Pencarian

Kamis, 22 Oktober 2020

Menemukan Kesenangan Di Sisi Allah (16)



Musyawarah Dalam Urusan Bersama


Salah satu langkah untuk memperoleh kesenangan di sisi Allah adalah memusyawarahkan urusan di antara masyarakat. Manusia hidup di dalam suatu komunitas yang majemuk, di mana anggota setiap komunitas mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kehidupan setiap orang akan menjadi baik bilamana setiap orang memberikan kelebihan dirinya bagi yang lain dan menerima kelebihan orang lain bagi dirinya. Harus terbentuk sistem kebersamaan yang membuat masyarakat dapat saling berbagi di antara mereka. Tanpa hal itu, kehidupan masyarakat akan terasa sulit.


وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ﴿٣٨﴾

Dan (bagi) orang-orang yang menjawab seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka dimusyawaratkan antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS As-Syuura : 38)

Sebuah masyarakat akan hidup sejahtera bilamana setiap pihak berhasil menemukan dan memberikan kelebihan yang ada dalam diri mereka untuk dimanfaatkan oleh pihak yang lain, sedangkan mereka juga dapat menerima manfaat kelebihan yang diberikan oleh pihak-pihak yang lain. Itu adalah sebuah sistem musyawarat yang seharusnya dijalankan oleh masyarakat, dan hal itu merupakan modal terbesar yang dimiliki suatu masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama-sama.

Di jaman modern ini, modal itu saat ini seperti menguap tergantikan oleh sistem kapitalistik dengan paradigma yang samasekali berseberangan dengan musyawarah. Modal musyawarah berupa kebersamaan masyarakat tergantikan dengan modal materialistik yang harus dikumpulkan berebutan dengan pihak yang lain. Seluruh lapisan masyarakat kemudian harus terikat dalam sistem ribawi, seolah-olah tanpa celah untuk lepas dari sistem tersebut. Dalam sistem kapitalistik, setiap pihak secara tidak sadar justru dituntut untuk menjadi parasit bagi pihak yang lain, mengumpulkan sebesar-besarnya kemanfaatan bagi pihaknya sendiri. Dalam sistem musyawarah, nilai setiap pihak ditentukan oleh seberapa besar kemanfaatan yang diberikan oleh para pihak, sedangkan sistem kapitalistik menilai seberapa besar kemanfaatan yang bisa diraup oleh masing-masing pihak.

Musyawarah seharusnya tidak hanya berhenti pada tingkat pembicaraan, tetapi harus mencapai tingkatan usaha-usaha pemakmuran bersama secara praktis, massif dan terstruktur. Sebagai pijakan awal untuk mencapai keadaan itu, hubungan antar anggota masyarakat harus terbentuk dengan baik, dan anggota masyarakat memahami bahwa mereka mempunyai tujuan bersama. Hal ini tidak akan terbentuk bilamana masyarakat terjerumus dalam akhlak yang buruk. Setiap anggota masyarakat harus dibina untuk memperoleh akhlak yang baik, membentuk hubungan masyarakat yang baik untuk suatu tujuan bersama.

Mengerjakan Urusan Rasulullah SAW


Masalah sebuah bangsa seringkali harus diselesaikan berdasarkan amr Allah yang diturunkan kepada hamba-hamba yang dikehendaki. Amr tersebut merupakan bagian dari Amr yang diturunkan kepada rasulullah SAW, tidak keluar darinya. Ketika amr Allah turun kepada seorang hamba, tidak boleh ada yang membantah amr itu, karena sesungguhnya amr Allah itu diturunkan sebagai petunjuk yang lurus. Dengan amr itu, hendaknya seseorang menyeru bangsanya untuk kembali kepada Allah, mengikuti rasulullah SAW.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿٦٢﴾

 

Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mukmin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An-Nuur : 62)

Sangat banyak urusan yang dilakukan oleh para manusia. Sebagian mengerjakan urusan mereka sendiri, sebagian mengerjakan urusan yang menjadi tujuan kelompok tertentu, dan sedikit orang benar-benar mencari dan mengenal urusan yang diturunkan kepada rasulullah SAW. Orang yang mengenal urusan rasulullah SAW itu disebut sebagai Al-mukminun atau mukmin yang sebenarnya. Al-Mukminun adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, dan mengerjakan urusan rasulullah SAW dan tidak meninggalkan urusan itu untuk kepentingan diri kecuali atas ijin rasulullah SAW.

Ada sebuah standar baru yang ditetapkan bagi seseorang ketika mencapai derajat al-mukminun, yaitu dalam masalah memenuhi kebutuhan diri. Orang-orang tidak beriman dibiarkan bebas mencari kebutuhan dan kekayaan di bumi, dan seluruh usahanya akan dibalas dengan segera dalam kehidupannya di bumi tanpa dikurangi sedikitpun, tanpa sebuah pengaturan sebagai hamba. Seorang yang berserah diri akan memperoleh pengaturan Allah dalam usahanya di bumi sebagai bentuk pengajaran kepada dirinya. Sedangkan bagi seorang yang memasuki derajat al-mukminuun, untuk memenuhi kebutuhannya, dirinya harus mendapatkan ijin dari rasulullah SAW. Boleh jadi rasulullah SAW mengijinkannya, boleh jadi tidak mengijinkannya. Beliau mengetahui siapa yang kuat dalam menegakkan amr Allah bersama beliau SAW, dan siapa yang kurang kuat dalam perjuangan bersama-sama beliau.

Dengan mengenal dan menegakkan amr Allah itu, seorang hamba dapat menyeru umatnya untuk menyatu bersama perjuangan rasulullah SAW. Tidak ada amr Allah yang benar bila tidak selaras dengan alquran atau tidak bertujuan untuk menyatu bersama perjuangan rasulullah SAW. Bila seseorang melihat dengan pasti bahwa amr yang turun kepada seorang hamba adalah selaras dengan alquran dan menyatu dengan sunnah rasulullah SAW, maka wajib bagi orang itu untuk tidak membantah atau mendebat sedikitpun.

Sebagian orang mengatakan bahwa mereka mengerjakan urusan Allah, padahal itu sama sekali bukan urusan dari Allah. Ada sebuah kerancuan dalam kehidupan yang membuat mereka mengira bahwa mereka mengerjakan urusan Allah, bahkan hingga perbuatan keji yang diperbuat dikatakan sebagai urusan Allah. Hal ini sangat mengherankan, bahwa orang-orang yang terbiasa dengan urusan Allah mengatakan perbuatan keji sebagai urusan Allah. Itu adalah tipuan dari Iblis.


وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢٨﴾



Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati bapak-bapak kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh perbuatan yang keji". Apakah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS Al-a’raaf : 28)

Sembelihan Umat dan Musyawarah


Tidak mudah untuk merealisasikan sebuah tatanan masyarakat berdasarkan sistem musyawarah. Seringkali terjadi musyawarah hanya menjadi slogan dan kamuflase yang digunakan untuk kepentingan kapitalistik pihak tertentu. Komunisme menjadi contoh terbesar sistem musyawarah yang dijadikan kamuflase oleh pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari masyarakat. Masyarakat dibuat chaos berdasarkan dogma-dogma komunal yang tampak menguntungkan bagi kebersamaan bermasyarakat, akan tetapi hasilnya sama sekali terbalik dari yang diharapkan. Pihak-pihak yang menemukan hal terbaik dalam dirinya yang dapat disumbangkan bagi kemakmuran masyarakat harus tereliminasi keberadaannya, menyisakan massa bodoh yang dibuat kacau demi kepentingan segelintir elit yang menghisap keuntungan dari massa bodoh yang mereka pimpin.

Ketika komunisme tersisih dari masyarakat, kelompok parasit tersebut bersembunyi dalam bermacam-macam wajah lain, di antaranya berupa wajah demokrasi. Masyarakat diberi kesempatan untuk memilih sendiri para pemimpin mereka, tetapi para pemimpin yang dipersiapkan sebenarnya memperjuangkan kepentingan para kapitalis. Bila keadaan masyarakat sangat buruk, kelompok parasit tersebut bahkan dapat menyediakan pemimpin yang mau menjual masyarakatnya sendiri demi keuntungan pribadi dan kepentingan kelompok parasit yang membiayai mereka.

Buruknya pemimpin yang diangkat bagi masyarakat merupakan cermin buruknya keadaan masyarakat. Hal ini harus disadari oleh masyarakat, bahwa ada keburukan yang harus diperbaiki, dan sangat mungkin keburukan itu adalah keburukan mereka sendiri. Seringkali fenomena keburukan merupakan symptom yang menunjukkan adanya keburukan serupa pada tingkatan lebih esensial menyangkut diri sendiri. Ada keburukan yang lebih fundamental daripada fenomena keburukan yang tampak. Hal ini seharusnya dipahami kaum agamawan yang mengerti ajaran agama, bersama dengan seluruh anggota masyarakat. Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin tinggi tanggung jawab dalam terjadinya kekacauan masyarakat.

Untuk memperbaiki keadaan umat yang rusak, ada sebuah sembelihan yang harus dilakukan. Objek sembelihan ini seringkali berupa zona nyaman yang menghalangi perbaikan masyarakat. Bentuk sembelihan itu harus ditemukan, dan kemudian dilaksanakan penyembelihan sebagai sebuah syarat untuk terjadinya perbaikan di masyarakat. Tidak ada perbaikan masyarakat yang akan terjadi bilamana setiap pihak terus mempertahankan kedudukan nyaman sesuai waham masing-masing, padahal Allah telah menunjukkan suatu urusan yang harus diperbaiki.




لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ ۖ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ ۚ وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ إِنَّكَ لَعَلَىٰ هُدًى مُسْتَقِيمٍ ﴿٦٧﴾



Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan sembelihan tertentu yang harus mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (amr Allah) dan serulah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada petunjuk yang lurus. (QS Al-Hajj : 67)

Seorang kandidat presiden tanpa memiliki isteri boleh jadi mengungkapkan karakter masyarakat yang seolah mengabaikan fungsi pernikahan. Seorang istri merupakan pintu bagi seorang laki-laki untuk memasuki urusan keumatannnya. Secara agama, akan sulit bagi seorang laki-laki tanpa isteri untuk memperoleh atau menjalankan fungsi keumatannya. Walaupun kapabilitas seseorang tampak jauh lebih menonjol daripada kompetitor, tanpa seorang isteri orang tersebut akan sulit untuk menggapai umatnya, dan sulit bersaing dengan lawannya. Perlu perbaikan cara pandang yang menyeluruh tentang pernikahan di masyarakat.

Secara khusus, tampak perpisahan tersebut tidak natural, ada upaya dari pihak lain untuk memisahkan seorang laki-laki dari istrinya. Hal ini mengungkapkan ada fenomena lain terkait pernikahan yang harus diperbaiki, yaitu adanya upaya pemisahan pernikahan secara sengaja oleh orang lain tanpa ada keinginan dari salah satu pihak yang menikah. Ini adalah fenomena yang harus dibenahi.

Pemimpin terpilih yang tidak disukai merupakan indikasi kegagalan dalam fungsi pembinaan. Sebuah bangsa semestinya melakukan pembinaan dengan sebaik-baiknya hingga terlahirkan para pemimpin yang handal pada setiap bidang. Terpilihnya pemimpin tertinggi yang tidak disukai masyarakat menunjukkan adanya kegagalan secara fundamental dalam pembinaan bangsa. Para pemimpin setiap bidang yang seharusnya terlahirkan mungkin terdzalimi harus tersingkir dari bidang masing-masing.

Semua fenomena itu boleh jadi bersumber dari satu hal utama yang harus diatasi. Para pemimpin Iblis yang berada di atas ‘arsy mereka membuat makar bagi manusia dengan memisahkan seorang laki-laki dari para istrinya (dan jodohnya) untuk menimbulkan fitnah terbesar bagi manusia. Umat manusia harus memperbaiki kualitas pernikahan mereka agar syaitan tidak dapat memisahkan mereka dari istrinya. Seseorang tidak boleh turut serta dalam memperburuk pernikahan atau perjodohan sepasang-pun manusia. Seorang suami tidak boleh diburuk-burukkan di mata istrinya, dan sebaliknya.

Sepasang suami istri tidak boleh dipisahkan kecuali atas kemauan pasangan itu sendiri. Orang tua atau para wali tidak berhak memisahkan pasangan suami istri. Seorang laki-laki tidak boleh sama sekali masuk dalam ikatan pernikahan orang lain karena itu akan merusak masyarakat. Hal ini merupakan sebuah dosa besar yang akan menimbulkan kebingungan di masyarakat, sehingga masyarakat terbingungkan untuk mencari kebenaran kecuali masyarakat benar-benar berpegang pada perintah Allah. Alquran menggunakan kalimat yang secara kuat mengungkapkan adanya kebingungan dalam kasus demikian : “apakah engkau mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS Al-A’raaf : 28). Seolah-olah alquran pun bingung menentukan keadaan, padahal itu adalah ungkapan yang paling tepat bagi masyarakat yang mengalami keadaan demikian. Ini adalah hasil makar dari Iblis yang di atas ‘arsy mereka.

Kualitas pernikahan tidak hanya ditentukan dalam pernikahan. Proses sebelum pernikahan sangat mempengaruhi kualitas pernikahan seseorang. Hal seperti ini tidak boleh dirusakkan. Bahkan proses ini seringkali terkait dengan jati diri seseorang yang paling asasi sejak awal penciptaannya. Seseorang diciptakan secara berpasangan sejak awal penciptaan jiwanya, bukan dalam penciptaan jasadnya yang baru. Perjodohan ini dapat membawa seseorang pada pengenalan yang terbaik kepada Allah, melampaui pengenalannya kepada Allah melalui amal-amal shalih dan lainnya. Merusak perjodohan semacam ini akan menggagalkan kesempatan makhluk mencapai pengenalan yang terbaik kepada Allah. Kadang seorang manusia secara ringan berkata sesuatu yang meruntuhkan hubungan laki-laki dan perempuan yang berjodoh dengan sangat baik. Demikian pula seorang laki-laki hendaknya tidak boleh berusaha menjalin ikatan dengan seorang perempuan bilamana laki-laki lain telah mendahuluinya berusaha menjalin ikatan pernikahan dengan perempuan itu, hingga perempuan itu diketahui telah menjawab tidak terhadap usaha laki-laki lain itu.

Keadaan bangsa ini ditunjukkan Allah kepada masyarakat, dan perlu ketulusan masyarakat untuk membaca keadaan secara jujur. Pembacaan secara jujur akan menuntun umat untuk menemukan sembelihan yang harus dilakukan, hingga mungkin setiap orang mengerti sembelihan apa yang harus dilakukannya bagi bangsanya. Seorang pemimpin mungkin harus mempersiapkan pendamping atau malah penggantinya yang terbaik, memberinya mandat yang cukup sesuai keadaannya, mempersiapkan jiwanya dan raganya untuk berjuang bagi bangsanya. Mungkin demikian itu sembelihan baginya. Alih-alihh, seorang pemimpin mungkin akan berusaha menggenggam erat kekuasaannya, padahal kepemimpinannya buruk. Seorang perempuan barangkali menemukan sembelihannya dengan harus menerima suaminya melakukan ta’addud untuk memperkuat kedudukannya dalam agama, sedangkan keinginannya adalah menjadi satu-satunya isteri bagi suaminya. Setiap orang dapat menemukan sembelihannya untuk bangsanya, sembelihan yang bersesuaian dengan masalah bangsanya. Tanpa sembelihan itu, sebuah bangsa mungkin akan terjebak dalam upaya penyelesaian permasalahan yang tidak efektif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar