Pencarian

Jumat, 11 September 2020

Menemukan Kesenangan di Sisi Allah (11)

Upaya Syaitan Menyesatkan Manusia 


Allah menyeru manusia untuk kembali kepada-Nya. Sebagian manusia memenuhi panggilan itu dan berusaha bersungguh-sungguh dengan menjalani kehidupan untuk kembali kepada-Nya dengan benar. Terdapat sangat banyak tipuan bagi setiap manusia dalam perjalanan untuk kembali dengan benar kepada Allah. Tipuan itu diperbuat oleh syaitan untuk membengkokkan jalan seorang manusia dengan cara membengkokkan akalnya. 

Syaitan sangatlah pandai menipu. Mereka menipu manusia dimanapun mereka berada bahkan hingga manusia yang berada di shirat al mustaqim. Adam a.s ditipu oleh syaitan ketika berada di surga, dengan tipuan berdasarkan jati dirinya sendiri. Sangat penting bagi setiap manusia untuk benar-benar mencapai akhlak mulia yang mempunyai akal yang lurus dan kuat. Tanpa akal yang lurus dan kuat, syaitan akan mudah menipu manusia. 



فَوَسۡوَسَ إِلَيۡهِ ٱلشَّيۡطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلۡ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلۡخُلۡدِ وَمُلۡكٖ لَّا يَبۡلَىٰ [ طه:120] 

Kemudian syaitan membisikkan kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" [Ta Ha:120] 

Syaitan menipu Adam a.s dengan pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa. Dalam pandangan orang kebanyakan, mungkin tidak ada yang tampak salah dalam tipuan iblis tersebut. Pohon khuldi tersebut adalah pohon thayyibah bagi Adam a.s kelak di surga, sedangkan kerajaan yang tidak akan binasa itu merupakan manifestasi pohon khuldi yang terlahir melalui kebersamaannya dengan Hawa. Syaitan hanya menunjukkan jati diri dan wujud yang akan terlahirkan dari jati dirinya kepada Adam. Iblis tidak berbuat lebih dari menunjukkan pohon itu, dan kemudian Adam dan Hawa memakan buahnya. 

Hal ini sebenarnya terkait dengan penjelasan tentang kualitas diri Adam, dan Allah menunjukkan peristiwa itu kepada manusia agar menjadi pengingat. Adam yang diciptakan dan hidup di surga sebenarnya memang harus turun ke dunia agar tumbuh di dalam diri Adam suatu azimah yang kuat untuk kembali kepada Allah. Azimah yang kuat itu merupakan pendukung kemuliaan akhlak. Adam harus lebih mengenal Allah, karenanya beliau harus turun ke bumi untuk mengenal Allah dengan azimah sebagai sumber segala kebaikan bagi seluruh makhluk. Azimah diharapkan tumbuh bila dia mengetahui keadaan dirinya dan mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. 

Membangun Azimah 


Di bumi, manusia berada dalam kegelapan namun diberi sarana pada jiwanya untuk mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Manusia dapat menghadapkan wajahnya kepada Allah untuk memberinya petunjuk, dan dapat menghadapkan wajahnya ke bumi. Ketika menghadapkan wajahnya ke bumi, sebagian manusia tergelincir dalam syahwat dan hawa nafsu yang membuat dirinya melekat dan tenggelam di bumi, sebagian melihat kebenaran di balik kegelapan material. Bila seseorang terus mencari kebenaran di bumi dan sering menghadapkan wajahnya kepada Allah, akan tumbuh keinginannya untuk mengenal dan memperkenalkan sang Sumber Cahaya kepada makhluk yang berada dalam kegelapan. Keinginan untuk lebih mengenal-Nya dan memperkenalkan-Nya itu adalah bibit azimah yang harus ditumbuhkan manusia di bumi. 

Mengenal Allah merupakan tujuan yang hakiki. Mengenal Allah dengan benar itu diberi segel berupa pengenalan kepada rasulullah SAW. Allah merupakan Zat yang tidak tidak dapat dikenal oleh makhluk, tetapi berkehendak untuk memperkenalkan diri-Nya hingga alam mulkiyah yang dihuni oleh binatang dan benda-benda material. Untuk itu Dia mengutus seorang rasul dari alam material. Rasul itu adalah rasulullah SAW. Beliau menjadi transformator bagi makhluk untuk mengenal Allah dengan benar. Mengenal hakikat rasulullah SAW merupakan sebuah segel pengenalan seorang makhluk kepada Allah. 

Lebih lanjut Allah memberikan sebuah pertanda di dalam jiwa bahwa seseorang mengenal rabb-nya. Pertanda itu adalah mengenal fitrah dirinya. terdapat empat hal yang melekat dalam fitrah diri seseorang yang ditetapkan ketika jasadnya telah terbentuk pada usia 120 hari, yaitu amalnya, rezekinya, ajalnya, dan kesedihan serta kebahagiaannya. Ke-empat hal tersebut merupakan bagian dari pohon thayyibah dirinya. Pengenalan terhadap fitrah diri ini merupakan awal dari agama. 

Adam harus turun ke bumi untuk mengenal Allah. Mengenal Allah adalah tujuan penciptaan manusia. Pengenalan diri Adam bukanlah sebuah tujuan akhir penciptaannya, dan syaitan dapat menjatuhkannya berdasarkan pengenalan dirinya. Jembatan yang menghubungkan antara pengenalan diri dan pengenalan kepada Allah adalah azimah yang tumbuh di dalam jiwa seorang manusia. Azimah itu dapat diperoleh seseorang dalam kehidupannya di bumi, tidak di kehidupan yang lain, dan Azimah itu merupakan tanda kokoh dan lurusnya akal seorang manusia. 

Jati Diri Sebagai Pertanda 


Masalah jati diri harus disikapi dengan tepat sesuai dengan petunjuk dalam kitabullah dan sunnah nabi. Hal ini merupakan pisau bermata dua, senjata yang dapat mengiris pemiliknya sendiri. Mengenal jati diri dijadikan sebuah pertanda antara benarnya perjalanan seseorang menuju Allah, akan tetapi syaitan juga menyesatkan seseorang dengan jati dirinya sendiri. Manusia tidak boleh menjadikan pengenalan jati diri ini sebagai tujuan. Tujuan terakhir manusia adalah mengenal Allah. 

Jati diri manusia merupakan pertanda bagi benarnya perjalanan seseorang di tingkat jasadiah. Amal, rezeki, ajal dan kesedihan dan kebahagiaan dituliskan bagi jasad seseorang ketika berada dalam perut ibunya pada usia 120 hari. Iblis yang memimpin para syaitan mengetahui jati diri manusia yang dilahirkan ke bumi, karena jati diri manusia dicatatkan bagi jasadiahnya. Dengan pengetahuannya, Iblis dengan senang hati akan menunjukkan manusia kepada jati dirinya, akan tetapi dengan maksud agar melanggar perintah Allah. Tidak semua manusia akan ditunjukkan syaitan kepada pohon dirinya, tetapi hanya manusia yang memiliki karakter ahli surga. Itulah yang diperingatkan Allah dalam kisah tergelincirnya Adam dari surga. 
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

 

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643).

Manusia diciptakan untuk mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Untuk itu manusia diciptakan berdasarkan suatu nafs wahidah. Nafs wahidah itulah entitas yang dapat mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Iblis dahulu sering bertemu dengan tuhannya, akan tetapi Iblis tidak mengenal Zat Maha Mulia yang pernah bertemu dengan dirinya. Pernah bertemu itu tidak berarti seseorang mengenal. Sebenarnya para malaikatpun tidak terlalu mengenal-Nya. Manusia merupakan makhluk yang paling mampu untuk mengenal Dia, karenanya para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada manusia ketika ditiupkan nafakh ruh kepada Adam. 

Untuk pengenalan terhadap Ar-rahmaan Ar-rahiim itulah setiap manusia diciptakan berpasangan pada tingkatan jiwanya. Dari setiap satu nafs wahidah, diciptakan turunan nafs yang dijadikan sebagai nafs pasangannya. Nafs wahidah itu adalah nafs laki-laki dan nafs yang diciptakan darinya merupakan nafs perempuan yang seharusnya menjadi pasangannya. Pengenalan seseorang terhadap pasangannya merupakan penanda yang lebih tinggi daripada pengenalan seseorang terhadap jati dirinya. Pengenalan terhadap pasangan itu berada pada tingkat nafs wahidah, sedangkan pengenalan jati diri berada pada tingkat jasadiah. 

Melampaui Jati Diri 


Seseorang yang mengenal jatidirinya tidak boleh berhenti pada amal-amal yang harus dilakukan. Dirinya harus melanjutkan perjalanan menuju Ar-rahmaan Ar-rahiim dengan membangun baitullah dalam dirinya. Harus terbentuk sebuah bait yang Allah ijinkan di dalamnya untuk ditinggikan nama-Nya. Membangun bait itu adalah dengan membangun sakinah di antara suami dan istri. Dengan bait itulah sepasang manusia dapat mengenal Ar-rahman Ar-rahiim. Pengenalan terhadap pasangan merupakan pertanda yang lebih tinggi daripada pengenalan terhadap jati diri, karena menunjukkan kedekatan yang lebih terhadap pengenalan Ar-rahmaan Ar-rahiim. 

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ [ النّور:36-36] 

Di rumah-rumah yang telah diijinkan Allah untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, [An Nur:36] 

Orang yang mengenal jati dirinya masih dapat disesatkan jalannya untuk mengenal Allah, sedangkan orang yang membangun kasih sayang lebih sulit untuk disesatkan. Karena itulah syaitan akan menunjukkan kepada orang tertentu jati dirinya, tetapi merusak semua ikatan suami isteri orang-orang yang baik. Syaitan telah mengendus aspek keberpasangan manusia itu sejak penciptaan Adam dan Hawa, tetapi pengetahuannya tentang hal itu masih samar-samar. Agak sulit, atau mungkin syaitan tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap keberpasangan manusia yang demikian. 

Keberpasangan tersebut merupakan media untuk menumbuhkan azimah. Isteri merupakan pembawa khazanah mulkiyah bagi suaminya, tetapi tidak diberi akal yang cukup kuat untuk memahami kehendak Allah. Suami diberi akal yang kuat untuk memahami kehendak Allah dan membimbing istrinya menuju surga. Sebenarnya bukan hanya istri yang dibimbing, tetapi seluruh khazanah yang dibawa istri juga akan memperoleh bimbingannya, selama istri tidak memisahkan diri atau terpisahkan dari suaminya. Syaitan akan berusaha sangat keras untuk memisahkan pasangan suami istri untuk memutuskan mengalirnya khazanah pengetahuan Ar-rahman Ar-rahim kepada alam mulkiyah. Itu merupakan sunnah yang diajarkan oleh rasulullah SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar