Pencarian

Selasa, 16 November 2021

Al-Arhaam dan Upaya Syaitan Merusaknya

Al-arhaam telah tertulis bagi setiap manusia di dalam nafs wahidah masing-masing. Dengan nafs wahidahnya, seseorang akan mengenal kedudukannya dalam urusan Rasulullah SAW baik secara langsung ataupun melalui washilah-washilah yang terhubung hingga kepada beliau SAW. Seluruh washilah bagi setiap insan akan bermuara pada nabi Ibrahim a.s sebelum terhubung kepada Rasulullah SAW. Itu adalah kekerabatan (al-arhaam) yang sebenarnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ
Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya“. [Muttafaqun ‘alaihi].

Kekerabatan (Al-arhaam) yang didasarkan pada pengenalan nafs wahidah-lah kekerabatan yang tersambung hingga Ar-rahim yang bergantung pada ‘arsy Allah. Dalam wujudnya, Ar-rahim ini merupakan asma Allah yang diperkenalkan kepada nabi Ibrahim a.s, sebagai sisi lain asma Allah sebagai Ar-rahman yang diperkenalkan kepada Rasulullah SAW. Orang yang berhasil mengenali nafs wahidah dirinya akan mengenali ar-rahim, sehingga ia menjadi orang yang dapat terhubung kepada Ar-rahman yang beristiwa di atas ‘arsy. Bila ia kemudian berusaha untuk menyambungkan diri dengan para washilahnya, ia akan terhubung kepada Allah, sedangkan bila ia memutuskan diri dengan washilahnya ia akan terputus dari Allah.

Upaya Merusak Al-Arhaam

Menyambungkan Al-arhaam sebagaimana kehendak Allah sangat penting dilakukan oleh setiap orang. Dalam langkah seseorang kembali kepada Allah akan ditemukan keadaan dimana ia mengenali nafs wahidah dirinya sendiri. Hal ini harus disikapi dengan benar. Pengenalan terhadap diri sendiri itu merupakan awal keterbukaan agama bagi seseorang, bukan sebuah tujuan akhir yang telah dicapai. Setelah seseorang mengenali diri sendiri, ia harus berusaha menyambungkan diri dengan washilah-washilahnya hingga mengenal kedua uswatun hasanah yaitu nabi Muhammad SAW dan nabi Ibrahim a.s. Bila seseorang berhenti pada tujuan mengenali nafs dirinya sendiri, ia akan dengan mudah ditipu oleh syaitan. Iblis telah bersumpah di hadapan Allah bahwa ia akan duduk bagi manusia di shirat al-mustaqim mereka.

Duduknya syaitan di shirat al-mustaqim berada pada pohon khuldi dan visi tentang kerajaan yang tidak akan binasa. Ia menghembuskan bisikan-bisikan kepada manusia untuk mendatangi dan kemudian memakan buah khuldi, atau dia mengajak manusia untuk terburu-buru dalam mewujudkan alam mulkiyah yang tidak akan binasa, sebagai realisasi pohon khuldi yang ada dalam dirinya.

﴾۰۲۱﴿فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ
Kemudian syaitan menghembuskan bisikan-bisikan kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS Thaaha : 120)

Setiap manusia mengetahui bahwa ada suatu pengetahuan yang terbit di dalam dirinya tanpa stimulus dari luar. Pengetahuan itu bisa benar dan bisa salah. Munculnya pengetahuan itu harus disikapi dengan benar, tidak boleh diperturutkan secara bebas. Seseorang harus dapat memperoleh pengetahuan yang benar dengan membaca pengetahuan intrinsik itu berdasarkan ayat Alquran atau dengan realitas kauniyah yang sebenarnya. Mungkin saja pengetahuan yang tumbuh dalam diri bernilai benar dan harus digunakan, tetapi setiap orang tidak boleh menggunakan pengetahuan itu secara mentah. Yang terlarang untuk dilakukan adalah memperturutkan secara bebas pengetahuan itu tanpa melihat Alquran atau realitas yang benar. Dalam kebanyakan kasus, seseorang harus mendahulukan pengetahuan berdasar Alquran dan realitas kauniyah daripada pengetahuan dalam dirinya, karena itu jalan yang lebih aman.

Pada pertumbuhan jiwa manusia, seseorang akan menemukan sumber pengetahuan yang ada dalam jiwanya dalam wujud pohon khuldi. Pohon khuldi adalah salah satu pohon di surga yang harus diupayakan tumbuhnya oleh setiap manusia dalam kehidupannya di bumi. Pohon itu merupakan wujud pohon pengetahuan seseorang tentang baik dan buruk, yang kadangkala disebut sebagai pohon kebijaksanaan. Manakala seseorang telah cukup memelihara pohon thayyibahnya hingga dapat berbuah, maka akan bermunculan banyak pengetahuan dari dalam jiwanya. Pohon itu akan terlihat sangat baik bagi setiap manusia, dimana seseorang dapat memperoleh pengetahuan yang sangat banyak melalui pohon pengetahuan yang ada dalam jiwanya sendiri. Bila Allah tidak melarang Adam untuk mendekati dan memakan buahnya, niscaya setiap orang akan memandang baik untuk memakan buahnya.

Syaitan juga menunjukkan kepada Adam kerajaan yang tidak akan binasa. Kerajaan (mulk) itu adalah alam mulkiyah yang dapat terwujud bagi seseorang sebagai bayangan dari pohon kebijaksanaan dirinya. Hal ini seringkali terkait dengan masalah perjodohan dan keberpasangan. Kerajaan itu merupakan pasangan yang dapat terwujud dari pohon khuldi. Syaitan dapat menunjukkan kepada manusia jalan mewujudkan pohon khuldinya hingga terwujud di alam mulkiyah. Tetapi syaitan melakukan hal itu dengan harapan bisa menipu manusia. Pohon khuldi dan kerajaan yang tidak binasa itu bukan bagian inti dari tipuan syaitan, tetapi berubahnya manusia dalam pandangan Allah di shirat al-mustaqim itulah tipuannya. Mereka menggunakan kebenaran setengah untuk membengkokkan manusia.

Allah melarang manusia dari pohon khuldinya. Hal ini terkait dengan kesiapan nafs seseorang dalam membaca ayat-ayat Allah. Pengetahuan yang terdapat secara intrinsik dalam jiwa seseorang tidak diperkenankan untuk digunakan mentah-mentah dalam menentukan kebaikan yang harus diperbuat dalam kehidupan di bumi. Pengetahuan itu harus digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah yang diturunkan sebagai pedoman kehidupan setiap manusia berwujud Alquran, dan untuk memperoleh pengetahuan bumi yang tidak termanipulasi menipu dirinya. Pohon khuldi itu akan mempermudah seseorang untuk memahami ayat-ayat Allah yang difirmankan secara tegas dalam wujud Alquran. Alquran itulah yang seharusnya dimakan oleh setiap manusia. Dengan cara demikian, akan terbuka kepada seseorang pengetahuan yang lebih menyeluruh, tidak tersegmentasi pada pengetahuan langit saja atau pengetahuan bumi saja secara terpisah.

Alquran itu adalah ayat Allah yang jelas kebenarannya tanpa kebengkokan. Ayat kauniyah dapat dimanipulasi manusia atau syaitan sehingga seseorang salah memahami. Ayat dalam diri dapat menyesatkan seseorang dari jalan Allah. Seseorang yang mengenal pohon thayyibahnya harus berusaha menemukan kedudukan dirinya dalam Alquran tanpa takalluf. Dengan menemukan kedudukannya dalam Alquran, ia akan dapat menentukan baik dan buruk perbuatannya berdasarkan Alquran, bukan berdasarkan pohon khuldinya. Pembacaan ayat-ayat Allah yang benar akan menunjukkan kesesuaian satu ayat dengan ayat lain, berupa kesesuaian ayat kauniyah semesta, ayat qauliyah Alquran, maupun ayat yang ada dalam nafs seseorang.

Kesesuaian satu ayat dengan yang lain itulah yang dapat digunakan untuk menentukan baik ataupun buruknya suatu perkara, bukan menggunakan ayat-ayat yang terwujud dalam nafs semata. Alquran harus dijadikan ayat utama dalam membaca keseluruhan ayat, memimpin pembacaan ayat yang lain. Tanpa berusaha menemukan kedudukan dirinya dalam Alquran, seseorang akan mudah terjebak untuk mendekati dan memakan buah khuldinya, sedangkan di tempat itulah syaitan duduk bagi manusia. Syaitan dapat menggunakan setiap celah ataupun kelemahan yang ada dalam nafs setiap manusia. Hanya dengan Alquran seorang manusia dapat menutup celah dan kelemahan yang ada dalam dirinya, sehingga syaitan merasa sempit untuk menyesatkannya.

Masalah besar akan terjadi manakala pengetahuan yang muncul di dalam hati bertentangan dengan Alquran. Mungkin saja seseorang merasa bahwa dirinya ikhlas mengerjakan suatu amal untuk Allah semata-mata, tetapi amalnya tidak bersesuaian atau bertentangan dengan Alquran. Hal itu sebenarnya berbahaya, karena bisa jadi sebuah gejala bahwa seseorang memakan buah khuldi. Akan terlihat sikap merasa benar dari orang yang memakan buah khuldinya.

Bila seseorang memakan buah khuldi, akan banyak kerusakan yang ditimbulkan, tetapi tersembunyi dalam kebijaksanaan. Syaitan merusak dengan orang itu banyak kebaikan yang berada di sisi luar jangkauan pengetahuan orang tersebut. Al-arhaam/shilaturrahim merupakan sasaran utama yang dirusak dengan cara ini. Al-arhaam umat manusia kepada kedua uswatun hasanah dan upaya membangun al-arhaam/shilaturrahim secara horizontal akan dirusak. Dalam hal ini, memisahkan seseorang dengan isterinya merupakan langkah praktis upaya syaitan mencegah terbentuknya al-arhaam/shilaturrahim demikian, yaitu syaitan yang berada di atas 'arsy mereka, bukan syaitan kebanyakan.

Washilah dan Alquran

Tidak mudah menemukan kedudukan diri dalam Alquran secara benar. Prinsip dasarnya, Alquran harus dijadikan imam untuk mencari petunjuk, tidak dijadikan pembenar bagi perbuatannya. Selain itu, kadangkala seseorang merasa telah menemukan ayat Alquran yang tepat bagi dirinya. Hal itu sangat baik bagi setiap orang, dan ia dapat terus berusaha menemukan ayat-ayat lain yang tepat bagi dirinya dan melangkah kembali kepada Allah dengan ayat-ayat yang diperolehnya. Akan tetapi keadaan demikian tidak selalu berarti ia telah menemukan kedudukan dirinya dalam Alquran. Menemukan kedudukan diri dalam Alquran akan ditunjukkan dengan suatu indikasi berupa pengetahuan tentang kedudukan dirinya dalam amr rasulullah SAW. Itu adalah washilah kepada rasulullah SAW. Alquran terikat erat dengan Rasulullah SAW. Tidak ada pemahaman Alquran yang benar bila menyelisihi apa yang disampaikan Rasulullah SAW, dan washilah Rasulullah SAW menjadi indikator pemahaman Alquran seseorang.

Setiap orang harus membangun visi tentang kehidupannya berdasarkan Alquran. Washilah tidak dapat dibangun tanpa membangun landasan kehidupan berdasarkan Alquran. Hanya dengan Alquran seseorang dapat memperoleh petunjuk yang terang untuk memperoleh jalan kembali kepada Allah dengan benar. Akan tetapi washilah itu tidak dapat dibangun hanya dengan membangun visi saja. Tentu visi tentang kehidupan berdasarkan Alquran sangat membantu seseorang dalam mencari washilah kepada Rasulullah SAW. Tetapi mencari washilah kepada beliau harus dilakukan dengan membangun visi dan membangun nafs bersama-sama, agar mampu memberikan kebaikan bagi umat. Membangun visi dan membina nafs ini dapat dilakukan dengan mengikuti nabi Muhammad SAW dan nabi Ibrahim a.s. Kedua uswatun hasanah tersebut memberikan penjelasan yang terang tentang jalan kembali kepada Allah dalam peran khusus masing-masing, yang harus diikuti oleh setiap manusia.

Memperoleh washilah kepada kedua uswatun hasanah ini akan menjadikan seseorang dapat mengerti cabang-cabang masalah yang terjadi dalam kehidupannya sebagai masalah yang terkait dengan suatu sumber dari Alquran. Kadangkala seseorang belum menemukan ayat Alquran yang terkait dengan masalahnya, tetapi ia mengerti sebagian cara pandang menurut Alquran terhadap masalahnya tanpa keliru. Derajat ini bisa diterima, tetapi bilamana ia menemukan ayat Alquran tentang masalah itu, ia akan memperoleh derajat pengetahuan yang jauh lebih baik. Mungkin ia akan merasa takjub dengan kefasihan ayat yang berbicara tentang masalahnya.

Dengan washilah dan pembacaan ayat Allah dengan benar itu seseorang menemukan jalan ibadah yang telah ditentukan Allah bagi dirinya. Ia dapat bersaksi bahwa tiada Ilah baginya selain Allah, dan bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah. Nilai ibadahnya benar karena ia benar-benar menghamba kepada Allah dengan menjalankan firman-firman-Nya yang tegas, bukan melayani kebijaksanaan tanpa landasan firman-Nya, dan ia mengerjakan firman itu dengan cara yang dikehendaki Allah tidak melakukan jalan pintas untuk mewujudkan amr-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar