Pencarian

Kamis, 17 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (13)

Berharap Ridha Allah


Dalam peristiwa penyembahan patung anak sapi emas oleh bani Israel, ada sebuah peristiwa pendahuluan yang diabadikan dalam Alquran. Nabi Musa a.s mendahului kaumnya menuju Allah. Allah kemudian menegur Musa a.s, menanyakan perihal kedatangan yang lebih cepat dari kaumnya. Nabi Musa a.s menjawab bahwa dirinya bersegera kepada Allah agar Allah memberikan ridla kepadanya, sedangkan umatnya sedang mengikuti dirinya untuk tujuan yang sama.


وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَىٰ﴿٨٣﴾

قَالَ هُمْ أُولَاءِ عَلَىٰ أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ﴿٨٤﴾



Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
Berkata Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)".

Allah menimpakan ujian kepada umat nabi Musa a.s dan Samiri menyesatkan mereka ketika Musa a.s mendahului mereka untuk memperoleh ridha Allah. Allah menunjukkan kepada Musa a.s bahwa setiap orang harus memperhatikan orang lain untuk memperoleh ridha-Nya. Allah berkehendak untuk didekati dengan jiwa yang baik, tidak berkehendak untuk dicintai dengan pujaan-pujaan yang berasal dari kualitas jiwa yang kurang baik, atau bahkan sekadar kurang kepeduliannya. Rupanya bukan kehendak Allah bagi manusia untuk berharap ridha-Nya sedangkan dirinya tidak peduli orang lain. Allah tidak menginginkan dipuja manusia tanpa jiwa yang peduli dengan orang lain. Keinginan seseorang untuk memperoleh ridha Allah hendaknya disertai dengan usaha untuk memperhatikan orang lain secara sungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. 

Kecintaan kepada Allah adalah mencintai segala sesuatu sebagaimana kehendak Allah mencintai. Allah menciptakan entitas yang paling dicintai-Nya yang dijadikan sebagai wasilah untuk kembali kepada-Nya, maka hendaknya manusia mencintainya demikian. Demikian pula Allah menciptakan makhluk lemah agar manusia mensejahterakan, maka hendaknya manusia mencintai dengan cara demikian. Tidak boleh seseorang mencintai Allah dalam bentuk waham, cinta kepada Allah tanpa sebuah akhlak mulia dalam jiwanya.

Dahulu setelah terusir dari surga, Iblis masih sering berdoa dan bermunajat kepada Allah karena kerinduan dan cinta. Akan tetapi karena doa dan munajat itu berasal dari kualitas diri dan pemahaman yang salah, maka doa itu tidak berjawab. Dari semua doa dan munajat yang dipanjatkan Iblis kepada Allah SWT, hanya sebuah jawaban yang didengar oleh Iblis bagi doa dan munajatnya, yaitu ketika Iblis bermunajat : "Allah, aku telah berdosa terhadap Engkau dan sorga, aku tidak layak lagi disebutkan golongan-Mu." Allah tampaknya berkenan dengan doa itu, akan tetapi Iblis kemudian menyingkirkan semua kesadarannya yang benar itu, dan kemudian memilih jalannya sendiri.

Cinta Iblis kepada Allah adalah bentuk cinta yang salah, dimana cintanya hanya merupakan bentuk kecintaan diri. Iblis mencintai Allah secara egoistik, sehingga dia tidak mencintai sebagaimana kehendak Allah mencintai. Ketika diperintahkan Allah untuk bersujud kepada Adam, timbul iri dengki dan kesombongannya terhadap manusia. Hal itu disebabkan kecintaannya yang bersifat kecintaan kepada diri sendiri. Manusia diciptakan berpasangan agar menyadari bahwa kecintaannya kepada Allah harus dibangun sesuai dengan kehendak Allah, bukan kecintaan egoistik sebagaimana kecintaan Iblis.

Kepedulian Terhadap Umat


Untuk membangun kecintaan sebagaimana kehendak Allah, seseorang akan menemukan bahwa Allah memberikan kepadanya bekal pada saat menemukan jati dirinya dalam perjalanan kepada Allah.

وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَىٰ رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ﴿٢٢﴾

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ﴿٢٣﴾



Dan tatkala ia menghadapkan wajah ke tempat tujuan Madyan ia berdoa : "Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang sempurna".
Dan tatkala ia sampai di sumber air Madyan ia menjumpai di sana umat manusia yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai selainnya dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".

Ayat-ayat tersebut mengisahkan Musa ketika menghadapkan wajahnya ke sebuah tempat tujuan di Madyan. Beliau berharap bilamana telah mencapai negeri Madyan, Allah menunjukkan kepadanya jalan kehidupan yang sempurna. Pada saat itu Musa berada dalam kegelapan kehidupan dan berharap menemukan kota Madyan. Ini merupakan ibarat/gambaran seseorang yang berada dalam kegelapan dan berharap mencapai sebuah keadaan terangnya agama. Madyan dapat berarti tempat agama. Apa yang dilakukan oleh Musa pada saat itu menggambarkan sebuah fase ketika seseorang berharap menemukan sebuah keadaan yang terang, dimana Allah menunjukkan jalan kehidupan yang sempurna kepada dirinya.

Musa berjalan menuju Madyan. Di Madyan, beliau dipertemukan sumber air Madyan. Di sumber air itu Musa menjumpai umat manusia dan dua orang wanita. Umat manusia itu memberikan minum ternaknya, sedangkan dua wanita itu menghambat ternaknya.
Ini merupakan gambaran bagi orang yang berjalan menuju Allah dengan arah yang benar. Dirinya akan menemukan sebuah fase tertentu, fase dimana Allah membukakan sumber air pengetahuan kepada dirinya. Sumber pengetahuan itu terkait dengan dua hal lain, yaitu umat manusia yang harus diserunya dan dua orang wanita yang seharusnya menjadi pasangannya. Di fase itu ada tiga hal ditampakkan kepadanya, yaitu 1) mata air pengetahuan, 2)umatnya dan 3)pasangannya.

Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan yang harus digunakannya sebagai bekal untuk kembali kepada Allah. Dengan ketiga hal tersebut seseorang dapat kembali kepada Allah dengan baik. Tanpa memperhatikan dengan baik ketiga hal tersebut, seseorang tidaklah benar-benar akan memperoleh ridla Allah, alih-alih Allah mungkin menimpakan fitnah-Nya.

Mata air pengetahuan itu merupakan sumber ilmu Allah yang diperlukan umat manusia agar dapat memelihara kehidupan sebagai bekal kembali kepada Allah. Kedua wanita itu merupakan pasangan yang akan memberikan pertolongan kepada seorang laki-laki untuk mengalirkan pengetahuan bagi umatnya. Wanita itu adalah kunci agar seseorang dapat mengalirkan ilmu bagi umatnya dan dapat menghadirkan umat dan keadaannya kepadanya. Mata air dan dua wanita itu merupakan dua hal yang menjadi bekal seorang laki-laki untuk beramal bagi umatnya, sedangkan menyeru umat menuju Allah menjadi bekal untuk bertemu Allah. Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan untuk kembali kepada Allah dengan benar, sehingga dapat memperoleh ridha-Nya, tidak melenceng ke arah yang tidak dikehendaki Allah. Menuju Allah harus dilakukan di atas jalan cinta, baik cinta yang khusus kepada istri ataupun cinta kepada umat.

Membangun Baitullah

Pengenalan tiga hal tersebut di atas merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada fase ketika seseorang mencapai tanah haramnya, selain pengenalan terhadap amal, rezeki, ajal dan kesedihan dan kebahagiaan yang ditetapkan baginya. Hal ini harus dilanjutkan dengan membangun baitullah sebagaimana Ismail membangun baitullah di tanah haram. Cinta kepada istri merupakan syarat untuk membangun baitullah dalam hati. Harus terbentuk hubungan yang baik antara suami istri agar terbangun baitullah yang kokoh di dalam hati, bait yang dilakukan dzikir dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya.

Mengenali pasangan wanita adalah mengenali khazanah yang dikandungnya. Setiap wanita membawa khazanah pengetahuan tertentu yang bisa dikenali oleh suaminya, dan akan membawa kesuburan bagi pohon thayyibah suaminya bila mengerjakan khazanah tersebut. Sebaliknya khazanah itu juga akan menumbuhkan rasa mawaddah sifat subur dalam jiwa pasangannya, dan keinginan untuk selalu kembali tidak mudah meminta perceraian. Hal itu terjadi bila akal istrinya juga berkembang.

Jumlah wanita pasangan yang dikenali seorang laki-laki adalah dua bersaudara. Hal ini menunjukkan khazanah aspek jiwa dan aspek raga. Kadangkala pasangan seorang laki-laki hanya satu orang wanita tetapi telah membawa khazanah kedua aspeknya. Tidak sedikit yang harus beristri dua atau lebih membawa khazanah aspek masing-masing. Bila pasangan jiwanya dua wanita, kedua wanita itu akan tampak bersaudara di mata laki-laki, membawa khazanah yang sama dari satu ayah tetapi masing-masing tumbuh lebih menonjol pada salah satu aspek. Musa memilih salah satu dari dua bersaudara, karena Musa memanifestasikan salah satu aspek dari dirinya, yaitu aspek perjalanan jiwa menuju Allah.

Akan tetapi setiap laki-laki harus bertakwa dalam masalah pengenalan ini. Pengenalannya terhadap seorang wanita belum tentu benar dan belum tentu harus terjadi pernikahan. Keberpasangan ini adalah sebuah bekal untuk suatu tujuan, bukan tujuan yang harus terwujud. Mengusahakannya harus sebagaimana mengusahakan bekal, bukan mengusahakan sebuah tujuan. Tidak boleh seseorang mengusahakan pernikahan dengan merusak salah satu atau semua jalan mencapai tujuan. Tujuan pernikahan adalah membina baitullah bagi pasangan tersebut, dan itu perlu diusahakan oleh kedua pihak yang terlibat pernikahan melalui jalan yang ditentukan Allah.

Untuk melihat kebenaran pengenalan itu, secara prinsip sebenarnya wanita itu yang akan datang kepada laki-laki dengan malu-malu setelah memperoleh pengetahuan dari laki-laki. Bisa jadi akan dibuka petunjuk kepada sang wanita, atau bila sang wanita terhijab hatinya petunjuk akan datang kepada wali wanita itu untuk mengusahakan pernikahan. Akan tetapi mungkin juga setiap orang di lingkungan wanita terhijab hatinya. Semua harus bertakwa dalam masalah keberpasangan. Orang-orang di sekitar seorang gadis harus peduli terhadap gadis itu dengan menggali kecenderungannya, karena mungkin pasangan yang sesuai baginya tersembunyi dalam hati karena malu. Mungkin perlu orang yang menjembatani agar seorang gadis dapat memperoleh pasangan laki-laki yang sesuai baginya berdasarkan hatinya.

Petunjuk itu kadangkala datang tanpa sebuah sebab, hanya karena Allah memberikan petunjuk kepada hati wanita yang bersih. Itu adalah petunjuk yang kuat, walaupun petunjuk sejenis itu kadang muncul karena obsesi. Kadangkala petunjuk tidak datang demikian. Seorang wanita tidak boleh langsung menolak laki-laki yang hadir kepadanya, tetapi memperhatikan pengetahuan yang dapat diberikan laki-laki itu kepadanya. Itu akan membuka timbangan bagi jiwanya apakah laki-laki itu orang yang tepat baginya. Wali harus memperhatikan kecenderungan hati wanita, tidak memaksakan keberpasangan baginya. Bila keduanya memperoleh petunjuk, maka petunjuk wanita yang digunakan. Pernikahan harus menghasilkan langkah yang seirama antara suami dan isteri.

Setiap orang harus bertakwa dalam perkara ini. Petunjuk pasangan merupakan modal yang sangat besar dan harus diusahakan dengan sebaik-baiknya. Seorang wanita, juga laki-laki harus diusahakan memperoleh pasangan yang terbaik, tidak asal berpasangan, agar terbentuk bait yang sempurna baginya dimana dilakukan dzikir dan ditinggikan asma-Nya di dalamnya. Setiap pihak harus mengusahakan yang terbaik dalam perkara ini, mengorbankan semua syahwat dan hawa nafsu untuk menemukan jalan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar