Pencarian

Minggu, 21 Maret 2021

Berpegang Teguh Pada Alquran dan Persatuan

 

Allah menurunkan alquran kepada rasulullah SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Dengan alquran setiap manusia dapat menempuh jalan kembali kepada Allah dengan selamat. Banyak bahaya yang mengintai orang-orang yang kembali kepada Allah yang dapat menyebabkan mereka tersesat ketika kembali kepada Allah. Dengan berpegang teguh kepada Alquran, maka seseorang dapat menempuh jalan yang selamat untuk kembali kepada Allah.

Sebagian orang-orang yang beriman kembali menjadi murtad karena mengikuti orang-orang yang memperoleh kitab, padahal rasulullah masih ada di antara mereka. Rasulullah membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia dengan benar, akan tetapi karena mereka mengikuti juga bacaan para ahli kitab maka bacaan ahli kitab itu membuat mereka kembali kafir setelah memperoleh keimanan. Tidak semua pembacaan kitabullah oleh seseorang dilakukan dengan benar karena ada sebagian orang membacakan kitabullah agar orang-orang beriman kembali tersesat dalam sikap kufur. Juga ada hal-hal yang menjadi prasyarat membaca kitabullah dengan benar. Setiap orang harus memperhatikan ketika mengikuti pembacaan ayat-ayat Allah oleh orang lain, karena boleh jadi orang yang diikuti belum memenuhi persyaratan sedangkan dirinya tidak dapat mengukurnya dengan benar. Sikap hanif dan takwa harus ditumbuhkan sebelum benar-benar mengikuti orang lain.

Berpegang Pada Tali Allah

Allah memerintahkan setiap orang untuk berpegang teguh pada tali Allah dan mengingat nikmat Allah.

﴾۳۰۱﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)

Tali Allah itu adalah Alquran, tali yang salah satu ujungnya berada di tangan manusia dan ujung yang lain berada di tangan Allah. Untuk berpegang pada tali Allah, ada tatacara dan prasyarat yang harus dipenuhi sehingga pembacaan itu benar. Tanpa memenuhi tatacara dan prasyarat itu boleh jadi makna bacaan itu keliru atau tidak tepat. Hal ini hendaknya dipahami oleh setiap orang, bukan untuk mencegahnya membaca Alquran akan tetapi untuk menyadarkan bahwa mungkin saja bacaannya itu keliru. Dan juga hendaknya disadari bahwa ada orang yang membaca kitabullah tetapi bermaksud untuk mengembalikan orang-orang beriman kembali kepada sikap kufur. Setiap orang harus berusaha mengukur kebenaran dan arah pembacaan orang lain bagi akhlak dirinya, tidak serta merta mengikuti pembacaan itu karena mungkin saja pembacaan itu mengarah pada kekufuran.

Pembacaan kitabullah yang benar adalah pembacaan yang dilakukan dan dicontohkan oleh rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah orang yang paling memahami kitabullah tanpa berselisih sedikitpun. Tidak ada pembacaan kitabullah yang benar bila bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh rasulullah SAW. Pada dasarnya, seluruh penjelasan agama telah selesai diterangkan walaupun raga rasulullah SAW hadir hanya pada masa kehidupan beliau di dunia. Prinsip-prinsip agama telah dijelaskan seluruhnya pada masa kehadiran beliau, dan apa-apa yang menyusul dari agama telah pula beliau SAW beri penjelasan dengan cukup.

Ketika seseorang telah memenuhi persyaratan untuk membaca kitabullah dengan benar, maka kitabullah itu akan menjadi sebuah sumber pengetahuan yang sangat besar menjelaskan fenomena kauniyah yang terjadi atas dirinya, dan tentu saja tidak akan berselisih dengan seluruh penjelasan rasulullah SAW. Dirinya akan mengerti pula penjelasan rasulullah SAW yang terdapat dalam hadits. Kadangkala seseorang memperoleh pemahaman yang tidak biasa, dan hadits memperkuat pemahaman terhadap kitabullah itu. Salah satu indikator benarnya bacaan kitabullah adalah bacaan itu mengarah kepada persaudaraan berdasarkan kitabullah, tidak berpecah belah. Tidak akan ada persaudaraan yang terbentuk dengan benar kecuali Allah lah yang menyatukan hati para manusia.

Sebagian orang berusaha mengembalikan manusia beriman menuju sikap kufur dengan membacakan kitabullah seraya menunjuk dan membeberkan kesalahan orang lain atau kesalahan kaum selain mereka untuk menimbulkan kebanggaan terhadap kelompoknya. Mereka memilih ayat-ayat tertentu, tidak mendudukkannya pada tempatnya secara tepat tetapi untuk membuka kesalahan orang lain tanpa alasan yang benar, yaitu kesalahan relatif terhadap pemahaman mereka. Mereka membangkitkan kebanggaan pada golongan mereka sendiri dan merendahkan kelompok yang lain untuk memecah-belah umat manusia. Hanya berdasarkan penalaran logis atas teks dalil tanpa tujuan kebaikan akhlak hati, mereka merasa sebagai kaum yang paling benar. Pemahaman demikian bukanlah sesuatu yang dikehendaki Allah sebagaimana Allah tidak menyukai kecerdasan Iblis di antara para makhluk. Pembacaan demikian akan mengantarkan orang-orang yang mengikuti mereka menuju sikap kafir.

Sabilillah dan Penyatuan Hati

Arah pembacaan Alquran yang benar di antaranya adalah untuk menyusun hati-hati orang beriman. Hati satu mukmin dengan mukmin yang lain akan saling berdampingan serasi mewujudkan amr Allah yang diturunkan kepada Rasulullah SAW untuk ruang dan jamannya. Dengan saling berdampingan dalam sebuah susunan barisan, Allah akan memunculkan suatu persaudaraan berdasarkan nikmat Allah. Berpegang teguh pada kitabullah dengan cara yang benar menjadi awal yang memulai terbentuknya persaudaraan di antara orang-orang mukmin.

Berpegang teguh pada tali Allah ini harus dilakukan terus-menerus tidak dilepaskan. Sebagian orang akan diuji Allah dengan karunia-karunia yang akan menguji apakah ia tetap menuju persaudaraan ataukah ia akan berselisih dengan mukmin dan orang-orang yang lain setelah datang keterangan yang nyata kepada dirinya. Ujian ini akan menampakkan hal-hal yang ada dalam hati yang tidak terlihat oleh dirinya. Dalam ujian berupa karunia Allah, karunia yang datang itu juga akan mengundang syaitan untuk menyelipkan tiupan dalam hawa nafsunya. Hendaknya penyikapan terhadap karunia itu dilakukan dengan benar, tidak keliru di hadapan Allah. Kadang-kadang manusia melenceng jauh karena karunia yang diberikan hingga berselisih dengan mukmin atau mukminin yang lain yang akan menghambat terbentuknya persaudaraan yang seharusnya, tidak berada di atas amr Rasulullah SAW. Hal ini harus dihindari dengan berpegang teguh pada kitabullah. Seringkali hal ini sangat berbahaya yang membuat seseorang tidak mengerti amal yang benar.

Karunia sebagai ujian itu kadang-kadang sangat mendekati shirat al-mustaqim. Pada dasarnya, shirat al-mustaqim akan terbuka secara tiba-tiba ketika Allah membukanya (fathan mubiina). Shirat al mustaqim bukanlah hasil dari upaya manusia tetapi rahmat dari Allah. Tujuan perjalanan dirinya akan diperlihatkan, berikut beberapa proses yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Itu adalah shirat al-mustaqim. Termasuk di antara proses yang harus dilakukan adalah persaudaraan di antara mukminin yang harus dibentuk dengan menyusun hati-hati para mukminin sehingga seolah-olah hati mereka satu. Allah lah yang menyusun hati mereka. Bila ada perselisihan dengan mukmin atau mukminin yang lain karena karunia Allah itu, boleh jadi karunia itu adalah ujian yang mengungkapkan keadaannya, dan Allah menghendaki agar arah perjalanannya harus diperiksa kembali. Tetapi boleh jadi hal itu juga sebagai perintah untuk melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Hal ini harus diperiksa dengan baik.

Keterbukaan yang jelas (fathan mubiina) ini menjadi penanda shirat al-mustaqim, dan shirat al-mustaqim ini merupakan sabilillah yang dapat menjadi jalan perjuangan umat manusia. Seseorang yang melihat shirat al-mustaqim dapat menunjukkan jalan jihad fi sabilillah kepada umatnya. Umat dapat menempuh sabilillah dengan mengikuti seseorang yang mengenal shirat al-mustaqim tidak tertipu dengan sabil yang lain.

﴾۳۵۱﴿وَأَنَّ هٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), maka (jalan-jalan itu) mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS Al-An’aam : 153)

Manusia yang menemukan shirat al-mustaqim akan melihat jalan yang menyatu dengan perjuangan rasulullah SAW untuk ruang dan jamannya. Dirinya mengenal amr jami’ bagi rasulullah SAW. Itu adalah jalan Allah (sabilillah) yang satu. Berjihad untuk perjuangan rasulullah SAW itulah yang disebut jihad fi sabilillah yang sebenarnya, dan hal itu akan mengantarkan para pengikutnya untuk menyatukan hati mereka, karena Allah menyatukan hati mereka dalam sebuah susunan.

Setiap mukmin harus berusaha mengikuti jalan yang lurus dalam jihad fi sabilillah, dan tidak mengikuti jalan-jalan lain walaupun itu tampak berdekatan atau tampak sama. Kadang-kadang diperlukan sedikit pemindahan arah atau tujuan perjuangan untuk benar-benar mengikuti sabilillah. Shirat al-mustaqim akan menyatukan umat manusia sedangkan jalan-jalan selain itu akan menjadikan manusia berpecah-belah. Jalan-jalan lain itu akan mencerai-beraikan umat manusia perlahan-lahan atau cepat. Bila bukan shirat al-mustaqim, syaitan akan mempunyai banyak celah menaburkan benih-benih perpecahan. Banyak benih-benih berpecah-belah yang harus dibersihkan ada dalam umatnya. Bila berselisih dengan shirat al-mustaqim, akan ada benih perpecahan yang harus dibersihkan selaras dengan selisihnya dari shirat al-mustaqim. Bila mengikuti shirat al-mustaqim, benih-benih itu akan dibersihkan Allah dan Allah menyusun hati umatnya.

Bila sebuah jalan kemudian membuat umat berpecah-belah, boleh jadi jalan itu bukan sabilillah, dan tentu saja bukan shirat al-mustaqim. Hal ini harus diperiksa dengan baik. Setiap orang harus bertakwa. Bilamana jalan itu adalah sabilillah, barangkali ada hal lain yang belum mendapatkan perhatian yang baik dari pemimpinnya. Bila jalan itu bukan sabilillah hendaknya dirinya mengharap Allah menunjukkan shirat al mustaqim.

Kadangkala seseorang yang mengenal shirat almustaqim dan berjihad fi sabilillah tidak berhasil menyeru orang lain untuk mengikuti seruan rasulullah SAW. Dirinya harus memeriksa apakah ia benar berada pada shirat al-mustaqim atau tidak, atau ada hal lain yang belum diperhatikan olehnya. Sebenarnya hal itu bukan menjadi tanggung jawabnya bila ia benar berada pada shirat al-mustaqim, apakah umat mengikutinya atau tidak mengikutinya. Kewajibannya hanyalah menyeru umatnya untuk kembali kepada Allah. Masing-masing manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan orang-orang yang mengikutinya. Pendustaan oleh umat menjadi tanggung jawab masing-masing orang dan pemimpin mereka yang membuat mereka mendustakan. Tanggung jawabnya adalah menyeru dengan sebaik-baiknya.

Akan tetapi Alquran tidak sekadar memberikan kewajiban dan tanggung jawab. Alquran menjelaskan banyak hal yang menuntunnya untuk menuju Allah. Terkait dengan seruan ke shirat al mustaqim, salah satu hal yang diajarkan Alquran adalah penyatuan yang terserak dari dirinya sebagai setengah bagian dari agamanya. Umat yang mendustakan itu adalah bagian yang terserak dari dirinya. Alquran akan menunjukinya untuk mengerti cara mengumpulkan apa-apa yang terserak dari dirinya bila ia berjalan kepada Allah. Tentu saja hal itu harus dengan jihad mengendalikan diri dan melawan syaitan.

Hanya Allah yang dapat menyatukan hati-hati manusia. Seseorang yang berjihad fi sabilillah harus mengusahakan keadaan yang sekiranya mendatangkan rahmat Allah untuk menyatukan hati para manusia. Hal itu hanya bisa diusahakan dengan mengikuti petunjuk Allah dalam Alquran, dimulai dengan memperbaiki keadaan yang ada dalam dirinya kemudian memperbaiki keadaan rumah tangga dan umat. Keadaan rumah tangganya dan keadaan umat hanya akan terwujud bila ia memperbaiki keadaan dirinya. Seseorang tidak akan dapat memperbaiki rumah tangga tanpa memperbaiki keadaan dirinya, dan tidak akan dapat memperbaiki umat tanpa memperbaiki rumah tangganya.

﴾۳۶﴿وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَّا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfaal : 63)

Penyatuan hati itu hanya terjadi atas kehendak Allah. Sekalipun seluruh kekayaan yang ada di bumi dibelanjakan, tidak akan ada makhluk yang dapat mempersatukan hati dengan sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar