Pencarian

Rabu, 08 April 2020

Berpacaran dalam Perspektif Islam

Allah berkehendak untuk memberikan nikmat-Nya kepada manusia, berupa shirat al mustaqim. Untuk memperoleh nikmat itu, setiap orang harus berusaha mendapatkan pasangan yang tepat bagi dirinya. Pasangan itu adalah pasangan yang diciptakan dari jiwanya sendiri bagi laki-laki, atau seseorang yang jiwanya merupakan asal penciptaan dirinya bagi perempuan. Hal itu merupakan sebuah usaha awal yang harus dilakukan agar seseorang dapat memperoleh nikmat Allah.

Kadangkala pasangan yang tepat baginya tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Jika seseorang berusaha memperoleh nikmat Allah dengan mengenali ihwal penciptaan dirinya, seseorang mungkin dapat mengenali pasangan jiwanya. Tetapi kehidupan di dunia seringkali membentuk manusia untuk mengikuti selera sendiri, sehingga pasangan jiwa yang ditemukannya mungkin tidak sesuai dengan keinginan hawa nafsunya.

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Bila seseorang telah berusaha mengenal dirinya, kemudian mengenal pasangan jiwanya, dirinya tidak boleh menolaknya. Menolak pasangan jiwanya hampir merupakan sebuah kekufuran terhadap nikmat Allah, terutama bila terkait masalah rejeki. Ayat tersebut mempertanyakan kekufuran dalam tataran praktis, bukan masalah kekufuran terhadap sebuah konsep. Jalan untuk menuju nikmat Allah akan tertutup bagi orang yang kufur terhadap nikmat Allah. Keimanan yang dimiliki orang yang menolak pasangan jiwanya mendekati keimanan terhadap yang bathil.

Perjuangan Dalam Pernikahan


Setelah memperoleh pasangan jiwanya, setiap orang harus berusaha menempuh perjalanan hidup bersama sebagai suami istri untuk memperoleh nikmat Allah. Perjalanan itu bukanlah sebuah perjalanan yang mudah. Seringkali syaitan mengganggu kehidupan bersuami istri, namun bila ikhlas maka gangguan syaitan itu justru akan mengantarkan mereka untuk mengenal ihwal penciptaan dirinya yang akan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang diberi nikmat Allah.

Sebagai gambaran, boleh jadi seseorang digariskan untuk dimatangkan dengan gangguan syaitan berupa ilmu milik malaikat Harut dan Marut. Ilmu ini merupakan fitnah terbesar yang digunakan oleh syaitan untuk memecah belah manusia. Ilmu ini disukai syaitan karena dapat menyamarkan kebatilan dalam bentuk kebenaran, sedangkan ilmu ini menyentuh sunnah muakkad berupa pernikahan. Bila seorang laki-laki ikhlas, maka gangguan syaitan itu akan mengantarkan dirinya untuk mengenal jiwanya. Sebaliknya gangguan syaitan ini dapat membuat seseorang tergelincir dari jalan Allah atau tergelincir pada kegilaan. Tanpa didampingi pasangan yang tepat, orang tersebut akan melenceng sangat jauh.

Seorang perempuan yang bermaksud menjerat laki-laki dengan ilmu Harut dan Marut  harus bekerjasama dengan ayahnya, atau wali nikahnya untuk melafadzkan beberapa bentuk doa ditujukan kepada laki-laki yang menjadi sasarannya. Mereka harus menciptakan sebuah suasana khidmat, seperti sebuah bayangan suasana pernikahan, dengan berwudlu sebelumnya lebih baik. Setelah wali perempuan menyampaikan keinginan untuk mendapatkan menantu yang baik, kemudian wali itu bersalaman dengan calon menantu dan doa itu dilafadzkan ketika bersalaman. Setelah prosesi itu selesai, laki-laki yang menjadi sasaran itu akan terbakar asmara kepada wanita yang melancarkan ilmu Harut dan Marut kepadanya.

Bila perempuan itu mengundangnya ke tempat tidur, seluruh badan dan hawa nafsu laki-laki itu akan mengikuti panggilan itu dengan sukacita. Tidak ada yang tersisa dalam dirinya kecuali hanya sebuah suara yang mencegah, bahwa mereka belum menikah. Suara yang lain dalam diri laki-laki itu akan mengatakan bahwa mereka sebenarnya telah menikah. Hawa nafsu akan mengatakan bahwa prosesi bersama wali perempuan itu adalah pernikahan yang telah dilakukan. Bila laki-laki itu patuh pada suara yang mencegah, akan terbuka baginya pintu untuk mengenal jiwanya. Bila mengikuti keinginan raga dan hawa nafsunya, maka agamanya akan bengkok.

Suara itu adalah suara penuntunnya untuk mencapai nikmat Allah. Gangguan syaitan itu memberikan sebuah garis bawah pada entitas yang harus dikenali oleh seseorang, entitas yang akan menuntun dirinya menuju agama. Perjuangan semacam ini  merupakan contoh perjuangan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam pernikahan, dan  akan dilakukan oleh pasangan demikian dalam waktu relatif panjang hingga menemukan nikmat Allah, hingga jelas suara yang menuntunnya mengenal kebenaran. Tanpa seorang istri yang tepat bagi jiwanya, pernikahan itu akan kandas dengan cepat, atau terseret dalam maksiat.

Boleh jadi gangguan syaitan itu akan mendatangi kedua pihak pasangan itu secara setara. Sepasang suami istri yang berpasangan jiwanya mungkin mempunyai garis kehidupan yang sama atau berpasangan. Bila seorang suami menjadi sasaran ilmu Harut dan Marut, istrinya mungkin akan mengalami hal yang sama oleh laki-laki lain. Seorang perempuan akan sangat kesulitan menghadapi hal demikian karena akalnya tidak cukup kuat, sehingga terombang-ambing dalam keindahan pengkhianatan yang tersamarkan dalam istilah mawaddah atau cinta sejati. Bahkan bila perempuan itu bertakwa, boleh jadi keteguhannya dalam bersyariat dipotong dengan cara yang indah.

Sangat sulit untuk mengembalikan perempuan yang tertimpa hal demikian ke jalan yang benar. Akal perempuan itu tidak cukup kuat untuk melihat masalah dengan benar, sedangkan kesadaranya mengatakan dirinya berada di dalam keindahan dan (mungkin) dalam perjuangan kebenaran. Tanpa seorang suami yang merupakan pasangan jiwanya, sangat sulit menyadarkan perempuan demikian untuk kembali ke jalan yang benar.

Perjuangan untuk menggapai nikmat Allah sangatlah membutuhkan pasangan jiwa yang tepat. Tanpa pasangan yang tepat, kehidupan seseorang tidak akan mencapai hasil yang terbaik. Menemukan pasangan jiwa yang tepat merupakan gerbang untuk menggapai nikmat Allah, sedangkan menolaknya hampir-hampir sebuah kekufuran terhadap nikmat Allah.

Berpacaran Menurut Islam


Menemukan pasangan yang tepat harus dilakukan agar perjalanan untuk mencapai nikmat Allah menjadi lebih mudah. Setiap orang harus melakukan ta’aruf kepada calon pasangannya sebelum melakukan akad nikah, agar perjuangan dalam menggapai nikmat Allah dapat dilakukan secara sinergis.

Akan tetapi proses itu harus dibatasi dengan tegas agar jalan agama tidak menjadi samar. Harus ada pencapaian batas komitmen, baik berupa akad nikah atau masing-masing akan menempuh jalan secara terpisah. Dua orang yang bersepakat untuk membangun cinta kasih di antara mereka tidak boleh menjalaninya tanpa sebuah akad pernikahan. Jalan agama itu tidak akan dapat dilakukan tanpa sebuah akad, dan syaitan sangat menyukai jalan yang samar.

Tata cara pendekatan terhadap seorang calon pasangan diibaratkan sebagai bertamu pada sebuah rumah. Di dalam ayat berikut, rumah yang dimaksudkan lebih tepat merujuk pada istilah rumah tangga, dimana istilah tasta’nisuu mempunyai arti berusaha memperoleh visi. Memperoleh  pandangan  ini tidak pas bila diterapkan terhadap fisik rumah tinggal, karena banyak aurat yang tersimpan dalam rumah.


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum engkau melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27]

Dalam usaha menemukan jodoh, seorang mukmin hendaknya mendapatkan visi tentang calon jodohnya terlebih dahulu sebelum melakukan pendekatan. Visi itu dapat berupa perasaan dan pengetahuan yang baik tentang calon jodohnya, atau kilasan petunjuk bagi jiwanya, atau petunjuk yang jelas bagaikan membaca sebuah biografi, dimana berita tentang calon pasangannya diceritakan secara jelas.

Banyak hal yang membuat modus visi seseorang tentang calon pasangannya berbeda-beda. Kadangkala sebuah visi seperti membaca biografi calon pasangan itu hanya untuk memperkenalkan khazanah keberpasangan bagi yang melihatnya, sementara keberjodohan dengan calonnya yang menjadi objek penglihatan akan ditenggelamkan. Kadang visi yang hanya berupa perasaan yang baik terhadap calon jodohnya diberikan kepada seseorang yang bersih hatinya. Bagi kebanyakan orang, visi tentang calon jodoh itu datang dalam bentuk petunjuk-petunjuk yang tersandi yang harus dibaca melalui hatinya.

Membaca petunjuk jodoh itu merupakan media agar seseorang belajar membaca ke dalam hatinya sendiri dengan jujur. Ketika berumah tangga, setiap orang harus belajar banyak untuk memahami segala sesuatu yang bersifat batiniah dalam hubungan mereka. Sikap jujur dalam membaca itu akan terverifikasi pada diri calon pasangannya, yang akan mengiyakan atau menolaknya.

Kadangkala seseorang dihadapkan pada visi tentang calon pasangan yang banyak sebagai cerminan hasrat yang tidak menyatu. Maka ia harus belajar menyatukan hasratnya agar dapat menimbang dengan benar visi mana yang sebenarnya diperuntukkan bagi dirinya. Dalam hal seseorang berdusta terhadap petunjuk perjodohan ini dengan motivasi tertentu, Allah mempertanyakan keimanan mereka : Maka apakah mereka beriman kepada yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah? (QS An-Nahl : 72).

Dalam kultur modern, langkah mencari visi untuk membangun rumah tangga ini tergantikan dalam budaya memilih pasangan berdasarkan selera. Lebih jauh, tumbuhnya sifat mawaddah wa rahmah yang seharusnya berdiri di atas bangunan rumah tangga itu kemudian ditarik ke zona hubungan yang samar berupa ikatan tanpa akad dalam bentuk pacaran. Lebih lanjut lagi terbentuk istilah baru hubungan tanpa komitmen bagi yang ingin berpacaran secara lepas, padahal pacaran itu sendiri merupakan bentuk ikatan tanpa komitmen. Ini merupakan degradasi kualitas hubungan antar gender yang semakin jauh dari tuntunan agama.

Hubungan antar gender merupakan ayat Allah yang benar-benar bermakna dalam kehidupan umat manusia. Hubungan yang benar dalam urusan ini akan menjadi pondasi bagi kebangkitan bangsa sehingga dapat tercipta umat yang berbudaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar