Pencarian

Minggu, 15 Maret 2020

Berfikir dan Azab

Setiap manusia diberi sebuah fasilitas untuk meningkatkan keadaan jiwanya, baik orang kafir maupun orang-orang beriman. Fasilitas itu adalah fikiran yang benar. Setiap orang diberi kemampuan untuk berfikir dengan benar sebagai fasilitas untuk meningkatkan keadaan diri masing-masing. Berfikir yang dimaksud adalah berfikir tentang kebenaran, agar dirinya menjadi orang yang benar. Tidak setiap orang termasuk dalam kategori orang berfikir walaupun hampir semua menggunakan kecerdasannya. Orang yang berfikir adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk mengetahui dan bertindak dengan benar, sedangkan orang-orang yang menggunakan kecerdasannya untuk keuntungan diri sendiri tidaklah termasuk dalam kategori orang yang berfikir. Kadang-kadang orang berfikir, tetapi dasar berfikirnya salah. Bagi orang-orang beriman, fikiran itu hendaknya dikembangkan menjadi akal yang menjadi fasilitas hubungan dirinya dengan Allah. 


۞قُلۡ إِنَّمَآ أَعِظُكُم بِوَٰحِدَةٍۖ أَن تَقُومُواْ لِلَّهِ مَثۡنَىٰ وَفُرَٰدَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُواْۚ مَا بِصَاحِبِكُم مِّن جِنَّةٍۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا نَذِيرٞ لَّكُم بَيۡنَ يَدَيۡ عَذَابٖ شَدِيدٖ ٤٦ [ سبإ:46-46] 

Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanyalah hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kalian tegak bagi Allah berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan. Tidak ada penyakit gila sedikitpun pada sahabatmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (datangnya) azab yang keras. [Saba":46] 

Jasad manusia diberi kemampuan untuk berfikir. Demikian pula jiwa manusia diberi kemampuan untuk berfikir. Hendaknya setiap manusia menggunakan fikirannya dengan baik berupa fikiran jasadiahnya saja ataupun fikiran jasadiah dan jiwanya. Fikiran yang benar itu akan mengubah jiwa seseorang menjadi lebih baik dan lebih mudah memahami kebenaran. 

Berfikir diperintahkan kepada setiap orang, baik orang yang hanya mempunyai kemampuan berfikir dalam satu aspek yaitu jasadiah saja, maupun dalam dua aspek, jasadiah maupun jiwanya. Dengan fikiran itu hendaknya setiap orang dapat memahami kebenaran, dan semakin meningkatkan kualitas jiwanya hingga mencapai akhlak mulia, jiwa yang layak hadir dalam pertemuan dengan tuhannya. 

Tidak setiap orang berfikir, walaupun setiap orang hampir selalu menggunakan kecerdasannya. Ada satu hal yang menjadi parameter berfikir bagi orang-orang yang beriman yaitu tentang kemampuan untuk memahami perkataan benar dari orang yang benar. Perkataan benar dari seseorang yang benar tidaklah selalu dianggap benar oleh orang yang lain, termasuk oleh sahabatnya. Kadangkala orang lain menganggap itu sebuah perkataan sepele yang layak diabaikan, bahkan kadangkala dianggap sebagai perkataan orang gila oleh para sahabatnya. Ayat di atas menyebutkan bahwa anggapan gila itu adalah antara seorang sahabat dengan para sahabatnya, secara redaksi bukan antara orang kafir dan rasulullah SAW. 

Pada ayat sebelumnya, disebutkan bahwa sebagian orang yang bertuhan akan berkata bahwa apa yang dibacakan kepada mereka adalah sebuah kebohongan yang dibuat-buat sedangkan mereka belum pernah mendengarkan sebelumnya seseorang yang memberikan peringatan tentang hal itu. Peringatan itu mereka anggap hanya untuk menghalangi penyembahan mereka terhadap tuhan bapak-bapak mereka. Yang berpendapat demikian orang yang bertuhan bukan dari kalangan orang-orang yang kafir. 

Sedangkan orang-orang kafir akan merasa bahwa pembacaan itu adalah sihir karena mereka tidak mempercayai alam ghaib. Tinjauan masalah berdasarkan hal-hal batiniah akan dianggap sebagai sihir oleh orang-orang kafir. Orang-orang kafir mengira bahwa pembacaan itu adalah sihir yang sangat nyata, padahal itu adalah kebenaran yang nyata. 

Bila seseorang menganggap perkataan benar dari seorang sahabatnya hanyalah berasal dari kegilaan, sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa dirinya bukanlah termasuk orang yang berfikir. Sekalipun seseorang mempunyai banyak pengikut, banyak amal dan banyak pengetahuan tetapi tidak mampu menangkap kebenaran yang disampaikan kepada dirinya dan mengira bahwa kebenaran yang dikatakan sahabatnya hanya berasal dari kegilaan, maka orang itu tidaklah termasuk dalam golongan orang yang berfikir. 

أَوَلَمۡ يَتَفَكَّرُواْۗ مَا بِصَاحِبِهِم مِّن جِنَّةٍۚ إِنۡ هُوَ إِلَّا نَذِيرٞ مُّبِينٌ [ الأعراف:184-184] 

Apakah mereka tidak berfikir?, tidaklah sahabat mereka berpenyakit gila. Dia tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. [Al A'raf:184] 

Orang-orang demikian ini biasanya memiliki ciri lainnya, yaitu fanatik terhadap golongan atau panutannya. Ini merupakan implikasi sikap seseorang yang tidak berfikir. Akal akan sulit tumbuh pada golongan orang-orang yang fanatik, yang menyebabkan kaum yang demikian mudah terjatuh dalam penyembahan terhadap taghut, yaitu penyembahan terhadap entitas-entitas pembawa cahaya kebenaran. 

Sahabat yang Benar 


Ada banyak aspek yang dapat mempengaruhi persepsi manusia terhadap perkataan orang lain. Orang yang berbicara tentang kebenaran seringkali terlihat sebagai orang yang lemah atau bahkan gila. Sahabat itu mungkin menghindari kesombongan dan kemegahan dunia, atau mungkin berada pada sebuah kesadaran yang baru tentang kebenaran dari Allah, mengenal nikmat Allah bagi dirinya. Walaupun orang itu mungkin dalam beberapa saat merasa bahwa dirinya mengalami kegilaan, tetapi kemudian dia melihat bahwa itu sebuah kebenaran. 

مَآ أَنتَ بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ بِمَجۡنُونٖ [ الـقـلـم:2] 

Tidaklah engkau sekali-kali orang gila terhadap nikmat Tuhanmu. [Al Qalam:2] 

Orang demikian itu mengenal sumber kebenaran yang digambarkan dalam huruf “Nuun”. Dirinya akan mengetahui bahwa segala sesuatu telah tertulis oleh Sang Pena (Qalam). Hal itu merupakan hal besar yang membuat dirinya terguncang dan menganggap bahwa dirinya gila. Tanpa statemen ayat ini, dirinya mungkin akan terus terguncang oleh kebenaran yang dipahaminya. 

Boleh jadi seseorang yang mengenal kebenaran demikian tidak dalam keadaan sempurna. Tanpa Khadijah r.a, Rasulullah SAW tidak akan menjadi nabi. Seandainya hal demikian terjadi, tetaplah rasulullah SAW akan menjadi orang yang paling mengenal Allah. Akan tetapi umat tidak akan mengenal beliau, tetap berada dalam kegelapan. Khadijah r.a adalah Umu al Mukminin yang menghadirkan kesempurnaan sang Nabi kepada umat manusia, sehingga terlahirlah kaum mukminin yang mengikuti beliau. 

Pengandaian itu tidak akan pernah terjadi, tetapi mungkin saja akan terjadi pada orang lain. Rasulullah SAW dalam hadits itu lebih menerangkan bahwa seseorang tidak akan menjadi sempurna tanpa istri yang berbakti. Istri akan membantu jiwa suaminya tumbuh subur. Tanpa istri yang baik, jiwa seorang laki-laki tidak akan tumbuh sempurna, akan tetapi seorang laki-laki tidak akan terdzalimi sedikitpun dalam keikhlasannya untuk mengenal Allah bila istrinya berkhianat. 

Bila seorang wanita mengenal bakti dirinya (al-birr) seorang istri akan membuka jalan selebar-lebarnya bagi umat untuk mengenal khazanah Allah yang dikenal suaminya dengan melakukan baktinya. Bakti itu juga merupakan penyelesaian masalah bila dirinya mengalami masalah yang berkepanjangan. Sebaliknya bila istri berkhianat membuka pintu belakangnya, maka seorang suami akan terkubur dalam guanya sendirian dan istri itu akan ditimpa banyak masalah. Tidaklah ada sebuah al-birr yang dapat dilakukan dengan mendatangi pintu belakang. Bila demikian umat tidak akan bisa mengenali khazanah Allah yang dikenal laki-laki itu. 

Faktor Penghambat Berfikir 


Keadaan seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap kebenaran yang sampai kepadanya. Akhlak yang kurang baik akan menyisakan kesombongan dalam dirinya. Memandang remeh terhadap seorang sahabat ataupun memandang dirinya lebih terhormat sebenarnya menunjukkan hal yang sama. Mengandalkan pendapat orang lain yang terhormat dan mengesampingkan perkataan yang benar sama saja dengan meremehkan kebenaran. Hal itu menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya. Kesombongan itu akan membuat kebodohan karena akal sulit untuk berkembang. Setiap orang harus berfikir untuk mengenal kebenaran. 

Kebenaran adalah urusan seorang hamba dengan Allah, yang dapat diketahui dengan hati yang bersih. Kebenaran tidak dapat dikenal manusia melalui perkataan-perkataan, tetapi hanya dapat ditelusuri dengannya. Dahulu Iblis menolak perintah rabb untuk bersujud kepada Adam. Iblis menyimpan kesombongan besar karena dirinya diciptakan dari api di alam yang tinggi. Dia memandang rendah Adam karena diciptakan dari tanah di alam yang rendah. Karena kesombongan itu dirinya memandang bahwa rabb-nya telah berbuat kesalahan, padahal Dia telah menciptakan segala sesuatu dalam kebenaran. Kebenaran itu tidak pernah dikenal oleh Iblis walaupun usianya panjang. 

Tujuh malak yang menjadi pembantu Iblis, mereka mematuhi perintah Allah untuk bersujud kepada adam, tetapi dalam kebingungan. Mereka menganggap tidak layak bersujud kepada Adam walaupun mereka mematuhi perintah untuk bersujud. Dan mereka tidak mau memikirkan kebenaran yang akan diperlihatkan rabb kepada mereka. Karena mereka tidak berfikir, lebih mengikuti perkataan di kalangan mereka sendiri, pada akhirnya mereka semua terseret oleh Iblis yang menjadi panutan mereka, terusir dari kedudukan mereka. 

Demikian pula manusia tidak akan dapat memahami kebenaran kecuali melalui hati yang bersih dan menggunakan kecerdasan dengan benar. Kesombongan akan menutup pemahaman. Seseorang juga tidak boleh mengikuti orang lain tanpa berfikir. Boleh jadi fikirannya belum mampu menggapai kebenaran yang diajarkan oleh panutannya, tetapi dirinya harus tetap berfikir sejauh yang mampu difikirkan. Seseorang tidak boleh membuat pengkadaran atau penghakiman kecuali dalam batas kemampuan berfikirnya. Kebenaran yang tidak diketahui cacat dan kesalahannya tidak boleh didustakan, apalagi kemudian menilai bahwa sahabat yang mengatakannya hanyalah mengalami kegilaan. Ini merupakan tanda yang jelas bahwa dirinya bukan termasuk orang yang berfikir. 

Adzab Bagi yang Tidak Berpikir 


Sebagaimana para malak pengikut iblis akan terseret menuju neraka, demikian pula orang-orang yang tidak berfikir terancam akan terseret menuju neraka. Bahkan di dunia pun mereka boleh jadi terancam dengan azab yang keras. Musuh dari kalangan jin dan manusia akan memperdaya mereka melalui kebodohan mereka sedangkan mereka tidak mengetahui. Syaitan akan menipu jiwa mereka dengan keindahan-keindahan amal, padahal mereka mungkin berjalan menuju kebinasaan. Syaitan akan berusaha membinasakan manusia baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Kebinasaan dunia akan diusahakan syaitan kepada manusia untuk dijadikan alat membinasakan manusia dalam kehidupan yang abadi di akhirat. 

Kebenaran dan dosa dalam kehidupan dunia hanyalah terpisah secara tipis. Misalnya pemakmuran bumi hanya terpisah tipis dengan kehormatan dan keinginan duniawi. Seseorang dapat terjatuh dalam usaha kehormatan duniawi dalam amalnya untuk memakmurkan bumi. Setiap orang harus tegak berdiri untuk Allah dan berfikir tentang kebenaran agar dapat istiqomah dalam amal shalih. Azab yang keras telah menanti setiap manusia yang tidak berfikir dengan benar. Semakin tinggi derajat seseorang, akan semakin halus jalan yang akan ditempuh. Seseorang harus mengukur kebenaran pikirannya. Parameter benarnya pikiran adalah alquran. Bila amal menyelisihi alquran, maka seseorang harus berhati-hati dengan syaitan yang akan mengikutinya sehingga dirinya akan tersesat. 

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱلَّذِيٓ ءَاتَيۡنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنۡهَا فَأَتۡبَعَهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡغَاوِينَ [ الأعراف:175-175] 

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. [Al A'raf:175] 

Syaitan-syaitan akan melakukan usahanya secara maksimal pada masa peralihan, yaitu masa ketika kekuasaan atas bumi akan dialihkan kepada orang-orang beriman. Pada masa itu syaitan-syaitan akan menyesatkan manusia dengan cara yang kasar, tidak hanya menyesatkan pikiran manusia tetapi juga merusak tatanan kehidupan hingga aspek jasadiah untuk menyeret orang-orang ke dalam kesesatan. 

Orang-orang yang terseret akan menghadapi azab yang sangat berat. Seseorang yang tidak teguh dalam berdiri bagi Allah akan terseret mengikuti kehidupan dunia yang dirusak syaitan, maka dirinya akan mengikuti syaitan. Seseorang yang tidak berpikir dengan benar akan disesatkan syaitan berdasarkan pikiran. Akan sangat banyak manusia yang terseret dalam penyesatan syaitan karena kehidupan dunia mereka ataupun karena pikiran yang tidak benar. Hari itu adalah hari yang berat, dimana azab akan ditimpakan kepada orang-orang yang mengikuti syaitan. 

Hendaknya umat manusia berdiri bagi Allah tidak membiarkan semua terjadi tanpa sebuah usaha untuk mencegah kerusakan yang lebih buruk. Setiap orang harus berjihad untuk menghadapi adzab yang berat dengan berpikir, baik dalam aspek jasadiah maupun batiniah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar