Pencarian

Selasa, 14 April 2020

Berpacaran Menurut Islam (2)


Hubungan antar gender merupakan ayat Allah yang sangat bermakna bagi umat manusia. Hubungan yang benar dalam urusan ini akan menjadi pondasi bagi kebangkitan bangsa sehingga dapat tercipta umat yang berbudaya. Setiap orang harus melakukan ta’aruf kepada calon pasangannya sebelum melaksanakn nikah untuk menemukan pasangan yang tepat agar perjuangan dalam menggapai nikmat Allah dapat dilakukan secara sinergis. 

Akan tetapi proses ta’aruf itu harus dibatasi dengan tegas agar jalan agama tidak menjadi samar. Harus ada pencapaian batas komitmen, baik berupa akad nikah atau masing-masing akan menempuh jalan secara terpisah. Dua orang yang bersepakat untuk membangun cinta kasih di antara mereka tidak boleh menjalaninya tanpa sebuah akad pernikahan. Jalan agama itu tidak akan dapat dilakukan tanpa sebuah akad, dan syaitan sangat menyukai jalan yang samar. 

Tata Cara Pendekatan Terhadap Pasangan 


Pendekatan seseorang terhadap calon pasangan semisal dengan bertamu pada sebuah rumah. Di dalam ayat berikut, rumah yang dimaksudkan lebih tepat merujuk pada istilah rumah tangga, dimana istilah tasta’nisuu mempunyai arti memperoleh visi. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَدۡخُلُواْ بُيُوتًا غَيۡرَ بُيُوتِكُمۡ حَتَّىٰ تَسۡتَأۡنِسُواْ وَتُسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَهۡلِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٢٧ [ النّور:27] 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum engkau melihat dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. [An Nur:27] 

Dalam usaha menemukan jodoh, seorang mukmin hendaknya mendapatkan visi tentang calon jodohnya terlebih dahulu sebelum melakukan pendekatan. Dalam kultur modern, langkah mencari visi untuk membangun rumah ini tergantikan dalam budaya memilih pasangan berdasarkan selera. Lebih jauh, tumbuhnya sifat mawaddah wa rahmah yang seharusnya berdiri di atas bangunan rumah tangga itu kemudian ditarik ke zona hubungan yang samar berupa ikatan tanpa akad dalam bentuk pacaran. Ini merupakan degradasi kualitas hubungan antar gender yang semakin jauh dari tuntunan agama. Seringkali hubungan demikian terputus sebelum pernikahan, dan berikutnya mempengaruhi kualitas interaksi suami isteri ketika menikah dengan orang lain. 

Mencari pengetahuan tentang calon pasangan harus dilakukan oleh setiap orang agar tercapai rumah tangga yang baik bagi mereka. Seorang laki-laki tidak boleh berusaha masuk dalam sebuah keluarga tanpa sebuah visi tentang calon istrinya. Pendekatan tidak boleh dilakukan hanya dengan berdasarkan keinginan pada harta, kecantikan atau nasab calon istrinya. Laki-laki terlebih dahulu harus memperoleh visi tentang peran dirinya bersama calon pasangannya menurut agama sebelum melakukan pendekatan. 

Demikian pula seorang perempuan tidak boleh tergesa-gesa dinikahkan kepada seorang laki-laki tanpa berbekal pengetahuan atau visi tentang calon suaminya. Setiap perempuan harus mempunyai visi tentang calon suaminya. Bilamana terdapat beberapa laki-laki yang berminat, harus dipilihkan calon yang mempunyai tingkat keberpasangan paling tinggi bagi perempuan itu, dengan persetujuannya, karena seorang perempuan tidak boleh lagi memikirkan tentang jodoh lain bilamana telah bersuami. 

Persetujuan seorang perempuan harus digali oleh para wali berdasarkan pengetahuan atau visi perempuan itu terhadap para calon, tidak ditentukan berdasarkan keinginan para wali semata. Kadangkala wali harus menggali informasi adanya laki-laki lain yang mungkin disimpan oleh perempuan tersebut. Para wali harus mengukur tingkat hawa nafsu perempuan itu dan memberikan masukan berdasarkan pertimbangan agama. Seorang perempuan pada dasarnya memiliki akal yang tidak sekuat laki-laki, lebih dikendalikan hawa nafsu dan emosi. Memberikan masukan akan memperkuat akal perempuan itu dalam memilih, akan tetapi keputusan tetap berada pada tangan perempuan itu. Seorang wali boleh tidak menyetujui keputusan perempuan itu bilamana dinilai membahayakan, tetapi tidak boleh melarang semata-mata berdasarkan hawa nafsu. 

Dalam beberapa kasus, kesalahan memilih dapat membahayakan diri perempuan itu atau bahaya yang lebih besar. Ada baiknya para wali, atau perempuan tersebut melibatkan ulama dalam menentukan pilihan terhadap calon suami, yaitu ulama yang mengenal tentang diri perempuan tersebut. Sebagaimana orang tua, ulama tersebut harus memberikan pertimbangan berdasarkan agama untuk menentukan calon yang terbaik. Bila dilibatkan, ulama tersebut pada dasarnya dijadikan wali bagi perempuan tersebut, yang mempunyai tanggung jawab yang sama dengan wali. 


Aspek Yang Harus Dipertimbangkan 


Para wali harus memberikan pertimbangan dan pengkondisian demi kebaikan bagi perempuan yang mewalikan dirinya. Demikian pula perempuan itu harus berusaha menemukan kebaikan bagi dirinya. Seorang perempuan harus diusahakan mendapatkan posisi agar dapat berkembang hingga memiliki sifat-sifat perempuan ahli surga melalui pernikahannya, yaitu bersifat penyayang kepada suaminya (alwaduud), banyak anak (alwaluud) dan selalu kembali kepada suaminya. Tidak ada parameter perkembangan lain yang menyamai parameter tersebut, baik harta, kedudukan ataupun keelokan wajah. 

Rasulullah bersabda : ingatlah, aku telah memberitahu kalian tentang istri-istri kalian yang akan menjadi penduduk surga, yaitu yang penyayang, banyak anak, dan banyak kembali kepada suaminya; yang jika ia menyakiti suaminya atau disakiti, ia akan segera datang hingga berada di pelukan suaminya, kemudian berkata : Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku (HR Baihaqi). 

Ketiga parameter tersebut sebenarnya terkumpul pada satu hal, yaitu menemukan pasangan yang sejati, pasangan antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan dari nafs wahidah yang sama. Setiap laki-laki diciptakan berdasar satu nafs wahidah tertentu, dan dari nafs wahidah itu juga diciptakan nafs perempuan yang seharusnya menjadi pasangannya. Bila seorang laki-laki mengenali nafs wahidah dirinya, dia mungkin akan mengenali nafs perempuan yang diciptakan dari nafs wahidah dirinya. Demikian pula perempuan akan mengenali nafs wahidah yang merupakan asal penciptaan jiwanya. 

Akan tetapi hal ini tidak mudah untuk dikenali. Seringkali hawa nafsu lebih menguasai keadaan seseorang hingga kadangkala seseorang tidak dapat mengenali nafs wahidahnya sedikitpun termasuk sekadar mendengar suara hatinya. Bila seseorang benar-benar pencari kebenaran, itu akan sangat memudahkan dirinya menemukan dan mengenali pasangannya. Demikian pula perempuan pencari kebenaran akan dapat mengenali pasangan jiwanya. Namun walaupun mungkin telah berhasil mengenali pasangannya, bisa jadi atau seringkali laki-laki atau perempuan saling menolak pasangannya karena merasa tidak bersesuaian, padahal yang merasa tidak sesuai itu adalah bentuk hawa nafsunya. 

Perlu kesungguhan dalam menentukan keberpasangan. Pengenalan seseorang terhadap pasangan itu merupakan sebuah indikasi bahwa masing-masing dari mereka mencari kebenaran, sedangkan perasaan “tidak sesuai” itu merupakan indikasi adanya bentuk-bentuk hawa nafsu yang menghalangi pengenalan terhadap kebenaran yang harus dididik lebih lanjut melalui pernikahan. Bila ada kesungguhan dalam diri masing-masing untuk mengenal kebenaran, pasangan tersebut seharusnya diusahakan untuk bisa saling menerima. Masing-masing pihak harus lebih dikenalkan kepada pasangannya secara lebih dalam, tidak dibiarkan melewatkan petunjuk dengan hawa nafsunya. Laki-laki demikian itu akan dapat mengenal dirinya, dan perempuan itu akan dapat memiliki sifat-sifat wanita ahli surga melalui pernikahan mereka, setelah melalui proses pembinaan dalam pernikahan mereka. 

Kadangkala seseorang yang perlu menikah mempunyai visi kepada banyak calon pasangannya. Bahkan kadang seorang laki-laki yang telah menikah dapat mengalami hal itu. Itu barangkali merupakan cerminan bahwa dirinya masih mencari banyak hal. Walaupun demikian, boleh jadi ada di antara visi tersebut yang benar. Perlu dilakukan tindakan memohon petunjuk secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan calon pasangan yang terbaik. Pernikahan dengan pasangan yang tepat akan sangat mendukung pembinaan seseorang untuk mengenal kebenaran. Dalam hal laki-laki berkeluarga, hendaknya dirinya mengenal keadilan terlebih dahulu karena visi terhadap banyak calon pasangan itu boleh jadi merupakan indikasi dirinya belum atau tidak adil. Bila wanita menikah melihat visi berjodoh dengan laki-laki selain suami, itu adalah usaha syaitan menipu. 

Sasaran Berrumah Tangga 


Perlu disadari bahwa pernikahan bukanlah sebuah hal yang hanya berisi keindahan dan romantisme. Banyak hal dalam diri laki-laki atau perempuan yang harus diasah dalam sebuah pernikahan. Tidak jarang pernikahan itu mengundang air mata karena harus melakukan penyesuaian antara pasangan. Itu sebenarnya adalah pembinaan bagi masing-masing pihak agar meningkatkan kualitas diri. Bagi perempuan, pembinaan itu hendaknya diarahkan untuk menumbuhkan sifat-sifat perempuan ahli surga dalam dirinya yaitu sifat penyayang, sifat banyak anak dan sifat selalu kembali kepada suaminya. 

Barangkali pasangan yang tidak peduli tentang kebenaran akan menikmati lebih banyak keindahan pada masa awal pernikahan, tetapi perlahan seluruhnya akan hilang bersama visi yang semakin kabur. Kadangkala ketika visi pernikahan itu tidak lagi ada, mereka tetap menikmati rumah tangga dalam ketidakpedulian masing-masing selama memperoleh apa yang dibutuhkan, walaupun terasa bagai neraka. 

Sifat pertama wanita penduduk surga adalah penyayang (al-waduud). Penyayang menunjukkan sifat wanita yang banyak berharap pada suaminya. Seorang suami adalah jalan baginya untuk dapat mengabdi kepada Allah dengan benar, maka dirinya banyak berharap untuk bertemu dengan suaminya. Seorang wanita tidak bisa menunaikan hak tuhannya kecuali setelah menunaikan hak suaminya. Itu merupakan jalan untuk membina kasih sayang. 

Seorang suami harus berusaha membantu istrinya memiliki sifat al-waduud kepada dirinya. Istri adalah lahan pertumbuhan bagi dirinya, maka membantu istrinya untuk bisa memiliki sifat alwaduud pada dasarnya akan membantu diri-sendiri untuk merawat pohon/kalimah thayyibah. Sifat penyayang seorang istri akan memberikan bekal bagi jiwa suami untuk tumbuh mengenal cahaya Allah dan selalu mendekatkan diri pada Tuhannya. 

Sifat kedua adalah banyak anak (al-waluud). Wanita diberikan jalan yang sangat lapang, berupa rahim untuk mengenal kasih sayang dengan melahirkan anak-anak. Anak-anak akan menumbuhkan dalam diri wanita kasih sayang yang sangat besar, dan kasih sayang itu melontarkan dirinya pada derajat tinggi. Banyaknya anak akan semakin mengenalkan dirinya pada kasih sayang. 

Tidak setiap wanita mudah untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi secara bathin setiap wanita selalu diberi jalan untuk bersifat subur dengan memperhatikan dan membantu mewujudkan hal-hal intrinsik dalam diri suaminya melalui harapan dan doa seorang istri. Itu adalah sifat kesuburan yang sebenarnya. Hal ini akan terlihat jelas pada jiwa yang berpasangan sejati. Istri akan diberi kemudahan mengerti suaminya dan berjalan selaras bersama. 

Terwujudnya hal-hal intrinsik dari dalam diri suami ke alam dunia merupakan kelahiran anak-anak bagi mereka dalam wujud yang lain. Itu merupakan berkah kesuburan seorang istri. Dengan kesuburan seorang istri, jalan rezeki bagi rumah tangga itu akan terbentuk berupa ath-thayyibat. 



وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةٗ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ 

QS An-Nahl : 72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jiwa-jiwa kalian sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi kalian rezeki dari atthayyibaat. Maka apakah mereka beriman terhadap yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah?" 

Sifat ketiga wanita penduduk surga adalah selalu kembali kepada suaminya. Suaminya harus menjadi kesukaan dan kesenangan bagi dirinya, sedemikian hingga apapun masalah yang menimpa di antara mereka, harapannya adalah suaminya dapat kembali bersama dirinya seakan-akan tidak pernah terjadi masalah di antara keduanya. 

Wanita merupakan belahan jiwa seorang laki-laki. Seorang laki-laki tidak dapat berkembang tanpa seorang wanita yang menikah dengannya. Seorang wanita akan membuat seorang laki-laki menjadi lengkap, yang membuat dirinya bisa tumbuh dan melangkah di jalan Allah dengan mantap. Sulit bagi seorang laki-laki untuk berkembang tanpa seorang istri dalam langkah menuju Allah dan mewujudkan cinta kasih bagi semesta alam. Tanpa seorang wanita yang menikah dengannya, seorang laki-laki akan kesulitan berjalan menuju Allah. Seseorang tidak akan bisa melangkah mantap di jalan Allah dengan separuh jiwa, tanpa wanita yang melangkah bersama dirinya. Modal untuk berjalan pun sulit diperoleh tanpa wanita bersamanya, yaitu tumbuhnya kasih sayang. Seorang wanita yang tepat merupakan hal yang sangat penting bagi seorang laki-laki untuk berjalan menuju Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar