Pencarian

Kamis, 25 November 2021

Meniti Langkah Uswatun Hasanah Ibrahim A.S

Allah memerintahkan kepada umat manusia agar mengingat perjuangan nabi Ibrahim a.s dan puteranya Ismail a.s dalam membina dasar-dasar bait. Beliau berdua mempunyai amanah dari Allah yang harus ditunaikan dalam kehidupan mereka di bumi di antaranya, dan utamanya, berupa amanah memberikan tauladan pembinaan dasar-dasar bayt bagi umat manusia.

﴾۷۲۱﴿وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar (qawaaid) Bait bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah dari kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS Al-Baqarah : 127)

Yang dimaksud dalam perintah memperhatikan pembinaan dasar-dasar bayt bukanlah memperhatikan keterampilan pertukangan membangun kakbah. Pembinaan dasar-dasar bayt itu adalah pembinaan dasar-dasar bayt yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebutkan asma Allah di dalamnya. Ada monumen fisik yang dibangun kedua insan tersebut berupa ka’bah yang dijadikan sebagai kiblat baitullah bagi umat manusia. Akan tetapi ayat ini bukan semata-mata perintah memperhatikan pembangunan fisik ka’bah, tetapi memerintahkan umat manusia untuk melihat perjuangan beliau berdua secara keseluruhan dalam merealisasikan perintah Allah yang harus mereka tunaikan dalam mewujudkan bayt yang dijadikan tauladan bagi umat manusia.

Bayt tersebut merupakan keluarga yang dibentuk oleh nabi Ibrahim a.s bersama para ahlul bayt. Para ahlul bayt itu membantu nabi Ibrahim a.s dalam mewujudkan perintah Allah, yaitu menjadi representasi bayt. Setiap perintah Allah yang dikerjakan oleh ahlul bayt tersebut merupakan dasar-dasar (qawaid) berdirinya bayt yang diijinkan Allah untuk ditinggikan dan disebutkan asma Allah di dalamnya. Hajar r.a mentaati nabi Ibrahim a.s untuk tinggal di lembah bakkah tanpa seorang sahabat, Ismail merealisasikan keshiddiqan nabi Ibrahim a.s dengan keridhaan untuk melaksanakan penyembelihan terhadap dirinya. Keseluruhan perintah itu diturunkan kepada nabi Ibrahim a.s yang harus menunaikann tugas sebagai uswatun hasanah. Dengan pelaksanaan peran masing-masing tersebut maka terbentuklah representasi bayt yang dikehendaki Allah.

Hajar r.a harus berjuang mencari sumber air di tanah yang ditentukan baginya. Lembah bakkah pada waktu itu terlihat sangat tandus dan kering tanpa sumber air, sedangkan beliau r.a harus tinggal hanya berdua dengan bayinya tanpa ada orang lain. Upaya mendapatkan sumber air di tanah suci yang dijanjikan namun terlihat tandus merupakan bentuk ibadah yang harus dijadikan tauladan bagi umat manusia dalam membentuk bayt. Demikian pula masalah penyembelihan merupakan suatu bentuk ibadah yang harus dijadikan tauladan oleh setiap manusia dalam mewujudkan bayt. Perjuangan melawan godaan syaitan sebagaimana Ibrahim a.s melempar jumrah merupakan ibadah yang harus dijadikan tauladan dalam membentuk bayt. Amal-amal yang demikian itulah dasar-dasar (qawaaid) pembinaan bayt yang dimaksudkan dalam ayat di atas. Hanya dengan tauladan demikian seseorang dapat membentuk bayt. 

 

Bayt Sebagai Media

Bayt sangat penting bagi seseorang agar ia dapat meninggikan asma Allah dan mendzikirkannya. Ada kualitas tertentu harus terbentuk dalam diri seseorang melalui pernikahan sehingga ia dapat mengerti apa yang menjadi kehendak Allah, dan tanpa kualitas itu ia sebenarnya tidak sepenuhnya mengerti kehendak Allah baginya. Kualitas itu akan terbentuk bila orang tersebut berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membentuk bayt dengan cara yang tepat. Pernikahan merupakan media dan simulasi bagi seseorang untuk memahami kehendak Allah sehingga seseorang dapat meninggikan dan mendzikirkan asma Allah dengan benar.

Keberpasangan akan memperkenalkan manusia kepada asma-asma Allah dengan lebih baik. Ini dapat diibaratkan sebagaimana keberpasangan kedua mata akan membuat manusia dapat menentukan bentuk objek yang dilihat secara lebih akurat dibandingkan penglihatan sebelah mata. Manusia diciptakan secara berpasangan dengan isterinya pada tingkatan nafs yang akan ditemukan bila seseorang mengenal nafs dirinya. Dengan keberpasangan jiwa itu maka seseorang akan dapat mengenal asma Allah dengan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang mengenal dirinya sendiri.

﴾۱۲﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu dari nafs-nafsmu isteri-isteri, supaya kamu berdiam tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS Ar-Ruum : 21)

Ada modal dalam pernikahan yang dapat dijadikan media simulasi dalam upaya memahami kehendak Allah, yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah. Modal yang diperoleh itu bernilai semakin besar bila seseorang menikah berdasarkan petunjuk tentang nafs-nya. Sakinah dalam rumah tangga ditunjukkan dengan terwujudnya kemampuan memperoleh pengetahuan ilahiah dan kemampuan mengamalkannya karena pernikahan mereka. Sakinah merupakan tahapan perkembangan lebih lanjut dari pengenalan at-thayyibah, yaitu mengenali urusan Allah dalam kebersamaan pernikahan. Mawaddah merupakan perasaan saling mencintai antara makhluk, dan rahmah merupakaan pengetahuan tentang kasih sayang Allah. Misalnya seorang ibu akan mengenal perasaan sayang kepada putera yang dilahirkannya sebagai secercah salinan asma Allah Ar-rahiim. Modal ini merupakan media simulasi yang dibutuhkan agar seseorang dapat meninggikan asma Allah selaras dengan kehendak Allah.

Langkah yang perlu dilakukan dalam pernikahan untuk mencapai keadaan sakinah, mawaddah dan rahmah secara umum terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengorbanan, at-thayyibaat dan sakiinah. Sepasang manusia tidak akan dapat membangun bayt bilamana tidak ada kesediaan berkorban untuk pasangannya dengan memperturutkan semua keinginannya sendiri saja. Pengorbanan itu bukanlah untuk mengalah, tetapi sebenarnya ada akal yang lebih tinggi disediakan bagi orang yang mampu berkurban, sehingga ia dapat mengenal kebenaran yang lebih baik. Hal itu akan menjadi landasan yang kuat untuk mengarahkan rumah tangga sesuai dengan kehendak Allah.

At-thayyibah akan dapat dikenali oleh seseorang yang akalnya menguat. Ia, atau mereka, akan mengenali urusan Allah yang diturunkan kepada mereka karena pernikahan. Satu pihak akan mengenali kebaikan pihak lainnya dan mengerti apa saja yang dapat diberikan untuk kebaikan bersama. Itu adalah at-thayyibat. Allah akan menurunkan rezeki bagi orang-orang beriman yang menikah sebagian besar di antaranya melalui at-thayyibat yang terbentuk di antara mereka. At-thayyibat inilah yang akan mengantarkan pasangan itu untuk memperoleh keadaan sakinah, dimana mereka memperoleh pengetahuan ilahiah yang banyak dan kemampuan mengamalkannya melalui pernikahan mereka. 

 

Berbagai Tantangan 

Jalan yang panjang harus ditempuh oleh manusia untuk membentuk bayt. Sebagian manusia dimudahkan untuk menempuh jalan itu, sebagian harus melalui berbagai jalan yang terjal dan sulit. Para syaitan hingga syaitan yang tertinggi kedudukannya akan berusaha dengan seluruh daya upaya untuk menjatuhkan seseorang dalam membentuk bayt.

Tidak mudah membangun dan memperoleh modal demikian. Seorang gadis dan jejaka mungkin akan lebih mudah menemukan cinta berdasarkan selera badaniahnya atau hawa nafsunya dibandingkan menemukan cinta menurut nafs wahidahnya. Seorang gadis yang mencintai harta benda dan kedudukan akan mudah jatuh cinta kepada seorang laki-laki yang kaya dan terpandang, walaupun pada akhirnya mungkin harus mengakhiri cintanya dengan lebih cepat. Bila seseorang berpikir dengan baik, tentu ia akan menentukan untuk memilih jodoh berdasarkan nafs wahidahnya. Itu adalah jati dirinya yang abadi, bukan (hawa) nafsu yang palsu yang akan hilang atau berubah. Ada sebuah fasilitas untuk menentukan jodoh dengan cara ini bagi orang yang beriman, yaitu dengan adanya mekanisme petunjuk yang diturunkan ke dalam hatinya.

Terdapat beberapa jenis petunjuk dalam urusan itu. Seseorang bisa menemukan petunjuk jodohnya yang merupakan jodoh yang diciptakan dari jiwanya sendiri, bila jiwanya bersih dari keinginan badaniah dan hawa nafsu, dan/atau ketika Allah berkenan memberikan petunjuk jodohnya itu. Ada petunjuk yang muncul karena pengaruh keinginan seseorang tentang jodohnya, tidak menunjukkan jodoh yang sebenarnya. Ada pula petunjuk yang terwujud karena keinginan yang besar secara badaniah atau hawa nafsu terhadap seseorang, sedangkan pernikahan dengan seseorang itu mungkin tidak akan mengarah kepada kebaikan.

Tidak setiap orang yang berjodoh dengan baik akan mudah mencapai pernikahan sakinah, mawaddah dan rahmah. Syaitan dapat menghancurkan integritas orang beriman dengan berbagai cara. Seorang mukminat yang menjaga dirinya dengan baik bagi suaminya dapat dihancurkan integritasnya oleh syaitan hingga terpecah dalam pernikahan mereka antara raganya dengan jiwanya. Itu sebenarnya juga merupakan titik terpecahnya seorang perempuan dalam perjalanan menuju Allah. Mungkin raganya terikat pernikahan dengan suaminya sedangkan jiwanya terjerat oleh syaitan dalam cinta kepada laki-laki lain. Perasaan itu kadangkala terjadi sedemikian intensif hingga ia merasa bahwa ia seharusnya menjadi isteri dari laki-laki lain tersebut. Hal ini dapat terjadi sedangkan mukminat tersebut benar-benar menjaga dirinya bagi suaminya tanpa sedikitpun ada keinginan berkhianat. Demikian pula seorang laki-laki dapat terpecah integritasnya karena upaya syaitan, dalam berbagai tingkatan disintegrasi dalam perjodohannya.

Boleh jadi isteri tersebut akan mengalami kebingungan dalam rumah tangganya. Ketika berhubungan cinta, ia kebingungan apakah ia harus menjaga raganya terhadap suaminya untuk laki-laki yang menjadi objek cintanya. Ketika memberikan raganya kepada suaminya, ia mungkin hanya menggugurkan kewajibannya saja tidak memberikan kesenangan bagi suaminya. Ketika hamil, mungkin ia akan merasa perlu memastikan bahwa suaminya akan mengakui kandungan kehamilan itu sebagai anaknya. Hal ini bukan karena adanya kejadian perzinaan atau pengkhianatan, tetapi disebabkan sepenuhnya karena pecahnya integritas perempuan itu. Ia memandang dirinya menjadi milik dua orang laki-laki, raganya terikat kepada suaminya sedangkan jiwanya dimiliki laki-laki lain. Banyak hal konyol lain yang mungkin terjadi tanpa adanya kelucuan di dalamnya. Syaitan dapat merusak pernikahan walaupun di antara dua orang mukmin yang berjodoh sempurna.

Seorang laki-laki harus bersabar bila mengalami mushibah demikian, tidak mengumbar kemarahan dan prasangka buruknya kepada isterinya. Mungkin ia akan sakit hati merasa dikhianati sedangkan isterinya tidak ada keinginan berkhianat sedikitpun. Karena pakaiannya terkoyak, dan mungkin kehidupannya akan terjatuh secara duniawi, maka mungkin ia dipandang rendah oleh manusia. Suami itu harus mengetahui bahwa sebenarnya perempuan yang baik juga akan merasa terhinakan dengan keadaannya yang tidak dapat memberikan kesetiaan pada satu laki-laki. Bila akalnya kuat, perempuan itu akan berusaha kembali kepada suaminya, atau bila persoalannya rumit ia bersabar dalam penderitaannya menunggu keputusan Allah tentang dirinya. Suami tersebut harus berusaha membantu isterinya agar terbebas dari jeratan syaitan yang mengikat jiwa isterinya kepada laki-laki lain. Mereka harus bersabar karena Allah mengijinkan peristiwa itu terjadi. Hal itu bisa terjadi karena syaitan berhasil menemukan jalan menjerat jiwa isterinya, tetapi harus disadari bahwa Allah mengijinkan itu terjadi. Syaitan akan selalu berusaha menghinakan pasangan yang baik, dan menjadikan indah sesuatu yang rusak.

Seorang mukminat harus segera mencari dan kembali ke jalan Allah ketika ia tertimpa mushibah demikian. Mungkin syaitan akan memperlihatkan bahwa ia sebenarnya harus menempuh jalan agama bersama laki-laki yang ada dalam hatinya. Itu adalah tipuan syaitan untuk menyelewengkan manusia. Tidak ada jalan agama berdasarkan penyelewengan demikian. Tauladan bagi kaum perempuan terdapat dalam diri Maryam binti Imran dan Asiyah isteri Fir’aun. Sekalipun beristerikan Fir’aun, seorang perempuan tidak diijinkan berkhianat kepada suaminya.

Dalam langkah praktis, berusaha memberikan kesenangan kepada suami akan membantu seorang perempuan melepaskan jerat syaitan terhadap jiwanya. Bila jiwanya masih terikat kepada orang lain, setidaknya ia mau memberikan raganya sepenuhnya bagi suaminya tanpa melawan, karena itu dapat membantu melepaskan jerat syaitan pada jiwanya. Dorongan untuk menjaga diri terhadap suami demi laki-laki lain itu harus dilawan dengan memberikan perkhidmatan sepenuhnya bagi suami. Menjaga diri untuk laki-laki lain itu hanyalah tipuan syaitan untuk mengacaukan akalnya. Demikian pula segala hembusan kebenaran yang bertentangan dengan tuntunan alquran dan rasulullah SAW merupakan tipuan syaitan. Pada langkah yang benar, seorang perempuan harus dapat menumbuhkan rasa cinta kepada suaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar