dari mengikuti sepenuhnya hawa nafsu mereka.

Kebebalan seorang atau para murid kadang-kadang bukan timbul dari tidak memperhatikan kebenaran yang disampaikan syaikh, tetapi karena murid mempunyai kecenderungan tersendiri terhadap nafs-nya. Kadang seorang murid kelak harus terhubung kepada washilah melalui jalur tertentu yang lain sehingga tidak bisa dekat sepenuhnya dengan syaikh dibandingkan dengan murid yang lain, tetapi bukan berarti ia tidak berusaha mengikuti ajaran syaikh. Tidak ada yang bisa mengubah ketetapan kalimat Allah yang harus dilaksanakan oleh para murid.

Bersujud dengan Kalimat Allah

Sujudnya seorang hamba sangat terkait dengan pelaksanaan kitabullah Alquran yang menjadi amanat bagi setiap diri seseorang. Bila seseorang mentaati Allah dengan melaksanakan bagian diri yang dikenalnya dari Alquran, maka itu merupakan sujud terbaiknya. Manakala ia bersujud, ia mempunyai pengetahuan untuk tunduk pada Allah karena mengenal keagungan Allah melalui perintah-Nya baginya. Sujudnya dalam shalat menyatu dengan sujudnya dalam amaliah harian. Tanpa pelaksanaan amanat dengan pedoman kitabullah Alquran, seseorang dapat melakukan sujud kepada Allah hanya dengan sujud yang ringan.

Seorang hamba tidak boleh memandang ringan pedoman amaliah dari kitabullah Alquran. Ia harus mencari pedoman amalnya dari kitabullah dan tidak boleh mendustakan sedikitpun apa yang disebutkan dalam kitabullah. Bila ia memandang ringan, maka ia tidak akan menemukan pedoman bagi dirinya dari kitabullah. Bila ia mendustakan, tidak ada lagi orang yang akan menyelamatkan mereka.

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk membiarkan orang-orang yang mendustakan kandungan kitabullah untuk berurusan dengan Allah sendiri. Perintah ini secara tersirat menunjukkan rumitnya urusan orang-orang yang mendustakan kandungan kitabullah, sedemikian seorang hamba tidak perlu memikirkan hingga ke dalam hati urusan pendustaan mereka karena Allah yang akan menghadapi mereka. Ini bukanlah larangan untuk menyeru shahabat mereka mengikuti kitabullah, tetapi perintah untuk tidak terlalu melibatkan perasaan dalam urusan pendustaan sahabatnya. Setiap pendustaan terhadap kitabullah bukanlah tanggung jawab orang yang menyeru pada kitabullah, tetapi orang yang mendustakannya. Orang yang mendustakan akan berurusan dengan Allah sendiri.

﴾۴۴﴿فَذَرْنِي وَمَن يُكَذِّبُ بِهٰذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
Maka serahkanlah kepada-Ku (perkara) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Kelak Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui (QS Al-Qalam : 44)

Ayat tersebut terkait dengan perintah bersujud. Seruan bersujud ditujukan kepada makhluk yang seharusnya mampu bersujud. Mendustakan ayat Alquran kadang tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kafir, akan tetapi juga oleh orang yang seharusnya dapat bersujud tetapi tidak mau bersujud. Gambaran demikian secara ekstrim dapat dilihat dalam keshalihan sosok Azazil sebelum menolak bersujud dan menjadi Iblis. Sebagian dari orang yang menolak bukanlah orang kafir, tetapi manakala diseru untuk lebih memperhatikan kitabullah Alquran dan mengikutinya, mereka tidak mau memenuhi seruan itu dan justru mendustakan. Itu termasuk bentuk perbuatan tidak memenuhi seruan bersujud, dan lebih mengandalkan pikiran sendiri daripada mengikuti perintah Allah.

Allah akan memberikan istidraj kepada orang yang mendustakan bagian dari kitabullah Alquran, sedangkan seharusnya mereka dapat bersujud dengan menjadikan ayat kitabullah sebagai pedoman untuk bersujud. Allah membiarkan mereka bebas untuk melakukan sesuatu dalam keadaan selamat di dunia ini. Mereka dapat melakukan sesuatu yang tampak sebagai kebaikan tanpa kandungan perintah Allah di dalamnya, dan mereka akan dibiarkan tetap hidup dengan damai sejahtera, sedangkan mereka akan menuju kebinasaan tanpa mereka mengetahuinya.

Di antara tanda orang mendustakan dengan cara demikian ditunjukkan oleh sikap mereka terhadap orang-orang islam, yaitu mereka memperlakukan orang islam layaknya memperlakukan orang-orang dari kalangan kaum pendosa. Boleh jadi hal demikian tidak terjadi secara massal, misalnya manakala hanya beberapa muslim berusaha menunaikan ketakwaannya mereka memperlakukan muslim tersebut layaknya pendosa yang berbuat dosa. Hukum yang diterapkan di antara mereka sangat membingungkan hingga seorang muslim yang menunaikan ketakwaannya diperlakukan layaknya pendosa yang berbuat dosa. Hal demikian mengherankan dalam pandangan Allah, yaitu dalam hal bagaimana suatu kaum menetapkan hukum di antara mereka, sedangkan Allah telah menurunkan kitabullah Alquran.

Bila seseorang berbuat demikian terus selama di dunia, mereka tidak akan dapat bersujud hingga kelak di akhirat. Mereka tertunduk pandangannya ke bawah dan diliputi perasaan rendah.

﴾۳۴﴿خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan damai sejahtera. (QS Al-Qalam : 43)

Izzah setiap manusia akan ditentukan dari bagaimana bersikap terhadap kitabullah. Manakala mereka mengambil hukum mereka mengikuti kitabullah, mereka akan memperoleh izzah melalui kitabullah sesuai dengan kadar mereka mengambilnya. Bila mereka menggantungkan izzah mereka pada pendapat mereka sendiri, kelak mereka akan mengetahui bahwa mereka akan terliputi oleh kerendahan. Demikian pula manakala mereka mengangkat pandangan mereka kepada kitabullah, pandangan mereka akan mengikuti kitabullah. Bila mereka mengangkat pandangan mengikuti keinginan sendiri, mereka akan kehilangan arah pandangan dan kelak hanya dapat menundukkan pandangan mereka ke bawah tanpa menemukan arah memandang.

Keadaan damai sejahtera di kehidupan alam dunia tidak dapat menjadi tolok ukur keselamatan seseorang atau suatu kaum di akhirat. Kesejahteraan di akhirat bagi seseorang hanya dapat diukur melalui ketaatan mereka dalam mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Boleh jadi seseorang melihat kehidupan dirinya atau orang lain di dunia dalam keadaan damai sejahtera (salim) tanpa mengikuti atau justru bertentangan kitabullah, maka itu tidak menjadi jaminan kehidupan akhirat akan demikian. Boleh jadi Allah membiarkannya (istidraj) dalam keadaan damai sejahtera (salim) di dunia. Boleh jadi seseorang menemukan kehidupan dirinya berantakan sedang ia berusaha mengikuti pedoman kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW, maka itu lebih baik untuk kehidupan akhiratnya. Berpegang pada kitabullah lebih baik daripada mengikuti pendapat sendiri, sekalipun barangkali tidak memperoleh kehidupan yang baik di alam dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar