Pencarian

Jumat, 05 Maret 2021

Pemakmuran Bumi dan Takdir

 

Iman kepada takdir dan ketentuan Allâh bagi semua makhluk-Nya termasuk bagian dari prinsip dasar agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Keimanan seorang hamba akan bernilai baik di sisi Allah bila ia memahami masalah ini dengan baik. Allah selalu dalam kesibukan dalam mengatur segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya dan tidak ada yang luput dari kehendak-Nya. Tidak ada sesuatu pun di alam ini yang lepas dari takdir-Nya dan semuanya terjadi dengan pengaturan-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun yang mampu melepaskan diri dari takdir yang ditentukan-Nya.

Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak mempunyai andil dalam turunnya takdir bagi semesta dirinya. Allah setiap saat menurunkan ketetapan atas makhluk sesuai dengan keadaan masing-masing, bahkan Allah mempertimbangkan permintaan makhluk-makhluk yang berakal kepada Allah dalam menurunkan ketetapannya. Tulisan ketetapan yang ada dalam lauh al-mahfudz tidaklah dalam batasan sempit yang membatasi ketetapan yang diturunkan ke bumi. Setiap ketetapan yang diturunkan ke bumi tidak akan menyelisihi ketetapan yang tertulis di lauh al-mahfudz, dan ketetapan dalam lauh al mahfudz tidak seluruhnya diturunkan ke bumi. Allah menurunkan ketetapan terbaik bagi setiap hamba dalam setiap saat sesuai dengan keadaan hamba. Sebagian makhluk yang bodoh mengira bahwa Allah tidak memberikan yang terbaik karena tidak memiliki kemampuan mengukur diri, atau mengukur kebaikan hanya berdasarkan hawa nafsu.

Keadaan Manusia dan Takdir

Keadaan manusia akan mempengaruhi takdir yang diturunkan. Misalnya dalam kelahiran seorang manusia dimana setiap manusia diciptakan di bumi berdasarkan suatu khazanah yang ada di sisi Allah. Suatu nafs tertentu dari sisi Allah diturunkan kepada janin yang dikandung oleh seorang perempuan berdasarkan pengkadaran yang dilakukan oleh perempuan tersebut.


﴾۸﴿اللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنثَىٰ وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ


Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu ada pada sisi-Nya dengan pengukurnya. (QS Ar-Ra’du : 8)


Kandungan seorang perempuan tidaklah berkembang begitu saja. Perempuan yang mengandung dapat mengurangi kadar kandungan yang ada dalam rahimnya, atau sebaliknya menambahi kadarnya. Keshalihan seorang perempuan terhadap suaminya akan menambah kadar kandungan rahimnya, sedangkan kekejian atau nusyuz akan mengurangi kadar kandungan rahimnya. Keshalihan seorang perempuan hamil dalam memahami fadhilah Allah yang diberikan kepada suaminya akan membentuk wujud ladang yang subur bagi janin yang berasal dari suaminya. Dengan kata lain, sebenarnya perempuan yang berusaha memahami suami itu berarti juga memahami janin dalam kandungannya. Itu akan menambah kadar kandungan janinnya. Sedangkan kekejian atau nusyuz seorang perempuan yang hamil mendatangkan racun bagi janin yang ada dalam kandungannya. Dengan racun itu, maka kadar kandungannya akan berkurang.

Dengan janin yang terbentuk, Allah akan menurunkan nafs yang sesuai dengan kadar janin. Janin itu adalah miqdar, atau pengkadar, bagi nafs yang akan diturunkan kepadanya dari sisi Allah. Kadar janin ditentukan oleh ayahnya sebagai pembawa benih, dan dipengaruhi oleh ibunya yang menjadi media pertumbuhan janin.

Pada prinsipnya, turunnya nafs yang ditentukan bagi seorang bayi akan menentukan khazanah ilahiah yang dapat dibuka oleh sang bayi bilamana tumbuh menjadi seorang dewasa yang shalih. Bila nafs telah diturunkan, perubahan kadar karena keshalihan ibu itu akan mengubah kemampuan bayi dalam ketaatannya kepada Allah. Kadangkala fisik janin terlihat sama saja dengan janin lainnya, tetapi nafs yang diturunkan berbeda antara janin yang kurang atau janin yang subur. Kadangkala kekurangan kadar itu berimbas hingga fisik janin bila terjadi nusyuz atau kekejian berat, tetapi tidak setiap kekurangan merupakan tanda ketidakshalihan perempuan. Dalam masa pengasuhan, akan mulai terlihat perbedaan antara seorang anak yang tumbuh dari janin yang kadarnya baik atau kurang. Anak yang tumbuh dari janin yang baik akan mudah untuk dibina, sedangkan yang kurang kadarnya akan lebih sulit untuk membinanya. Orang tua akan melihat segala permasalahan dirinya pada anak yang harus diasuhnya, karena anaknya itu merupakan perpanjangan keadaan dirinya.

Demikian turunnya takdir bagi seorang bayi. Dalam tataran praktis, permasalahan takdir akan berlaku sebagaimana turunnya nafs pada janin. Pengkadaran merupakan upaya yang harus ditempuh untuk menurunkan suatu khazanah dari sumbernya. Mesin-mesin bisa menjadi contoh turunnya suatu khazanah karena upaya pengkadaran oleh manusia. Tanpa upaya pengkadaran oleh Diesel dan Carnot, mesin diesel dan mesin bensin mungkin tidak akan seperti keadaannya jaman ini. Setiap pihak harus mengerti kadar-kadar sesuatu agar dapat terwujud produk yang diinginkan. Sebuah mesin akan terwujud bila kadar-kadar terkait benda dan kerja mesin itu terpenuhi. Setiap orang harus berusaha memberikan pengkadaran yang baik untuk melahirkan produk yang baik. Setiap lexus terbentuk lebih baik dari toyota karena pengkadaran yang lebih baik oleh pembuatnya. Seseorang dapat membuat produk yang berbeda bila dilakukan pengkadaran berbeda. Sebenarnya sangat banyak ketetapan-ketetapan di lauh al-mahfudz yang belum diturunkan ke bumi karena keadaan manusia.

Pemakmuran Berdasar Takdir

Pemakmuran bumi hanya dapat dilakukan bila manusia berusaha memahami kadar yang berlaku pada dirinya, dan semestanya. Tidak akan terjadi pemakmuran bumi oleh seorang manusia hanya dengan usaha-usaha berdasarkan keinginannya sendiri tanpa memahami hukum yang ada di sisi Allah. Seringkali manusia ditarik untuk bersikap pasif tanpa amal dengan konsep takdir yang salah, tanpa berusaha memahami takdir dengan pemahaman yang baik. Hal ini menjebak manusia dalam kebodohan. Keimanan seseorang akan baik bila ia mengerti kadar dirinya dan kadar semestanya.

Kadangkala seseorang dapat memahami kadar-kadar semestanya dengan pengamatan. Hal itu akan memperkuat basis pengelolaan bumi yang dapat dilakukan manusia. Akan tetapi seringkali penguatan basis pengelolaan bumi itu kemudian berjalan timpang menimbulkan kerusakan pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Secara total, tidak akan terjadi pemakmuran bumi hanya dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Konflik antar pihak karena perkuatan suatu basis tertentu acapkali menimbulkan kerusakan yang besar. iniyang dikenal sebagai konflik kepentingan.

﴾۱۴﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ


Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (QS Ar-Ruum 41).

Seringkali orang-orang yang mengerti kadar-kadar itu adalah seorang yang obyektif tanpa tendensi buruk, bukan orang yang merusak, tetapi khazanah yang dikenalinya kemudian menjadi bahan pertengkaran oleh pihak yang lain. Sering pula seseorang merebut hak atas khazanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri menyingkirkan orang yang mengenali khazanah itu, dan hal itu kemudian berkembang menjadi hal yang merusak bumi. Banyak hal yang menjadikannya sebagai sumber kerusakan.

Setiap orang harus kembali kepada Allah agar dapat melakukan pemakmuran bumi dengan benar. Semakin dekat seseorang dengan Allah, maka akan semakin jelas pemakmuran bumi yang dapat dan seharusnya dilakukannya. Kadangkala seseorang berjuang dengan niat yang benar untuk melakukan pemakmuran bumi, akan tetapi syaitan membelokkan arah usahanya menuju arah yang salah. Kadangkala seseorang berjuang untuk kebaikan, tetapi hawa nafsu menguasai dirinya dalam tampilan kebenaran. Ketika beramal bersama orang lain, apa yang berhembus dalam dada mereka saling mengeliminasi satu dengan yang lain tidak mampu melihat kebaikan orang lain yang bermanfaat dan tidak mampu mencegah apa yang mudlarat. Kadang kebenaran hadir di hadapan seseorang atau masyarakat, tetapi mereka tidak mampu mengenali kebenaran yang datang. Usaha pemakmuran yang dilakukan masyarakat demikian tidak akurat, tidak menyelesaikan pokok permasalahan atau tidak dapat membuat kemajuan yang berarti, seolah mereka hanya berputar-putar pada kesibukan. Setiap orang harus kembali kepada Allah dengan benar sebagai basis pemakmuran bumi tanpa melenceng menuju kerusakan.

Kembalinya seseorang dengan benar kepada Allah ditandai dengan ciri ia mengerti tentang takdir dirinya. Ini akan disertai dengan pengenalan kepada pasangannya, baik yang menikah dengan dirinya ataupun jodohnya yang belum menikah. Setiap orang harus hati-hati menimbang semua petunjuk itu, bahwa itu tidak melanggar syariat. Sedikit petunjuk yang menyalahi syariat akan menggelincirkan dirinya menuju arah yang salah, dan menimbulkan kerusakan yang sangat besar. Semakin tinggi perjalanan seseorang, semakin lihai syaitan yang berhadapan dengan dirinya, dan fitnah yang timbul akan semakin dahsyat. Pengenalan kepada pasangan akan menuntun seseorang untuk terhubung dengan semestanya dengan benar, dan pengetahuan keumatan ini akan menuntun seseorang untuk semakin dekat dengan Allah dengan adab yang benar. Pelanggaran terhadap syariat merupakan indikasi kurangnya adab yang benar dalam menghadap Allah, dan sikap ini harus diperbaiki sebelum seseorang hadir di hadirat Allah.

Kemakmuran yang sebenarnya akan dibawa oleh seseorang yang telah menghadap Allah. Namun demikian, setiap orang harus berusaha melakukan pemakmuran bumi sebagai jalan ibadahnya kepada Allah. Akan tetapi harus disadari bahwa sangat banyak kesalahan yang mungkin dilakukannya. Bersikap bahwa dirinya tidak mungkin salah, atau merasa tidak ada kesalahan yang diperbuatnya tanpa melakukan introspeksi, atau sikap lain semacam itu akan membawa ketimpangan dalam masyarakat. Sangat mungkin ada orang lain yang juga berusaha untuk beramal sholih yang akan terhalangi amalnya. Pada akhirnya mungkin saja amalnya akan mengarah pada kerusakan. Ada hal fundamental yang harus diperhatikan, bahwa segala usahanya dilakukan di atas landasan kasih sayang yang menjadi bekal untuk perjalanan menuju Allah.

Hal demikian dapat dilakukan dengan jauh lebih terarah bila seseorang menikah. Pernikahan menjadi setengah bagian dari agama yang akan mengarahkan sikap yang benar dalam memakmurkan bumi sebagai jalan ibadah. Pasangannya menikah akan memantulkan gambar yang jelas tentang keadaan diri dan mengamplifikasi permasalahan bila dirinya bersikap salah. Hal ini mudah dimengerti jika seseorang benar-benar berusaha kembali kepada Allah Ar-rahman Ar-rahiim. Jika seseorang menikah karena hawa nafsu, atau tidak benar-benar ingin kembali kepada Ar-rahman Ar-rahiim, agak sulit membaca arah kebersamaan mereka. Kadang-kadang sepasang suami-isteri tidak bermasalah apapun ketika mereka berdua terjebak dalam kehidupan dunia melupakan tujuan kehidupan yang sebenarnya, melakukan perbuatan merugikan tanpa ada rasa bersalah dan sebagainya. Kadang-kadang seseorang yang bertaubat harus bermasalah dengan pasangannya karena tidak sejalan satu tujuan. Pernikahan akan mengarahkan perjalanan untuk kembali kepada Allah.

Bila seseorang kemudian mengenal takdir bagi dirinya, maka suami isteri tersebut akan mengenal urusan Allah bagi mereka berdua. Dalam hal ini, isteri akan berperan sebagaimana seorang perempuan yang mengandung bayi. Isteri akan menambahkan kadar amal shalih yang dilakukan suaminya, atau justru mengurangi efektifitas amal shalih suaminya. Seorang isteri yang shalihah akan menjadikan amal shalih suaminya efektif bagi umatnya, sedangkan seorang isteri yang nusyuz atau khianat akan membuat umatnya sulit mengikuti amal shalih suaminya. Dalam urusan amal shalih, istri demikian termasuk dalam kategori mandul. Pada dasarnya seorang istri nusyuz atau khianat tidak akan mengenal urusan Allah bagi mereka, dan akan menyeret umatnya untuk bersikap yang sama dengan dirinya. Takdir yang akan diturunkan kepada umatnya akan banyak bergantung pada sikap istrinya.

Sangat penting bagi para wanita untuk taat kepada suaminya. Dirinya akan menentukan takdir yang akan mewujud ke alam mulkiyah. Pengenalan seorang laki-laki terhadap Allah dapat turun sebagai takdir kemakmuran negerinya, atau sebaliknya takdir adzab bagi negerinya. Penting bagi setiap perempuan untuk menentukan jodohnya mengikuti petunjuk, karena itu yang akan membuatnya mengerti kehendak Allah yang akan memakmurkan negeri atau menurunkan adzab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar