Pencarian

Jumat, 04 Desember 2015

Kalimat Syahadatain

Tiada tuhan selain Allah

Uluhiyah 

Kalimat syahadat merupakan ikrar keikhlasan untuk mengenal tentang ilahiah dan risalah. Keikhlasan diterangkan dengan ringkas dan jelas dalam surat al-ikhlas :

Katakanlah : Dia lah Allah yang esa. Allah tempat bergantung. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada yang menjadi bandingan bagi-Nya sesuatupun. (QS al-ikhlash :1-4)

Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang huwiyah dan uluhiyah.  Huwa (Dia) tidaklah akan mampu dikenal oleh siapapun. Namun bagi makhluk diperintahkan untuk berkata : Dia (Huwa) lah Allah yang Esa. Makna dari perintah “katakanlah” adalah hendaklah manusia berilmu agar bisa  berkata.  Objek yang diperkenalkan dalam ayat itu adalah Allah yang esa. Dengan kata lain, perintah tersebut bermakna: kenalilah Allah yang esa.

Ayat kedua berkata: Allah adalah tempat bergantung. Apa yang diperkenalkan oleh “Huwa”, yaitu Allah,  adalah tempat bergantung. Kita mengenal rasulullah saw sebagai washilah kepada Allah. Allah dan malaikat-malaikatnya melakukan wasilah pada nabi Muhammad SAW, artinya bahwa Allah memberi wasilah kepada nabi, dan malaikat berwasilah kepada nabi.  Sedangkan bagi makhluk-makhluk yang terletak jauh dari nabi, harus melakukan perjalanan untuk berwasilah kepada nabi. Para waliyullah berwasilah kepada nabi, sedangkan bagi murid-murid yang tidak terhubung dengan nabi harus berwasilah kepada para wali-wali atau orang-orang soleh yang masih hidup  agar terhubung kepada nabi.

Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada satu  kesamaan apapun dalam  “keberadaan” makhluk terhadap Allah. Makhluk ada karena diciptakan dari ketiadaan, bersifat baru, bukan dijadikan dari unsur sang pencipta. Makhluk bukan sesuatu yang benar-benar ada, tetapi hanya diberi “keberadaan” dari yang maha ada. Dalam analogi yang sangat disederhanakan, dalam sebuah televisi yang menampilkan siaran sebuah peristiwa, tidak terdapat unsur peristiwa tersebut sedikitpun dalam siaran itu, kecuali beritanya.

Tidak ada satupun yang bisa menjadi bandingan bagi-Nya. Walaupun Allah mengenalkan diri bagi makhluk-Nya, namun sesungguhnya tidaklah diri-Nya dikenal dengan sebenarnya oleh makhluk. Apa yang dikenal oleh makhluk hanyalah sebatas kemampuan makhluk mengenal-Nya. Sebagian hanya mendengar nama-Nya, dan bagi rasulullah saw beliau mengenal apa yang diperkenalkan-Nya bagi makhluk seluruhnya.

Dengan seluruh bekal dan kemampuan yang diberikan kepada makhluk, setiap makhluk diperintahkan untuk mengenali apa yang diperkenalkan-Nya, yaitu Allah yang menciptakan dan memelihara seluruh semesta, pemilik asmaul husna.

Allah dapat dikenal melalui ayat-ayat yang tersebar dalam penciptaan lelangit dan bumi serta pemeliharaannya. Pada dasarnya, Allah telah selesai melakukan penciptaan lelangit dan bumi kemudian  beristiwa’ di atas ‘arsy, memberitakan ayat-ayat  tentang asma’ Arrahman. Hal itu kita temui pada ayat berikut:

Arrahmaan beristiwa’ di atas ‘arsy (QS Surat Thaha 5).

Allah-lah Yang meninggikan lelangit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda. Supaya kamu, terhadap perjumpaan dengan Tuhanmu, meyakini.  (Ar Ra’d, 13: 2)

Rububiyah

Alam semesta diciptakan sebagai pertanda, ayat tentang Allah, sebagaimana tercantum dalam alquran surat ali imron ayat 190-191:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya malam dan siang terdapata tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi : ya tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka (QS 3: 190-191)

Allah telah menciptakan alam semesta yang sangat-sangat besar hingga tidak terjangkau oleh indera fisik, bahkan walaupun dengan alat bantu mutakhir sekalipun. Selain alam fisik yang dapat diindera oleh instrumen fisik, alam-alam halus pun diciptakan berdampingan dengan alam kasar dengan keragaman luar biasa, dari alam manusia, jin, malaikat, ruh dan alam-alam lain yang ada bersama-sama. Allah pun memberikan kepada masing-masing ciptaan kadar kemampuan yang sangat beragam.

Sebuah batu diberi kemampuan berupa kekerasan dan kekuatan. Tanah diberi kemampuan untuk memberikan dukungan kehidupan atas vegetasi dan fauna yang ada di atasnya. Tanaman diberi kemampuan untuk tumbuh, berkembang, mengubah panas matahari menjadi bentuk energy lain sehingga bisa dimanfaatkan oleh makhluk lainnya.

Bila kita perhatikan dengan seksama, kita akan menemukan bahwa penciptaan makhluk oleh Allah telah sempurna, dan Allah memberikan kemampuan kepada ciptaan-Nya untuk berproses sesuai dengan istiwa’-Nya di atas ‘Arsy. Alquran surat yunus ayat 3 mengatakan :

Sesungguhnya tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan  langit dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa’ di atas ‘arsy mengatur segala urusan (amr). Tidak ada seorangpun dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Demikian itulah Allah tuhanmu, maka sembahlah Dia, maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS 10:3).

Penciptaan makhluk langit dan bumi  telah selesai dilakukan oleh Allah, yang ditunjukkan dalam kalimat Khalaqa, bentuk past tense yang artinya telah mencipta,  dan setelah menciptakan makhluk Allah beristiwa’ di atas ‘arsy untuk mengatur segala urusan. Pelaksanaan segala urusan yang diberikan Allah bagi makhluk yang ada di langit dan bumi dilakukan oleh ruh, sebagaimana disebutkan ayat 85 surat al-isra.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah ruh adalah dari amr (urusan) tuhanmu, dan tidaklah kamu diberi ilmu kecuali hanya sedikit (QS 17:85).

Kita menemukan begitu banyak ruh yang memberikan urusan allah kepada makhluk. Dalam setiap ciptaan-Nya akan kita temukan amr yang dibawa oleh ruh, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

…. Ingatlah, bagi-Nya lah Ciptaan (al Khalq) dan urusan (al-Amr). Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.(QS al a’raaf :54)

  Setiap diri kita diberi ruh yang mendatangkan urusan bagi kita untuk membuat kita pandai. Dengan ruh, badan kita menjadi hidup untuk menghadapi urusan yang ditentukan Allah bagi setiap insan untuk membuat manusia mengerti asma-asma yang bisa dikenal oleh masing-masing.

Begitu pula makhluk-makhluk yang lain diberikan ruh untuk memanifestasikan asma yang sanggup dikenal oleh masing-masing. Ruh untuk singa berbeda dengan ruh domba atau ruh tumbuhan. Ruh singa memberikan bentuk kehidupan singa, begitu pula dengan kambing, tumbuhan dan seluruh ciptaan lainnya. Dalam satu pohon bisa kita jumpai hingga ribuan ruh yang tersebar pada setiap biji yang bisa tumbuh bila berada  pada tempat yang memungkinkan. Begitu besar alam semesta diciptakan oleh Allah.

Bukan hanya alam ruh, alam yang lebih kasar pun sangat beragam dan seluruhnya diberi kemampuan sesuai dengan kadar masing-masing. Dalam diri seorang manusia dapat kita temui alam ruh hingga alam jasad sebagai ciptaan terjauh dari tuhannya. Pertemuan alam jiwa dengan jasad pun menumbuhkan sekian banyak hawa nafsu, kehendak berkarya bagi sesama, keinginan atas materi, keinginan untuk mencintai orang lain dan begitu banyak hal-hal lain yang bisa tumbuh dalam diri seorang manusia. 

Begitu juga pertemuan  laki-laki  dan perempuan  bisa menghasilkan sekian keturunan. Campuran material-material yang berbeda pun banyak yang mampu menghasilkan material baru yang mempunyai sifat berbeda.  Betapa Allah telah memberikan  kemampuan yang sedemikian besar kepada seluruh ciptaan-Nya, mulai dari  alam jasadiah hingga alam ruh.

Dengan seluruh kompleksitas alam semesta, Allah SWT telah memberikan pemeliharaan dengan mekanisme luar-biasa kompleks, yang seluruhnya telah ditentukan sebelumnya dan setiap urusan bagi masing-masing makhluk diberikan  kepada setiap makhluk secara setimbang tanpa cacat sedikitpun. Setiap makhluk memberikan dan mengambil manfaat dari makhluk yang lain untuk mencukupi seluruh kebutuhannya. Seluruh alam, baik alam jasadiah, alam malakut dan alam-alam lain berjalan dengan tunduk patuh pada amr (urusan) yang diberikan Allah.

Namun berbeda dengan yang lain, kepada manusia diberikan hawa nafsu dan kehendak mandiri untuk menguji. Bagi perbuatan-perbuatan manusia yang melampaui batas dalam merusak di bumi, Allah  memberikan urusan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan. Betapa banyak kaum yang telah dilenyapkan dengan azab karena kerusakan yang ditimbulkan kaum itu. Kaum tersebut tidak mencari agama, jalan hidup sesuai dengan ketentuan tuhan.

Asma dan Shifat Allah

Allah memiliki asmaul husna dan shifat, namun pada dasarnya hal itu bukanlah asma dan shifat yang bisa benar-benar mensifati-Nya. Kepada makhluk-makhluknya, terutama manusia, asma-asma dan shifat-shifat tersebut diberikan sebagai modal untuk mengenal asmaul husna dan shifat yang pantas disematkan sebagai pengenal bagi-Nya, walaupun makhluk  tidak akan pernah  benar-benar mengenal sifat-Nya sebenarnya,  agar makhluknya bisa menjadi saksi yang benar bahwa tiada Ilah selain Allah.

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa bagi setiap orang diberikan sifat sifat baik sebagai modal mengenal-Nya. Alam semesta memanifestasikan bagian dari nama-nama-Nya, sementara seorang manusia menyimpan seluruh nama-nama yang dikandung oleh alam semesta itu. Dia berkehendak memperkenalkan kepada manusia nama-nama-Nya  melalui berbagai urusan yang Dia hadirkan dalam hidup manusia,  menjadikan hidupnya  sedemikian kompleks dan rumit. Hal ini agar manusia menjadi sempurna mengenal-Nya sejauh yang akal manusia mampu, dan agar mampu menjalankan  amr (urusan) yang menghimpunkan umuur-nya (urusan-urusan) yang terserak.

"Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua akhlaq yang dicintai Allah, yaitu kesantunan  dan ketelitian.” Asyaj bertanya: “Wahai rasulullah, apakah kedua akhlaq tersebut karena usahaku untuk mendapatkannya ataukah pemberian dari Allah?” Beliau menjawab: “Pemberian dari Allah sejak awal.” Asyaj berkomentar: “Segala puji bagi Allah yang memberiku dua akhlaq yang dicintai oleh Allah dan RasulNya sebagai sifat dasar.”

Tugas bagi setiap manusia adalah mengembangkan sifat baik dirinya dengan ikhlash untuk mengenal Allah SWT, sehingga dirinya mengenal dengan sebenar-benarnya bahwa hanya Allah lah yang pantas menjadi Ilah.  Tanpa sebuah keikhlasan dan keberserahdirian kepada Allah, seseorang tidak akan mampu melangkah untuk mengenal-Nya, karena Dia lah yang memperkenalkan dirinya, bukan makhluk yang mengenal-Nya. Asma dan shifat-Nya yang diperkenalkan dalam kitab-kitab suci hanyalah ujung tali nama-Nya yang sebenarnya. Seseorang yang tidak menyusuri tali untuk bertemu dengannya pada dasarnya tidak akan pernah mengenal-Nya.

Muhammad adalah Rasulullah

Ruh di ufuk tertinggi

Alam semesta diciptakan Allah dengan keragaman alam yang sangat banyak, dari alam ruh yang dekat dengan Allah hingga alam jasad yang gelap dan jauh dari Allah. Seluruh ciptaan pada fitrahnya  bercerita tentang satu hal, yaitu rahmaniah Allah. Dengan seluruh keragaman yang ada dan kemampuan makhluk yang berbeda-beda, tergelarlah seluruh asma-Nya dalam berbagai ragam wujud dari alam ruh yang tinggi hingga alam jasadiah yang rendah.

Di antara makhluk-makhluk yang diciptakan Allah, ada makhluk yang berada pada ufuk tertinggi.  Dia adalah pemilik kecerdasan, dan dengan kecerdasan itu dia kemudian beristiwa’, dan memiliki kekuatan yang sangat besar. Alquran surat An-najm bercerita tentang makhluk tersebut :

mengajarkan kepadanya (yang mempunyai) kekuatan yang besar. Pemilik kecerdasan, maka dia beristiwa’. Dan Dia berada pada ufuk yang tertinggi (QS 53:5-7)

ayat 13 pada surat yang sama lebih jauh menceritakan  bahwa rasulullah benar-benar pernah melihatnya di sisi sidrat al-muntaha.

dan sungguh dia (Muhammad) telah benar-benar melihatnya pada penurunan yang lain. Yaitu di sisi sidratil muntaha. Di sisinya surga al-ma’wa (QS 53:13-15)

Daftar keterangan berikut dapat kita gunakan untuk melihat lebih jelas tentang makhluk yang disebutkan pada ayat-ayat tersebut di atas.
- Memiliki kekuatan yang sangat besar
- Memiliki kecerdasan maka dia beristiwa’
- Berada pada ufuk yang tertinggi
- Rasulullah telah benar-benar melihat-Nya di sisi sidratil muntaha.

Surat attakwir melengkapi cerita tentang  makhluk tersebut. Dikatakan bahwa makhluk itu adalah pemilik kekuatan bertempat di sisi pemilik ‘arsy. Yang ditaati dan terpercaya. Dan nabi benar-benar telah melihatnya di ufuk yang menjelaskan.

Sesungguhnya (alquran) itu adalah benar-benar perkataan rasul yang mulia. Pemilik kekuatan, yang benar-benar menempati sisi pemilik ‘arsy. Yang ditaati dan terpercaya. Dan tidaklah sahabatmu (Muhammad) orang gila. Benar-benar dia telah melihatnya di ufuk  yang menjelaskan. (QS 81: 20-23)

Daftar keterangan berikut dapat kita gunakan untuk melihat lebih jelas tentang makhluk yang disebutkan pada ayat-ayat tersebut di atas.
- Dia adalah rasul yang mulia
- Memiliki kekuatan yang sangat besar
- Bertempat di sisi pemilik ‘arsy
- Semua makhluk mentaati dan mempercayainya
- Rasulullah telah benar-benar melihatnya di ufuk yang menjelaskan

Karakter-karakter yang disebutkan pada surat-surat di atas kurang tepat dirujuk  kepada Jibril a.s. Jibril a.s adalah malaikat surgawi, bukan malaikat yang benar-benar bertempat di sisi ‘arsy walaupun pernah bermi’raj bersama rasulullah ke ufuk tertinggi. Iblis jelas tidak mentaati jibril karena merasa kedudukan jibril a.s setara atau lebih rendah dari diri iblis, dan rasulullah seringkali benar-benar melihat jibril di berbagai tempat, bukan hanya di ufuk yang tertinggi maupun di sisi sidratil muntaha.

Karakter-karakter pada surat-surat tersebut lebih tepat merujuk kepada ruh semesta alam. Ruh semesta alam itulah yang beristiwa’ kepada pemilik ‘arsy,  memiliki kekuatan sangat besar dari sisi pemilik ‘arsy untuk mengatur semesta alam, yang ditaati oleh para ruh, malaikat  hingga alam jasadiah terendah di semesta alam, bahkan ditaati oleh iblis. Ruh itulah yang membuat kata-kata al-quran dan mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW.

Istiwa’ dilakukan oleh  dua pihak, yaitu Arrahman sebagai asmaul husna yang melekat pada Allah, dan ruh semesta alam. Allah sebagai Khalik, telah sempurna menciptakan alam semesta, kemudian beristiwa’ memberitakan diri-Nya sebagai Arrahman kepada ruh semesta alam, dan ruh semesta alam pun beristiwa’ kepada Arrahman memberitakannya kepada semesta alam.

Ufuk tertinggi dalam hadits

Dalam hadits, kita bisa mendapatkan keterangan lebih jauh tentang makhluk tersebut. 
Hadits isra’ mi’raj

…….. kemudian (jibril) dimi’rajkan bersama aku hingga aku mendzahir bagi mustawan (yg diistiwa’i), aku mendengar di sana perubahan-perubahan pena-pena (HR Bukhari).

Dalam hadits tersebut, rasulullah dimi’rajkan bersama Jibril a.s hingga rasulullah mendzahir bagi mustawan. Istilah mustawan tentulah sebuah istilah yang dikenal dalam alquran. Dan alquran surah an-najm menjelaskan apa yang beristiwa’  di ufuk yang tertinggi. Itulah ruh alam semesta yang ditemui rasulullah di ufuk yang tertinggi.

Nur Muhammadiyah
Riwayat tentang Nur Muhammadiyah terkenal di dunia tasawuf, yang menceritakan bahwa awal penciptaan segala sesuatu adalah Nur Muhammadiyah. Tidaklah Allah berkehendak untuk menciptakan segala sesuatu bila tidak karena untuk penciptaan beliau SAW. 

Syaikh Yûsuf Ismâil an-Nabhâni menjelaskan makna ini berkata, “Ketahuilah, bahwasannya tatkala kehendak al-Haq (Allâh) berhubungan dengan penciptaan para makhluk-Nya, Allâh Azza wa Jalla telah menampakkan haqiqat Muhammad dari cahaya-cahaya-Nya, kemudian dengan sebabnya tersingkaplah seluruh alam dari atas hingga bawahnya …….kemudian terpancarlah darinya sumber ruh-ruh, sedangkan dia (Muhammad) merupakan jenis (ruh) yang paling tinggi di atas segala jenis dan sebagai induk terbesar bagi seluruh makhluk yang ada.” 

Makro kosmos dan Mikrokosmos

Rasulullah adalah makhluk yang diberi pengetahuan tertinggi dan terbesar. Untuk beliau SAW seluruh alam semesta ini diciptakan. Walaupun secara jasadiah rasulullah dibatasi dengan ruang dan waktu, namun secara ruh, beliau adalah utusan Allah pencipta segenap alam untuk memberitakan  rahmaniah Allah SWT kepada seluruh alam semesta, dari alam ruh hingga alam jasadiah. Beliau adalah washilah Allah. Seluruh makhluk yang ingin mengenal Allah, maka harus mencari jalan untuk berwasilah kepada beliau.

Ruh muhammadiyah mempunyai kekuatan besar untuk menggelar seluruh peristiwa yang telah digariskan oleh Allah. Alam semesta adalah makrokosmos bagi rasulullah. Sedangkan jasad beliau, yang terbatas, terhubung kepada ruh melalui nafs beliau. Jasad dan nafs beliau adalah mikrokosmos bagi rasulullah. Kendati jasadiah beliau terhubung kepada ruh yang menempati ufuk tertinggi di semesta alam, namun jasad beliau memberikan uswatun hasanah bagi seluruh alam semesta hingga alam terjauh dan terlemah agar mampu mengenal-Nya, bukan berbuat menuruti kemauan dan kemampuannya sendiri.

Nabi Muhammad adalah seorang makhluk yang paling mengenal rahmaniah Allah yang tersebar di seluruh alam,  dari alam puncak ciptaan hingga ciptaan yang terendah di alam jasad, dan beliau lah yang paling layak mengajarkan tentang Allah. Dan Allah memberi tugas kepada beliau sebagai rasulullah, pusat keterhubungan (washilah)  seluruh makhluk  di semesta kepada Khalik.

Bagi setiap manusia disediakan baginya ruh alquds yang memberikan kemampuan dirinya untuk mengendalikan makrokosmosnya, namun hanya sedikit manusia yang mampu memperolehnya. Ruh alquds setiap manusia membawa tugas sebagai bagian dari ruh muhammadiyah. Tidak ada ruh alquds yang tidak menjadi bagian dari ruh muhammadiyah, tidak memberitakan tentang rahmaniah Allah SWT.

Persaksian

Persaksian menunjukkan pengetahuan  tentang apa yang disaksikan. Tidak sah seseorang bersaksi tanpa pengetahuan. Begitu juga persaksian dalam kalimah tauhid, tidak sah  persaksian tauhid seseorang tanpa mempunyai pengetahuan tentang apa yang dipersaksikan.

Allah maha besar tidak ada yang bisa menjadi perbandingan bagi-Nya. Persaksian terhadap Ilahiah-Nya adalah sebatas pada kemampuan makhluk untuk mengenal-Nya pada apa yang digelarnya, berupa sifat dan asma, rububiyah dan uluhiyah. Pengenalan terhadap sifat dan asma adalah menghayati,  menghidup-hidupkan sifat diri sesuai dengan asmaul husna dan sifat-Nya untuk diteladani. Benih-benih asmaul husna dan sifat Allah yang dibekalkan kepada setiap manusia harus disemaikan dalam diri hingga tumbuh menjadi pohon thayyibah.

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allâh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. [Ibrâhîm/14:24].

Untuk mengenal rububiyah-Nya, keberserahan diri kepada Allah merupakan jalan yang berikan oleh sang Khalik. Keberserahdirian bukanlah bermakna tidak mengerjakan sesuatu untuk kehidupan dirinya. Keberserahdirian kepada sang pencipta menuntut seseorang untuk mengenal ruh-ruh yang merupakan amanat dari sang Khalik dan menjalankan amanat tersebut sesuai dengan kehendak-Nya. 

Ruh bagi setiap manusia akan menghadirkan seluruh peristiwa yang akan mendidiknya hingga mengerti untuk apa kehidupannya. Seseorang harus menjalankan apa yang dihadirkan ruhnya kepada dirinya sesuai dengan kehendak Allah.  Selain ruh yang membawa kehidupan jasadiah, manusia harus mengenal ruh bagi jiwa, yang akan memberikan bimbingan menjalankan tugas yang telah diamanatkan bagi dirinya sebelum kelahirannya ke dunia.

Ruh bagi jasad manusia akan membuat manusia menjalani kehidupan dengan pelbagai cabang-cabangnya. Atau ibarat benih pohon, yang darinya tumbuh pohon yang banyak cabangnya. Pengertian ini sejalan dengan salah satu makna dari kata amr, yaitu memperbanyak. Kata amira (satu akar dengan amr) artinya memperbanyak, menggandakan, atau melipatgandakan. Amr diri yang satu memanifestasi menjadi kehidupan yang dipenuhi urusan-urusan yang banyak namun pada hakikatnya hanya menjelaskan amr yang satu saja.

Hidup dan urusan yang banyak terjadi agar manusia menjadi entitas kompleks. Kompleksitas menjadikan sebuah entitas menjadi kuat. Manusia kadang harus menerima urusan-urusan berat dalam kehidupannya dan dalam jumlah yang banyak agar dirinya menjadi pribadi yang kuat untuk menempuh perjalanan dan memikul titah Rabb-nya yang sejati. Ruh memberikan kehidupan sehingga seseorang mempunyai umur, yaitu urusan-urusan yang banyak.

Dalam hidupnya, boleh jadi seseorang mengerjakan segala sesuatu tidak berdasarkan urusan/umur yang dibawa ruh, tetapi dia menuruti keinginan diri sendiri. Boleh jadi seseorang  menjalankan urusan/amr ruh yang memberikan kehidupan jasad, maka dia berjibaku dengan masalah demi masalah agar menghayati keberserahdirian kepada tuhannya. Dan bisa jadi seseorang menjalankan urusan/amr amanat ruh alquds yang memberikan bimbingan menjalankan qadla yang ditetapkan sebelum kelahirannya. Setiap orang harus berjalan, berusaha berpindah menjalankan amanat yang lebih tinggi, agar rububiyah terhadap dirinya semakin meningkat. Seseorang yang telah menjalankan amanat berdasar ruh al-quds lah yang akan menerima rububiyah-Nya.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. [al-Anfâl/8:24]

Kehidupan yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah kehidupan bagi jiwa oleh ruh alquds,  dengan menjalankan amanat yg telah ditetapkan sebelum kelahirannya ke dunia. Seruan itu bukanlah ditujukan bagi orang beriman yang telah meninggal,  tetapi bagi orang beriman yang masih hidup jasadnya, dan kehidupan yang akan diberikan adalah kehidupan oleh ruh alquds bagi jiwa.

Pengenalan terhadap uluhiyah akan senantiasa diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas berjalan kembali, bertaubat, menuju kepada-Nya. Dengan menghayati sifat-sifat rahmaniah dan sifat-sifat yang lain dengan ikhlas, akan banyak pengetahuan ilahiah yang akan diperoleh. Begitu pula dengan  menjalankan amanat-amanat-Nya, akan sangat banyak pengetahuan ilahiah terbuka. Seseorang yang bertaubat dengan ikhlas kembali menuju kepada-Nya akan menjadi solid dengan keindahan tiada bandingan, setiap orang berbeda dengan yang lain dengan keindahan masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar