Pencarian

Minggu, 13 Desember 2015

Qadla dan Qadar

Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)

Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. 

Segala Sesuatu yang terjadi adalah taqdir Allah

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya aku melakukannya demikian, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi qadar Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi… .’

Segala sesuatu yang terjadi atas diri manusia adalah telah dikehendaki oleh Allah SWT.  Tidak ada yang dikehendaki oleh-Nya yang tidak terjadi. Segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. Seluruh peristiwa datang  dengan membawa urusan (amr) agar manusia mengetahui bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula dari bumi. Urusan (amr) turun di antara mereka, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu." [QS Ath-Thalaaq : 12]

Allah SWT menciptakan makhluk berupa tujuh langit dan seperti itu pula bumi, dan diturunkan di antara mereka urusan-urusan (amr). Manusia diperintahkan untuk memperhatikan urusan-urusan yang turun di antara petala langit dan bumi agar bisa mengetahui bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. 

Manusia tidak diciptakan sekadar untuk mencari kehidupan jasadiah saja. Manusia diciptakan untuk memperhatikan urusan-urusan yang diturunkan di langit dan bumi agar berilmu. Kadangkala manusia diberikan kesempitan dan kelonggaran, keburukan dan kebaikan. Manusia harus  ridho dengan seluruh  ketetapan yang diberikan. Seluruhnya tidaklah sia-sia tetapi membawa urusan untuk dikenali

Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani).

Allah memberikan Amr Setiap Saat


Allah telah selesai menciptakan segenap makhluk di segenap petala langit dan bumi, kemudian Dia beristiwa di atas ‘arsy mengatur segenap urusan (amr). Penciptaan telah selesai dilakukan oleh-Nya, hanya amr (urusan) saja yang sedang digelar di semesta. Dia senantiasa dalam kesibukan memberikan urusan kepada seluruh makhluk-Nya, baik makhluk langit maupun makhluk bumi.

“Semua yang ada di petala langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan” (QS. Ar Rahman: 29).

Makhluk-makhluk berakal diciptakan agar bisa mengenal Allah melalui urusan-urusan (amr) yang digelarnya. Seluruh makhluk telah diciptakan dengan tugas mengenal Allah sesuai kadar masing-masing, namun tidak seluruh makhluk menjalankan tugasnya dengan baik. Sebagian besar terlalaikan karena keinginan dan hawa nafsu masing-masing. Hal utama yang perlu diperhatikan oleh manusia selama hidupnya adalah masalah keihsanan,  yaitu kesadaran manusia akan ibadah kepada  Allah. Orang yang mempunyai kesadaran lebih tinggi tentang Allah setiap saat dikatakan sebagai orang yang lebih baik keihsanannya.

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih ihsan dalam amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)

Urusan bagi makhluk-Nya diberikan setiap saat sesuai dengan keadaan makhluknya. Allah selalu dalam kesibukan memberikan urusan (amr) setiap saat kepada makhluk sesuai dengan keadaan masing-masing. Bagi sebagian makhluk diberikan urusan sesuai dengan keadaannya tanpa dirugikan sedikitpun, bagi hamba yang dikehendaki-Nya, Allah menyempitkan atau melonggarkan agar hamba-Nya selalu berdzikir, dan bagi sebagian diberikan istidraj, dibiarkan terbuka baginya seluruh jalan di bumi namun azab baginya akan datang secara tiba-tiba. Seluruhnya merupakan urusan yang selalu diberikan-Nya kepada makhluk sesuai dengan keadaan masing-masing makhluk.

 “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa-apa  yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. ar-Ra’d : 11)

Seluruh urusan yang diturunkan-Nya bagi makhluk adalah untuk memberikan khazanah dari sisi-Nya. Tidak ada urusan yang diberikan-Nya kepada makhluk sebagai sebuah kesia-siaan, baik itu berupa kesempitan, kelonggaran, rezeki sesuai usaha masing-masing ataupun istidraj dari-Nya. Semua itu adalah bentuk rahmaniah-Nya kepada makhluk.  Bagi makhluk yang bergantung kepada Allah sepenuhnya, kesempitan dan kelonggaran adalah kebaikan yang akan membuat seseorang semakin ihsan. Bagi makhluk yang lebih banyak bergantung kepada aspek jasadiahnya, rezeki sesuai usaha masing-masing adalah yang terbaik baginya, sedangkan bagi yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, istidraj adalah yang terbaik baginya. Allah memberikan segala sesuatu kepada makhluk dengan kadar sesuai makhluk.

"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." [Al-Hijr/15 : 21]

Segala sesuatu turun dengan ukuran tertentu, membawa khazanah dari sisi-Nya.  Apa yang terjadi  di seluruh semesta seluruhnya telah tertulis dalam kitab (lauh al-mahfudz), namun apa yang turun kepada makhluk tidaklah seluruh khazanah yang ada di lauh al-mahfudz. Kadar makhluk membatasi khazanah itu, sehingga yang diturunkan hanyalah dengan kadar tertentu sesuai kadar makhluk.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid : 22)

Allah SWT mengetahui segala yang akan terjadi. Apa yang terjadi pada jaman dahulu, saat ini dan yang akan datang seluruhnya telah diketahui-Nya. Dengan seluruh amr/urusan yang turun secara baru, keadaan manusia dan makhluk lain yang bisa mempengaruhi jalannya sejarah dan segenap hal yang ditimbulkan dari makhluk,  adalah hal mudah bagi Allah SWT  untuk mengetahui apa yang akan terjadi dari jaman dahulu hingga jaman yang akan datang, bahkan sebelum makhluk itu diciptakan. Ilmu Allah tiada terbatas keluasannya, tidak dapat dibayangkan walaupun bagi makhluk yang paling cerdas sekalipun. Seluruh apa yang terjadi telah diketahui-Nya bahkan sebelum penciptaan, tidak meleset dari apa yang Dia perintahkan untuk dituliskan di lauh al-mahfudz.

Lauh al-mahfudz merupakan bukti betapa pengetahuan Allah tidak terbatas. Pengetahuan itu berada di luar yang bisa dimengerti  manusia. Tidak perlu manusia mengetahui apa yang ada dalam lauh al-mahfudz kecuali sebagai bukti untuk manusia yang telah mencintai-Nya. Tugas manusia adalah memikirkan tentang ciptaan Allah melalui urusan-urusan yang diberikan-Nya agar bisa mengenal dan mencintai-Nya, bukan mengetahui apa yang tertulis di lauh almahfudz yang akan terjadi. Manusia  telah diberi bekal untuk menghadapi semua hal yang akan diberikan. Allah memberikan ruh kehidupan yang menghidupkan jasad, memberikan jiwa bagi manusia yang mempunyai kecerdasan hingga melampaui semua makhluk, juga telah diberi kemampuan-kemampuan lain untuk kehidupannya. Itu yang harus disyukuri oleh manusia dengan berbuat ihsan sebaik-baiknya.

Allah SWT telah mengetahui bagaimana kesudahan dari setiap makhluknya, tetapi manusia tidak perlu mengatakan bahwa nasib bagi dirinya telah digariskan. Kehidupan harus disikapi dengan sebaik-baiknya tanpa terikat masa depan diri kita, tetapi pikirkan bagaimana kita bisa selalu meningkatkan keihsanan diri kita dalam setiap saat. Itulah yang ditentukan bagi manusia. Kita harus bersikap dengan pengetahuan diri kita, bukan dengan pengetahuan orang lain bukan pula dengan ilmu Allah SWT.

"Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan kami tidak akan mengharamkan apapun. Demikian pula orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan sampai mereka merasakan azab kami. Katakanlah : apakah kamu mempunyai pengetahuan yang dapat kamu kemukakan kepada kami? Yang kamu ikuti hanya persangkaan belaka, dan kamu hanya mengira. .’" [Al-An’aam/6 : 148]

Kaum musyrikin membuat persangkaan bahwa jika Allah menghendaki maka mereka dan bapak-bapak mereka tidak akan menjadi musyrik. Tetapi alquran membantah bahwa hal seperti itu hanyalah persangkaan belaka, bahwa meraka  hanyalah mengira tanpa pengetahuan. Mereka menyangka tanpa pengetahuan bahwa Allah menentukan seseorang musyrik atau tidak. Selayaknya manusia harus berusaha untuk mencari pengetahuan yang terbaik, bersikap benar dengan pengetahuan  terbaik yang diperolehnya agar Allah SWT menghendaki dirinya menempuh jalan taubat.

Dan tidaklah kalian berkehendak kecuali Allah tuhan semesta alam menghendaki (QS attaghabuun 86)

Kadar Manusia


Seluruh makhluk diciptakan dengan kadar tertentu sesuai dengan ayat berikut :
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." [Al-Qamar/54 : 49]
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)

Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan kadar tertentu. Sebuah batu diciptakan dengan kadar kekerasan dan kekuatan yang berbeda-beda. Tanaman mempunyai kadar yang berbeda dengan batu, sedangkan matahari ditakdirkan berjalan di tempat peredarannya. Flora, Fauna dan segala hal yang ada di sebuah ekosistem diciptakan masing-masing dengan kadar tertentu, saling memberi dan mengambil manfaat satu dengan yang lain dengan cara sedemikian kompleks sehingga kesetimbangan ekosistem dapat terjaga. Gangguan pada salah satu habitat akan mengganggu ekosistem secara keseluruhan karena masing-masing menjalankan kadarnya. Masing-masing mempunyai kadar yang telah ditentukan.

Matahari berjalan di tempat peredarannya dijadikan sebuah contoh dalam alquran, karena matahari adalah hal yang bisa dilihat oleh semua makhluk. Sebenarnya seluruh makhluk berjalan pada peredarannya. Dalam sebuah batu, terdapat atom-atom yang masing-masing mempunyai inti  dikelilingi oleh elektron, sebuah duplikasi mini, fraktal bagi peredaran tata surya. Demikian juga tata surya beredar di galaksi sesuai garis edarnya, dalam fraktal yang lebih besar. Yang bisa terlihat dengan jelas oleh makhluk adalah matahari sehingga matahari lah yang menjadi contoh dalam alquran.

Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (QS. Yasin : 38)

Seluruh makhluk beredar sesuai garis peredaran. Namun manusia diberikan keluasan untuk mengungkap khazanah ilahi tentang ilah sebagai pusat peredaran. Manusia diciptakan dengan kedua tangan-Nya, di antaranya dari unsur terjauh dari tuhan berupa jasad. Manusia adalah makhluk berakal yang berada di tempat paling gelap di semesta yang diciptakan-Nya, dan harus kembali menemukan bahwa dirinya adalah ciptaan yang paling sempurna. 

Manusia harus berangkat dari kecerdasan jasadiah tingkat rendah. Walaupun kecerdasan jasadiah manusia di dunia jasad adalah tertinggi, namun kecerdasan itu sebenarnya berada pada level rendah untuk makhluk langit yang berakal. Manusia diciptakan di tempat yang rendah untuk menjadi makhluk dengan kecerdasan tertinggi di semesta melampaui malaikat muqarrabun. Rasulullah SAW adalah makhluk yang diberikan kepadanya ruh tertinggi di alam semesta, pemilik kecerdasan yang beristiwa’  di ufuk yang tertinggi. 

Kebebasan manusia tidak beredar pada garis edar adalah karena manusia berada pada level jasadiah yang setara dengan ternak, padahal manusia adalah makhluk langit yang berakal. Ketika manusia mencapai akal sebagai makhluk langit, maka dirinya akan menyadari bahwa ada titik pusat peredaran yang harus dipatuhi dirinya. Dia akan bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah. Dia menyadari sepenuhnya bahwa tidak layak dirinya mengabdi kepada sesuatupun kecuali untuk Allah  sebagaimana para malaikat  mengabdi,  bahkan lebih mempunyai kesadaran lagi karena dirinya pernah merasakan sebagaimana yang ternak rasakan.

Manusia lah makhluk yang diberikan amanat yang tidak sanggup dipikul oleh gunung-gunung dan makhluk-makhluk yang lain, dan manusia lah yang diciptakan Allah dengan kesempurnaan yang hanya diketahui oleh-Nya. Para malaikat muqarrabun pun tidak mengetahui kesempurnaan manusia yang diciptakan dengan kedua tangan-Nya.

Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami berikan kadarnya, maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." [Al-Mursalaat/77 : 22-23]

Ayat di atas bercerita tentang penciptaan manusia di dalam rahim. Kepada manusia diberikan kadar dirinya pada waktu di dalam rahim. Allah adalah sebaik-baik pemberi kadar, dan bagi manusia diberikan kadar terbaiknya ketika di dalam rahim.

Tidak ada kadar buruk diberikan oleh sang Pencipta kepada manusia pada masa pemberian kadar itu. Misalnya manusia tidak ada yang diberikan takdir untuk mati dengan bunuh diri pada saat pengkadaran dalam rahim. Namun dalam perjalanan hidup seorang manusia, kadang-kadang ditemukan taqdir buruk bagi dirinya. Hal itu bukanlah taqdir yang diberikan ketika pengkadaran di dalam rahim, tetapi itu adalah urusan yang diijinkan oleh Allah untuk terjadi sesuai dengan keadaan makhluk pada saat itu. 

Takdir yang diberikan pada saat pengkadaran itu adalah sebagaimana diceritakan dalam ayat berikut :

"…Kemudian engkau tiba di atas kadar  yang ditetapkan wahai Musa." [Thaahaa/20 : 40]

Pertemuan Musa a.s dengan api suci di lembah thuwa adalah  saat dimana musa telah tiba di atas kadar yang telah ditetapkan sejak sebelum kelahirannya. Takdir yang berlaku sebelumnya adalah berkenaan dengan urusan-urusan yang diberikan Allah dalam setiap waktu bagi setiap makhluknya, sedangkan takdir  yang berlaku setelah pertemuan tersebut adalah urusan (amr) yang telah ditentukan Allah sebelum kelahirannya.

Kadar yang ditemui Musa a.s itulah sebagaimana diceritakan dalam surat alqadr. Turun pada malam itu malaikat dan ruh dengan membawa amr (urusan) dengan seijin tuhannya.

"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." [Al-A’laa/87 : 3]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar