Pencarian

Rabu, 06 September 2023

Bertaubat Melalui Shirat Al Mustaqim

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Jalan untuk didekatkan kepada Allah tersebut dikenal sebagai shirat al-mustaqim.

Shirat al-mustaqim merupakan ketetapan yang harus ditunaikan oleh masing-masing manusia untuk kembali kepada Allah. Untuk mengenali shirat al-mustaqim, setiap orang harus berserah diri melalui keislaman, yaitu sikap berserah diri kepada Allah dengan berusaha sungguh-sungguh untuk mengenali dan melaksanakan perintah Allah. Allah telah menetapkan perintah bagi setiap diri manusia sebelum kelahirannya di bumi, dan orang yang mengenali perintah itu adalah orang yang menemukan shiratal mustaqim. Pengetahuan seseorang terhadap perintah Allah yang telah ditetapkan itu merupakan nikmat Allah atas setiap diri manusia. Shirat al-mustaqim adalah jalan orang-orang yang telah diberi karunia nikmat Allah.

﴾۶﴿اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ﴾۷﴿صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
(6)Tunjukilah kami jalan yang lurus, (7)(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS Al-Faatihah : 6-7)

Orang-orang islam hendaknya berusaha menyatukan jalan dengan mereka yang diberi nikmat Allah dengan meminta petunjuk, yaitu petunjuk untuk menyatukan jalan di shirat al-mustaqim. Pada dasarnya mereka mengerjakan urusan Allah yang satu yang diberikan kepada Rasulullah SAW, tetapi terbagi-bagi dalam urusan masing-masing. Ada orang yang mengerjakan urusan berlainan dengan orang lain, ada yang beririsan urusannya, dan ada orang-orang yang urusannya menjadi bagian urusan orang lain. Shiratal mustaqim seorang isteri pada bagian besarnya berupa urusan yang menjadi bagian urusan suaminya.

Contoh kesatuan jalan dapat dilihat pada para wali di nusantara. Para waliyullah di nusantara mengenali nikmat Allah bagi mereka yaitu untuk mempersiapkan jalan bagi harta simpanan Rasulullah SAW sang merah putih yang akan berjuang di masa yang akan datang, maka sang merah putih dan para waliyullah mengerjakan satu urusan dari Rasulullah SAW secara berjamaah dalam shaff-shaff yang mereka ketahui. Mereka mengenali kesatuan urusan di antara mereka yaitu urusan Rasulullah SAW, dan para waliyullah tersebut mengenali washilah bagi mereka kepada Rasulullah SAW yaitu sang merah putih.

Setiap orang hendaknya memohon petunjuk Allah. Petunjuk di antara manusia seringkali berlaku layaknya shaff-shaff di antara orang-orang beriman. Suatu petunjuk bagi seorang imam sering berlaku pula terhadap umat mereka, dan suatu petunjuk bagi seseorang kadang perlu diberitahukan kepada imam mereka. Hampir semua petunjuk kepada Rasulullah SAW yang beliau sampaikan berlaku untuk setiap makhluk. Umat hendaknya mengikuti imam mereka, dan hal ini hendaknya disertai dengan upaya memahami petunjuk berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Pemahaman itu yang akan menjadi akal bagi diri mereka masing-masing. Suatu petunjuk bagi seorang laki-laki bisa berlaku pula terhadap isterinya, dan isteri harus memberikan dukungan untuk pelaksanaan petunjuk suaminya. Beberapa petunjuk terhadap seorang isteri merupakan bentuk petunjuk yang harus disampaikan atau dilaksanakan bagi suaminya. Manakala suatu petunjuk kepada orang-orang yang berada di shiratal mustaqim yang disampaikan dibiarkan tanpa sambutan, umat mereka bisa dikatakan sebagai orang-orang yang tidak meminta petunjuk kepada jalan yang lurus.

Setiap orang harus menggunakan akal untuk bisa mengenali kebenaran yang dapat mengantarkan mereka menyatukan diri bersama orang yang memperoleh nikmat. Pikiran harus digunakan untuk mengenali kebenaran dan memisahkan kebathilan, dan akal digunakan untuk menyusun kebenaran dalam suatu kerangka akhlak hingga akal mereka dapat mengenali suatu kebenaran sebagai bagian tertentu dalam urusan yang diperintahkan Allah kepada mereka. Mengenal urusan Allah merupakan pintu menyatukan diri bersama orang-orang yang memperoleh nikmat Allah dalam barisan yang dipimpin Rasulullah SAW. Tanpa membina akal untuk mengenal urusan Allah bagi ruang dan jaman mereka, seseorang tidak bisa menemukan nikmat Allah. Kadangkala manusia berkeinginan mengenal diri, tetapi tidak memperhatikan hubungan dirinya kepada Allah melalui kesatuan amr Allah.

Islam, Iman dan Petunjuk

Memohon petunjuk harus dimulai dari sikap islam (berserah diri) dan berharap memperoleh cahaya iman. Keislaman mencakup seluruh manusia yang berkeinginan menata diri sesuai dengan kehendak Allah, baik orang tersebut memperoleh cahaya iman ataupun orang yang berusaha mengikuti orang-orang yang memperoleh cahaya iman. Orang yang benar-benar berusaha berserah diri akan memperoleh cahaya iman. Iman merupakan tingkatan lebih lanjut dari berserah diri, di mana seseorang memperoleh cahaya yang menjelaskan kehidupan mereka melalui hati mereka dengan iman. Batas keislaman seseorang adalah ucapan lisan mereka dengan kalimah syahadatain. Dalam beberapa hal, meninggalkan syariat tertentu atau masuk dalam keadaan-keadaan tertentu mengakibatkan seseorang kufur akan tetapi hukum sebagai muslim tetap berlaku atas mereka di masyarakat, tidak boleh diperlakukan sebagai orang kafir.

Menata diri sesuai kehendak Allah harus dilakukan seseorang mulai dari tataran lahiriah hingga mencapai kemuliaan akhlak sebagaimana Rasulullah SAW. Setiap manusia diciptakan secara sempurna lengkap dari alam jasmaniah hingga alam ruh termasuk alam malakut berupa nafs mereka yang setara dengan alam para malaikat. Alam jasmani merupakan alam terendah yang terjauh dari cahaya Allah, dan alam ruh merupakan alam tertinggi yang dekat kepada Allah, dan nafs manusia berada di antara kedua alam itu yang menghubungkan alam yang dekat kepada alam yang rendah. Menata diri harus dilakukan dari alam jasmani dan pikiran, dilakukan sedemikian hingga jasmani itu dapat tertib hingga diijinkan untuk mengenal nafs. Menata jasmani dalam hal ini termasuk menata keinginan jasmaniah dan hawa nafsu diri.

Bila seseorang bersungguh-sungguh menata diri untuk mengikuti Rasulullah SAW sebagai hamba yang didekatkan, Allah akan memberikan kepada hatinya cahaya iman. Akan terbina dalam diri mereka suatu bentuk hubungan kepada Allah, dan mereka akan mudah untuk memahami kebenaran dari sisi Allah. Kedua keadaan itu ada bersama-sama dan akan tumbuh pula keduanya. Hubungan kepada Allah yang tumbuh secara emosional tanpa dibarengi suatu ghirah untuk memahami kebenaran dan berbuat berdasarkan kebenaran itu seringkali tidaklah menunjukkan adanya cahaya iman. Sebaliknya ghirah terhadap kebenaran akan menjadikan seseorang semakin memahami hubungan mereka kepada Allah. Manakala suatu cahaya iman dipahami dengan hawa nafsu, seseorang akan melangkah dalam kesesatan tanpa mengetahui hubungan diri mereka kepada Allah.

Keimanan ada bersama keislaman, tidak terpisah darinya. Adanya keimanan dalam hati harus diwujudkan dalam amal-amal yang bermanfaat bagi umat manusia dan makhluk yang lain. Keimanan hendaknya tidak hanya terwujud dalam bentuk-bentuk bathin. Demikian pula bentuk amal lahiriah hendaknya tersambung kepada keimanan yang ada dalam qalb seseorang. Setiap amal hendaknya dilahirkan di atas suatu iktikad pengabdian kepada Allah. Akal akan menghubungkan amal seseorang dengan qalbnya yang memperoleh cahaya iman. Tanpa akal, amal-amal tidak terhubung secara baik dengan cahaya Allah, hanya berupa amal-amal yang dilakukan tanpa suatu pemahaman terhadap kehendak Allah.

Perlu perhatian dan ketelitian dalam menjalankan iman dan islam secara seimbang. Sebagai pendahuluan, hendaknya setiap orang memperdalam keislaman hingga memperoleh iman. Kadangkala seseorang menemukan suatu petunjuk dalam hati yang tidak terhubung secara baik dengan konstruk keislamannya, maka hendaknya ia berusaha menemukan hubungan terbaik di antara keduanya hingga keduanya berjalan seimbang. Secara umum, keimanan akan mengarahkan peningkatan keislaman seseorang, menjadi cahaya yang menjelaskan bentuk keislaman yang dapat dilaksanakan lebih lanjut. Akan tetapi tidak sedikit petunjuk merupakan ujian Allah bagi seseorang atau bahkan petunjuk dari syaitan. Orang yang benar-benar menginginkan kembali kepada Allah tentu akan berhati-hati meniti jalan dengan mencari landasan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW.

Menjaga keseimbangan iman dan islam mencakup tindakan praktis. Setiap orang hendaknya berlaku setimbang dalam setiap keadaan. Manakala ia menerima petunjuk, ia harus berusaha menghubungkan dengan konstruk keislamannya dan melaksanakannya. Kadangkala seseorang telah menerima petunjuk tetapi tidak melaksanakan setelah memahaminya, dan ia kemudian meminta petunjuk yang lain. Hal demikian sama saja tidak meminta petunjuk. Kadangkala seseorang menggantungkan harapan kepada Allah manakala mengalami kesulitan, tetapi ia meninggalkan petunjuk yang telah dipahaminya, maka sebenarnya ia tidaklah bergantung kepada Allah. Amal yang ditentukan Allah tidak boleh ditinggalkan setelah diketahui, setidaknya manakala mengalami kesulitan ia tetap bersiap dan berada pada jalan untuk melaksanakan petunjuknya bila kesempatan terbuka.

Lurus dalam Mencari Jalan

Selain jalan orang-orang yang diberi nikmat, ada jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang yang tersesat. Syaitan akan selalu berusaha untuk menjadikan manusia menyimpang dari jalan yang lurus, baik dengan membujuk manusia untuk durhaka kepada Allah mengikuti keinginan dan hawa nafsu mereka sendiri, maupun menggoda manusia untuk menempuh jalan yang keliru. Orang-orang yang tidak mempunyai keinginan untuk benar-benar menemukan jalan yang benar untuk kembali kepada Allah akan mudah terbujuk untuk menjadi golongan orang yang dimurkai Allah ataupun orang-orang yang tersesat.

﴾۱۲﴿وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ
Dan dia (Iblis) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya aku termasuk di antara para pemberi nasehat kepada kamu berdua", (QS Al-A’raaf : 21)

Iblis menjadikan dirinya sebagai penasihat bagi manusia agar dapat memasukkan kesesatan dalam langkah mereka. Terdapat banyak penasihat dalam diri manusia, dan iblis menjadikan dirinya penasihat di antara penasihat yang lain. Hati, akal, atau ruh dapat menjadi penasihat bagi setiap manusia. Hati seseorang akan selalu bersuara memberikan nasihat tentang kebaikan dan keburukan. Bila nasihat itu dituruti, seseorang akan dapat merasakan dengan benar ayat-ayat Allah yang sampai kepada dirinya. Manakala seseorang berusaha mengingat Allah, akhlaknya akan tumbuh mulia hingga dengan akalnya dapat memahami kehendak Allah. Akal demikian bisa menjadi penasihat bagi manusia. Semua fasilitas dalam diri itu merupakan penasihat-penasihat bagi setiap manusia.

Manakala seseorang berada dalam keadaan tertentu, Iblis berupaya memasukkan dirinya dalam golongan para penasihat bagi mereka baik ia laki-laki ataupun perempuan. Dalam pertumbuhannya, entitas dalam diri manusia berkembang bertahap. Pada awalnya seseorang mungkin tidak mempunyai kemampuan memahami kehendak Allah, tetapi pikirannya dapat mengumpulkan pengetahuan untuk menempuh jalan kembali kepada Allah bila digunakan dengan benar. Pada fase tertentu, ia mungkin akan mengalami keterbukaan terhadap penciptaan dirinya, dan tiba-tiba ia dapat memahami ayat Allah baik secara kauniyah maupun kitabullah. Ada fase perkembangan secara diskrit yang mungkin akan terjadi pada manusia, dan iblis akan hadir pada seseorang pada fase-fase diskrit itu untuk menjadikan dirinya sebagai penasihat.

Tipuan iblis terhadap manusia sangatlah halus. Mereka biasa menipu dalam selipan-selipan di antara kebenaran, tidak menipu dengan sesuatu yang tampak salah. Misalnya Iblis menunjukkan pohon thayyibah diri seseorang, sedangkan ada suatu tujuan syaitan tersembunyi dibalik pengetahuan tersebut. Bila penasihat-penasihat yang lain tidak cukup kuat memberikan nasihat penyeimbang untuk menempuh jalan kembali kepada Allah, seseorang akan mudah tertipu iblis menyangka ia adalah penasihat yang benar baginya. Bila akhlak seseorang terbina sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, ia akan bisa membedakan tipuan syaitan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW dengan pertolongan Allah. Pertolongan Allah itu akan hadir mengiringi kuatnya keinginan seseorang untuk mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Bila menggantungkan pada kemampuan diri sendiri, pertolongan itu mungkin tidak datang.

Keinginan dan kebutuhan untuk mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW harus tumbuh dalam hati setiap orang beriman. Iblis itu dapat menipu manusia ketika berhadap-hadapan, dan dapat menipu pula dari tempat yang tidak terlihat manusia. Bila menganggap mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tidak lebih penting dari mengikuti orang lain atau mengikuti hal lainnya, maka syaitan akan dengan sangat mudah menipu tanpa memperlihatkan dirinya kepada mereka atau menipu dari tempat yang jauh dari diri mereka tanpa memberikan tipuan secara langsung. Membina diri berdasarkan selain kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW akan menghasilkan akhlak yang rapuh terhadap tipuan.

Tidak terbatas dalam tipuan yang halus, syaitan seringkali menggunakan sihir kasar yang membalik cara pandang manusia terhadap kebenaran manakala memungkinkan. Suatu kekejian dapat dijadikan dalam pandangan manusia sebagai amr Allah. Manakala seseorang meninggalkan jalan washilah yang menghubungkan diri kepada Allah, ia dikatakan berbuat keji. Seorang isteri berbuat keji bila meninggalkan suaminya untuk orang lain, dan seorang laki-laki berbuat keji bila ia meninggalkan jalan Allah atau imam yang dikenalinya tanpa landasan yang haq. Tidak terbatas perorangan, suatu jamaah dapat dikatakan keji. Suatu jamaah yang meninggalkan tuntunan agama dapat dikatakan sebagai keji. Misalnya bila menempuh tazkiyatun-nafs hendaknya mereka memperhatikan tuntunan agama di kalangan mereka. Suatu jamaah tazkiyatun-nafs yang benar mengetahui washilah mereka kepada Rasulullah SAW dan tidak meninggalkan washilah mereka. Bila suatu jalan tazkiyatun nafs atau imamnya meninggalkan imam agama, mereka terbujuk perbuatan keji. Anak-anak didikan mereka akan kehilangan jalan untuk mengenal jati diri meskipun taat kepada imam mereka. Sebagian (besar) anak seharusnya tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga mengikuti ibunya, tetapi harus belajar menyatukan amal kepada urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka. Imam agama adalah orang yang dapat menghubungkan jamaah kepada amr jami’ Rasulullah SAW.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar