Pencarian

Minggu, 24 September 2023

Shalawat atas Nabi dan Hamba Allah

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan.

Salah satu hal yang harus diusahakan oleh seseorang untuk menjadi hamba yang didekatkan kepada Allah adalah menumbuhkan kalimah thayyibah dalam qalb mereka. Kalimah thayyibah itu berfungsi agar nafs seseorang dapat memancarkan cahaya Allah bagi semesta, di mana kalimah thayyibah itu menjadi sumber cahaya bagi nafs mereka dengan minyaknya atau bahkan dengan api yang menyentuhnya. Seandainya Allah belum menyentuh pohon thayyibah itu dengan api-Nya, minyak dari pohon itu sendiri telah memberikan cahaya yang menerangi nafs mereka, dan bila api menyentuhnya maka ia menjadi cahaya di atas cahaya.

Kalimah thayibah merupakan bayangan cahaya Allah yang terbentuk  dalam diri seseorang. Orang-orang beriman yang mengikuti langkah Rasulullah SAW kembali kepada Allah akan memperoleh cahaya Allah. Allah akan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan dengan demikian mereka akan mengetahui cahaya Allah yang harus dibentuk bayangannya dalam diri mereka. Manakala seseorang berusaha membentuk bayangan cahaya Allah, upaya itu akan menumbuhkan kalimah thayyibah. Hal demikian dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah SAW dan/atau orang-orang yang bersama dengan Rasulullah SAW.

﴾۳۴﴿هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
Dialah yang memberi shalawat kepada kalian dan para malaikat-Nya (memberi shalawat pula), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS Al-Ahzaab : 43)

Allah dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada hamba-hamba Allah yang sebenarnya, sebagai perpanjangan dari shalawat kepada Rasulullah SAW. Shalawat Allah dan para malaikat-Nya tidak terhenti hanya kepada Rasulullah SAW, tetapi diperpanjang kepada hamba-hamba Allah. Di antara orang beriman, ada orang-orang yang mengenal urusan Rasulullah SAW untuk ruang dan jaman mereka, mereka mengenal kedudukan diri mereka dalam urusan itu, dan mereka berusaha untuk melaksanakan amanah yang diberikan kepada mereka dengan penuh keikhlasan. Mereka itu adalah hamba Allah yang sebenarnya dan mereka itu orang-orang yang memperoleh shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya sebagai perpanjangan shalawat kepada Rasulullah SAW. Mereka memperoleh shalawat itu karena kesertaan mereka dalam urusan Rasulullah SAW.

Cahaya Yang Menerangi

Melalui orang-orang yang memperoleh shalawat, umat manusia bisa mengetahui jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya. Mereka adalah orang-orang yang mengenal cahaya Allah, dan umat manusia dapat mengetahui jalan keluar dari kegelapan menuju cahaya dengan mengikuti cahaya yang dapat mereka pancarkan. Umat manusia dapat melihat cahaya Allah melalui orang-orang yang mengenal cahaya Allah, yaitu cahaya Allah yang terbentuk berupa pohon thayyibah. Dengan kata lain pohon thayyibah itu merupakan bayangan cahaya Allah  yang terwujud melalui misykat diri yang telah terbentuk sesuai dengan kehendak Allah.

Membina misykat diri merupakan indikator orang yang memperoleh perpanjangan shalawat melalui Rasulullah SAW, karena dengan misykat demikian itu mereka memahami cahaya Allah. Mereka mengenal penciptaan diri mereka dan amal-amal yang harus dilakukan, serta mengenal urusan Allah untuk ruang dan jaman mereka. Orang-orang demikian menyampaikan pemahaman mereka terhadap petunjuk Allah berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sesuai jati diri mereka, tidak memberikan penjelasan tanpa suatu landasan yang tepat. Satu orang dengan yang lain dapat memberikan keterangan yang berbeda karena jati diri yang berbeda, tetapi masing-masing mempunyai landasan dari kitabullah.

Penjelasan terhadap ayat dari kitabullah inilah yang memberikan manfaat besar kepada umat manusia untuk dapat melihat cahaya Allah. Seringkali orang yang mengenal cahaya Allah bisa bercerita banyak hal terkait dengan pengetahuan diri mereka, dan bagi diri mereka semua itu terlihat sebagai kesatuan dengan ayat kitabullah. Akan tetapi bisa jadi orang yang mendengar penjelasan mereka tidak melihat kesatuan itu. Yang memberikan manfaat kepada orang yang melihat kebenaran penjelasan mereka adalah apa yang diketahui landasannya dari kitabullah, dan itu yang akan mengeluarkan mereka dari kegelapan hingga melihat cahaya Allah. Tanpa suatu penjelasanpun, ayat dalam kitabullah merupakan cahaya bagi orang yang mencari cahaya, tetapi seringkali akal manusia tidak mampu memahaminya. Terangnya cahaya kitabullah bagi kebanyakan akal manusia akan lebih terlihat manakala orang yang memperoleh perpanjangan shalawat menyampaikan penjelasan kepada manusia.

Kedudukan orang yang memperoleh shalawat tidak sama dengan orang lain. Mereka memberi penjelasan sesuai dengan jati diri mereka tanpa ada campuran taghut sehingga manusia dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya. Orang yang belum memperoleh shalawat seringkali tidak benar-benar memahami kehendak Allah, hanya memahami berdasarkan logika jasmani. Hal ini seringkali tidak salah selama tidak berselisih dengan kitabullah, tetapi tidak benar-benar memberikan cahaya yang menerangi langkah manusia. Tidak jarang orang yang membacakan suatu ayat kitabullah sebenarnya tidak mengikuti langkah Rasulullah SAW. Sebagian orang membacakan tanpa berusaha memahami firman Allah dengan sungguh-sungguh. Bacaan kitabullah demikian tidak benar-benar menjadikan manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Orang yang memperoleh perpanjangan shalawat-lah yang bisa membacakan kitabullah hingga umat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Mengikuti orang yang memperoleh shalawat akan menjadikan seseorang melihat cahaya Allah, dan dapat berusaha membentuk diri mereka sebagai hamba Allah yang sebenarnya. Walaupun demikian, tidak semua orang serta merta dapat mengetahui cahaya yang mereka bawa. Kebanyakan manusia tertutup waham untuk mengenali cahaya Allah kecuali bagi orang-orang yang ikhlas., dan waham yang paling menutupi adalah waham kebenaran. Orang yang mengikuti bid’ah sangat sulit menemukan jalan kembali karena mereka merasa mengikuti kebenaran. Sebagian manusia tidak tersadarkan manakala Allah berfirman perihal keadaan buruk mereka, dan karena kebodohan mengira firman Allah itu mempunyai makna lain dari yang difirmankan. Sebagian tidak mengakui literal firman Allah manakala tidak ditafsirkan oleh panutan mereka. Banyak hijab dapat menutupi pandangan manusia dan yang paling sulit adalah waham kebenaran.

Kemampuan melihat cahaya Allah tergantung pada keikhlasan setiap orang. Tidak semua orang yang mempelajari kitabullah mempunyai keikhlasan. Orang-orang khawarij mempelajari kitabullah dan berpegang pada sunnah Rasulullah SAW tetapi terlempar dari islam. Sebagian orang kehilangan keyakinan untuk berpegang pada makna literal kitabullah dan hanya meyakini kebenaran Alquran dari yang dibacakan oleh panutannya. Hal ini sangat mendekati sikap kufur walaupun tampak berpegang pada Alquran. Hal itu tidak menunjukkan adanya keikhlasan. Untuk berpegang pada kitabullah, setiap orang harus menggunakan pikiran dan akal. Allah akan menimpakan kotoran pada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya. Sekalipun tampak sebagai ilmu, sebenarnya pemahaman orang-orang demikian hanyalah waham yang menutupi hati mereka. Keikhlasan meliputi penggunaan pikiran dan akal, dan akal pikiran harus dibina dengan membentuk misykat diri untuk menumbuhkan kalimah thayyibah.

Membentuk misykat diantaranya dilakukan dengan melepaskan waham yang mungkin ada, dan menutup jasmani kecuali pada jalan tertentu untuk dapat memahami cahaya Allah. Hal ini tidak boleh dilakukan secara melampaui batas dengan menganggap nihil kemampuan pikiran dan akal untuk memahami firman Allah, atau menganggap nihil kemungkinan kitabullah dipahami dengan akal pikiran manusia biasa. Tidak semua pengetahuan adalah waham, dan tidak semua jalan jasmani ditutup, harus ada yang terbuka untuk membentuk bayangan cahaya Allah. Kewajiban setiap orang beriman adalah membina diri sejak dari alam jasmaniah dengan berpegang pada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW sesuai batas pengetahuan dirinya, bukan batas pengetahuan orang lain. Orang beriman tidak boleh mengikuti sesuatu tanpa pengetahuan. Itu merupakan tindakan menggunakan pikiran dan akal. Hal ini tidak berarti seseorang boleh bersikeras dengan pendapat sendiri, harus waspada bahwa mungkin saja ada kesalahan dalam caranya berpikir, ada banyak pengetahuan yang benar bisa disampaikan orang lain, dan ia harus selalu menambah pengetahuan tidak berhenti pada suatu keadaan.

Tetap Mengikuti Rasulullah SAW

Bertambah baiknya keadaan dan ilmu orang yang ingin kembali kepada Allah akan terlihat dari langkah mereka mengikuti Rasulullah SAW tanpa tersimpangkan. Ada orang yang mengikuti langkah Rasulullah SAW tetapi tersimpangkan pada fase tertentu. Setiap orang harus mengikuti hijrah menuju tanah yang dijanjikan berupa mengenal jati diri penciptaan diri mereka, kemudian membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah di dalamnya. Dengan bayt yang terbentuk, setiap orang harus melaksanakan amanah dengan memberikan layanan kepada umat mereka agar Allah memberikan jalan mendekatkan diri, hingga Allah memberikan karunia mi’raj sesuai dengan kapasitas diri mereka. Semua itu harus ditempuh dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah nabi Ibrahim a.s, tidak boleh menyimpang dari keduanya. Menyimpang dari kedua tuntunan itu mengakibatkan seseorang sesat sekalipun telah mencapai langkah yang jauh.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ جَاءَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي مَرَرْتُ بِأَخٍ لِي مِنْ بَنِي قُرَيْظَةَ فَكَتَبَ لِي جَوَامِعَ مِنْ التَّوْرَاةِ أَلَا أَعْرِضُهَا عَلَيْكَ قَالَ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ فَقُلْتُ لَهُ أَلَا تَرَى مَا بِوَجْهِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولًا قَالَ فَسُرِّيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ فِيكُمْ مُوسَى ثُمَّ اتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ إِنَّكُمْ حَظِّي مِنْ الْأُمَمِ وَأَنَا حَظُّكُمْ مِنْ النَّبِيِّينَ
dari Abdullah bin Tsabit berkata; 'Umar bin Khathab datang kepada Nabi SAW lalu berkata; "Wahai Rasulullah, saya pernah bertemu dengan saudaraku dari Bani Quraidzah, lalu dia mencatatkan untukku ringkasan kitab Taurat, maukah saya tunjukkan kepada anda? (Abdullah bin Tsabit r.a) berkata; maka wajah Rasulullah SAW berubah. Saya bertanya kepadanya ('Umar r.a) tidakkah kau melihat gerangan yang terjadi pada wajah Rasulullah SAW? Umar bergegas berkata; " Kami ridla Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai seorang Rasul". Maka hilanglah kesedihan dari Nabi SAW lalu bersabda: "Sungguh Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah di antara kalian terdapat Musa, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, sungguh kalian sesat. Sungguh kalian adalah umat yang diperuntukkan bagiku, dan aku adalah nabi yang diperuntukkan bagi kalian'. [HR Ahmad]

Sekalipun misalnya seseorang telah tuntas mengikuti langkah hijrah nabi Musa a.s ke tanah yang dijanjikan, hal itu tidak menjadi jaminan bahwa ia tetap berada pada sabilillah. Hal ini dapat dilihat dari langkahnya mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Bila ia kemudian tetap mengikuti sunnah Rasulullah SAW dan millah Ibrahim a.s, ia tetap berada di sabilillah. Bila menyelisihi millah nabi Ibrahim a.s atau sunnah Rasulullah SAW, maka ia termasuk pada golongan orang yang menyimpang.

Tetap mengikuti langkah Rasulullah SAW adalah mewujudkan langkah mengikuti Rasulullah SAW lebih lanjut dengan jalan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Mewujudkan langkah tetapi dengan melanggar syariat Rasulullah SAW atau menempuh jalan lain tidak dikatakan tetap mengikuti Rasulullah SAW. Kadangkala seseorang tidak memperoleh jalan untuk mengikuti langkah Rasulullah SAW setelah langkah tertentu, maka hendaknya ia tidak memisahkan diri dari jalan Rasulullah SAW untuk mencari jalan yang lain. Bila seseorang menempuh jalan menyimpang, ia akan tersesat dari jalan Allah.

Shalawat diberikan kepada orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW dengan lurus tanpa menyimpang. Shalawat itu diberikan karena kesertaan dan kebersamaan mereka terhadap langkah Rasulullah SAW. Manakala seseorang terpisah dari Rasulullah SAW, tidak ada shalawat baginya, karena shalawat hanya diberikan sebagai perpanjangan dari shalawat kepada Rasulullah SAW. Orang-orang yang belum mencapai kebersamaan dalam amr jami’ Rasulullah SAW belum memperoleh shalawat, dan orang-orang yang memisahkan diri dari amr jami’ Rasulullah SAW akan terlepas dari shalawat. Seorang manusia ataupun seluruh makhluk tidak akan mampu memperoleh shalawat dengan jalan mereka sendiri, kecuali shalawat yang palsu. Manakala mereka mengerjakan urusan dari amr Rasulullah SAW, mereka memperoleh shalawat, sedangkan manakala mengerjakan untuk kebutuhan sendiri maka belum tentu ada shalawat atasnya dalam amalnya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar