Pencarian

Senin, 18 September 2023

Membentuk Diri sebagai Mitsal Cahaya Allah


Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Seorang hamba Allah yang sebenarnya mengenal cahaya Allah dan berusaha bertindak sesuai dengan cahaya itu, maka mereka menjadi mitsal, salinan bagi cahaya Allah. Hal ini tidak menunjukkan bahwa seorang hamba menyatu dengan Allah, tetapi menunjukkan seseorang telah menyalin cahaya Allah. Hal ini dapat digambarkan layaknya gambar foto sesuatu. Foto sebuah pohon tidak menunjukkan adanya pohon dalam foto itu, tetapi menunjukkan adanya pohon di suatu tempat yang dapat dilihat sesuai dengan gambar foto itu. Demikian hamba Allah yang sebenarnya bisa menjadi mitsal bagi cahaya Allah, bisa menunjukkan keberadaan cahaya Allah yang seharusnya diikuti.

﴾۵۳﴿ اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (adalah) cahaya lelangit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan kaukab (objek terang di langit) seperti mutiara, yang dinyalakan dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS An-Nuur : 35)

Misykat cahaya itu adalah susunan diri manusia yang sempurna. Jasmani mereka dimisalkan misykat yang tidak tembus cahaya, sedangkan nafs mereka dimisalkan sebagai bola kaca yang memendarkan cahaya karena adanya cahaya-cahaya dari pohon berapi. Tanpa adanya pohon yang mengeluarkan cahaya, nafs mereka tidak dapat memendarkan cahaya. Adanya cahaya yang terpancar dari bola kaca itu adalah pancaran cahaya dari pohon. Pohon zaitun berapi itu adalah kalimah thayyibah yang tumbuh dalam diri seorang hamba hingga menghasilkan minyak yang bercahaya, kemudian Allah menyalakannya dengan api. Seandainya Allah belum menyalakan dengan api, minyak dari kalimah thayyibah yang telah tumbuh itu mengeluarkan cahaya yang menerangi. Pohon dan minyaknya itu diperoleh dari kematangan pertumbuhan kalimah thayyibah dalam diri seseorang, sedangkan Allah yang memberikan api untuk menyalakannya.

 

Kamera Sebagai Gambaran Misykat

Misykat dalam perumpamaan di atas dapat dibayangkan sebagaimana bola mata atau kamera. Ada badan kamera, lensa dan layar monitor serta Fotosensor (plat film). Fotosensor berfungsi menangkap gambar berdasarkan cahaya yang diarahkan lensa padanya. Badan kamera melindungi Fotosensor dari cahaya luar hingga suatu gambar tertentu dapat terbentuk pada sensor tersebut dengan jelas. Apabila lensa diatur dengan baik, kamera tersebut dapat mengambil gambar yang jernih dari objek di luar melalui lubang kecil yang ada. Demikian itu dapat menjadi ibarat cara seorang hamba Allah dapat mengambil gambaran tertentu tentang cahaya Allah hingga dapat diceritakan kepada orang lain. 

 


 

Badan kamera adalah ibarat bagi misykat berupa badan jasmani seseorang. Lensa dan layar monitor itu merupakan ibarat bagi bola kaca (az-zujajah) nafs, sedangkan Fotosensor itu merupakan ibarat bagi qalb. Manusia terbentuk dalam ibarat demikian dalam fungsinya sebagai mitsal bagi cahaya Allah. Hendaknya setiap manusia dapat memperoleh fungsi demikian. Dengan gambar yang terbentuk, ia dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

Membina Diri Menuju Mitsal Cahaya

Setiap orang beriman dapat dan seharusnya berusaha untuk menjadi misal bagi cahaya Allah dengan membina diri melalui tazkiyatun nafs hingga terbentuk suatu gambaran tentang kalimah thayibah dalam diri mereka. Seorang syaikh akan memperkenalkan struktur kamera diri murid-muridnya, melatih murid untuk menutupkan badan kamera dengan sempurna, membersihkan dan membentuk lensa, serta melatih mengatur kedudukan lensa hingga dapat mengarahkan cahaya Allah yang datang membentuk bayangan kalimah thayyibah pada kedudukan yang tepat berdasarkan firman-firman Allah yang sesuai bagi diri mereka. Syaikh juga mengetahui objek-objek yang seharusnya menjadi sasaran para muridnya berupa firman-firman Allah dalam kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah serta firman di alam kauniyah mereka.

Seorang syaikh tidak menentukan objek berdasarkan dirinya sendiri, tetapi akan menunjukkan objek berdasarkan ayat-ayat Allah dalam kitabullah dan alam kauniyah mereka yang sesuai bagi masing-masing. Bila murid hanya mengetahui salah satu yang ditunjukkan, hendaknya ia mencari ayat yang lain untuk melengkapinya, karena keduanya merupakan kesatuan objek yang harus menjadi objek kamera. Kauniyah adalah objeknya, dan ayat kitabullah merupakan cahaya-Nya. Syaikh pada dasarnya terhubung pada suatu amr jami’ yang merupakan urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, dan mereka bertugas pada bidang pembinaan manusia agar setiap orang dapat membentuk bayangan amr jami’ dalam diri mereka masing-masing. Objek yang terkait dengan amr jami’ itulah yang akan ditunjukkan sang syaikh kepada para murid sebagai objek bagi kamera masing-masing.

Proses tazkiyatun nafs adalah proses membentuk dan menggunakan kamera hingga menghasilkan gambar bayangan yang tepat sesuai dengan kehendak Allah. Para murid seringkali bersikap keliru dengan berbuat memasukkan gambar dari kamera sang syaikh ke dalam kamera dirinya. Hal demikian bisa dilakukan sebagai pengantar hingga para murid mempunyai imajinasi tentang apa yang harus dibentuk, hingga bisa melakukannya. Tujuan yang paling utama hendaknya dipenuhi. Setiap murid hendaknya belajar mengambil gambar bayangan dari objek yang ditunjukkan sang syaikh, bukan hanya mengambil gambar dari gambar kamera sang syaikh. Badan kamera harus diarahkan menuju objek yang ditunjukkan, lensa itu harus dibersihkan dan diatur kedudukan sesuai objek yang ditunjukkan agar dapat terbentuk bayangan yang tepat dalam Fotosensor.

Banyak bayangan dapat terbentuk pada Fotosensor bila kamera digunakan dengan tidak tepat. Bila seseorang menghadap pada objek yang keliru, tidak akan terbentuk gambar yang sesuai dengan kehendak Allah. Bila lensa tidak terbentuk sebagai lensa yang dapat mengarahkan cahaya dengan arah yang benar, kamera itu tidak akan dapat digunakan untuk membentuk gambar bayangan pada Fotosensor. Bila ada kotoran pada lensa, akan terbentuk gambar yang penuh dengan gangguan. Bila kedudukan lensa tidak pada posisi yang tepat, akan terbentuk gambar yang buram atau bahkan gambar yang sama sekali salah. Sangat banyak hal yang perlu diperhatikan seseorang dengan mengikuti syaikh agar kamera dirinya dapat menghasilkan gambar yang benar.

Gambar bayangan yang harus terbentuk dalam Fotosensor diri seseorang adalah benih kalimah thayyibah berupa firman-firman Allah dalam kitabullah dan alam kauniyah. Seorang syaikh akan memperhatikan muridnya berdasarkan kitabullah dalam terbentuknya syajarah thayyibah, hingga syajarah thayyibah tersebut bersesuaian dengan kitabullah. Tidak semua syajarah yang bisa terbentuk pada seorang murid adalah syajarah thayyibah. Syaitan dapat berperan mempengaruhi bentuk syajarah dimana ia menempatkan suatu kedudukan dirinya pada syajarah itu, sebagaimana dahulu ia menunjukkan kepada Adam pohon khuldinya. Walaupun terbentuk syajarah thayyibah pada diri seseorang, syaitan mungkin mempunyai kedudukan dalam syajarah tersebut. Karena itu, bilamana seorang syaikh memberikan arahan, setiap murid harus mentaati arahan itu hingga ia dapat melihat bentuk syajarah yang bersih berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak taat, syaitan sangat mudah menipu manusia. Memberi penilaian kebersihan gambar merupakan tugas syaikh yang harus diikuti oleh setiap muridnya.

Kadangkala seorang syaikh tidak menunjukkan objek apapun kepada murid karena keadaan muridnya. Walaupun demikian, tetaplah syaikh itu meninggalkan suatu pesan yang harus dilakukan murid untuk belajar menggunakan kamera diri masing-masing. Syaikh seringkali harus membongkar terlebih dahulu murid-muridnya agar dapat menjadi kamera yang dapat berfungsi dengan benar. Yang sering terjadi, murid tidak cukup rapat menutup badan kamera dari cahaya-cahaya yang masuk. Kadangkala kamera dapat berfungsi, tetapi tidak menghasilkan gambar yang benar. Kadangkala murid terkurung dalam suatu waham yang menghalangi, dan syaikh menunjukkan jalan menghilangkan waham. Pada objek tertentu, seorang syaikh harus mengajar murid memisahkan cahaya yang benar dengan yang bathil. Misalnya dalam urusan sejarah, kadang seorang syaikh harus menunjukkan cara memisahkan antara cahaya yang sebenarnya dengan mitos yang berkembang, agar murid dapat memandang objek dengan haq. Dalam hal ini, sangat banyak selubung bathil yang terpancar dari setiap objek.

Tumbuhnya Akal dengan Kebenaran

Bila keadaan muridnya belum memenuhi syarat, syaikh akan lebih banyak memberikan pendidikan agar masing-masing murid dapat berfungsi dengan benar terlebih dahulu, sebagai kamera membentuk bayangan cahaya Allah dalam diri. Bila telah berfungsi, maka syaikh akan memberikan pengajaran tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam menggunakan kamera, kemudian baru menunjukkan objek yang seharusnya dibentuk dalam diri. Apa yang ditinggalkan syaikh bagi para murid merupakan khazanah yang harus diperhatikan oleh para murid. Bila murid telah dapat menggunakan kamera dengan benar, mereka akan melihat hakikat dari sesuatu yang ada di hadapan mereka, dan dengan hakikat itu pohon dalam diri mereka dapat tumbuh.

Tumbuhnya pohon diri adalah pertumbuhan akal. Akal dapat diibaratkan dengan Fotosensor. Pada manusia, Fotosensor mereka bertumbuh. Ia tumbuh dengan stimulasi bayangan cahaya yang diterima. Hal ini dapat diibaratkan dengan kepekaan dan kecepatan Fotosensor serta kemampuan pengolahan resolusi gambarnya. Akal setiap orang harus digunakan dengan benar agar tumbuh untuk memahami kehendak Allah. Bila seseorang tidak dapat membedakan sesuatu yang haq dengan yang bathil, sulit bagi akal mereka untuk tumbuh dengan benar. Hal ini mempersyaratkan penggunaan kamera secara tepat. Badan kamera harus bisa menutup dan membuka pada saat yang tepat, dan lensa harus menghasilkan bayangan yang tepat maka Fotosensor akan tumbuh memproses gambar berdasarkan bayangan itu. Bila lensa masih bias atau badan kamera retak dan bocor, sensor itu akan terpapar dengan bias-bias cahaya yang sangat banyak, dan tidak akan dapat memproses gambar dengan baik.

Pertumbuhan akal akan menjadikan seseorang memahami kandungan dalam ayat Allah. Semakin tinggi pertumbuhan akal, semakin dalam nilai pemahaman yang diperoleh seseorang, hingga pemahaman itu akan mengantarkan seseorang untuk memahami kehendak Allah. Pemahaman terhadap kehendak Allah merupakan minyak dari suatu pohon. Pertumbuhan akal itu tidak semata tergantung pada bayangan dari cahaya yang diterima. Ada suatu golongan manusia yang dapat menempatkan bayangan pada tempatnya, tetapi tidak terjadi pertumbuhan kemampuan memproses gambar. Mereka mempunyai hati tapi tidak memahami, mempunyai mata tetapi tidak melihat dan mempunyai telinga tetapi tidak mendengar. Tidak terjadi proses membina diri memahami kehendak Allah dalam diri mereka walaupun telah terbentuk gambar yang fokus.

Nafs yang tidak dibina menurut kehendak Allah akan menyebabkan banyak bias dan kebodohan. Semakin fokus gambar yang diterima, akal itu akan semakin mudah memahami dengan benar. Sebaliknya bila gambar yang diterima banyak bias, akal akan mengalami banyak bias pemahaman. Boleh jadi seseorang atau suatu kaum mengalami sedemikian hingga suatu kebenaran sebagai dipersepsi sebagai kesesatan, dan suatu kesesatan dipersepsi kebenaran. Bila demikian akan tumbuh pemahaman yang keliru yang menyebabkan seseorang tersesat karena bias. Hanya pemahaman yang benar yang akan mengantarkan seseorang untuk memahami kehendak Allah.

Ada suatu segel pengesahan terhadap pahamnya seseorang terhadap kehendak Allah yaitu persaksian terhadap risalah Rasulullah SAW. Mereka mengetahui dengan tepat urusan Rasululullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, dan mereka mengetahui kedudukan diri mereka dalam urrusan Rasulullah SAW tersebut. Hal ini diikuti dengan pengetahuan mereka terhadap orang-orang yang menjadi wasilah mereka kepada Rasulullah SAW. Sangat umum ditemukan seorang ulama yang menjadi pengantar bagi wali Allah yang lain menyampaikan bahwa yang dilakukan adalah menjadi pengantar bagi wali tersebut. Hal ini merupakan turunan dari persaksiannya terhadap risalah Rasulullah SAW. Hampir tidak ada seorang wali melakukan jihad secara berdiri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar