Pencarian

Senin, 25 Maret 2024

Mengharap Shirat Al-Mustaqim Dengan Alquran

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah.

Bukti terbesar karunia Allah kepada Rasulullah SAW adalah diturunkannya Alquran kepada beliau SAW. Alquran merupakan kitab penjelasan seluruh kebenaran yang hendak Dia perkenalkan kepada seluruh makhluk. Kitab tersebut tidak hanya bagian dari kebenaran, akan tetapi kitab yang melingkupi semua kebenaran yang hendak Dia turunkan. Sedemikian besar penciptaan alam semesta dan sedemikian banyak kebenaran yang hendak Dia perkenalkan melalui seluruh alam ciptaan-Nya, seluruhnya terdapat di dalam kitabullah Alquran. Manusia hanya akan mampu mengenal sebagian dari kandungan kitabullah Alquran yang diperuntukkan bagi dirinya yang diperhatikannya, sedangkan Rasulullah SAW mengetahui seluruh kandungan di dalam Alquran sebagai keseluruhan kebenaran yang hendak Dia perkenalkan kepada makhluk.

Tidak semua orang dapat mengenal kebenaran dari Alquran. Hanya orang-orang yang disucikan yang mampu menyentuh kandungannya dengan jelas, sedangkan kebanyakan orang islam melihat ayat-ayat Allah dengan pikirannya layaknya pola-pola buram. Ada orang-orang yang bisa mendapatkan petunjuk tertentu dengan Alquran karena Allah menurunkan petunjuk-Nya melalui ayat-ayat Alquran. Orang-orang yang mengikuti keridlaan Allah akan memperoleh petunjuk jalan-jalan keselamatan, dikeluarkan dari kegelapan menuju cahaya, dan memperoleh petunjuk menuju shirat al-mustaqim.

﴾۶۱﴿يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (QS AL-Maidah : 16)

Ayat di atas berbicara tentang fungsi dari kitabullah Alquran, di antaranya dua petunjuk melalui kitabullah Alquran yang akan diberikan kepada orang-orang yang mengikuti keridlaan Allah, yaitu petunjuk tentang jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) dan petunjuk jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ). Selain kedua petunjuk tersebut, Alquran menjadi sarana agar manusia dapat keluar dari kegelapan menuju kehidupan yang penuh cahaya. Fungsi-fungsi di atas merupakan kelebihan dari kitabullah Alquran.

Orang-orang yang memperoleh manfaat dari fungsi-fungsi kitabullah Alquran di atas adalah orang-orang yang berusaha untuk mengikuti keridhaan Allah. Kitabullah Alquran merupakan kitabullah yang salah satu ujungnya berada di tangan Allah sendiri, sedangkan ujung yang lain berada di tangan manusia tertulis dalam huruf-huruf yang dapat disentuh indera jasmaniah manusia. Manusia dapat mengindera kitabullah Alquran hingga entitas fisik mereka. Di tingkatan jasmaniah, mengindera kitabullah dapat dilakukan dengan berbagai sikap sesuai dengan sikap-sikap manusia yang menginderanya. Sebagian manusia mengindera dengan hawa nafsu untuk memperoleh harta dan kedudukan di antara manusia, sebagian mencari ridha Allah dengan mengikuti kitabullah Alquran. Sangat banyak sikap manusia dalam mengindera kitabullah Alquran, dan hanya orang-orang yang mencari keridhaan Allah yang akan memperoleh ketiga fungsi kitabullah yang disebutkan ayat di atas.

Jalan-jalan keselamatan yang disebut sabil (سُبُلَ السَّلَامِ) menunjuk pada jalan Allah yang ditentukan bagi manusia bagi kehidupan mereka. Secara bebas, sabil dapat dipahami sebagai jalan kehidupan yang terkait pada suatu kauniyah kehidupan pada saat tertentu. Suatu jihad fi sabilillah menunjuk pada jihad yang harus diikuti setiap muslim dalam bentuk sesuai dengan kauniyah kehidupan mereka. Demikian pula infaq fi sabilillah menunjuk pada suatu infaq yang terkait dengan suatu kauniyah kehidupan pada saat tertentu. Jalan-jalan keselamatan menunjukkan pada jalan-jalan kehidupan yang seharusnya ditempuh oleh setiap muslim sesuai dengan kauniyah mereka untuk memperoleh keselamatan dan kedamaian.

Jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ) menunjuk pada jalan Allah yang paling singkat yang dapat ditempuh agar manusia dapat kembali kepada Allah dengan selamat. Jalan yang lurus (صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ) secara bebas dapat dipahami sebagai jalan yang terkait dengan tujuan pertaubatan yaitu keselamatan dalam kembali kepada Allah. Manakala seseorang menemukan shirat al-mustaqim, ia mengenal bahwa ia akan bertemu dengan Allah pada ujung jalan yang lain apabila ia berjalan di atas shirat al-mustaqim dengan selamat. Kedua jalan tersebut di atas akan ditemukan melalui kitabullah Alquran oleh orang-orang yang mengikuti keridhaan Allah.

Petunjuk Sabilussalaam

Yang pertama di antara ketiga hal tersebut yang akan ditemukan seseorang adalah jalan-jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ). Jalan-jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) akan ditemukan terlebih dahulu karena adanya orang-orang lain sebelum mereka yang telah memperoleh petunjuknya karena mengikuti keridlaan Allah melalui Alquran. Manakala seseorang mengikuti suatu jalan yang merupakan jalan keselamatan yang telah ditempuh orang yang benar, maka ia akan bisa menemukan pula jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) bersama dengan yang lain.

Petunjuk pokok tentang sabilussalaam pada dasarnya berpusat pada quthb di antara manusia, baik seorang syaikh ataupun bentuk pemimpin yang lain. Petunjuk pokok itu bisa bercabang-cabang dalam wujud jalan kehidupan orang-orang lain yang juga memperoleh petunjuk sabil mereka. Seorang pencari dapat berusaha menemukan sabil mereka pada salah satu sabilussalaam untuk diikuti. Manakala seseorang tidak bergiat mengikuti sang syaikh, ia akan sulit untuk memperoleh petunjuk (سُبُلَ السَّلَامِ) dan mungkin tidak akan memahami dengan akalnya. Ada pengikut-pengikut yang sangat giat melaksanakan petunjuk syaikh tanpa memahami ayat kitabullah yang ditunjukkan syaikh maka ia tidak menemukan petunjuk (سُبُلَ السَّلَامِ). Giatnya seseorang itu akan bermanfaat besar manakala disertai dengan usaha memahami tuntunan kitabullah. Menemukan petunjuk (سُبُلَ السَّلَامِ) akan terjadi pada orang yang mencarinya melalui kitabullah.

Hendaknya diperhatikan, yang menjadi jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) bagi seseorang bukan hanya kesertaan mereka dalam petunjuk jalan keselamatan orang lain. Jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) bagi masing-masing manusia adalah apa yang mereka temukan dan pahami dari kitabullah Alquran. Mengikuti orang lain di jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) mereka tanpa berusaha menemukan landasannya dari kitabullah Alquran hanya merupakan sikap taklid, tidak menunjukkan sikap ittiba’ (mengikuti). Bila seseorang yang berkeinginan untuk mengikuti keridhaan Allah kemudian mengikuti jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) bersama orang lain melalui kitabullah Alquran, maka mereka akan memperoleh petunjuk tentang jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ).

Ayat-ayat Allah akan menjadikan manusia yang mencari keridhaan Allah memahami sedikit demi sedikit kehidupan duniawi mereka, hingga suatu saat ia akan mengalami keterbukaan pemahaman terhadap alam kauniyah mereka sesuai dengan ayat kitabullah dengan terang. Bentuk jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) itu sangat terkait dengan kefahaman seseorang terhadap kauniyah selaras dengan ayat-ayat Allah. Pemahamannya itu membuat mereka memperoleh pengetahuan tentang jalan untuk mencapai keselamatan. Mencari jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) melalui kitabullah Alquran harus dilakukan oleh setiap manusia. Akan lebih mudah bagi seseorang untuk menemukan jalan keselamatan dengan hidup bersama dalam al-jamaah, akan tetapi hal itu tidak menjamin bahwa seseorang akan menemukan jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ). Banyak jalan-jalan kehidupan yang mungkin tampak baik dalam pandangan manusia tetapi sebenarnya tidak mempunyai pijakan berupa pemahaman urusan berdasarkan kitabullah Alquran. Sebagian dari jalan itu bahkan mungkin saja bertentangan dengan Alquran. Hal-hal demikian tidak termasuk dalam kategori jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ). Manakala seseorang mencoba mencari jalan itu di dalamnya, mungkin ia tidak menemukannya.

Lebih lanjut, ada jalan-jalan kehidupan yang bercampur di dalamnya subulus-salaam dengan kebathilan, maka orang-orang yang mengikuti tanpa berpegang pada kitabullah Alquran akan teracuni dengan kebathilan. Bila seseorang bisa menemukan jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) mungkin ia tidak terbantu oleh jamaah tersebut, akan tetapi lebih karena usaha menemukannya dari Alquran. Hal demikian memungkinkan terjadi selama seseorang berpegang pada kitabullah Alquran hingga dapat memisahkan sabil dari kebatilan yang ada. Dalam praktiknya, lebih banyak manusia yang hanya merasa menemukan jalan keselamatan (سُبُلَ السَّلَامِ) teta[o meninggalkan kitabullah untuk mengikuti orang lain, daripada orang yang benar-benar menemukan jalan keselamatan dengan berpegang pada kitabullah Alquran di antara jamaah yang meninggalkannya. Dalam keadaan demikian, bila suatu jamaah justru mendatangkan rasa takut untuk mengikuti kitabullah hendaknya jamaah itu ditinggalkan. Apabila hanya terjadi perselisihan, hendaknya seseorang tetap berusaha untuk memberikan penjelasan kepada sahabat-sahabatnya agar semuanya memperoleh jalan keselamatan.

Kehidupan yang Terang

Manakala seseorang memperoleh petunjuk (سُبُلَ السَّلَامِ), mereka akan mulai berpindah dari alam kegelapan menuju cahaya Allah. Allah memindahkan orang-orang yang mencari petunjuk dari kitabullah dengan mengikuti keridhaannya dari kegelapan menuju kehidupan yang penuh dengan cahaya. Manakala mengikuti suatu sabil tidak menjadikan seseorang bertambah memahami ayat-ayat Allah secara integral, mungkin yang diikuti pada dasarnya bukan suatu sabil, atau ia tidak benar-benar mencari.

Perubahan dari kegelapan menuju cahaya terjadi melalui transformasi akal dalam berpegang pada tuntunan kitabullah untuk mendekat kepada Allah. Pemahaman ayat Allah dapat diukur dengan petunjuk tentang (سُبُلَ السَّلَامِ). Banyak orang mengira bahwa dirinya telah memperoleh cahaya Allah tetapi tidak benar-benar memahami. Hal ini tidak menunjukkan bahwa apa yang dirasakan tidak mempunyai arti, hanya saja masih ada jalan panjang yang perlu dijalani. Orang-orang yang mengira demikian kadang belum memperoleh petunjuk (سُبُلَ السَّلَامِ), tidak mempunyai pemahaman terhadap alam kauniyah di sekitar mereka sesuai dengan ayat-ayat kitabullah. Beberapa golongan yang tidak menggunakan akalnya menggunakan ayat-ayat kitabullah untuk menimbulkan perselisihan di antara kaum muslimin, tidak mencari arah kehidupan untuk mengikuti keridhaan Allah.

Orang yang berpindah dari kegelapan menuju cahaya ditunjukkan dengan tingkat pemahaman mereka terhadap (سُبُلَ السَّلَامِ) untuk ruang dan jaman mereka. Alquran akan mendatangkan pengetahuan yang banyak kepada orang-orang yang mencari keridhaan Allah melalui Alquran. Peningkatan pemahaman pada diri seseorang karena Alquran tidak terbatas pada sabil mereka. Bentuk pengetahuan itu tidak terbatas pada hal-hal yang terkait dengan amaliah. Selain pengetahuan tentang kauniyah dan amal-amal yang harus dilakukan, seseorang akan memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna untuk membentuk akhlak diri hingga layak menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah. Akhlak yang mulia itu akan mengalirkan akhlak dari sisi Allah mencapai kehidupan dunia sehingga dunia akan menjadi terang karena kehadiran akhlak mulia.

Petunjuk Shirat Al-Mustaqim

Terangnya kehidupan seorang beriman dengan cahaya Allah dimulai dari mengikuti suatu jalan keselamatan. Pengetahuan-pengetahuan kebenaran akan diperoleh oleh orang-orang yang berjalan di atas jalan keselamatannya. Manakala seseorang berselisih dengan jalannya, selisih itu akan mengurangi pengetahuan kebenaran yang seharusnya diperoleh. Semakin jauh dari jalannya, semakin sedikit pengetahuan kebenaran yang akan diperolehnya, hingga mungkin saja karena jauhnya seseorang justru menganggap suatu kebathilan sebagai kebenaran. Pengetahuan kebenaran yang diperoleh seseorang itu merupakan cahaya yang menerangi kehidupan, memindahkan kehidupan seorang manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Terangnya kehidupan seseorang dengan pengetahuan kebenaran akan bermanfaat untuk membangun hubungan kepada Allah. Akhlak mulia merupakan akhlak yang mungkin terbentuk pada diri seseorang yang hidup dalam cahaya kebenaran, yaitu orang-orang yang bisa mengenal kehendak Allah dengan benar karena cahaya kebenaran menyinari.

Seseorang akan benar-benar mengenal bentuk hubungan yang seharusnya dibangun dirinya dengan rabb-nya manakala ia mengenal penciptaan dirinya. Sebelum pengenalan itu, bentuk hubungan itu tidak benar-benar diketahui seseorang dengan nyata. Penghambaan seseorang tanpa mengetahui bentuk yang seharusnya seringkali bukan salah, hanya saja harus ditingkatkan hingga mengetahui. Pada masa pengenalan diri, seseorang akan mengetahui bagaimana bentuk seharusnya dirinya sebagai hamba yang melayani kehendak Allah. Pengetahuan bentuk diri sebagai hamba itu akan bersesuaian dengan pengetahuan kebenaran dirinya terhadap ayat-ayat Allah dan jalan-jalan keselamatan yang telah ditempuh sebelumnya, bukan pelayanan bentuk-bentuk amal baru yang sepenuhnya tidak dikenal sebelumnya.

Bentuk hubungan yang sebenarnya terhadap Allah itu merupakan shirat al-mustaqim. Shirat al-mustaqim akan diketahui oleh seseorang dengan petunjuk Allah melalui Alquran. Shirat al-mustaqim pasti merupakan bentuk petunjuk yang tumbuh dari Alquran, tidak ada yang melenceng darinya. Manakala petunjuk shirat al-mustaqim tidak mempunyai landasan Alquran, petunjuk itu bukan shirat al-mustaqim. Bagi orang lain, mungkin saja bentuk petunjuk shirat al-mustaqim tampak tidak sepenuhnya berdasar Alquran. Boleh jadi ia merupakan cabang yang tidak terhubung secara langsung, sedangkan ia tumbuh sepenuhnya tidak menyimpang sedikitpun dari Alquran. Seseorang tidak bisa secara sembarangan menilai orang lain berdusta tentang pengetahuannya yang berdasar Alquran, dan sekaligus juga tegas bersikap menolak pengakuan kebenaran orang lain manakala bertentangan dengan kitabullah Alquran.

Petunjuk shirat al-mustaqim merupakan puncak petunjuk yang harus terbina di atas kehidupan yang terang di atas cahaya dan perjalanan di atas jalan keselamatan. Sulit bagi seseorang memperoleh petunjuk shirat al-mustaqim tanpa mempunyai kehidupan yang terang. Sulit bagi seseorang menemukan kehidupan yang terang tanpa mengetahui dan menempuh jalan keselamatan. Demikian pula sulit bagi seseorang untuk memperoleh shirat al-mustaqim tanpa mengetahui dan mengikuti jalan keselamatan.

Ketiga hal tersebut hanya dapat diperoleh oleh seseorang manakala ia mengusahakannya dari Alquran dengan landasan mengikuti keridhaan Allah. Shirat itu harus ditemukan melalui Alquran dengan berjalan di bumi mengikuti suatu sabilussalaam yang bisa ditemukan. Sabilussalaam akan mengantar seseorang mendapatkan kehidupan yang terang. Sabilussalaam itu harus ditemukan melalui kitabullah Alquran, tidak hanya mengikuti langkah orang lain tanpa landasan Alquran. Terangnya kehidupan itu juga dengan Alquran bukan dengan persangkaan. Manakala seseorang menyangka mengikuti sabilussalaam tanpa bertambah pengetahuan terhadap kitabullah dan ayat kauniyah, mungkin sabilnya itu bukan sabilussalaam sepenuhnya.

Ada orang-orang mengusahakan ketiga keadaan itu tanpa seksama memperhatikan Alquran atau bahkan menentangnya, maka hal demikian hanya merupakan persangkaan yang tidak akan tercapai oleh umat Rasulullah SAW, sekalipun mungkin merasa melakukan dengan mengikuti para nabi. Bahkan ittiba’ mereka itu sebenarnya hanyalah persangkaan saja, bukan ittiba’ yang sebenarnya. Sangat banyak manusia berkeinginan untuk menemukan shirat al-mustaqim, tetapi tidak benar-benar mengetahui maksudnya. Kehidupan dunia merupakan kehidupan yang seringkali menyajikan alhaq dan kebathilan secara bercampur-campur. Manakala seseorang bisa menemukan makna sabil yang ditempuhnya berdasarkan Alquran dan mengetahui pula kesalahan-kesalahan yang mungkin ada berdasarkan Alquran, ia telah mencari sabilnya itu dengan Alquran. Manakala seseorang hanya mengikuti dengan taklid tanpa mengetahui makna kebenaran sabilnya atau tidak mengetahui kesalahan yang mungkin terjadi, ia tidak mencarinya dengan Alquran. Tanpa Alquran, seseorang pada dasarnya tidaklah mencari sabilussalam yang tersedia baginya, dan harapan shirat al-mustaqim itu hanya merupakan angan-angan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar