Pencarian

Jumat, 06 Agustus 2021

Penyembelihan, Shidq dan Alquran

Nabi Ibrahim a.s dan keluarganya adalah uswatun hasanah bagi umat manusia. Dalam perjalanan kehidupan nabi Ibrahim a.s, beliau pernah diperintahkan Allah untuk melakukan penyembelihan terhadap putra beliau Ismail. Hal itu beliau lakukan ketika Ismail telah mencapai perkembangan tertentu yang ditandai dengan kemampuannya berusaha bersama ayahnya. Perintah penyembelihan itu terjadi melalui penglihatan dalam tidur beliau a.s yang berulang beberapa kali.

Tentu penglihatan itu adalah penglihatan yang benar. Beliau adalah seorang nabi yang harus menjadi panutan bagi seluruh umat manusia dalam bertaubat kembali kepada Allah. Millah beliau adalah millah yang benar dan paripurna sebagai tauladan bagi umat manusia kembali kepada Allah. Bila seseorang mengikuti millah Musa a.s menemukan tanah yang dijanjikan, maka millah itu sebenarnya merupakan bagian dari millah Ibrahim a.s. Salah satu tahapan dalam millah yang harus ditempuh manusia adalah penyembelihan sebagaimana yang dilakukan Ibrahim a.s, sedangkan sempurnanya millah adalah berdirinya bait untuk disebut dan ditinggikan asma Allah di dalamnya.

Bukan hanya penyembelihan yang menjadi millah Ibrahim a.s, dan bukan hanya beliau a.s yang menjadi uswatun hasanah dalam millah beliau, tetapi juga keluarga beliau. Beliau dan keluarga berhijrah menemukan tanah suci dari negeri Syam menuju lembah tandus Bakkah di Arabia, melakukan penyembelihan terhadap putera sendiri yang diperintahkan Allah melalui penglihatan yang benar ketika sang putera telah mencapai usia mampu berusaha, hingga mendirikan baitullah di tanah suci. Keseluruhan itu adalah millah Ibrahim a.s yang harus dijadikan tauladan perjalanan kehidupan manusia kembali kepada Allah, sedangkan Ibrahim a.s dan ahlul baitnya merupakan uswatun hasanah.

Untuk kembali kepada Allah, setiap manusia harus menempuh millah Ibrahim. Setiap orang harus berhijrah menemukan tanah suci bagi dirinya, berupa pengenalan terhadap jati diri. Kemudian perjalanan itu harus dilanjutkan dengan melakukan penyembelihan terhadap semua waham diri dan pengetahuan yang tidak selaras dengan kehendak Allah sehingga jiwanya termurnikan untuk melaksanakan perintah Allah. Dari penyembelihan, seseorang harus berusaha membentuk bait berupa keluarga sakinah untuk meninggikan asma Allah dan disebut asma-Nya dalam bait itu.

 

Membenarkan Penglihatan

Dengan penyembelihan, maka Ibrahim a.s telah membenarkan penglihatannya.

﴾۵۰۱﴿قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya kamu telah membenarkan penglihatan itu. sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS As-shaffat : 105)

Pembenaran (shaddaqa) penglihatan itu adalah balasan Allah bagi orang-orang yang telah melakukan penyembelihan. Pembenaran yang dilakukan nabi Ibrahim a.s itu bukanlah menunjuk pada semata-mata usaha yang dilakukan nabi Ibrahim a.s saja, tetapi juga sekaligus terjadi penguatan kebenaran yang ada dalam diri beliau sebagai balasan dari Allah. Hal ini berlaku bagi seluruh umat manusia. Bila seseorang melakukan kebenaran yang dipahami, maka Allah akan memberikan balasan berupa penguatan kebenaran dalam dirinya. Dalam fase tertentu, terjadi pengesahan terhadap status shiddiq bagi seseorang, dan penyembelihan itu adalah segel bagi status shiddiq nabi Ibrahim a.s. Mungkin ini tidak terlihat nilainya bagi orang yang mencari kenikmatan lain, tetapi ini adalah balasan yang bernilai sangat tinggi bagi orang yang mencari kebenaran.

Dalam kehidupan manusia, penyembelihan adalah pembersihan pikiran agar sepenuhnya selaras dengan kehendak Allah terbebas dari kendali hawa nafsu. Ibrahim a.s dan puteranya dalam kisah penyembelihan tersebut merupakan gambaran tentang entitas inti seseorang berupa nafs wahidah dan anak-anak yang terlahir darinya berupa hawa nafsu. Ketika seseorang mengenal amr Allah bagi dirinya, hendaknya seluruh hawa nafsu ditundukkan sepenuhnya bagi jiwa yang mengenal amr Allah. Tidak ada hawa nafsu yang boleh mengendalikan seseorang dalam melaksanakan amr Allah walaupun hawa nafsu itu telah tampak dewasa menyertai jiwa di jalan Allah. Dengan pikiran terbebas dari kendali hawa nafsu, seseorang dapat melakukan qurban mendekat kepada Allah dengan benar.

Penyembelihan merupakan bagian dari keseluruhan millah Ibrahim a.s dengan sasaran mendirikan baitullah agar seseorang memperoleh pijakan yang kokoh dalam melakukan ibadah kepada Allah. Penyembelihan dalam millah Ibrahim a.s tidak hanya berhenti pada penyembelihan itu sendiri, tetapi harus disempurnakan dengan mengikuti millah yang lain. Penyembelihan ini merupakan fase penting yang harus diperhatikan setelah seseorang mencapai tanah suci, mengenal untuk apa dirinya diciptakan. Iblis besar menunggu setiap manusia ketika mencapai tanah suci pengenalan diri. Sebagaimana matahari bilamana terbit disertai tanduk syaitan, demikian pula pengenalan diri akan disertai terbitnya syaitan. Dalam upaya nabi Ibrahim a.s melakukan penyembelihan, beliau melakukan lempar jumrah untuk mengusir syaitan. Tanpa penyembelihan, syaitan akan selalu merongrong perjalanan manusia menuju Allah sedangkan orang itu tidak mempunyai penguatan dari Allah.

Pembenaran (shaddaqa) yang dilakukan Ibrahim a.s dapat terjadi karena ada kebenaran yang terbangun dalam diri Ibrahim a.s. Perintah penyembelihan merupakan sebuah perintah yang terlihat sangat tidak baik, akan tetapi nabi Ibrahim a.s mengenali bahwa perintah itu kebenaran (shidq) yang berasal dari Allah. Hal ini dapat terjadi karena ada shidq dalam diri beliau a.s. Keadaan nabi Ibrahim a.s pada saat menerima perintah tersebut tidaklah kosong tanpa pengetahuan dari Allah tentang arti penyembelihan yang harus dilakukannya. Beliau a.s mengenal benar bahwa Allah berkehendak menjadikannya sebagai panutan bagi generasi berikutnya, dan salah satu millah yang harus ditegakkan adalah penyembelihan.

﴾۳۳﴿وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Dan orang yang datang dengan kebenaran (shidq) dan membenarkan (shaddaqa) dengannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Az-Zumar : 33)

Ibarat yang lebih mudah dapat digambarkan dalam peristiwa seorang mekanik berpengalaman yang bermaksud mengganti komponen tertentu dalam sistem mekanis. Mekanik itu dapat membenarkan komponen baru yang diserahkan kepadanya sebagai pengganti yang tepat, atau meminta komponen baru lain yang lebih tepat. Ia bisa bertindak demikian karena ia mengetahui sistem yang diperbaikinya, mengetahui bagaimana ia harus membongkar sistem dan memasang kembali komponen-koponen yang tepat dengan benar, serta memastikan sistem bekerja kembali dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Dengan seluruh pengetahuannya, dia dapat membenarkan komponen yang diserahkan kepadanya, atau menyalahkan. Seorang ibu rumah tangga tidak dapat melakukan pembenaran yang sama dengan mekanik tersebut. Itu adalah keadaan yang dapat menggambarkan terminologi “membenarkan (shaddaqa)”.

Dalam shaddaqa yang dilakukan nabi Ibrahim a.s, pengetahuan yang dimiliki beliau adalah pengetahuan tentang Allah dan ketentuan yang digariskan Allah bagi umat manusia melalui dirinya. Dengan pengetahuan itu, maka beliau dapat membenarkan penglihatan yang diterimanay sebagai ketentuan Allah yang harus dilaksanakan dirinya. Beliau memiliki shidqan yang menjadikan dirinya dapat membenarkan penglihatan itu. Tanpa shidq dalam dirinya, ia tidak dapat membenarkan penglihatan itu. 

 

Alquran dan Keshiddiqan

Di jaman modern ini, agama telah disempurnakan. Tidak akan ada orang yang menerima sebuah millah ataupun agama selain yang telah dicontohkan nabi Ibrahim a.s atau telah ditetapkan dalam Alquran dan sunnah Rasulullah SAW. Kebenaran (shidq) itu dengan mudah dapat ditemukan manusia dalam kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW, tidak perlu bersusah payah menimbang dan mencari sendiri kebenaran. Tidak ada jaminan kebenaran dalam upaya mencari kebenaran melalui jalan kebenaran sendiri. Dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW itulah hendaknya membina kebenaran dalam dirinya, tidak dengan cara yang lain. Dengan Alquran, akan ditemukan di dalamnya seluruh shidq yang dibutuhkan seluruh umat manusia untuk mengenali urusan Allah bagi dirinya.

﴾۵۱۱﴿ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kebenaran (shidq) dan keadilan. Tidak ada yang mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Al-An’aam : 115)

Alquran merupakan mujizat yang sangat besar bagi umat manusia. Kadangkala seorang yang lemah memperoleh penglihatan yang meragukan bahkan bagi dirinya sendiri, padahal mungkin saja penglihatan itu mengandung shidq yang akan mendatangkan balasan Allah berupa kekuatan untuk berbuat kebenaran. Tentu hal ini sangat jauh dari keadaan shiddiqnya nabi Ibrahim a.s ketika memperoleh penglihatan untuk menyembelih puteranya. Bila penglihatan yang lemah itu merupakan penglihatan yang benar, Alquran dapat mengubah keadaan orang yang mengikutinya hingga memperoleh keadaan yang baik atau mendekati keadaan shodiq dan kemudian mampu melaksanakan kebenaran dalam petunjuk yang lemah itu.

Alquran dapat menunjukkan keadaan seseorang hingga dirinya dapat menuju keadaan shiddiq setelah kesesatannya. Kadangkala kesesatan tampak sebagai sesuatu yang baik karena syaitan menghiasnya sebagai kebaikan bagi pandangan manusia. Bila seseorang membaca dan mengikuti sepenuhnya Alquran, ia akan dapat mengubah keadaannya menuju keadaan shidiq. Bilamana Alquran tidak lagi dapat mengubah kesadaran seseorang menuju kebenaran, maka tidak ada lagi yang dapat mengubah keadaan orang itu. Allah mungkin berkehendak menyesatkan orang itu. Sekalipun tidak ingin tersesat, tidak ada makhluk yang dapat mencegah kesesatan bila Allah menyesatkannya.

Seseorang akan dapat menemukan momentum yang akan mengantarkannya pada keadaan shiddiq sebagaimana nabi Ibrahim a.s melakukan penyembelihan sebagai momentum untuk memperoleh keadaan shiddiq bagi beliau. Tentu hal ini hanya akan dikenali bila kebenaran (shidq) telah terbina dengan baik dalam dirinya. Tanpa membina shidq dalam dirinya, seseorang tidak akan dapat menemukan keadaan shiddiq. Bila seseorang menemukan momentum ini dan ia melaksanakannya, Allah akan memberikan balasan berupa penguatan diri dalam shidq, bisa termasuk dalam golongan shiddiqin. Bila ia tidak melaksanakannya, pengetahuan tentang kebenaran mungkin tidak kokoh, bergoyang dalam shidq. Mungkin pengetahuannya bercampur-campur dengan pengetahuan yang tidak selaras dengan kebenaran dari Allah. Hal yang berbahaya dalam perkara itu bahwa syaitan akan selalu menunggu kelengahan dirinya agar dapat menyesatkannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar