Pencarian

Selasa, 16 Maret 2021

Kesesatan dan Petunjuk Allah

 

Iblis berusaha menyesatkan seluruh manusia. Kedengkian membuat mereka bekerja keras untuk menyesatkan seluruh manusia. Mereka mengusahakannya dengan seluruh daya upaya yang mereka miliki, tidak meninggalkan satu orang pun kecuali mereka berusaha menyesatkannya. Sebagian diusahakan untuk disesatkan ketika mereka memisahkan diri dari jamaah, akan tetapi bukan tidak mungkin mereka menyesatkan manusia yang berjamaah, sekelompok manusia disesatkan bersama-sama.

﴾۲۸﴿قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya (QS Shaad : 82)

Di antara titik kritis penyesatan umat manusia oleh syaitan terjadi ketika seseorang yang diberi amanah keumatan pergi meninggalkan umatnya. Ketika sekelompok umat yang berjalan kepada Allah ditinggalkan oleh pemegang amanah keumatan, syaitan mendatangi umat itu untuk menyesatkannya. Hal ini dicontohkan ketika Musa a.s pergi bersegera kepada rabb-nya di gunung Sinai agar ia memperoleh ridla-Nya. Hal ini rupanya justru membuat-Nya memberikan ujian kepada umat Musa a.s.

﴾۵۸﴿قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِن بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
Allah berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri (QS Thahaa : 85)

Bersamaan dengan ujian Allah ketika seorang pemimpin umat pergi dari umatnya, syaitan akan berusaha keras untuk menyesatkan umat itu hingga mengikuti syaitan. Syaitan akan datang dalam berbagai wujud yang dekat dengan umat. Untuk umat nabi Musa a.s, syaitan datang kepada mereka dalam wujud Samiri. Samiri adalah seorang manusia dari Bani Israel yang dapat melihat alam-alam tinggi baik berupa syaitan ataupun rasul dari kalangan malaikat. Samiri melihat, mengetahui dan menggunakan jejak rasul untuk menghidupkan patung anak sapi emas, yaitu jejak malaikat Jibril yang datang membantu Bani Israel menyeberang laut merah.

Ketika ditinggalkan nabi Musa a.s, sebenarnya ada nabi Harun a.s memimpin Bani Israel. Nabi Harun a.s pun telah memperingatkan bani Israel untuk kembali beribadah kepada Ar-rahman, akan tetapi seruan nabi Harun tidak membuat bani Israel percaya. Mereka lebih memilih tetap bersembah pada patung anak sapi emas yang bersuara selama menunggu nabi Musa a.s kembali. Kerusakan akal yang ditimbulkan oleh Samiri sebagai syaitan lawan nabi Musa a.s tidak dapat dikendalikan oleh nabi Harun a.s sebagai pengganti Musa a.s. Hal itu terjadi padahal nabi Musa a.s telah menunjuk nabi Harun untuk memimpin umat Bani Israel ketika beliau mendahului mereka ke bukit Sinai, dan Harun a.s adalah seorang nabi. Barangkali kerusakan akan lebih parah bilamana nabi Musa a.s menunjuk orang lain dan tidak menunjuk nabi Harun menggantikannya.

Peristiwa demikian itu sebenarnya tidak hanya terjadi pada zaman Musa a.s, tetapi bisa saja terjadi pada setiap zaman bila seorang pemangku amanah umat meninggalkan umatnya. Seorang pemimpin umat tidak boleh meninggalkan umat sekalipun untuk mengharap ridla rabb-nya. Bila harus dilaksanakan proses pergantian pemangku amanah, harus ditunjuk pengganti yang berkemampuan, dan umat harus dijaga agar berjalan dengan baik, agar pintu masuk syaitan tetap terjaga keselamatannya bagi umat. Tidak boleh ada perebutan atau penyerobotan pemangku amanah umat karena mungkin akan merusak keselamatan umat. Bila pintu itu tidak terjaga, syaitan akan bercampur dengan manusia sehingga mempunyai keleluasaan untuk menyesatkan umat manusia sebagaimana Samiri menyesatkan bani Israel. Mungkin hanya tertinggal sedikit manusia yang akalnya tetap baik bilamana syaitan diberi keleluasaan menyesatkan suatu umat menuju kebinasaan. Jaman sebelum nabi Nuh a.s telah memberi contoh bagaimana syaitan memperoleh keleluasaan memimpin manusia, juga ketika Samiri menyesatkan bani Israel.

Akan terjadi kerusakan yang besar akibat penyesatan syaitan ketika suatu umat ditinggalkan pemimpinnya tanpa alasan yang benar. Agama umat itu akan dirusak oleh syaitan tanpa disadari umat, sebagaimana bani Israel menyangka bahwa patung sapi emas buatan Samiri itu adalah tuhannya Musa a.s, tetapi Musa a.s melupakannya. Ini merupakan penyimpangan besar yang tidak disadari oleh bani Israel karena akal mereka rusak. Sekalipun mereka melihat fakta tuhannya Musa a.s tidak demikian, mereka mengatakan bahwa sebenarnya tuhannya Musa a.s adalah demikian tetapi Musa a.s melupakannya. Kerusakan akal itu sedemikian besar tanpa disadari oleh umat.

Fitnah Akhir Zaman

Pada akhir zaman, sendi agama yang paling dirusak oleh syaitan adalah pernikahan. Syaitan memisahkan laki-laki dari istrinya karena pernikahan itu benteng yang paling kuat menghalangi syaitan untuk menimbulkan fitnah bagi umat manusia. Hal ini menjadi strategi syaitan untuk menimbulkan fitnah yang paling besar bagi umat manusia, dan fitnah terbesar itu akan dilakukan syaitan ketika akhir jaman. Upaya-upaya syaitan yang lain tidaklah dianggap apa-apa oleh pemimpin iblis dibandingkan dengan upaya syaitan yang berusaha memisahkan laki-laki dari istrinya. Fitnah pemisahan laki-laki dari istrinya ini sangatlah besar akibatnya, harus diperhatikan dengan baik.

Yang dirusak syaitan adalah agama, walaupun bentuk yang nampak adalah memisahkan laki-laki dari istrinya. Syaitan hanya memberikan selipan di antara kebenaran agama, bukan mengajarkan sebuah doktrin yang salah atau membalik ayat, tetapi hanya menyelipkan tiupan pada hawa nafsu dalam memperoleh makna kebenaran agama, seperti ketika menunjukkan Adam pohon khuldi. Seringkali terjadi seorang manusia tidak tepat dalam memperoleh makna kebenaran agama, tetapi itu tidak berbahaya karena bukan dari syaitan tapi dari kelemahan manusia, dan kemudian manusia memohon ampun terhadap kesalahannya. Bila kesalahan itu dari syaitan, manusia akan cenderung merasa benar dan hal itu menjadi sesuatu yang mendatangkan bahaya. Pemisahan isteri dari suaminya merupakan bahaya paling besar yang akan dilakukan oleh para syaitan bagi manusia, dan manusia akan merasa benar dalam melakukan kesalahan itu.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pernikahan adalah setengah bagian dari agama. Bagian agama itulah yang dirusak oleh syaitan yang memisahkan laki-laki dari istrinya untuk membuat fitnah terbesar. Kerusakan pada masing-masing orang yang dipisahkan syaitan barangkali tidak sama. Serangan paling berat akan ditimpakan kepada orang yang membangun agamanya dengan benar sesuai dengan sunnah dan syariat rasulullah SAW, sedangkan orang yang tidak membangun agama melalui pernikahannya, atau membangun dengan cara melenceng dari sunnah rasulullah SAW akan diserang dengan intensitas secukupnya.

Upaya ini sangatlah merusak seseorang ataupun umat manusia sebagaimana kerusakan bani Israel yang dirusak oleh Samiri. Akal seseorang atau bahkan akal umat manusia dapat rusak karena rusaknya pernikahan seorang laki-laki dan istrinya. Sebagaimana penyembahan patung anak sapi emas, seorang laki-laki akan merasa benar ketika amalnya melenceng dan seorang perempuan merasa benar ketika menyeleweng. Melalui rusaknya akal seorang isteri, akal umat manusia dirusak hingga tidak dapat mengenali keadaan diri mereka, dan tidak mengenal kebenaran bagi mereka. Mereka mungkin tidak merasakan bahwa perjalanan mereka menuju Allah terhenti tidak bergerak karena merasa bahwa mereka adalah pemegang kebenaran. Amal yang mereka lakukan tidak sesuai dengan keadaan zaman, karena mereka tidak merasa perlu mengenal lebih lanjut keadaan zaman. Pada masing-masing individu, kerusakan inipun terjadi dalam tingkatan yang tidak sama. Seorang yang rusak akalnya karena penyesatan syaitan sedangkan ia bertahan atau tetap berusaha mengikuti kebenaran tidak sama kerusakannya dengan orang yang bersukarela dan senang mengikuti penyesatan syaitan karena tertipu.

Kerusakan paksa akal dapat terjadi pada perempuan. Syaitan akan merusak pernikahan dari berbagai arah, di antaranya yang pasti syaitan akan mendatangi suami dengan bisikan dan godaan kekejian, dan mendatangi istri dengan pemikiran dan godaan kekejian. Syaitan pasti mendatangi mereka dari sisi suami dan sisi isteri, tidak hanya dari satu sisi saja. Keadaan seorang laki-laki akan ditentukan oleh penyikapan dirinya terhadap penyesatan syaitan, bagaimana dirinya berpegang pada alquran dan sunnah rasulullah SAW. Pada perempuan tidak sepenuhnya demikian, karena akalnya dapat dirusak paksa orang lain, walaupun tentu saja karena ada celah yang tidak tertutup. Tanpa pendidikan pernikahan, celah itu akan sulit tertutupi sendiri oleh seorang perempuan karena itu menyangkut visi dan arah pernikahan yang harus ditempuh. Pendidikan pernikahan sangat penting diberikan kepada para perempuan, baik yang sudah menikah ataupun yang belum menikah agar kehidupan pernikahan sebagai setengah bagian agama dapat terwujud dan dapat berjalan dengan baik.

Mengikuti Petunjuk Dengan Benar

Bagi orang berakal, mensikapi kerusakan akibat syaitan semacam itu relatif lebih mudah dibandingkan dengan yang akalnya lemah. Sebagian orang akan dibiarkan tersesat setelah tidak lagi bisa dinasehati, tanpa rasa sedih walaupun mungkin ada kemarahan. Rusaknya akal sebagian orang yang lain akan membuatnya sangat sedih dan sangat berharap Allah memberikan ampunan bagi mereka. Nabi Musa a.s memerintahkan agar bani Israel membunuh diri mereka yang tersesat agar memperoleh ampunan Allah, sedangkan nabi Musa sendiri berharap Allah membinasakan dirinya bersama orang-orang yang tersesat dengan sebuah gempa, dan beliau memohon ampunan bagi orang-orang yang tidak tersesat.

Bagi yang akalnya kurang kuat, penyikapan kejadian itu akan membingungkan. Kebenaran dan kesesatan terlihat bercampur-campur tanpa terlihat kedudukan masing-masing yang sebenarnya. Muncul kegamangan dalam menentukan sikap. Bagi kebanyakan orang, selipan kesalahan itu kadang hampir tidak bisa dilihat, sedangkan sebagian yang lain melihat banyak manfaat dan ada madlarat yang bercampur, tetapi mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya kecuali mengambil manfaatnya. Kadangkala hampir tidak ada yang dapat meluruskan selipan syaitan itu karena akan merusak yang baik dan memunculkan madlarat yang besar. Perlu kehati-hatian untuk melepaskan selipan atau membersihkan selisip pembacaannya. Kadangkala seorang pemimpin umat pun hanya dapat menitipkan masalah itu kepada generasi berikutnya yang sekira berpotensi mampu membersihkan masalah itu, walaupun pemimpin itu mengetahui masalahnya.

Allah tidak akan membiarkan hal demikian bagi hamba-hamba-Nya. Ada petunjuk-petunjuk Allah diturunkan pada masa yang kacau demikian. Hal itu akan menuntun manusia untuk mencegah kerusakan yang terjadi.

﴾۸۳﴿قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS Al-Baqarah : 38)

Hal yang harus ditempuh agar keadaan menjadi baik yaitu mengikuti petunjuk. Akan tetapi syaitan pun tentu tidak akan berdiam terhadap petunjuk Allah. Mereka berusaha mengacaukan petunjuk-petunjuk Allah dengan petunjuk-petunjuk yang menyesatkan. Petunjuk yang harus diikuti adalah petunjuk yang telah mendapatkan kedudukan dalam alquran secara tepat. Setiap petunjuk yang benar akan berhubungan dengan suatu ayat dalam alquran, tanpa dipaksakan kesesuaiannya, tanpa ada pembenaran dengan ayat tersebut.

Kadangkala seorang pemimpin umat menitipkan amanah secara khusus kepada beberapa pengikutnya yang dianggap benar untuk mengatasi krisis yang mungkin terjadi. Pemimpin itu mengetahui adanya masalah pada umat, akan tetapi dirinya mengerti bahwa masalah itu diperuntukkan bagi salah seorang atau beberapa pengikutnya, bukan untuk dirinya. Hal ini harus digali dengan baik sebagai petunjuk untuk mengatasi krisis pada umat. Tentu saja petunjuk itu harus dilaksanakan bilamana benar. Petunjuk itu dapat berupa arahan di alam jasadiah bumi ini ataupun petunjuk dalam hati orang yang mampu melihat alam nafs. Meninggalkan petunjuk itu akan menimbulkan kesulitan yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar