Pencarian

Selasa, 06 Oktober 2020

At-Thayyibaat, Rizki dan Umat



Allah memberikan kepada setiap rasul umat yang harus diserunya untuk kembali kepada-Nya. Keseluruhan umat manusia yang mengikuti para rasul itu adalah umat yang satu bilamana mengikutinya dengan benar dan sungguh-sungguh kembali menuju kepada-Nya.

Untuk menyeru umatnya, Allah memberikan bekal kepada para rasul berupa pengetahuan-pengetahuan yang mengungkapkan keadaan umat manusia yang harus diseru. Pengetahuan-pengetahuan yang diberikan itu berupa at-thayyibaat.

Para rasul diperintahkan untuk makan dari at-thayyibaat yang diberikan kepada mereka, dan diperintahkan untuk beramal shalih berdasarkan at-thayyibat yang mereka peroleh. Seringkali apa yang dikerjakan oleh para rasul tidak dimengerti oleh umatnya, sedangkan Allah memberikan pengetahuan yang benar kepada para rasul melalui at-thayyibaat secara privat. Apapun At-thayyibat yang diperoleh para rasul, mereka diperintahkan untuk mengerjakan amal shalih berdasarkan at-thayyibat tersebut, tidak mengikuti apa yang diinginkan oleh umatnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang para rasul kerjakan.


يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ﴿٥١﴾

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ﴿٥٢﴾

 

Hai rasul-rasul, makanlah dari yang baik-baik (at-thayyibaat), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dan Sungguh ini adalah umat kalian umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (QS Al-Mu’minuun : 51-52)


At-thayyibaat adalah wewangian yang muncul dari semesta seorang rasul atau orang yang disucikan. Wewangian itu menampakkan hakikat dari segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab seorang laki-laki dalam pengabdiannya kepada Allah. Para rasul memperoleh wewangian hakikat dari segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya.

Sesungguhnya wewangian yang muncul bagi para rasul itu merupakan gambaran keadaan yang sebenarnya dari umatnya. Wewangian itu adalah hal yang harus disikapi oleh setiap rasul agar dapat membimbing umatnya menjadi umat yang satu dalam pengabdian kepada Allah. Seorang rasul tidak akan dapat memimpin umatnya menuju umat yang satu tanpa melihat at-thayyibat yang diberikan kepadanya, atau menganggap at-thayyibat itu tanpa sungguh-sungguh mensikapinya sebagai media ubudiyahnya.

Sumber wewangian itu merupakan cermin yang menampakkan wajah Allah bagi seorang hamba. Bila seseorang mengenal wewangian itu, maka dirinya akan melihat urusan rabb-nya yang diamanahkan kepadanya. Dengan mensikapi wewangian itu dengan tepat, seseorang dapat bertakwa kepada rabb-Nya.

Dengan beramal sesuai dengan wewangian yang dimunculkan oleh semestanya itulah setiap rasul diperintahkan untuk menemukan makanan dan makan darinya. Hal ini berbeda dengan umat manusia umum yang diperintahkan untuk menemukan makanan dari bumi secara halal dan thayyib.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ﴿١٦٨﴾
Hai sekalian manusia, makanlah dari apa yang terdapat di bumi secara halal lagi baik, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al-Baqarah :168)

At-thayyibat tidak dikhususkan bagi rasul. Setiap orang beriman dapat memperoleh at-thayyibat bila akalnya berkembang. At-thayyibat ini merupakan jalan rezeki yang akan terus ada hingga akhirat kelak. Sebaliknya, seorang rasul akan mengalami kesulitan kehidupan dunia bilamana istrinya berkhianat, walaupun mengetahui at-thayyibat baginya. Sebagian orang beriman tidak cukup kokoh akalnya dalam memahami at-thayyibat baginya sehingga kadang mengharamkan apa yang dihalalkan baginya, menyangka hal itu semacam memperdagangkan agama. Itu seharusnya tidak terjadi bilamana ada keikhlasan hingga akalnya cukup kuat melihat bahwa Allah memberikan jalan kehidupan yang demikian.

Amanah Bagi Seorang Hamba


At-thayyibaat itu merupakan pengetahuan terhadap keadaan umat yang muncul seperti munculnya sumber mata air yang harus disalurkan kepada umat. Pengetahuan itu harus digunakan untuk memberikan pengetahuan kepada umatnya. Hal ini dikisahkan oleh Musa ketika sampai di mata air negeri Madyan. Mata air itu adalah mata air yang digunakan oleh umat manusia untuk memperoleh minuman.

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ﴿٢٣﴾
Dan tatkala muncul sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana umat manusia yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah perkataan kalian berdua?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah seorang syaikh besar ". (QS Al-Qashash : 23)

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang hubungan seorang hamba Allah dengan umat yang harus dipimpin. Setiap hamba Allah harus menemukan sumber air pengetahuan untuk diberikan kepada umatnya. Demikianlah para rasul memperoleh sumber air pengetahuan bagi umat yang dipimpinnya untuk kembali kepada Allah. Ini adalah at-thayyibaat yang ditampakkan Allah kepada hamba-Nya melalui bumi yang tepat baginya. Bila tidak berada pada bumi yang tepat, seseorang tidak akan memperoleh at-thayyibat.

Dalam mekanisme mengalirkan at-thayyibat kepada umat, seorang hamba Allah memperoleh pintu masuk berupa perempuan shalihah yang harus dinikahinya. Perempuan itu adalah pintu dan cermin yang merepresentasikan keadaan umatnya. Bila menikah dengan perempuan itu, maka seorang laki-laki hamba Allah memperoleh pintu masuk menuju sumur dan memberikan air kepada umat. Ada identitas terkait dengan umat dan sumur yang akan melekat pada laki-laki itu karena pernikahannya. Tanpa pernikahan itu, seorang laki-laki hamba Allah akan berstatus sebagai orang asing yang sangkut paut identitasnya dengan sumur dan umat sangat lemah, seperti Musa dengan sumur madyan. Mungkin ia dapat memperoleh air itu buat dirinya sendiri, tetapi statusnya adalah orang asing. Pernikahan semacam inilah yang sangat ingin digagalkan oleh syaitan, agar seorang hamba Allah tetap menjadi orang asing bagi umatnya.

Perempuan itu adalah anak seorang syaikh besar yang memiliki banyak pengetahuan. Sekalipun anak seorang syaikh besar yang sangat berilmu, para perempuan tidak dapat memberikan minuman tanpa didahului oleh umat yang harus mengikuti ayahnya. Para pengikut ayahnya itu selalu mendahului anak perempuan pemimpinnya dalam mengambil air, sedangkan para perempuan itu harus menahan gembalaannya mengalah pada keriuhan umatnya.

Ini adalah gambaran jiwa perempuan dengan para hawa nafsunya. Jiwa perempuan membutuhkan seorang suami yang shalih agar dapat memberikan minuman kepada gembalaannya, dan dirinya adalah pintu bagi suaminya agar memiliki identitas terhadap sumur dan umatnya. Seorang laki-laki akan mendengar perkataan perempuan yang menjadi jodohnya, perkataan yang menggambarkan keadaan yang sesungguhnya tentang diri perempuan tersebut dan gambaran keadaan umatnya. Bilamana seorang perempuan mengatakan keadaan yang tidak sebenarnya, seorang suami shalih akan diberi pengetahuan tentang keadaan yang sebenarnya.

Keadaan yang sebenarnya inilah yang merupakan at-thayyibaat bagi orang yang disucikan. Keadaan perempuan yang menjadi pasangan seorang laki-laki menunjukkan keadaan umat laki-laki itu. Perkataan yang sebenarnya inilah yang harus disikapi seorang hamba Allah untuk berbuat amal shalih berdasarkan at-thayyibaat. Dengan memperhatikan at-thayyibaat ini, setiap rasul diperintahkan untuk menemukan makanan dan makan darinya.

Mengelola At-Thayyibaat


Dalam hal at-thayyibat ini, keburukan atau kebaikan pada umat tidak selalu ditunjukkan dengan parameter yang sama. Keburukan dan kekurangan pada umat yang harus diperbaiki seorang rasul dapat terlihat melalui kelebihan dan kebaikan pada istrinya. Kebaikan istrinya akan menjadi arah yang memandu sang rasul untuk memimpin umatnya berpindah dari keburukan menuju kebaikan. Keburukan seorang istri rasul bisa menjadi bencana bagi umat bila tidak diperhatikan dan disikapi dengan baik. Setiap istri rasul harus selalu berusaha untuk menjadi pendamping yang baik bagi suaminya, untuk melahirkan umat yang satu. Jiwa seorang istri rasul harus ditumbuhkan sebagai wanita yang penuh mawaddah dan subur bagi suaminya, dan selalu ingin kembali kepada suaminya tidak mudah timbul keinginan untuk meminta perceraian.

Demikian pula setiap istri orang shalih. Isteri harus berusaha dengan jiwanya menghadirkan semesta duniawi yang tepat bagi suami yang shalih, sehingga seorang suami dapat melahirkan amal-amal shalih. Ini adalah sifat kesuburan jiwa seorang wanita bagi jiwa suaminya. Hal itu diibaratkan seorang istri yang menghadirkan sel telur bagi suaminya sehingga terlahir anak keturunan suaminya. Kesuburan jiwa ini hanya dapat terjadi bila seorang istri dapat mengerti suaminya dengan baik, karena semesta duniawi yang tepat hanya dapat dihadirkan seorang istri yang mengerti suaminya. Seorang perempuan yang khianat tidak akan dapat mengerti suaminya, dan tidak dapat menghadirkan semesta duniawi yang tepat kepada suaminya. Seorang istri yang tidak mengerti suaminya mungkin akan menghadirkan semesta dunia yang kacau balau bagi suaminya.

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ﴿٧٢﴾
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" (QS An-Nahl : 72)
Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang dapat mengenal jodoh yang diciptakan dari jiwanya sendiri, atau mengenali keterkaitan jiwa istrinya dengan jiwanya sendiri. Orang itu mengenali bahwa kelahiran amal-amalnya sangat bergantung pada pasangannya, dan rezekinya akan mengalir melalui at-thayyibat bersama istrinya.

Ketika seseorang mulai mengenali jodohnya, sebenarnya dirinya berada dalam dilema yang sangat besar, yaitu keimanan pada yang bathil dan kufur terhadap nikmat Allah. Mungkin dirinya berada pada persimpangan untuk menceraikan pasangannya dan memilih jodoh yang lain padahal Allah menghendaki keutamaan yang sangat besar bagi dirinya melalui istrinya, dan ia harus berusaha terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah dengan istrinya. Kesalahan memilih langkah yang terjadi merupakan bentuk yang mungkin terlahir dari sikap kekufuran terhadap nikmat Allah dan keimanan pada yang bathil.

Mungkin seseorang melihat ada wanita lain selain istrinya yang dilihat sebagai jodohnya. Hal itu tidak menunjukkan dirinya boleh meninggalkan istrinya untuk menikah dengan wanita yang dilihat sebagai jodohnya. Istri yang telah menikah dengannya itu adalah pasangan yang tidak boleh ditinggalkan karena orang lain, walaupun mungkin dirinya juga berjodoh dengan wanita lain itu. Hal itu harus diuji secara seksama. Ada prinsip keadilan yng harus dipenuhi dalam ta’addud. Dirinya harus terlebih dahulu melihat dengan jelas at-thayyibat antara dirinya dengan istrinya dan dengan wanita yang terlihat sebagai jodohnya. Tidak akan ada keadilan bila salah satu atau semua wanita terlihat kosong dari at-thayyibat, dan tidak perlu dilakukan ta’addud dalam hubungan yang demikian. Laki-laki itu mungkin hanya tergoda. Boleh jadi bobot at-thayyibat dari masing-masing wanita bagi seorang laki-laki berbeda, akan tetapi tidak pernah ada landasan yang benar bagi seorang laki-laki untuk meninggalkan salah seorang istrinya karena perempuan lain. Bila hal itu terjadi, laki-laki itu mungkin bukan laki-laki yang adil. Ini tidak berlaku bila istri yang meninggalkan suaminya karena ta’addud.

Banyak kasus yang mungkin terjadi pada seorang laki-laki yang mulai mengenali pasangannya. Demikian pula pada perempuan. Seluruh langkah berikutnya harus ditempuh menurut syariat yang diajarkan kitabullah dan sunnah rasulullah SAW. Ada bentuk-bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah dan keimanan terhadap kebathilan yang mungkin menjebak seorang laki-laki dalam pengetahuan seseorang tentang at-thayyibat melalui pasangannya. Seluruhnya harus diuji berdasarkan kitabullah. Tidak ada pengetahuan yang benar yang menyalahi syariat yang ditentukan Allah.

Istri yang dikenali seorang laki-laki shalih akan memunculkan at-thayyibaat baginya. Itu adalah sumber rezeki bagi pasangan itu bilamana suami isteri bersikap dengan tepat. Suami harus beramal shalih berdasarkan at-thayyibat dan istri berusaha menghadirkan semesta dunia yang tepat bagi suaminya. Dengan keberpasangan itu, sepasang suami istri shalih akan memiliki kesempatan beramal shalih. Keadaan yang berselisih antara suami dan isteri akan membuat halangan mengalirnya rezeki bagi pasangan shalih yang sumber rezekinya dari at-thayyibat. Konsekuensi ini tidak sepenuhnya berlaku bagi pasangan yang mencari rezekinya sepenuhnya dari alam dunia karena mungkin tidak ada thayyibat di antara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar