Pencarian

Minggu, 01 Maret 2020

Mengikuti Rasulullah SAW dengan Akal


 Allâh Azza wa Jalla menciptakan semua manusia dan jin agar beribadah hanya kepada-Nya dengan mengikhlaskan semua amal perbuatannya untuk Allâh Azza wa Jalla berupa pelaksanaan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla , menjauhi semua larangan Allâh. Melalui kitab-Nya, Allâh memberikan perintah dan memberikan larangan dan ancaman, mengisahkan kisah terbaik sebagai nasehat dan pembelajaran. 

Seluruh perintah dan larangan itu telah dijelaskan dalam kitabullah tanpa tertinggal satu pun. Agama telah diturunkan secara sempurna bagi seluruh alam semesta 


ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ فِي مَخۡمَصَةٍ غَيۡرَ مُتَجَانِفٖ لِّإِثۡمٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ 

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 

Namun kesempurnaan agama itu bukanlah jaminan bahwa setiap muslimin akan selamat. Kesempurnaan agama dan tuntunannya dalam bentuk kitabullah dapat diterjemahkan oleh manusia secara salah. Sebagian umat islam terbentuk sebagai kaum khawarij yang keluar sangat jauh dari islam sebagaimana anak panah terlempar dari busurnya. Mereka membaca alquran namun bacaan alquran mereka tidak melampaui kerongkongan untuk mengubah qalb yang ada di dalam dada mereka, tetapi justru melontarkan mereka jauh dari islam. 

Kitabullah dan tuntunan-tuntunan yang telah diturunkan bagi manusia haruslah difahami sesuai dengan kehendak Allah, tidak dipahami dengan hawa nafsu sendiri. Ada sebuah fasilitas yang harus ditumbuhkan dalam setiap diri manusia agar kitabullah itu dapat dimengerti sesuai dengan kehendak Allah dan tidak disalahartikan. Tauhid yang benar berupa kalimah thayyibah harus ditumbuhkan dalam diri setiap muslimin agar mengerti kehendak Allah. 

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ 

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (QS Ibrahim : 24) 

Pohon adalah makhluk yang kehidupannya tergantung kepada cahaya matahari, dengan mengubah cahaya matahari yang diterimanya dalam proses-proses kehidupan. Hal itu akan menumbuhkan pohon itu sendiri dalam wujud akar yang teguh ke dalam bumi dan cabangnya menjulang ke langit untuk menghasilkan buah-buahan yang bermanfaat bagi orang lain. Kalimah thayyibah dimisalkan sebagaimana pohon yang baik, akarnya teguh ke dalam bumi dan cabangnya menjulang ke langit. 

Tauhid yang benar adalah pemahaman terhadap kehendak Allah berupa kalimah thayyibah. Pohon thayyibah itu adalah akal yang tumbuh di dalam dada seseorang yang memiliki qalb. Orang yang mementingkan diri sendiri tidak akan memiliki qalb. Akal adalah kecerdasan untuk memahami kebenaran yang datang dari Allah, bukan logika yang ada di kepala setiap manusia. Akal itu adalah entitas dalam jiwa yang melakukan proses terhadap cahaya-cahaya Allah yang sampai kepada setiap insan. Ini berbeda dengan pikiran yang ada dalam kepala setiap manusia. Setiap manusia memiliki logika yang selalu tumbuh di kepalanya, tetapi hanya orang-orang yang memiliki qalb yang dapat memiliki akal. 

Orang-orang khawarij merupakan contoh orang-orang yang terlempar jauh dari agama karena menterjemahkan agama tanpa menumbuhkan akal dalam qalb mereka. Ibadah-ibadah mereka membuat para sahabat dekat rasulullah SAW berkecil hati bila membandingkannya, mereka sangat rajin membicarakan perkataan-perkataan orang-orang terbaik, tetapi akal mereka lemah. Tauhid yang mereka ikuti berupa setengah kebenaran dari islam, tetapi tauhid tersebut mencerabut kalimah thayyibah berupa akal dari diri mereka. Perkataan tauhid mereka adalah pohon khabitsah yang mencerabut akal dari dalam diri mereka. 

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ [ إبراهيم:26-26] 

Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. [Ibrahim:26] 


Bashirah dan Seruan Nabi SAW 


Pertumbuhan akal adalah faktor yang menjadi pendukung utama penyempurnaan akhlak. Setiap manusia harus berusaha menyempurnakan akalnya agar dapat mengikuti rasulullah SAW mencapai kesempurnaan akhlak. Rasulullah SAW adalah penghulu makhluk yang mencari Allah dan mengenal ayat Allah di ufuk yang paling tinggi. Beliau bersama orang-orang yang mengikutinya menyeru kepada jalan untuk kembali kepada Allah di atas bashirah. 

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ [ يوسف:108-108] 

Katakanlah: "Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Allah di atas bashirah, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [Yusuf:108] 

Mengikuti rasulullah SAW haruslah berdasarkan bashirah. Visi tentang kehidupan harus terbangun dalam setiap pengikut rasulullah SAW sebagai pembawa rahmat, tidak boleh terjebak dalam visi sempit ashabiyah berdasarkan agama sebagaimana kaum khawarij mencoba mengikuti rasulullah SAW secara salah. Parameter mengikuti rasulullah SAW dengan benar adalah Bashirah berupa visi tentang kehendak Allah harus terbangun dalam diri setiap insan. 

Penyeru yang benar menuju Allah adalah para penyeru yang membangun visi perjalanan menuju Allah. Mereka memiliki visi tentang kehendak Allah bagi manusia, tidak hanya sekadar pandai mencomot ayat demi ayat yang disusun berdasarkan selera sendiri. Menyeru manusia kepada Allah harus disertai dengan penjelasan visi untuk menuju kepada Allah, bukan hanya cuplikan ayat yang bisa mengalami salah arti bagi pendengarnya. Banyak pendakwah dari kaum khawarij yang menyeru manusia menuju pintu-pintu jahannam dengan visi sempit agama berdasarkan dalil-dalil kitabullah dan hadits. 

Alquran Sebagai Sumber Bashirah 


Allah telah sempurna menurunkan petunjuknya bagi seluruh makhluk berupa Alquran. Segenap visi itu haruslah bersesuaian dengan Alquran. Seluruh amanah bagi manusia telah dijelaskan dalam alquran dengan keterangan yang paling jelas bagi yang memahaminya, tidak ada sesuatupun lebih jelas dari perkataan-Nya dalam alquran, dan tidak ada sedikitpun kebenaran bila menyalahi Alquran. 

وَإِذَا لَمۡ تَأۡتِهِم بِ‍َٔايَةٖ قَالُواْ لَوۡلَا ٱجۡتَبَيۡتَهَاۚ قُلۡ إِنَّمَآ أَتَّبِعُ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ مِن رَّبِّيۚ هَٰذَا بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمۡ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ [ الأعراف:203-203] 

Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bashirah-bashirah dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman". [Al A'raf:203] 

Alquran telah memperinci seluruh bashirah yang perlu diturunkan bagi manusia. Alquran juga merupakan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. 

Kesalahan memahami kehendak Allah telah dicontohkan dalam kisah Iblis. Iblis merupakan makhluk yang sangat cerdas diciptakan dari api di alam tinggi yang dekat dengan Allah. Dengan kecerdasannya Iblis merasakan kerinduan yang sangat terhadap zat yang telah menciptakannya, zat Maha Mulia yang pernah bertemu dengan dirinya. Tetapi ada pemahaman yang salah maka iblis tidak melakukan perintah Allah dengan benar. Iblis kafir dalam kecerdasannya. Dari semua doa dan munajat yang dipanjatkan Iblis kepada Allah SWT, hanya sebuah jawaban yang didengar oleh Iblis bagi doa dan munajatnya, yaitu ketika Iblis bermunajat : "Allah, aku telah berdosa terhadap Engkau dam surga, aku tidak layak lagi disebutkan golongan-Mu." Akan tetapi semua itu kemudian disingkirkan oleh Iblis yang kemudian memilih jalannya sendiri. 

Untuk menghindari kesalahan sebagaimana pemikiran iblis, setiap orang harus berpegang teguh kepada Alquran. Kadang muncul visi kehidupan bagi seseorang, sedangkan visi tersebut tidak mempunyai dasar dari alquran. Setiap orang hendaknya berusaha mencari kaitan visi kehidupannya dengan Alquran, dan menurunkan visi tersebut dalam langkah yang terpandu oleh alquran. Akalnya harus bersanding erat dengan alquran. Dalam sebuah kisah, bani Israel memperoleh sebuah perjanjian dengan Allah. Untuk menegakkan perjanjian tersebut, bani Israel diperintahkan untuk berpegang teguh terhadap apa yang Allah berikan dan mengingat apa yang ada di dalamnya agar mereka bertakwa. 

وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ [ البقرة:63-63] 

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil perjanjian dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa". [Al Baqarah:63] 

Demikian pula setiap orang muslim yang mengikuti Rasulullah SAW menuju Allah akan mengalami sebuah fase mengikat perjanjian untuk membantu Rasulullah SAW berupa mitsaqan ghalidza. Hal ini adalah sebuah peristiwa yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti perjalanan Rasulullah SAW. Thuur itu adalah lambang akal, entitas pada jiwa yang dijadikan alat atau senjata untuk melaksanakan implementasi pengetahuan ilahiyah. Ketika Allah berkehendak ke bumi, Dia menuju thur. Thur diangkatkan ke atas manusia kemudian diperintahkan untuk berpegang kuat kepada ayat Allah dan hendaknya manusia mengingat-ingat apa yang disebutkan di dalam kitabullah. Akal yang dimiliki manusia pada saat itu harus dijadikan pemimpin dalam menempuh perjalanan, dengan pijakan dari ayat-ayat al-quran. Dengan melaksanakan kitabullah itulah seseorang dapat menempuh tingkatan-tingkatan perjalanan untuk menuju kepada Allah. 

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡقُرۡءَانُ لَا يَسۡجُدُونَۤ۩ [ الانشقاق:21-21] 

dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, [Al Inshiqaq:21] 

Salah satu keadaan yang akan dihadapi orang-orang yang menempuh perjalanan menuju Allah adalah pembacaan Alquran. Kadangkala orang-orang menempuh perjalanan tetapi tidak memperhatikan ketika ada pembacaan Alquran. Setiap orang harus berusaha mendengarkan pembacaan Alquran dan melakukan tindak lanjut yang dituntut dari pembacaan alquran tersebut. Bersujud merupakan sebuah tindakan yang mengandung isi kepatuhan terhadap yang objek yang disujudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar