Pencarian

Minggu, 31 Maret 2024

Mengharapkan Shirat Al-Mustaqim

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah.

Di antara orang-orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW, ada orang-orang yang bisa mendapatkan petunjuk tertentu dengan Alquran karena Allah menurunkan petunjuk-Nya melalui ayat-ayat Alquran. Orang-orang yang mengikuti keridlaan Allah akan memperoleh petunjuk jalan-jalan keselamatan, dikeluarkan dari kegelapan menuju cahaya, dan memperoleh petunjuk menuju shirat al-mustaqim.

﴾۶۱﴿يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (QS AL-Maidah : 16)

Dua petunjuk akan diberikan kepada orang-orang yang mengikuti keridlaan Allah melalui kitabullah Alquran, yaitu petunjuk tentang jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) dan petunjuk jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ). Selain kedua petunjuk tersebut, Alquran menjadi sarana agar manusia dapat keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang penuh cahaya. Orang-orang yang memperoleh manfaat dari fungsi-fungsi kitabullah Alquran di atas adalah orang-orang yang berusaha untuk mengikuti keridhaan Allah dengan Alquran.

Yang disebut sabil (سُبُلَ السَّلَامِ) menunjuk pada jalan Allah yang ditentukan bagi manusia bagi kehidupan mereka. Secara bebas, sabil dapat dipahami sebagai jalan kehidupan yang terkait pada suatu kauniyah kehidupan pada masa tertentu. Hanya orang-orang yang mengenal sabil yang akan memahami jalan keluar dari masalah yang digelar di ruang dan masa mereka. Satu orang yang mengenal sabil akan mengetahui satu urusan yang harus dientaskan dari masyarakat mereka, sedangkan masalah itu mungkin sangat banyak. Umat secara umum dapat pula memperoleh petunjuk sabil masing-masing dengan mengikuti orang yang telah memperoleh petunjuk sabil mereka dengan berpegang pada kitabullah Alquran.

Jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ) menunjuk pada jalan Allah yang paling singkat yang dapat ditempuh agar manusia dapat kembali kepada Allah dengan selamat. Jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ) secara bebas dapat dipahami sebagai jalan yang terkait dengan tujuan pertaubatan yaitu keselamatan dalam kembali kepada Allah.

Di antara ketiga hal tersebut petunjuk pertama yang akan ditemukan pencari petunjuk adalah jalan-jalan keselamatan’- (سُبُلَ السَّلَامِ). Jalan-jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) akan ditemukan terlebih dahulu karena adanya seruan kepada sabil dari orang-orang lain sebelum mereka yang telah memperoleh petunjuk sabilnya karena mengikuti keridlaan Allah melalui Alquran. Manakala seseorang mengikuti suatu jalan yang merupakan jalan keselamatan yang telah ditempuh orang yang benar, maka ia akan bisa menemukan pula jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) bersama dengan yang lain.

Mengikuti suatu sabil yang tepat untuk ruang dan jaman tertentu akan menjadikan seseorang bisa memahami penjelasan kitabullah Alquran tentang kauniyah mereka dengan lebih mudah dan tepat, maka mereka akan menemukan pula petunjuk sabil yang harus mereka lakukan. Tanpa mengikuti sabil tertentu yang benar, atau bila mengikuti sabil yang keliru, seseorang mungkin harus melakukan perjalanan penggembalaan pikiran yang sangat panjang. Tanpa kitabullah Alquran, seseorang tidak akan menemukan petunjuk sabil bagi dirinya. Meskipun demikian, tidak jarang umat berbuat seperti kurang akal mengabaikan sabil yang dihadirkan kepada mereka melalui seseorang karena tidak sesuai dengan hawa nafs. Pencarian sabil dengan hawa nafsu akan menjadikan manusia mudah mengabaikan kitabullah yang dijelaskan hingga tampak  kurang akal.

Syaitan Menghalangi Manusia dari Sabil

Perlu tekad yang kuat berpegang teguh pada kitabullah Alquran agar seseorang bisa memperoleh petunjuk tentang sabil yang harus mereka tempuh. Syaitan akan benar-benar menghalangi umat manusia untuk mengerti sabil yang harus mereka tempuh. Bila seseorang atau suatu kaum tidak berpegang teguh pada kitabullah Alquran, syaitan akan masuk menghalangi mereka dari petunjuk sabil. Mereka akan mengerjakan amal-amal yang tidak menjadi solusi bagi masalah yang ada pada masa dan ruang kehidupan mereka. Boleh jadi amal-amal yang mereka kerjakan  tampak begitu menakjubkan, tetapi tidak menyentuh akar masalah yang digelar Allah.

﴾۷۳﴿وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya mereka (syaitan-syaitan itu) benar-benar menghalangi mereka dari jalan (sabil) dan mereka (manusia) menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk (QS Az-Zukhruf : 37)

Para syaitan akan benar-benar menghalangi manusia dari sabil mereka. Yang mereka halangi bukan hanya orang-orang kafir, tetapi lebih diutamakan menghalangi orang-orang yang mencari jalan sabil bagi mereka. Barangkali tidak penting bagi syaitan menghalangi orang-orang kafir karena tanpa dihalangi orang-orang kafir itu tidak mencari jalan sabil. Sedangkan orang-orang yang mencari jalan sabil mereka sangat mungkin untuk menemukannya, maka para syaitan berusaha keras untuk menghalangi mereka mendekat kepada sabil.

Sangat penting bagi setiap orang untuk berpegang pada kitabullah Alquran. Syaitan akan menghalangi orang yang mencari sabil dengan cara sedemikian hingga orang-orang yang terhalang oleh para syaitan itu akan menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Di kalangan orang-orang beriman, ada kaum yang tumbuh menjadi akrab dengan petunjuk. Syaitan akan memasuki medan-medan petunjuk bagi orang-orang beriman. Setiap orang beriman hendaknya berhati-hati terhadap petunjuk-petunjuk bagi mereka tidak bermudah-mudah untuk meyakini bahwa petunjuk mereka adalah petunjuk yang benar, tetapi harus digunakan untuk memperoleh pemahaman dari kitabullah Alquran.

Syaitan akan menjadikan orang-orang yang mereka halangi untuk meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Metode demikian dilakukan dengan cara mencampurkan kebenaran-kebenaran dengan sedikit kebathilan yang meracuni. Ini cara paling sulit dikenali manusia. Umat manusia akan mudah mengenali kebathilan-kebathilan yang banyak, maka syaitan tidak akan bisa efektif memasuki umat manusia dengan cara demikian. Bila ia banyak memberi petunjuk kebenaran kepada manusia, maka manusia akan percaya kebenarannya dan mudah lalai terhadap kebathilan yang akan diselipkan. Sebenarnya kebenaran yang disampaikan syaitan tidak pula kebenaran yang kokoh, karena syaitan tidak ingin manusia menjadi kuat, akan tetapi syaitan memilih petunjuk yang menjadikan manusia memandang kebenaran dari mereka itu megah. Tidak jarang struktur kebenaran itu dibuat untuk menjadi jalan masuk fitnah lain yang syaitan siapkan. Hal ini biasanya dikenali oleh orang-orang yang akalnya kuat, tetapi akan didustakan oleh kebanyakan manusia.

Bila manusia lengah untuk bermudah-mudah abai terhadap ayat kitabullah, syaitan memasukkan fitnah melalui pengabaian itu. Dalam perkara mencari petunjuk, pokok dalam mencari petunjuk adalah mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Hati yang bersih akan menjadikan manusia mudah menerima petunjuk, akan tetapi hendaknya manusia tidak melupakan atau mengalahkan prioritas petunjuk melalui kitabullah. Seringkali lebih mudah bagi manusia untuk mencari petunjuk mengikuti kitabullah, daripada mencari kitabullah untuk mengikuti petunjuk. Kedua cara itu bisa digunakan selama dijalankan dengan berpegang teguh pada kitabullah. Sekalipun hati bersih, akal akan tumbuh hanya melalui kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW bukan sembarang petunjuk. Bila lalai pada kitabullah, manakala hati mengikuti petunjuk syaitan, maka syaitan akan membentuk pada petunjuk itu suatu pijakan bagi dirinya untuk memasukkan kebathilan.

Syaitan akan menghalangi manusia dari sabil dengan cara memberikan petunjuk, sedemikian manusia akan mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Petunjuk yang sebenarnya akan selalu mengikuti kitabullah, dan bukan sesuatu yang boleh dianggap setara atau justru dianggap lebih tinggi dari ayat kitabullah. Suatu petunjuk tidak boleh diperdebatkan dengan petunjuk kitabullah. Manakala seseorang berusaha mencari petunjuk sabil, hendaknya ia selalu memeriksanya dengan kitabullah Alquran. Bila tidak, bisa saja manusia terjebak hanya mengikuti sesuatu dari syaitan yang justru menghalangi mereka dari sabil. Bila demikian mereka tidak mengikuti suatu sabil tetapi justru mengikuti syaitan. Apabila tidak berpegang pada kitabullah, seseorang tidak akan memperoleh petunjuk sabil atau justru menjadi golongan yang menghalangi orang lain dari sabil, sedangkan mereka mungkin saja mengira diri mereka sebagai orang-orang yang memperoleh petunjuk.

Suatu sabil yang benar hanya dilakukan berdasarkan suatu tuntunan ayat kitabullah yang jelas tanpa memaksakan pemaknaan-pemaknaan tertentu terhadap kitabullah. Para pengikut sabil sebenarnya mengikuti ayat kitabullah bukan memakai ayat kitabullah secara ceroboh. Ayat-ayat yang diikuti merupakan penjelasan terhadap ayat kauniyah yang terjadi pada semesta mereka, dan sabil yang mereka perjuangkan mengikuti penjelasan kitabullah tersebut. Kadangkala terjadi perselisihan antara orang yang mengikuti sabil yang sebenarnya dengan gerakan yang lain. Bila menjumpai perselisihan demikian, seseorang harus menilai dengan benar pihak yang mengikuti sabilillah. Apabila salah memilih sabil yang diikuti, ia akan kesulitan memperoleh petunjuk sabil. Berpegang pada kitabullah harus dilakukan sejak menilai kebenaran, tidak hanya mengikuti hawa nafsu.

Sabil untuk Membina Keadilan

Suatu sabil pada intinya akan membina seseorang tegak sebagai orang yang adil terhindar dari kedzaliman. Adil bermakna menempatkan sesuatu sesuai kedudukannya, sedangkan dzalim bermakna sebaliknya. Seorang yang adil harus mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah secara kauniyah maupun kitabullah secar sinergis, dan mampu berbuat dengan benar sesuai dengan pengetahuan itu. Bila beramal tanpa mempunyai pengetahuan atau berdasar pengetahuan yang salah, seseorang mungkin menjadi dzalim baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Manakala suatu sabil mencederai prinsip keadilan dan menimbulkan kedzaliman, maka manusia hendaknya tidak mengikuti sabil itu dengan ceroboh. Kadangakala suatu sabil bercampur dengan kedzaliman, maka umat harus memilih-milih sabil yang benar dari campuran syaitan. Manakala tidak berlandaskan kitabullah, seseorang tidak bisa memperoleh petunjuk sabil dari golongan demikian.

Wahana pokok menumbuhkan keadilan adalah pernikahan. Keadilan diri seseorang hanya dapat ditunaikan dengan baik apabila ia berada pada kedudukan dirinya. Suatu pernikahan akan mendatangkan bagi orang yang melakukannya suatu kedudukan tertentu berdasarkan suatu mitsaqan ghalidza dari sisi Allah. Kedudukan diri seseorang pada dasarnya tidak berdiri sendiri. Kedudukan setiap laki-laki dalam agamanya secara prinsip terhubung pada suatu urusan tertentu dari Rasulullah SAW, bukan suatu urusan diri sendiri yang berdiri secara mandiri. Demikian pula kedudukan seorang perempuan dalam agama terletak pada kedudukan tertentu secara khusus di sisi suaminya. Hubungan demikian berpusat pada konsepsi nafs wahidah yang dapat teraktifkan melalui pernikahan, dan pengetahuan tentang keadilan dapat tumbuhkan padanya. Pasangan menikah harus berusaha menegakkan urusan bagian diri mereka bersama-sama secara berjamaah hingga dapat menegakkan keadilan bagi masyarakat.

Untuk menumbuhkan pengetahuan tentang keadilan, seorang suami harus memperoleh petunjuk tentang sabil bagi dirinya, dan memberikan kepada isterinya bagian dari urusan dirinya, baik untuk urusan pribadi dirinya ataupun untuk urusan berkegiatan sosial. Seorang istri boleh saja menjadi pengusaha kaya bila dilakukan dengan mengusahakan urusan dari suaminya ketika suaminya memintanya atau mengijinkannya. Bila seorang isteri hanya peduli urusan sendiri tidak peduli dengan urusan suaminya, keberjamaahan itu lenyap. Demikian pula manakala seorang laki-laki mengusahakan urusan diri sendiri tanpa peduli urusan Rasulullah SAW sebagai petunjuk sabil bagi dirinya, ia tidak termasuk dalam golongan al-jamaah.

Pernikahan menjadi pokok utama pembinaan keadilan. Bila pembinaan melalui pernikahan rusak, pembinaan keadilan bagi umat manusia akan rusak dan manusia terjatuh pada kedzaliman. Setiap orang harus dibina untuk dapat menemukan jodoh yang tepat dengan menundukkan hawa nafsu dan syahwat masing-masing, dan dapat membina rumah tangganya membentuk rumah yang memperoleh ijin Allah untuk mendzikirkan dan meninggikan asma Allah. Merusak bentuk perjodohan dan proses-prosesnya merupakan bentuk kedzaliman. Demikian pula merusak pernikahan baik pernikahan diri sendiri maupun pernikahan orang lain merupakan kedzaliman dalam tingkatan yang lebih tinggi. Manakala orang-orang di antara masyarakat bisa berbuat merusak perjodohan atau pernikahan orang lain secara leluasa tanpa kendala berarti, keadaan itu menjadi indikator terjadinya kerusakan yang besar pada pembinaan keadilan di antara masyarakat mereka, karena keadilan di rumah tangga merupakan pokok keadilan umat. Seseorang bahkan bisa terbuang dari kedudukan yang telah diberikan Allah kepadanya berdasar mitsaqan ghalidza karena rusaknya pernikahan, sehingga keadilan rusak dari akar-akarnya.

Setiap orang dan pasangan menikah harus berusaha memperoleh petunjuk sabil dengan mengenali urusan Rasulullah SAW bagi ruang dan jaman mereka. Banyak media dapat menjadi sarana pengenalan itu. Kitabullah, sunnah Rasulullah SAW, para ulama yang mengajak manusia menuju sabil dengan memperhatikan ayat-ayat Allah secara integral merupakan sarana-sarana untuk memperoleh petunjuk sabil, di mana kitabullah menjadi pegangan utama menguji kebenaran petunjuk yang diperoleh. Bila seseorang memperoleh petunjuk sabil, ia akan memperoleh jalan untuk memperoleh petunjuk shirat al-mustaqim. Seseorang yang mengikuti suatu sabil yang benar akan memahami secara bertahap kauniyah mereka sesuai kitabullah hingga mereka memperoleh petunjuk sabil bagi dirinya, dikeluarkan dari kehidupan yang gelap menuju cahaya, hingga memperoleh petunjuk shirat al-mustaqim. Manakala mengikuti suatu sabil tidak menjadikan diri memahami kauniyah berdasarkan kitabullah, seseorang perlu melihat caranya berpegang pada kitabullah, karena kitabullah menjadi sumber terwujudnya petunjuk-petunjuk dan cahaya Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar