Pencarian

Selasa, 23 April 2024

Hamba Allah yang Sesungguhnya

Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah. Hendaknya seluruh umat manusia mengikuti jejak langkah beliau SAW dengan membentuk akhlak al-karimah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Dengan mengikuti Rasulullah SAW, seseorang akan menemukan jalan untuk kembali kepada Allah menjadi hamba yang didekatkan. Allah telah mengutus Rasulullah SAW ke alam dunia untuk menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia dalam beribadah kepada Allah.

Suatu ibadah kepada Allah akan mendatangkan pemakmuran di bumi. Bumi adalah alam yang paling jauh dari sumber cahaya Allah sedangkan Allah adalah dzat yang Maha Mulia, dan orang-orang yang menghamba kepada-Nya akan mendatangkan kemuliaan berupa pemakmuran di bumi. Manakala seseorang menghamba kepada Allah dan mendatangkan permusuhan di bumi, jalan penghambaan yang dilakukannya sangat mungkin keliru di mana ia sebenarnya tidak memahami kehendak Allah. Manakala seseorang memahami kehendak Allah, maka ia akan mendatangkan pemakmuran di bumi bersama dengan manusia seutuhnya, bukan pemakmuran parsial yang mendatangkan kerusakan pada manusia.

﴾۱۶﴿ وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلٰهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh, ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)". (QS Huud : 61)

Pemakmuran itu hanya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya melalui penghambaan yang sungguh-sungguh kepada Allah. Kesungguhan manusia dalam beribadah menghambakan diri kepada Allah ditunjukkan dengan terbentuknya bayt dirinya untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Orang yang berhasil membina bayt demikian merupakan hamba Allah yang sesungguhnya. Orang-orang yang berada semakin dekat dengan terbentuknya bayt demikian mempunyai sifat penghambaan yang semakin baik. Orang yang mengarah dengan benar pada pembinaan bayt demikian mempunyai sifat penghambaan yang benar kepada Allah, dan orang yang menyimpang arahnya dari terbentuknya bayt demikian telah menyimpang dari penghambaan yang benar. Penghambaan yang semakin baik akan mendatangkan pemakmuran yang semakin baik. Setiap bayt yang terbentuk akan memunculkan pemakmuran dalam bidang masing-masing ahlul bayt.

Sifat pemakmuran bumi telah dilekatkan pada setiap manusia, tetapi tidak semua dapat melakukan pemakmuran bumi dengan benar. Banyak orang menyangka mereka telah memakmurkan bumi, tetapi maksud mereka tidak selaras dengan kehendak Allah. Sebagian melakukan pemakmuran berdasarkan cara yang salah dan sebagian berusaha untuk mewujudkan pemakmuran dengan jalan yang benar dan sebaik-baiknya. Ada orang-orang yang melakukan pemakmuran bumi bagi diri sendiri dengan menjadikan orang lain sebagai tumbal untuk pemakmuran dirinya, atau menjual dirinya sendiri kepada syaitan. Sebagian orang melakukan pemakmuran bumi dengan berbuat dzalim kepada orang lain, dan sebagian manusia berusaha melakukan pemakmuran untuk bersama-sama.

Pemakmuran bumi hanya untuk kepentingan diri sendiri pada dasarnya bukanlah suatu pemakmuran, karena kecelakaan akan menimpa orang-orang yang melakukannya. Sehalus-halusnya perbuatan itu dilakukan, seseorang akan terlilit dengan suatu masalah. Manakala seseorang melakukan tumbal untuk pemakmuran dirinya, ia akan celaka dengan tumbalnya itu. Demikian pula manakala ia menjual dirinya kepada syaitan, syaitan akan menyiksa dirinya dengan penyiksaan dan kebencian mereka terhadap manusia. Syaitan tidak akan memberikan sesuatu secara sukarela kepada manusia, sedangkan pemberian mereka tidak akan dapat dinikmati oleh manusia sebagaimana mestinya. Apa yang tampak berlimpah itu seringkali hanya suatu penghias pandangan mata jasmaniah saja, tidak menjadi milik manusia yang diberi kecuali syaitan akan menuntutnya secara kejam manakala digunakan, untuk setiap sesuatu yang digunakan.

Banyak orang yang berusaha melakukan pemakmuran bersama di muka bumi akan tetapi mengalami kesulitan untuk melakukannya. Banyak manusia dengan keinginan pemakmuran diri sendiri menyertai usaha itu dengan menampilkan wajah pemakmuran bersama, dan mereka kemudian memanfaatkan keuntungan dari upaya pemakmuran itu. Tidak sedikit pula pemakmuran tipuan syaitan dengan wajah pemakmuran bersama, tetapi hasil yang terwujud dari pemakmuran bersama itu justru mendatangkan kesengsaraan bagi umat manusia. Segenap upaya pemakmuran bersama akan menghadapi halangan-halangan dan pembengkokan dari syaitan, sehingga umat manusia yang baik akan mengalami kesulitan dalam melakukan pemakmuran di bumi dengan upaya mereka sendiri.

Pemakmuran itu hanya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya melalui penghambaan yang sungguh-sungguh kepada Allah, ditunjukkan dengan terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Semua orang yang mengarahkan kehidupan untuk membentuk bayt sebagai sarana meninggikan dan mendzikirkan asma Allah akan mendatangkan pemakmuran bumi terlepas dari jauh dekat langkahnya atau besar kecilnya nilai yang disumbangkan, sedangkan merusak pembentukan bayt akan mendatangkan kerusakan walaupun mereka menyangka telah menjadi baik dan berbuat baik.

Meningkatkan Kualitas Penghambaan

Terdapat fitur-fitur dalam pembinaan bayt yang akan memberi warna penghambaan seseorang kepada Allah, di antaranya adanya janji Allah yang diberikan setelah perjanjian diperikatkan, penyambungan hal-hal yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, dan melakukan perbaikan di muka bumi. Hal ini secara tersirat tercantum dalam ayat berikut :

﴾۷۲﴿الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang mengurai janji Allah sesudah perjanjian itu diperikatkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi (QS Al-Baqarah :27)

Ayat di atas dituliskan dalam Alquran mendahului secara berdekatan ayat-ayat tentang penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ada suatu kaitan yang sangat erat antara ketiga fitur di atas dengan manusia sebagai pemakmur bumi. Melakukan kerusakan di muka bumi, memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan mengurai janji Allah setelah perjanjian itu diperikatkan merupakan antitesis dari proses pemakmuran di muka bumi. Bila dibalik, proses pemakmuran harus dilakukan dengan melakukan perbaikan di muka bumi, menyambungkan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan mewujudkan janji Allah setelah perjanjian itu diperikatkan.

Terdapat suatu hierarki yang dapat dilihat dalam proses pemakmuran di atas, dengan kedudukan paling sempurna berupa mewujudkan janji Allah. Pada tingkatan bumi, setiap orang harus berusaha untuk melakukan perbaikan. Pada tingkatan insaniah, setiap insan harus berusaha menyambungkan apa-apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan. Dalam tingkatan hubungan kepada Allah, hendaknya manusia berusaha untuk mewujudkan janji Allah yang diberikan setelah perjanjian itu diperikatkan. Ketiga proses ini menjadi kunci pemakmuran bumi, merupakan satu kesatuan yang harus diwujudkan bersama-sama, tidak boleh dilanggar pada salah satu di antaranya. Seseorang tidak dapat melakukan perbaikan di muka bumi dengan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, atau dengan berbuat merusak janji Allah setelah suatu perjanjian yang mendatangkan janji itu diperikatkan. Demikian pula pada setiap permutasi, proses itu tidak dapat dilakukan pada satu atau lebih proses dengan melanggar proses pada tingkatan yang lain. Melanggar satu proses akan mendatangkan konsekuensi yang sama pada proses yang lain.

Barangkali tidak setiap manusia mengenal janji Allah yang harus diwujudkan melalui perjanjian yang telah diperikatkan, tetapi setiap manusia dapat melakukan perbuatan mengurai janji Allah setelah perjanjian diperikatkan. Manakala seseorang tidak bertakwa dalam melakukan perbuatan di muka bumi dan/atau dalam hubungan antar manusia, seseorang dapat menimbulkan pembuyaran janji Allah setelah perjanjian itu diperikatkan. Mungkin janji yang dirusak itu bukan janji melalui dirinya, tetapi ia melakukan kerusakan pada janji Allah melalui perjanjian yang diperikatkan kepada orang lain. Sama saja bila ia berbuat demikian, maka ia akan menyebabkan kerusakan pada proses yang lain.

Ketiga proses tersebut merupakan penjelasan tugas diri manusia sebagai khalifatullah di muka bumi dalam memakmurkan bumi, yaitu ia harus melibatkan amal di tingkatan bumi, menjalin shilaturrahmi pada tingkatan insaniah dan memperhatikan janji Allah yang harus diwujudkan. Pada beberapa sisi, pelaksanaan hal-hal tersebut menunjukkan kualitas ibadah setiap manusia sebagai khalifatullah. Ada orang-orang yang hanya berbuat dengan amal tanpa rasa kasih sayang terhadap orang lain, ada orang yang beramal dengan kasih sayang kepada sesama manusia tanpa mempunyai pengetahuan tentang janji Allah, dan orang-orang yang sempurna melakukan amal dengan kasih sayang disertai dengan pengetahuan tentang janji Allah. Terbentuknya ketiga keadaan itu menunjukkan terhubungnya seseorang terhadap rahmat Allah.

Ukuran kualitas ibadah itu hendaknya digunakan untuk mengukur diri sendiri, tidak untuk menghukumi orang lain, atau boleh digunakan untuk menemukan kebersamaan dengan al-jamaah. Ukuran itu dapat berlaku selama tingkatan-tingkatan proses itu tidak disertai penyimpangan. Manakala ada penyimpangan, setiap orang harus mencari jalan untuk mengenali jamaah yang lurus jalannya. Dalam kasus khusus, ada orang-orang yang sebenarnya mengenal janji Allah melalui dirinya akan tetapi tidak dapat menyambung shilaturrahmi dan/atau tidak dapat beramal karena halangan yang diperolehnya. Bayt mereka mungkin tidak terbentuk sempurna, tetapi perkataan mereka dapat diikuti. Menerapkan ukuran kualitas ibadah dalam hal ini perlu dilakukan dengan cermat tidak diukur secara gegabah.

Proses-proses itu menunjukkan tingkatan terbentuknya bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah. Orang yang berusaha membina bayt untuk meninggikan dan mendzikirkan asma Allah akan mengalami perkembangan mengikuti tingkatan-tingkatan proses di atas. Orang yang melakukan kerusakan di muka bumi tidak dapat dikatakan membina bayt. Demikian pula orang-orang yang memotong apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan/atau mengurai janji Allah setelah perjanjian itu diperikatkan tidak termasuk orang yang membina bayt. Manakala seseorang yang ingin membina bayt melakukan hal demikian, mereka mungkin telah menyimpang dalam membina bayt tersebut. Hal ini tidak termasuk orang yang tidak/belum berhasil menyambungkan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, atau orang yang belum mengenal janji Allah. Bila terjadi hal demikian, ia tidak termasuk orang yang menyimpang tetapi belum mencapai tingkatan tersebut.

Bentuk nyata amal dalam menunaikan janji Allah berkaitan dengan amaliah duniawi, tidak semata berbentuk syariat. Janji itu merupakan kunci dalam pemakmuran bumi, di mana pemakmuran yang dilakukan merupakan wujud dzahir dari pengetahuan seseorang terhadap kehendak Allah. Pengetahuan terhadap kehendak Allah selalu terkait dengan suatu ayat dalam kitabullah Alquran, akan tetapi amal yang terlahirkan dapat berupa amal-amal praktis duniawi yang memunculkan pemakmuran bumi.

Hubungan antara suatu ayat kitabullah dengan hal praktis akan dipahami oleh pemilik ilmu yang beramal mewujudkan janji Allah. Misalnya, seorang syaikh mungkin berharap buah amalnya berupa keberhasilan muridnya yang akan ditandai dengan meletusnya Gunung Kelud. Pengetahuan yang menghubungkan antara kitabullah Alquran dengan meletusnya Gunung Kelud telah dimiliki sang Syaikh dalam bentuk yang seringkali tidak mudah diceritakan kepada orang lain. Bahkan manakala Gunung Kelud telah meletus, mungkin kebanyakan murid tidak mengetahui makna sabda sang syaikh tentang hal itu, sedangkan sang syaikh benar-benar telah menyampaikan kepada para murid. Sebagian kecil muridnya mungkin akan mengetahui makna sabda sang syaikh, dan sebagian lainnya justru mengolok-olok pengetahuan murid yang mengetahuinya, dan sebagian besar murid hanya menganggap berita itu hanya angin lalu. Dalam hal ini, kebenaran itu hanya diketahui sang syaikh dan mungkin juga murid-murid yang mengetahui makna sabda sang syaikh.

Menggunakan Akal

Membina kesungguhan dalam penghambaan kepada Allah harus dilakukan dengan mengikuti kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW sejak dari upaya-upaya jasmaniah hingga pengenalan terhadap janji Allah. Melakukan perbaikan di muka bumi tidak boleh terlepas dari tuntunan Allah berupa kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Perbuatan-perbuatan baik yang mempunyai landasan dari tuntunan Allah itulah yang akan meningkatkan nilai penghambaan seseorang. Nilai penghambaan demikian tidak tergantung kemampuan logika, tetapi lebih pada kemuliaan akhlak, sedangkan akhlak itu terbentuk dari pemahaman pada tuntunan Allah. Pada dasarnya, pemahaman seseorang terhadap tuntunan Allah itulah yang meningkatkan nilai ibadahnya, dan amal-amalnya merupakan sarana meningkatkan pemahamannya dan mengokohkan akhlaknya.

Demikian pula kemampuan seseorang untuk menyambungkan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan kemampuan memahami janji Allah tergantung dari pemahaman seseorang terhadap tuntunan Allah. Mustahil melakukan kedua proses di atas manakala seseorang tidak memahami tuntunan Allah dalam kitabullah Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Seseorang tidak akan mampu mengenali Rasulullah SAW dengan benar atau mengenali washilahnya kepada Rasulullah SAW tanpa mengenali keadaan washilahnya menurut tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW. Demikian pula seseorang tidak akan mengenali amal yang dijadikan amanah bagi dirinya tanpa mengenali urusan Rasulullah SAW yang tertera dalam kitabullah Alquran. Tanpa mengetahui tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, seseorang boleh jadi bertindak keliru justru memutuskan segala sesuatu yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, mencerai-beraikan shilaturahmi umat manusia yang tersambung hingga kepada Rasulullah SAW sedangkan ia merasa sebagai hamba Allah yang baik. Tercerainya shilaturrahmi demikian pada kasus tertentu juga akan menguraikan janji Allah hingga tidak dapat terwujud di bumi karena kerusakan manusia.

Kebutuhan terhadap tuntunan Allah ini tidak boleh dikalahkan dengan hawa nafsu. Kadangkala seseorang atau suatu kaum mengikuti apa yang dipandang baik bagi mereka, sedangkan mereka meninggalkan tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW terkait dengan urusan bagi ruang dan jaman mereka di bumi. Mengabaikan pembacaan yang benar tentang tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW menunjukkan langkah seseorang hanya mengikuti hawa nafsu, dan hal ini akan menjadikan umat tidak menemukan peningkatan nilai penghambaan kepada Allah. Perbuatan perbaikan di muka bumi yang mereka lakukan sebenarnya tidak mempunyai bobot yang memadai selama tidak mengetahui janji Allah terhadap diri mereka, dan yang mengangkat bobot nilai itu adalah pengetahuan tentang tuntunan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW untuk urusan mereka.

Kecurigaan terhadap kesesatan orang lain dan tidak terhadap dirinya akan mewarnai proses mengikuti kebenaran. Hal itu seringkali merupakan hawa nafsu yang mempertakuti manusia. Seharusnya seseorang takut kesesatan terhadap dirinya maka ia takut kesesatan orang lain. Kadang manusia mengalami hal demikian secara berlebihan hingga curiga terhadap perkataan benar orang lain yang berlandaskan kitabullah, dan sebaliknya memandang keadaan diri mereka yang menyimpang atau menentang kitabullah sebagai mulia. Hal demikian menunjukkan lemah akal dalam berpegang pada kitabullah. Akal yang kuat akan mampu mencerap kebenaran dari sumber-sumber yang lemah sekalipun misalnya bila kebenaran itu muncul dari syaitan sekalipun. Terlepas bahwa kebenaran itu mungkin mengandung tipuan yang besar, orang berakal dapat mengenali kebenaran sebagai kebenaran. Seseorang tidak boleh mengikuti perkataan syaitan, tetapi boleh saja mengenali kebenaran yang keluar dari mereka. Bila mengenali nilai kebenarannya, ia akan mengenali tipuannya karena tipuan syaitan hampir selalu dilakukan dengan kebenaran nisbi. Orang berakal tidak akan berharap bahwa kebenaran itu hanya muncul dari malaikat yang berbicara kepada mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar